Anda di halaman 1dari 118

MODEL MATEMATIKA SACR PENYEBARAN VIRUS HEPATITIS C

PADA PENGGUNA NARKOBA SUNTIK

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


Universitas Negeri Yogyakarta
untuk memenuhi sebagian persyaratan guna
memperoleh gelar Sarjana Sains

Disusun oleh :
Lidyana Candrawati
NIM. 10305141022

PROGRAM STUDI MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014

i
PERSETUJUAN

ii
PERNYATAAN
iii
PENGESAHAN

iv
MOTTO

Dan Tuhanmu berfirman, “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan


bagimu”.

(Qs.Al-Mu’min:60)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan, maka apabila telah
selesai (urusan dunia), bersungguh-sungguhlah (dalam ibadah).

(Qs. Al Insyiroh : 6-7)

Pelajarilah ilmu ! Karena mempelajarinya karena Allah itu adalah taqwa


(khasyatun). Menuntutnya itu adalah pengabdian (ibadah). Mengkajinya itu adalah
tasbih. Membahaskannya itu adalah jihad. Mengajarkan kepada orang yang belum
mengetahuinya itu adalah sedekah. Memberikannya kepada ahlinya itu
mendekatkan diri kepada Rabb. Karena ilmu merupakan tanda-tanda akan halal
dan haram, sinar jalan para penghuni surga.

Ilmu merupakan pendamping saat takut, teman saat terasing, teman bicara dikala
sendirian, dalil atas kesenangan dan kesusahan, senjata dalam menghadapi musuh,
hiasan di hadapan teman.

(Mu’adz bin Jabal ra)

5
PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini saya persembahkan untuk:


Kedua orang tua saya,Bapak Walsudiyono dan Ibu Sri Suwarti,
yang telah memberikan segala bentuk kasih sayang dan dukungan, serta doa’nya yang
selalu mengalir tulus tiada henti-hentinya.

Adik- adikku yang terbaik dan ‘nyebeli’ Dynmas Pahendra, Dyan Ajeng Chandrawati,
Pahendra Dhewa Pratama, terimakasih untuk setiap keramaian yang kalian ciptakan.

Sahabat hatiku, terimakasih untuk setiap kebersamaan dan waktu-waktu berharganya.


Serta untuk sahabat-sahabat terbaikku, terimakasih untuk indahnya persahabatan yang
kita jalin.
MODEL MATEMATIKA SACR PENYEBARAN VIRUS HEPATITIS C
PADA PENGGUNA NARKOBA SUNTIK

Oleh: Lidyana
Candrawati NIM.
10305141022

ABSTRAK

Penyebaran virus hepatitis C pada pengguna narkoba suntik perlu mendapat


perhatian lebih, karena persentase penyebarannya yang cukup tinggi.
Penelitian ini bertujuan unuk memecahkan permasalahan yang muncul dalam
penyebaran virus hepatitis C pada pengguna narkoba suntik yaitu
mengetahui model penyebaran hepatitis C dan kapan penyakit menghilang dan
kapan penyakit akan tetap ada pada suatu populasi.
Adapun tahapan yang dilakukan dalam menganalisa model penyebaran
hepatitis C pada pengguna narkoba suntik yaitu membentuk model yang berupa
model SACR (susceptible-acute infection-chronic carrier-recovered), selanjutnya
menentukan titik ekuilibrium, menentukan nilai basic reproduction number,
menganalisa kestabilan disekitar titik ekuilibrium dan melakukan simulasi dengan
menggunakan software maple 15.
Model SACR pada penyebaran virus hepatitis C pada pengguna
narkoba suntik merupakan model yang berbentuk persamaan diferensial
nonlinear. Hasil analisa model SACR tersebut diperoleh 2 titik ekuilibrium yaitu
bebas penyakit dan endemik. Titik ekuilibrium bebas penyakit stabil asimtotik
lokal jika basic reproduction number yang kurang dari satu, dan stabil asimtotik
global jika basic reproduction number kurang dari atau sama dengan satu.
Hal ini berarti bahwa untuk jangka waktu yang lama, populasi terinfeksi virus
hepatitis C akan semakin berkurang atau bahkan menghilang sehingga virus tidak
ada lagi dalam populasi. Sementara itu, untuk basic reproduction number lebih
dari satu, titik ekuilibrium bebas penyakit tidak stabil dan titik ekuilibrium
endemik stabil asimtotik lokal. Hal ini menunjukkan bahwa untuk jangka waktu
tertentu, virus Hepatitis C akan tetap ada. Selanjutnya, berdasarkan simulasi
yang dibentuk dari model SACR, diperoleh bahwa semakin tinggi frekuensi
rata-rata penggunaan jarum secara bersama-sama pada pengguna narkoba
suntik, maka semakin meningkat pula proporsi individu acute infection,
chronic carrier, dan recovered, sementara proporsi individu susceptible akan
semakin menurun.
Kata kunci : Hepatitis C, pengguna narkoba suntik, model SACR,
titik ekuilibrium, kestabilan

vii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr wb,

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang

telah memberikan nikmat karunia dan ridha-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul

“MODEL MATEMATIKA SACR PENYEBARAN VIRUS HEPATITIS C

PADA PENGGUNA NARKOBA SUNTIK”

Tugas akhir ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains (S.Si). Sejak awal kuliah hingga terselesainya tugas akhir ini,

penulis mendapat dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Pada kesempatan ini,

penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan

memberikan dukungan kepada penulis, yaitu:

1. Bapak Dr. Hartono selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Sugiman selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA

Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kelancaran dalam

urusan akademik.

3. Bapak Dr. Agus Maman Abadi selaku Ketua Program studi

Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta dan selaku

Pembimbing Akademik.

8
88
4. Ibu Dwi Lestari, M.Sc selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah

memberikan pengarahan, saran, bimbingan dan masukan sehingga penulis

dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini.

5. Bapak dan ibu dosen Jurusan Pendidikan Matematika yang telah

memberikan ilmu kepada penulis secara langsung maupun tidak langsung.

6. Bapak, ibu dan keluarga yang tidak pernah lelah dalam memberikan

nasehat, bimbingan dan doa untuk penulis.

7. Teman-teman, sahabat-sahabat dan semua pihak yang telah

memberikan dukungan dan membantu secara langsung maupun

tidak langsung sehingga dapat memperlancar proses penyusunan tugas

akhir ini.

Penulis menyadari bahwa dengan keterbatasan kemampuan

sehingga penulisan tugas akhir ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

penulis sangat menghargai segala kritik dan saran yang dapat membangun

tugas akhir ini agar menjadi lebih baik.

Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat tidak hanya

bagi penulis tetapi juga bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum wr wb.

Yogyakarta, April 2014


Penulis

Lidyana Candrawati
NIM. 10305141022

9
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN ..................................................................................................... ii
PERNYATAAN..................................................................................................... iii
PENGESAHAN ..................................................................................................... iv
MOTTO .................................................................................................................. v
PERSEMBAHAN.................................................................................................. vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xiv
DAFTAR SIMBOL............................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
1. 1 Latar Belakang Masalah........................................................................... 1
1. 2 Pembatasan Masalah ................................................................................ 5
1. 3 Rumusan Masalah .................................................................................... 5
1. 4 Tujuan....................................................................................................... 6
1. 5 Manfaat Penulisan .................................................................................... 6
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................ 7
2.1. Nilai Eigen dan Vektor Eigen................................................................... 7
2.2. Persamaan Diferensial............................................................................ 10
2.3. Persamaan Diferensial Linear Orde Satu ............................................... 11
2.4. Sistem Persamaan Diferensial ................................................................ 15
2.4.1. Sistem Persamaan Diferensial Linear ............................................. 16
2.4.2. Sistem Persamaan Diferensial Nonlinear........................................ 17
2.5. Titik Ekuilibrium.................................................................................... 18
2.6. Linearisasi Sistem Persamaan Diferensial Nonlinear ............................ 19
2.7. Kestabilan Titik ekuilibrium .................................................................. 23
2.8. Radius Spektral....................................................................................... 31
2.9. Bilangan Reproduksi Dasar.................................................................... 32
2.10. Kriteria Routh-Hurwitz .......................................................................... 34
2.11. Limit superior dan limit inferior............................................................. 39
2.12. Model Matematika ................................................................................. 40
BAB III PEMBAHASAN.................................................................................... 43
3.1. Formulasi Model Matematika ................................................................ 43
3.2. Titik Ekuilibrium.................................................................................... 51
3.3. Bilangan Reproduksi Dasar (R0) ............................................................ 55
3.4. Kestabilan Titik Ekuilibrium.................................................................. 57
3.5. Simulasi Model....................................................................................... 78
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 87
4.1 Kesimpulan............................................................................................. 87
4.2 Saran....................................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 90
LAMPIRAN.......................................................................................................... 92
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Variabel dan parameter yang digunakan................................................. 46

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Simulasi kestabilan titik ekuilibrium................................................... 24


Gambar 2. Proses memodelkan............................................................................. 40
Gambar 3. Diagram alir penyebaran hepatitis C pada pengguna narkoba suntik . 47
Gambar 4. Simulasi sistem (3.7) untuk .................................................... 80
Gambar 5. Potret fase pada bidang s,a,c untuk ........................................ 81
Gambar 6. Simulasi Sistem (3.7) untuk dengan ....... 83
Gambar 7. Simulasi Sistem (3.7) untuk dengan ....... 83
Gambar 8. Simulasi Sistem (3.7) untuk dengan ..... 84
Gambar 9. Potret fase pada bidang s,a, dan c untuk R0 > 1.................................. 85

13
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Program maple untuk gambar proyeksi potret fase solusi-solusi


s,a,c,r terhadap t dengan ..................................................... 92
Lampiran 2. Program maple untuk gambar proyeksi potret fase bidang s,a,c
dengan ................................................................................. 93
Lampiran 3. Program maple untuk gambar proyeksi potret fase solusi-solusi
s,a,c,r terhadap t dengan ( ) ................... 94
Lampiran 4. Program maple untuk gambar proyeksi potret fase solusi-solusi
s,a,c,r terhadap t dengan ( ) ................... 95
Lampiran 5. Program maple untuk gambar proyeksi potret fase solusi-solusi
s,a,c,r terhadap t dengan ( ) ................. 96
Lampiran 6. Program maple untuk gambar proyeksi potret fase bidang s,a,c
dengan ................................................................................. 97
DAFTAR SIMBOL

Populasi pengguna narkoba suntik yang rentan terinfeksi


S(t)
hepatitis C
Populasi pengguna narkoba suntik yang terinfeksi
A(t) hepatitis
C
Populasi pengguna narkoba suntik yang terinfeksi dan
C(t)
mengalami hepatitis C kronis
Populasi pengguna narkoba suntik yang sembuh/tidak
R(t)
terdapat virus hepatitis C di dalam tubuh
Nilai eigen
I Matriks identitas
Turunan x terhadap t
L Himpunan terbuka
Himpunan bilangan real dimensi n
Himpunan fungsi-fungsi yang mempunyai turunan parsial
pertama yang kontinu
Titik ekuilibrium
Kondisi awal
Turunan f di x0
Matriks jacobian di x0
Himpunan bagian atau sama dengan
Elemen/anggota
Himpunan fungsi-fungsi yang mempunyai turunan parsial
sampai turunan pertama yang kontinu di L
Bagian real nilai eigen ke i
R0 Bilangan reproduksi dasar
H Matriks Hurwitz berukuran
Determinan matriks Hurwitz tingkat k
Spektral radius/nilai eigen dominan dari matriks A

xv
Limit superior fungsi f(x)

Limit inferior fungsi f(x)

Supremum fungsi f(x)


Infimum fungsi f(x)
Proporsi populasi pengguna narkoba suntik yang rentan
S
terinfeksi hepatitis C
Proporsi populasi pengguna narkoba suntik yang
A terinfeksi
hepatitis C
Proporsi populasi pengguna narkoba suntik yang
C terinfeksi
dan mengalami hepatitis C kronis
Proporsi populasi pengguna narkoba suntik yang
R
sembuh/tidak terdapat virus hepatitis C di dalam tubuh
N(t) Populasi total
laju rekrutmen individu yang selanjutnya masuk menjadi
B
individu susceptible
Laju infeksi
rata-rata laju peminjaman/penggunaan jarum suntik yang
tidak steril
Peluang transmisi akibat adanya kontak antara individu
ba
susceptible dengan individu acute infection
Peluang transmisi akibat adanya kontak antara individu
bc
susceptible dengan individu chronic carrier
laju kematian alami
tingkat perpindahan individu acute infection menjadi
σ1
individu chronic carrier
tingkat perpindahan individu chronic carrier menjadi
σ2
individu recovered
proporsi populasi acute infection yang menjadi chronic
carrier

xvi
Proporsi populasi acute infection yang sembuh total (masuk
(1-ρ)
kompartemen recovered)
Titik ekuilibrium bebas penyakit
Titik ekuilibrium endemik

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang matematika turut

memberikan peranan penting dalam menggambarkan fenomena penyebaran suatu

penyakit. Fenomena penyebaran penyakit disajikan dalam bentuk model

matematika. Model matematika adalah model yang merepresentasikan suatu

permasalahan di dunia nyata ke dalam persamaan matematika. Model matematika

yang digunakan untuk mengetahui penyebaran suatu penyakit di suatu daerah

tertentu dikenal sebagai model epidemi.

Model matematika mengenai epidemiologi memungkinkan

untuk memprediksi dinamika epidemi pada suatu populasi berdasarkan

faktor epidemiologi, perilaku jangka panjang dari dinamika awal invasi, atau

dampak dari vaksinasi pada penyebaran infeksi (Kelling-Pejman, 2008).

Salah satu fenomena penyebaran penyakit yang dapat dimodelkan dalam bentuk

matematika yaitu tentang penyebaran penyakit Hepatitis C.

Hepatitis C adalah salah satu jenis penyakit hepatitis yang menginfeksi

organ hati. Hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). HCV

pertama kali ditemukan pada tahun 1989, dan menjadi penyebab kasus

hepatitis NANB (non-A non-B) pasca transfusi. Namun pada tahun 1975,

penyakit ini dikenal sebagai kasus-kasus pasca transfusi. HCV merupakan

jenis virus RNA dari

1
keluarga Flaviviridae genus Hepacivirus (DirJen PP &PL Kementrian Kesehatan,

2012).

Virus Hepatitis C merupakan virus paling berbahaya bila dibandingkan

dengan virus hepatitis yang lainnya, karena 70%-80% penderita terinfeksi dapat

berkembang menjadi infeksi menahun dan berkelanjutan menjadi hepatitis kronik.

Hepatitis C merupakan penyebab utama pada 27% kasus sirosis dan 25% kasus

kanker hati. Dalam beberapa kasus, orang yang mengalami sirosis juga

mengalami gagal hati, kanker hati, atau pembuluh yang sangat membengkak

di esofagus dan lambung, yang dapat mengakibatkan perdarahan hingga kematian.

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1999

diperkirakan 3% dari populasi dunia atau sekitar 170 juta penduduk

terinfeksi hepatitis C. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO) 2009, diperkirakan bahwa tujuh juta penduduk Indonesia mengidap

virus Hepatitis C dan ribuan infeksi baru muncul setiap tahun, namun

90% penderita tidak menyadari kondisi tersebut.

Hepatitis C dapat menular melalui beberapa media, antara lain melalui

transfusi darah, pencangkokan organ dari donor yang terinfeksi, kelahiran dari ibu

yang terinfeksi, melalui benda-benda pribadi seperti gunting kuku, pisau

cukur, dan peralatan sejenis lainnya. Adapun sumber penularan yang terbesar

dalam kasus penularan hepatitis C adalah penggunaan jarum suntik yang

tidak steril secara bersamaan, terutama oleh pengguna narkoba melalui jarum

suntik dan pembuatan tato. Di Indonesia, prevalensi HCV diantara pengguna

narkoba suntik
mencapak 77,3% (PKNI, tanpa tahun). Berdasarkan hasil Evaluasi Pengumpulan

Data Hepatitis C Tahap I yang dilakukan oleh Depkes pada Oktober 2007 sampai

dengan 9 September 2008, terungkap bahwa hampir 40% pasien hepatitis C yang

terdata mengaku menggunakan jarum suntik narkoba dan penyebab-penyebab

yang lain relatif kecil, seperti melalui transfusi darah, hubungan seks dan

lain sebagainya. Prosentase penularan penyakit Hepatitis C melalui

penggunaan narkoba suntik tergolong cukup besar. Oleh sebab itu,

pembahasan mengenai penyebaran virus hepatitis C sangat penting untuk

diperhatikan.

Penelitian mengenai model penyebaran dengan kelas carrier

sebelumnya telah dilakukan oleh Maia Martcheva dan Carlos Castillo-Chavez

(2003) dalam Diseases with chronic stage in a population with varying size,

dalam penelitian tersebut membahas mengenai penyebaran hepatitis C dengan

model susceptible- acute infection-chronic infection. Penelitian yang lain

dilakukan oleh M. Kretzschmar and L. Wiessing (2004) dalam Modelling

the transmission of hepatitis C in injecting drug users, dan Dontwi dkk (2010)

dalam Mathematical modeling of Hepatitis C Virus transmission among injecting

drug users and the impact of vaccination, dalam penelitian tersebut dibahas

mengenai penyebaran hepatitis C dengan model susceptible-acute infection-

chronic carrier-recovered.

Model epidemik yang umum digunakan dalam menganalisa penyebaran

penyakit yaitu model SIR. Model ini awalnya dipelajari oleh Kermack dan

McKendrick. Berdasarkan karakteristiknya, model ini mengelompokkan populasi

ke dalam tiga subpopulasi yaitu susceptible (kelompok individu yang rentan


terinfeksi penyakit), infected (kelompok individu yang terinfeksi

penyakit),
recovered (kelompok individu yang telah bersih dari penyakit). Meskipun model

SIR merupakan model dengan pendekatan yang baik untuk karakteristik

epidemiologi dari banyak penyakit, namun untuk beberapa jenis penyakit

yang memiliki karateristik penyebaran yang lebih kompleks, model ini kurang

sesuai. Untuk beberapa penyakit tertentu, sebagian individu yang

terinfeksi dapat berkembang menjadi kronis, sehingga perlu adanya

pengembangan model yang mampu mengakomodasi karakteristik penyakit

tersebut, yaitu ditambahnya suatu kelompok/subpopulasi carrier. Pada

penyebaran penyakit dengan populasi carrier, individu Susceptible dapat

terinfeksi karena adanya kontak dengan individu Acute infection maupun

individu carrier (Keeling dan Pejman, 2008). Individu yang terinfeksi akut

(acute infection) dalam suatu periode tertentu akan sembuh (recovered) total

dengan sendirinya, atau dapat pula berkembang menjadi pembawa virus/penyakit

(carrier) (Keeling dan Pejman, 2008). Pada umumnya, model ini dapat

diterapkan pada penyebaran virus Hepatitis C, karena seorang yang terinfeksi

(acute infection) virus Hepatitis C bisa berkembang menjadi Hepatitis kronik

maupun akan sembuh dengan sendirinya (meskipun dengan persentase yang

kecil).

Oleh karena itu, pada skripsi ini akan dibahas mengenai pembentukan dan

analisa model matematika terhadap penyebaran virus Hepatitis C. Model

yang dibentuk ini difokuskan pada penyebaran virus melalui jarum suntik

yang tidak steril pada pengguna narkoba suntik, karena mengingat besarnya

prosentase penularan melalui cara ini. Selanjutnya dari model yang terbentuk,

akan dilihat perilaku solusi disekitar titik ekuilibrium agar dapat dianalisa

kestabilan titik
ekuilibrium, sehingga dapat diketahui kapan penyakit ini menghilang dan kapan

mulai menyebar. Kemudian diberikan pula simulasi numerik untuk model

yang terbentuk.

1. 2 Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, pembatasan masalah pada

skripsi ini yaitu :

1. pembahasan penyebaran virus hepatitis C hanya terbatas pada sumber

penyebaran melalui jarum suntik pada pengguna narkoba suntik,

2. pemberian terapi atau pengobatan Hepatitis C tidak dibahas

3. model yang dibentuk hanya terdapat 4 subpopulasi, yaitu Susceptible

(S), Acute Infection (A), Chronic carrier (C) dan Recovery (R),

4. populasi manusia dalam model ini diasumsikan homogen, artinya setiap

anggota populasi relatif memiliki karakteristik yang sama, yaitu pada rata-

rata penggunaan jarum yang dipakai secara bersamaan.

1. 3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana model matematika untuk masalah penyebaran virus hepatitis C

pada pengguna narkoba suntik ?

2. Bagaimana analisis kestabilan model penyebaran virus hepatitis C pada

pengguna narkoba suntik pada populasi bebas penyakit dan endemik ?


1. 4 Tujuan

Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan dari penulisan tugas akhir ini

adalah :

1. Mengetahui bentuk model penyebaran virus hepatitis C pada pengguna

narkoba suntik.

2. Mengetahui kestabilan model penyebaran virus hepatitis C oleh

pengguna narkoba suntik pada populasi bebas penyakit dan endemik.

1. 5 Manfaat Penulisan

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memperkenalkan suatu

model matematika khususnya model matematika penyebaran virus hepatitis C,

bahkan dapat menjadi inspirasi untuk penulisan karya ilmiah maupun

tugas akhir selanjutnya.

Penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat digunakan untuk melakukan

pendugaan mengenai endemik penyakit Hepatitis C khususnya pada

pengguna narkoba suntik, sehingga dapat diprediksi berapa banyak individu

yang akan terjangkit setelah penyakit Hepatitis C muncul dalam beberapa

waktu. Prediksi tersebut kedepannya dapat digunakan untuk upaya

pencegahan guna meminimalkan banyak individu yang terjangkit. Selain itu,

model matematika ini memberikan informasi bahwa penggunaan jarum suntik

secara bersama-sama meningkatkan resiko terinfeksi hepatitis C.


BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini, akan diuraikan landasan teori yang akan digunakan dalam bab

selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi yang

akan diuraikan berisi definisi-definisi dan teori kajian matematika, antara lain

nilai eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial

linear, sistem persamaan diferensial nonlinear, titik ekuilibrium,

linearisasi, kestabilan titik ekuilibrium, bilangan reproduksi dasar, kriteria

Routh-Hurwitz, limit superior dan inferior barisan fungsi, dan pemodelan

matematika.

2.1. Nilai Eigen dan Vektor Eigen

Definisi 2.1 (Anton, 1987)

n
Jika A adalah matriks , maka vektor taknol x dalam dinamakan vektor

eigen (eigenvector) dari A jika Ax adalah kelipatan skalar dari x yaitu

untuk suatu skalar γ. Skalar γ dinamakan nilai eigen dari A dan x

dikatakan vektor eigen yang bersesuaian dengan γ.

Persamaan (2.1) dapat ditulis sebagai


dengan I adalah matriks identitas. Persamaan (2.2) akan memiliki pemecahan

taknol jika dan hanya jika

( Persa

maan (2.3) dinamakan persamaan karakteristik dari A dan skalar yang

memenuhi persamaan (2.3) adalah nilai eigen dari A.

Pada matriks A dengan ukuran , maka polinomial karakteristik A

mempunyai bentuk

Sehingga persamaan karakteristik A menjadi

dengan .

Contoh 2.1

Diberikan matriks

Tentukan nilai eigen dan vektor eigen dari matriks A.

Penyelesaian:

a. Akan ditentukan nilai eigen dari matriks A


Sehingga diperoleh nilai eigen dari matriks A adalah dan .

b. Akan ditentukan vektor-vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen dari

matriks A

Untuk

Persamaan , ekuivalen dengan .

Misalkan , maka

Diambil t = 1, maka diperoleh vektor eigen yang bersesuaian dengan

adalah .

Untuk
Persamaan ekuivalen dengan .

Misalkan , maka

Diambil t = 1, maka diperoleh vektor eigen yang bersesuaian dengan

adalah .

2.2. Persamaan Diferensial

Definisi 2.2 (Ross, 1984)

Persamaan diferensial adalah persamaan yang melibatkan/menyertakan turunan

satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu atau lebih variabel bebas.

Berdasarkan banyaknya variabel bebas yang dilibatkan,

persamaan diferensial diklasifikasikan menjadi dua, yaitu persamaan

diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial.

Definisi 2.3 (Ross, 1984)

Persamaan diferensial biasa yaitu suatu persamaan diferensial yang melibatkan

turunan dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu variabel bebas.

Definisi 2.4 (Ross, 1984)

Persamaan diferensial parsial adalah suatu persamaan diferensial yang

melibatkan turunan dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap dua

atau lebih variabel bebas.


Contoh 2.2:

Contoh persamaan diferensial biasa

Contoh persamaan diferensial parsial

Persamaan diferensial biasa diklasifikasikan berdasarkan orde

derivatif tertinggi yang muncul pada persamaan.

Contoh 2.3:

2.3. Persamaan Diferensial Linear Orde Satu

Definisi 2.5 (Ross, 1984)

Persamaan diferensial linear orde n dengan variabel tak bebas y dan

variabel bebas x, dituliskan dalam bentuk sebagai berikut:


dengan

Definisi 2.6 (Ross, 1984)

Persamaan diferensial biasa orde satu dikatakan linear jika dapat

dinyatakan dalam bentuk

Persamaan (2.4) dapat dinyatakan dalam bentuk

atau

dengan dan .

Persamaan (2.5) bukan merupakan persamaan eksak karena

kecuali jika . Persamaan diferensial (2.5) dapat

dikatakan eksak jika memenuhi .

Selanjutnya, persamaan (2.5) dibentuk ke dalam persamaan


separabel

sederhana, yaitu berbentuk dengan mengalikan persamaan

(2.5) dengan faktor integrasi yang tergantung pada x yaitu , maka diperoleh
merupakan faktor integrasi dari persamaan (2.6) jika dan hanya
jika

persamaan (2.6) adalah eksak, yaitu jika dan hanya jika

Kondisi ini dapat direduksi menjadi

Pada persamaan (2.7) fungsi P merupakan fungsi atas variabel bebas x, sementara

adalah fungsi atas x yang tidak diketahui, sehingga persamaan (2.7) dapat ditulis

sebagai persamaan diferensial berikut

Untuk memperoleh solusi khusus dari persamaan (2.8), dilakukan pengintegralan

pada kedua ruas persamaan (2.8) sehingga

Selanjutnya mengalikan persamaan (2.4) dengan faktor integrasi (2.9),

didapat
Kemudian dengan mengintegralkan kedua ruas pada persamaan (2.10), diperoleh

solusi dari persamaan (2.4) yang berbentuk

sehingga

dengan c adalah suatu bilangan konstan.

Contoh 2.4

Diberikan persamaan diferensial linear orde satu berikut

Berdasarkan persamaan (2.8) dapat dimisalkan . Maka diperoleh

faktor integrasi

Kemudian mengalikan persamaan (2.11) dengan persamaan (2.12), diperoleh

Untuk memperoleh solusi dari persamaan (2.11), dapat diperoleh dengan

mengintegralkan kedua ruas pada persamaan (2.13) diperoleh


atau

dengan c suatu bilangan konstan.

2.4. Sistem Persamaan Diferensial

Diberikan vektor , dengan dan .

Jika notasi untuk menyatakan turunan x terhadap t, maka

Diberikan sistem autonomous

yaitu suatu sistem persamaan diferensial dengan variabel bebas yang implisit

dengan , L himpunan terbuka dan dengan

merupakan notasi untuk himpunan semua fungsi yang mempunyai

turunan pertama yang kontinu di L. Sistem (2.14) dapat ditulis sebagai


atau

2.4.1. Sistem Persamaan Diferensial Linear

Secara umum, sistem persamaan diferensial linear orde satu dengan

variabel tak bebas dan variabel bebas t, dinyatakan sebagai

berikut:

Jika bernilai nol, maka sistem (2.15) disebut sistem persamaan

diferensial linear homogen, sedangkan jika bernilai taknol, maka sistem (2.15)

disebut sistem persamaan diferensial linear nonhomogen.

Sistem (2.15) dapat dinyatakan dalam suatu persamaan berikut

dengan A adalah matriks yang merupakan matriks koefisien dari variabel

tak bebas , dengan dan G(t) adalah

matriks ukuran yang merupakan fungsi dari t,


Contoh 2.5

Berikut ini diberikan sistem persamaan diferensial linear

Sistem persamaan diferensial (2.17) merupakan persamaan diferensial

linear homogen.

2.4.2. Sistem Persamaan Diferensial Nonlinear

Definisi 2.7 (Ross, 1984)

Persamaan diferensial nonlinear adalah persamaan diferensial biasa yang tak

linear.

Persamaan diferensial dikatakan nonlinear jika persamaan diferensial tersebut

memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut (Ross, 1984)

(i) Memuat variabel tak bebas dari turunan-turunannya berpangkat

selain satu.

(ii) Terdapat perkalian dari variabel tak bebas dan/atau turunan-turunannya.

(iii) Terdapat fungsi transedental dari variabel tak bebas dan

turunan-

turunannya.
Contoh 2.6

Diberikan sistem persamaan diferensial nonlinear

Sistem (2.18) merupakan sistem persamaan diferensial nonlinear

dengan variabel bebas t dan variabel tak bebas dan . Sistem (2.18)

dikatakan sistem diferensial nonlinear karena terdapat perkalian antara variabel

takbebas dan pada persamaan pertama, dan pada persamaan kedua

terdapat

kuadrat dari variabel takbebas .

2.5. Titik Ekuilibrium

Titik ekuilibrium merupakan titik tetap yang tidak berubah terhadap waktu.

Secara matematis, titik ekuilibrium didefinisikan sebagai berikut

Definisi 2.8 (Wiggins, 1990)

Diberikan sistem persamaan diferensial (2.14). Titik disebut titik

ekuilibrium dari Sistem (2.14) jika memenuhi .

Contoh 2.7

Diberikan sistem persamaan diferensial (2.18). Misalkan , maka sistem

(2.18) dapat dinyatakan sebagai

Titik ekuilibrium dari sistem (2.18) dapat diperoleh jika , sehingga sistem

tersebut menjadi
Saat , maka

Diperoleh titik ekuilibrium .

Saat , maka

Diperoleh titik ekuilibrium .

Sehingga dari sistem (2.18) diperoleh dua titik ekuilibrium yaitu dan

2.6. Linearisasi Sistem Persamaan Diferensial Nonlinear

Linearisasi merupakan proses membawa suatu sistem nonlinear menjadi

sistem linear. Linearisasi dilakukan pada sistem nonlinear untuk mengetahui

perilaku sistem disekitar titik ekuilibrium sistem tersebut. Linearisasi pada sistem

nonlinear dimaksudkan untuk memperoleh aproksimasi yang baik.

Diberikan sistem persamaan diferensial nonlinear


dengan , , f fungsi nonlinear dan kontinu. Diberikan pula

, dan . Misalkan

adalah titik ekuilibrium dari sistem (2.19), maka pendekatan

linear untuk sistem (2.19) diperoleh dengan menggunakan ekspansi

Taylor

disekitar titik ekuilibrium yaitu

Pendekataan linear untuk Sistem (2.20) adalah

dengan merupakan bagian nonlinear yang selanjutnya

dapat diabaikan karena nilai mendekati nol. Sehingga sistem (2.21)

dapat ditulis sebagai matriks


Misalkan , maka diperoleh

dengan

adalah matriks jacobian pada titik ekuilibrium .

Jika tidak memiliki nilai eigen yang bernilai nol pada bagian

realnya, maka sifat kestabilan sistem (2.19) dapat dilihat dari

Sistem (2.24) disebut sebagai hasil linearisasi Sistem (2.19).

Setelah linerisasi dilakukan pada sistem (2.19), perilaku kestabilan sistem

nonlinear di sekitar titik ekuilibrium dapat diselidiki melalui perilaku linearisasi di

sekitar titik yang sama, jika titik ekuilibrium dari sistem nonlinear tersebut

hiperbolik. Berikut diberikan definisi titik ekuilibrium hiperbolik.


Definisi 2.9 (Perko, 2001)

Titik ekuilibrium disebut titik ekuilibrium hiperbolik dasi Sistem


(2.19)

jika bagian real nilai eigen dari . Jika bagian real nilai eigen

bernilai 0 maka titik ekuilibrium disebut nonhiperbolik.

Contoh 2.8

Diberikan sistem persamaan diferensial nonlinear (2.18). Sistem

(2.18) mempunyai dua titik ekuilibrium yaitu dan . Akan dicari

matriks dengan , dan akan diidentifikasi apakah masing-

masing titik ekuilibrium tersebut hiperbolik atau nonhiperbolik.

Matriks Jacobian dari sistem (2.18) adalah

Matriks Jacobian untuk adalah

akan dicari nilai eigen untuk


Diperoleh dua nilai eigen, yaitu dan . Dapat disimpulkan bahwa titik

ekuilibrium adalah titik ekuilibrium nonhiperbolik karena terdapat

nilai eigen nol dibagian realnya.

Kemudian, matriks jacobian untuk adalah

akan dicari nilai eigen untuk

Diperoleh dua nilai eigen, yaitu dan . Dapat disimpulkan bahwa titik

ekuilibrium adalah titik ekuilibrium hiperbolik karena tidak terdapat

nilai eigen yang bagian realnya bernilai nol. Sehingga, perilaku kestabilan sistem

linear di sekitar titik ekuilibrium sama dengan perilaku sistem

nonlinearnya.

Selanjutnya, akan diberikan definisi dan teorema kestabilan di sekitar titik

ekuilibrium.

2.7. Kestabilan Titik ekuilibrium

Kestabilan titik ekuilibrium dari suatu sistem persamaan diferensial

baik linear maupun nonlinear diberikan dalam definisi berikut.


Definisi 2.10 (Olsder and Woude, 2004)

Diberikan sistem persamaan diferensial orde satu (2.14) dan

adalah solusi persamaan (2.14) pada saat t dengan kondisi awal .

(i) Vektor memenuhi dikatakan sebagai titik ekuilibrium.

(ii) Titik ekuilibrium dikatakan stabil jika diberikan , terdapat

sedemikian sehingga jika (dengan adalah norm

pada ), maka untuk .

(iii) Titik ekuilibrium dikatakan stabil asimtotik jika titik titik ekuilibriumnya

stabil dan terdapat sedemikian

sehingga ,

asalkan .

(iv) Titik ekuilibrium dikatakan tidak stabil jika titik ekuilibrium

tidak memenuhi (ii).

Berikut simulasi titik ekuilibrium stabil dan titik ekuilibrium stabil asimtotik

(a) (b) (c)

Gambar 1. Simulasi kestabilan titik ekuilibrium


stabil (a), tidak stabil (b), dan stabil asimtotik (c)
Matriks jacobian dapat digunakan untuk untuk mengidentifikasi sifat

kestabilan sistem nonlinear di sekitar titik ekuilibrium asalkan titik ekuilibrium

sistem tersebut adalah titik ekuilibrium hiperbolik. Berikut diberikan teorema

mengenai sifat kestabilan suatu sistem nonlinear yang ditinjau dari nilai

eigen matriks jacobian .

Teorema 2.1 (Olsder and Woude, 2004)

(i) Diberikan semua bagian real nilai eigen matriks jacobian bernilai

negatif, maka titik ekuilibrium dari sistem (2.19) stabil asimtotik lokal.

(ii) Sementara, jika terdapat paling sedikit satu nilai eigen matriks
jacobian

yang bagian realnya positif maka titik ekuilibrium dari sistem

(2.19) tidak stabil.

Selanjutnya, diberikan pula teorema yang menyajikan sifat kestabilan suatu sistem

dengan nilai eigen .

Teorema 2.2 (Olsder and Woude, 2004)

Diberikan sistem persamaan diferensial , dengan A suatu

matriks yang mempunyai k nilai eigen berbeda dengan .

(i) Titik ekuilibrium dikatakan stabil asimtotik jika dan hanya jika

untuk setiap i = 1, 2, ... ,k.

(ii) Titik ekuilibrium dikatakan stabil jika dan hanya jika untuk

setiap i = 1, 2, ... ,k dan jika setiap nilai eigen , imajiner dengan ,

maka multiplisitas aljabar dan geometri untuk nilai eigen harus sama.
(iii) Titik ekuilibrium dikatakan tidak stabil jika dan hanya jika terdapat

paling sedikit satu untuk i = 1, 2, ... ,k.

Bukti:

(i) Bukti ke kanan

Akan dibuktikan bahwa jika titik ekuilibrium stabil asimtotik, maka

untuk setiap i = 1, 2, ... ,k.

Berdasarkan definisi (2.10), titik ekuilibrium dikatakan stabil

asimtotik jika . Hal ini berarti bahwa untuk ,

akan menuju . Karena merupakan solusi dari sistem

persamaan diferensial, maka memuat . Sehingga, agar

menuju , maka haruslah bernilai negatif.

Bukti ke kiri

Akan dibuktikan bahwa jika , maka titik ekuilibrium

stabil asimtotik.

merupakan solusi dari sistem persamaan diferensial,

maka selalu memuat . Jika , maka untuk

, akan menuju . Sehingga, berdasarkan definisi (2.10),

titik

ekuilibrium stabil asimtotik.

(ii) Bukti ke kanan

Akan dibuktikan bahwa jika titik ekuilibrium stabil, maka

Andaikan , maka solusi persamaan diferensial yang

selalu memuat akan menuju (menjauh dari titik

ekuilibrium
) untuk , sehingga sistem tidak stabil. Hal ini sesuai dengan

kontraposisi pernyataan jika titik ekuilibrium stabil, maka

. Jadi terbukti bahwa jika titik ekuilibrium

stabil, maka .

Bukti ke kiri

Akan dibuktikan bahwa jika , maka titik ekuilibrium

stabil dan jika ada , maka multiplisitas aljabar dan geometri

untuk nilai eigen harus sama.

merupakan solusi dari sistem persamaan diferensial,

maka selalu memuat . Jika , maka titik

ekuilibrium stabil asimtotik (pasti stabil). Jika , maka

nilai eigen

berupa bilangan kompleks murni. Multiplisitas aljabar

berhubungan dengan nilai eigen sedangkan geometri berhubungan dengan

vektor eigen (Luenberger dalam skripsi Widayati). Sehingga akan

dibuktikan bahwa banyak nilai eigen dan vektor eigen adalah sama.

Tanpa mengurangi keumuman, diambil sembarang sistem pada yang

mempunyai nilai eigen bilangan kompleks murni.

Akan ditentukan nilai eigen dari sistem (2.25)


Diperoleh persamaan karakteristik

Akar dari persamaan di atas

Vektor eigen

Berdasarkan definisi, adalah vektor eigen dari A yang

bersesuaian dengan jika dan hanya jika y adalah pemecahan taktrivial

dari

Untuk , maka (2.26) menjadi

Matriks augmented dari sistem yaitu

diperoleh
Sehingga vektor eigen yang bersesuaian dengan adalah

Untuk , maka sistem (2.16) menjadi

Matriks augmented dari sistem yaitu

diperoleh
Sehingga vektor eigen yang bersesuaian dengan adalah

Sehingga terbukti bahwa banyaknya nilai eigen sama dengan vektor

eigen.

(iii) Bukti ke kanan

Akan dibuktikan bahwa jika titik ekuilibrium tidak stabil, maka

Titik ekuilibrium tidak stabil, jika untuk solusi

persamaan diferensial akan menuju . Hal ini dapat terpenuhi jika

Bukti ke kiri

Akan dibuktikan bahwa jika , maka titik ekuilibrium

tidak stabil.

Diketahui bahwa jika , maka solusi persamaan

diferensial yang memuat akan selalu menuju .

Sehingga titik

ekuilibrium tidak stabil.

Titik ekuilibrium dikatakan stabil asimtotik lokal jika semua

nilai eigen matriks Jacobian mempunyai bagian real negatif. Sementara itu,
titik ekuilibrium dikatakan stabil asimtotik global jika untuk sebarang

nilai
awal yang diberikan, solusi sistem (2.14) berada dekat dengan

titik ekuilibrium dan untuk t membesar menuju tak hingga, konvergen ke

titik ekuilibrium .

Contoh 2.9

Diberikan sistem (2.18). Akan diselidiki tipe kestabilan dari sistem


(2.18)

disekitar titik ekuilibrium

Berdasarkan analisa pada contoh 2.8 diperoleh bahwa titik ekuilibrium

merupakan titik ekuilibrium nonhiperbolik. Sehingga kestabilan sistem di sekitar

titik ekuilibrium tidak dapat ditentukan. Sementara, titik ekuilibrium

merupakan titik ekuilibrium hiperbolik, sehingga perilaku kestabilan

sistem linear di sekitar titik ekuilibrium sama dengan perilaku

sistem nonlinearnya yaitu tidak stabil karena terdapat bagian real dari nilai eigen

matriks jacobian bernilai positif.

2.8. Radius Spektral

Definisi 2.11 (Rahayu, 2005)

Diberikan A adalah matriks dan adalah nilai eigen dari

matriks A, maka radius spektral dari matriks A didefinisikan sebagai


2.9. Bilangan Reproduksi Dasar

Suatu model biasanya memiliki parameter threshold yang dikenal

sebagai bilangan reproduksi dasar (R0), sedemikian sehingga jika R0 < 1

maka titik ekuilibrium bebas penyakit stabil simtotik lokal dan penyakit tidak

menyerang populasi, namun jika R0 > 1 maka titik ekuilibrium bebas penyakit

tidak stabil dan penyakit sangat mungkin untuk menyebar (Driessche dan

Watmough, 2001).

Secara istilah, penyakit memiliki definisi yang lebih luas dari definisi klinis

yaitu mencakup tahap asimtomatik infeksi serta gejala artinya bahwa yang

dimaksud individu yang terinfeksi adalah individu yang terkena penyakit dengan

menunjukkan gejala maupun yang tidak menunjukkna gejala (Widayati, 2013).

Misalkan terdapat n kelas terinfeksi dan m kelas tidak terinfeksi.

Selanjutnya dimisalkan pula x menyatakan subpopulasi kelas terinfeksi dan y

menyatakan subpopulasi kelas tidak terinfeksi (rentan dan atau sembuh), dan

, untuk , sehingga

dengan adalah laju infeksi sekunder yang menambah pada kelas terinfeksi dan

adalah laju perkembangan penyakit, kematian, dan atau kesembuhan yang

mengakibatkan berkurangnya populasi dari kelas terinfeksi.

Penghitungan bilangan reproduksi dasar (R0) berdasarkan linearisasi dari

sistem persamaan diferensial yang didekati pada titik ekuilibrium bebas penyakit.
Persamaan kompartemen terinfeksi yang telah dilinearisasi dapat

dituliskan sebagai berikut

dengan F dan V adalah matriks berukuran , dan dan

V .

Selanjutnya didefinisikan matriks K sebagai

dengan K disebut sebagai next generation matrix. Nilai harapan dari infeksi

sekunder pada populasi rentan adalah radius spektral (nilai eigen dominan)

dari matriks K (Driesse dan Watmough, 2001) sehingga

Contoh 2.10

Diberikan sistem persamaan diferensial berikut

dengan S(t) menyatakan populasi individu rentan pada saat t, I(t)

menyatakan populasi individu terinfeksi pada saat t, dan R(t) menyatakan

populasi individu sembuh dari infeksi pada saat t. Sistem (2.27) mempunyai titik

ekuilibrium bebas
penyakit . Next generation matrix dapat diperoleh dari kelas I,

sehingga kelas I dapat dituliskan sebagai

dengan dan ,

maka hasil linearisasi dari dan masing-masing adalah dan

. Sehingga diperoleh Next generation matrix berikut

Selanjutnya substitusikan nilai titik ekuilibrium bebas penyakit

ke persamaan (2.28) diperoleh

Maka diperoleh nilai dari sistem (2.27) adalah

2.10. Kriteria Routh-Hurwitz

Nilai eigen dapat diperoleh dengan menentukan akar-akar

persamaan karakteristik . Namun

seringkali akar-akar persamaan karakteristik tidak mudah ditentukan. Sehingga

diperlukan suatu aturan/kriteria yang menjamin bahwa akar-akar persamaan

karakteristik bernilai negatif atau ada persamaan karakteristik yang bernilai

positif. Tanda
negatif ataupun positif di sini dapat digunakan untuk menentukan sifat kestabilan

dari suatu titik ekuilibrium.

Berikut diberikan teorema-teorema mengenai kriteia Routh Hurwitz.

Teorema 2.3 (Hahn W, 1967)

Jika pembuat nol pada persamaan

mempunyai bagian real yang negatif, maka

Tanpa mengurangi keumuman, diambil positif sehingga seluruh

koefisien dari polinomial (2.29) bertanda sama, sehingga dapat dibentuk


Jika maka

Jika maka

Teorema 2.4 (Hanh W, 1967)

Pembuat nol dari polinomial (2.29) mempunyai bagian real negatif jika dan

hanya jika dipenuhi pertidaksamaan (2.30) dan

Selanjutnya dibentuk matriks-matriks dengan entri-entrinya

merupakan koefisien dari polinomial (2.29)

Matriks (2.32) disebut sebagai Matriks Hurwitz. Determinan matriks Hurwitz

tingkat k dinotasikan dengan yang didefinisikan sebagai

yang dibentuk dari Matriks Hurwitz H berukuran .


Teorema 2.5 (Hanh W, 1967:23)

Pembuat nol polinomial (2.29) mempunyai bagian real yang negatif jika

dan hanya jika dipenuhi persamaan (2.30) dan

Bukti

Matriks (2.32) dibentuk menjadi matriks segitiga atas sehingga ada diagonal

utamanya adalah Akibatnya, diperoleh subdeterminan

berikut

atau

Bukti kekanan

Diketahui pembuat nol dari polinomial (2.29) mempunyai bagian real

negatif. Akan ditunjukkan bahwa

Berdasarkan teorema 2.3 diketahui bahwa . Selanjutnya

akan ditunjukkan bahwa . Berdasarkan teorema


2.4
diperoleh bahwa .

Berdasarkan persamaan (2.34) diperoleh


, maka

Sehingga terbukti bahwa

Bukti kekiri

Diketahui dan . Akan

ditunjukkan bahwa pembuat nol dari polinomial (2.29) mempunyai bagian

real negatif.

Diketahui bahwa

sehingga berdasarkan teorema 2.4, pembuat nol dari polinomial (2.29)

mempunyai bagian real negatif. Akibatnya, pembuat nol dari polinomial

berderajat mempunyai bagian real negatif jika dipenuhi

(i) Untuk dan

(ii) Untuk dan


2.11. Limit superior dan limit inferior

Berikut ini diberikan definisi limit superior dan limit inferior

yang digunakan dalam bab selanjutnya.

Definisi 2.12 (Jain and Gupta, 1986)

Diberikan adalah barisan, untuk setiap .

Selanjutnya diberikan pula dan .

Maka limit superior dari yang selanjutnya dapat dinotasikan dengan

atau atau didefinisikan sebagai

Sedangkan limit inferior dari yang selanjutnya dapat dinotasikan dengan

atau atau didefinisikan sebagai

Berdasarkan definisi di atas, jelas bahwa , dan

barisan konvergen ke l jika dan hanya jika .

Contoh 2.11

Diberikan barisan , akan ditunjukkan bahwa konvergen ke 0

Bukti:
Misalkan . Karena , maka

. Sehingga .

Misalkan . Maka

Sehingga . Terbukti bahwa konvergen ke 0.

2.12. Model Matematika

Pemodelan matematika merupakan suatu studi tentang konsep

matematika yang merepresentasikan dan menjelaskan permasalahan di dunia nyata

ke dalam pernyataan matematika.

Terdapat beberapa tahap dalam menyusun model matematika yang

dapat dinyatakan dalam alur diagram berikut (Widowati, 2007)

Gambar 2. Proses memodelkan


Keterangan gambar:

1. Memodelkan masalah dunia nyata ke dalam matematika

Pada langkah ini permasalahan dunia nyata dimodelkan ke dalam

bahasa matematis. Langkah ini meliputi pemahaman pada

karakteristik permasalahan yang akan dimodelkan kemudian membatasi

permasalahan yang akan dibahas. Identifikasi dan pembatasan masalah

menghasilkan variabel-variabel yang dapat dibentuk beberapa hubungan

antar variabel- tersebut. Kemudian menjabarkan variabel-variabel dan

sistem menjadi model.

2. Membuat asumsi

Dalam mengkontruksi model, perlu dibuat asumsi. Asumsi di sini

mencerminkan bagaimana proses berpikir sehingga model dapat berjalan.

3. Formulasi persamaan/pertidaksamaan

Dengan asumsi dan hubungan antara variabel-variabel, langkah selanjutnya

yaitu memformulasikan persamaan atau sistem persamaan. Formulasi model

merupakan langkah paling penting, sehingga kadang perlu adanya pengujian

kembali asumsi-asumsi agar langkah formulasi persamaan (kumpulan

persamaan) yang sesuai sehingga dapat diselesaikan dan relistik. Jika pada

proses pengujian kembali, model yang terbentuk tidak sesuai maka

perlu dilakukan pengkajian ulang asumsi dan membentuk asumsi yang baru.
4. Menyelesaikan persamaan/pertidaksamaan

Setelah model diformulasikan, langkah selanjutnya yaitu menyelesaikan

persamaan tersebut secara matematis. Dalam menyelesaikan

persamaan/pertidaksamaan ini perlu hati-hati dan fleksibilitas dalam proses

pemodelan secara menyeluruh.

5. Interpretasi Hasil

Interpretasi model atau solusi merupakan suatu langkah

yang menghubungkan formula matematika dengan kembali ke masalah

dunia nyata. Interpretasi ini dapat diwujudkan dalam berbagai cara seperti

grafik yang digambarkan berdasarkan solusi yang diperoleh.


BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Formulasi Model Matematika

Secara umum, istilah hepatitis berarti peradangan hati yang disebabkan

virus, bahan kimia, obat-obatan dan alkohol. Namun, penyebab terbanyak

dari penyakit hepatitis adalah virus. Berdasarkan tipenya, hepatitis dibedakan

menjadi hepatitis A, B, C, D, F, dan G. Sedangkan berdasarkan perjalanan

penyakitnya, hepatitis dibedakan menjadi hepatitis akut dan hepatitis kronis.

Infeksi hepatitis C dikatakan kronis jika deteksi RNA HCV dalam darah

menetap sekurang- kurangnya 6 bulan. Penyakit hepatitis C disebabkan oleh virus

hepatitis C (HCV). Virus hepatitis C dapat menular melalui kontak darah antar

individu, dan resiko tertinggi terjadi saat penggunaan jarum suntik narkoba secara

bersama-sama.

Individu baru dapat masuk ke dalam populasi karena adanya kelahiran atau

rekrutmen dan mereka meninggalkan populasi karena kematian atau perpindahan

(emigrasi). Populasi total adalah semua individu yang rentan untuk tertular

hepatitis C, terinfeksi hepatitis C maupun yang telah sembuh dari hepatitis

C. Dalam kasus ini, individu yang rentan terinfeksi adalah pengguna narkoba

suntik. Laju rekrutmen pengguna narkoba suntik yang baru menentukan

pertambahan individu rentan (pengguna narkoba suntik) dalam populasi. Individu

rentan akan mengalami dua kemungkinan, yaitu sebagian kecil akan

meninggal dan yang lainnya akan terinfeksi hepatitis C akut apabila

mengalami kontak dengan individu yang terinfeksi akut maupun kronis.

Tingkat infeksi dipengaruhi oleh


seberapa sering terjadinya kontak atau peminjaman jarum suntik antar pengguna

narkoba suntik. Individu yang lebih sering menggunakan jarum suntik secara

bersama-sama akan lebih berisiko untuk terinfeksi hepatitis C.

Penderita hepatitis C berada dalam fase akut sekitar 6-10 minggu. Sebagian

besar penderita infeksi akut akan berkembang menjadi kronis, sedangkan sebagian

kecil akan sembuh dengan sendirinya ataupun meninggal. Penderita hepatitis

C akut yang berkembang menjadi kronis akan mengalami sirosis hati

(pengerasan hati) dalam waktu 15-20 tahun atau dapat pula menjadi kanker hati

setelah 20-30 tahun, atau akan meninggal. Hampir semua kematian dari

penderita Hepatitis C berhubungan dengan komplikasi sirosis dan kanker hati,

sehingga kematian karena infeksi virus hepatitis C sangat kecil.

Model matematika pada penyebaran virus hepatitis C ini, populasi manusia

pada waktu t terbagi dalam 4 subpopulasi, yaitu susceptible (rentan), acute

infection (terinfeksi akut), chronic carrier (terinfeksi kronis), dan recovered

(sembuh). Individu yang termasuk dalam subpopulasi susceptible adalah

semua pengguna narkoba suntik yang belum terinfeksi virus Hepatitis C. Individu

yang termasuk dalam subpopulasi acute infection adalah individu rentan

yang mengalami kontak dengan individu yang terinfeksi virus Hepatitis C,

sehingga individu tersebut menjadi terinfeksi, Individu yang termasuk dalam

subpopulasi chronic carrier adalah semua individu yang mengalami

perkembangan penyakit dari fase akut karena hati tidak dapat

mengobati/menghilangkan virus hepatitis C dari dalam tubuh dengan sendirinya.

Sedangkan individu yang termasuk dalam subpopulasi recovered adalah

individu yang telah benar-benar sembuh atau


terbebas dari virus hepatitis C.individu yang mengalami sirosis maupun

kanker hati dapat dikatakan telah terbebas dari virus hepatitis C.

Untuk mempermudah proses memodelkan penyebaran virus Hepatitis C

khususnya pada pengguna narkoba melalui jarum suntik, diperlukan asumsi-

asumsi. Berikut asumsi-asumsi yang digunakan:

1. Populasi penduduk bersifat konstan dan tertutup, artinya bahwa

pertambahan atau pengurangan populasi terjadi hanya karena rekrutmen dan

kematian, dimana laju rekrutmen sama dengan laju kematian,

2. populasi bersifat homogen, artinya bahwa setiap orang memiliki resiko yang

sama untuk tertular virus dan frekuensi pengggunaan jarum suntik secara

bersama-sama (tidak steril) adalah konstan,

3. individu yang belum terserang penyakit masuk ke dalam kelas susceptible,

4. kematian akibat terinfeksi virus hepatitis C diabaikan, hanya

terjadi kematian alami pada setiap subpopulasi.

5. penyakit menular melalui kontak langsung antara individu Susceptible

dengan individu Acute infection dan` atau individu Chronic carrier dengan

melalui penggunaan jarum suntik yang tidak steril,

6. individu pada kelas Acute Infection dapat mengalami perkembangan infeksi

menjadi pembawa (kronis) yang kemudian masuk menjadi individu Chronic

carrier, namun ada sebagian kecil yang langsung sembuh masuk ke dalam

kelas Recovered,

7. individu yang telah sembuh dari penyakit Hepatitis C, tidak akan

tertular lagi dan menjadi kebal terhadap virus Hepatitis C.


Berikut ini didefinisikan variabel dan parameter yang digunakan dalam

model penyebaran virus hepatitis C melalui jarum suntik disajikan dalam Tabel 1

berikut

Tabel 1. Variabel dan parameter yang digunakan


Simbol Definisi Syarat
S(t) Banyaknya individu susceptible
A(t) Banyaknya individu acute infection
C(t) Banyaknya individu chronic carrier
R(t) Banyaknya individu recovered
N(t) Banyaknya individu dalam populasi
laju rekrutmen individu yang selanjutnya masuk
B
menjadi individu susceptible
Laju infeksi
rata-rata laju peminjaman/penggunaan jarum suntik
yang tidak steril
Peluang transmisi akibat adanya kontak antara
ba
individu susceptible dengan individu acute infection
Peluang transmisi akibat adanya kontak antara
bc
individu susceptible dengan individu chronic carrier
laju kematian alami
tingkat perpindahan individu acute infection menjadi
σ1
individu chronic carrier
tingkat perpindahan individu chronic carrier menjadi
σ2
individu recovered
proporsi acute infection yang menjadi chronic
carrier
proporsi acute infection yang sembuh total (masuk
(1-ρ)
kompartemen recovered)
Berdasarkan karakteristik penyebaran penyakit dan masalah yang

diasumsikan, dapat dibentuk skema penyebaran hepatitis C pada

pengguna narkoba suntik seperti berikut:

Gambar 3. Diagram alir penyebaran hepatitis C pada pengguna narkoba suntik

Berdasarkan diagram alir pada gambar 3 dapat dideskripsikan hal-hal yang

mempengaruhi proses penyebaran penyakit Hepatitis C terutama pada pengguna

narkoba suntik:

a. Perubahan banyaknya individu susceptible terhadap waktu

Pertambahan banyaknya individu kelas susceptible dipengaruhi oleh

adanya recruitment atau bertambahnya pengguna narkoba suntik per

satuan waktu (B). Sementara itu, pengurangan banyaknya individu

dipengaruhi oleh kematian alami dari individu susceptible per satuan

waktu (μS) dan banyaknya individu susceptible yang terinfeksi Hepatitis C

per satuan waktu (λS). Oleh karena itu diperoleh persamaan diferensial berikut
Laju infeksi per satuan waktu dipengaruhi oleh laju kontak yang berupa

penggunaan/peminjamaan alat suntik secara bersama-sama dengan frekuensi

rata-rata tertentu (κ), oleh individu susceptible dengan individu

acute

infection dan atau individu chronic carrier . Secara

matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:

b. Perubahan banyaknya individu Acute infection terhadap waktu

Individu susceptible yang mulai terinfeksi virus hepatitis C per satuan

waktu (λS) mempengaruhi pertambahan populasi acute infection. Banyaknya

individu yang mati alami per satuan waktu (μA) dan banyaknya individu yang

berubah menjadi individu chronic infection per satuan waktu (σ1A)

mempengaruhi pengurangan populasi acute infection. Sehingga diperoleh

persamaan diferensial berikut:

c. Perubahan banyaknya individu chronic carrier terhadap waktu

Selanjutnya, individu yang terinfeksi akut (acute infection)

virus hepatitis C cukup lama akan berkembang menjadi kronis (chrinic

carrier), laju perkembangan per satuan waktu ( 1A) ini akan

mempengaruhi bertambahnya populasi chronic carrier. Populasi chronic

carrier berkurang karena adanya kematian alami individu chronic carrier per

satuan waktu (μC)


dan adanya individu chronic carrier yang bebas dari virus Hepatitis C
per

satuan waktu (σ2C). Didapat persmaan diferensial berikut:

d. Perubahan banyaknya individu recovered terhadap waktu

Individu acute infection yang telah sembuh total ((1-ρ)σ1A)

dan individu chronic carrier yang bebas dari virus hepatitis C (σ2C) akan

masuk sebagai populasi recovered akan menambah populasi recovered.

Sementara, individu recovered yang mati secara alami akan

mengurangi populasi

recovered. Diperoleh persamaan diferensial berikut

Berdasarkan deskripsi di atas dan dari persamaan (3.1) – (3.4)

maka penyebaran penyakit Hepatitis C pada pengguna narkoba suntik dapat

dimodelkan dalam bentuk sistem persamaan diferensial nonlinear orde satu

seperti berikut:

(Kretzschmar,2006)

dengan laju infeksi per satuan waktu adalah


Berdasarkan asumsi pertama, jumlah populasi total konstan/tetap, sehingga

Selanjutnya dengan mendiferensialkan persamaan (3.6), diperoleh

Untuk menyederhanakan sistem (3.5), dapat digunakan penskalaan, yaitu

membentuk sistem (3.5) menjadi bentuk proporsi antara banyaknya individu

dalam suatu subpopulasi dengan banyaknya populasi total. Kemudian untuk

menyederhanakan notasi, dimisalkan

sehingga sistem (3.5) dapat dituliskan menjadi :


dengan

3.2. Titik Ekuilibrium

Titik (s,a,c,r) merupakan titik-titik ekuilibrium dari Sistem (3.7)

jika memenuhi persamaan . Titik-titik ekuilibrium

dari sistem (3.7) disajikan dalam teorema berikut:

Teorema 3.2.1.

(i) Jika , maka sistem (3.7) memiliki titik ekuilibrium bebas penyakit yaitu

(ii) Jika maka sistem (3.7) memiliki titik ekuilibrium

endemik dengan
Bukti

Sistem (3.7) akan mencapai titik ekuilibrium jika

, maka Sistem (3.7) dapat ditulis:

dengan .

(i) Jika , maka dari persamaan (3.10) diperoleh

Berdasarkan persamaan (3.12) diperoleh c = 0. Jika a = 0 dan c = 0, maka

dari persamaan (3.8) diperoleh


dan dari persamaan (3.11) diperoleh :

Oleh karena itu diperoleh titik ekuilibrium bebas penyakit

. Jadi terbukti bahwa jika , maka sistem (3.7)

memiliki titik ekuilibrium bebas penyakit yaitu .

(ii) Selanjutnya, jika (disimbolkan dengan ), maka dari persamaan

(3.10) diperoleh

Berdasarkan persamaan (3.15) diperoleh . Jika dan

, maka dari persamaan (3.9) diperoleh

Karena , maka persamaan (3.16) menjadi


dan dari persamaan (3.11) diperoleh

Sehingga diperoleh titik ekuilibrium endemik dengan

seperti pada persamaan (3.15), (3.6), (3.17) dan (3.18). Jadi terbukti

bahwa Jika maka sistem (3.7) memiliki titik ekuilibrium

endemik dengan
3.3. Bilangan Reproduksi Dasar (R0)

Bilangan reproduksi dasar merupakan harga harapan dari suatu kasus baru

(sekunder) yang disebabkan oleh individu yang terinfeksi (kasus primer)

dalam suatu populasi individu rentan. Jika R0 < 1 penyakit tidak menyerang

populasi, namun jika R0 > 1 maka penyakit sangat mungkin untuk menyebar.

Penentuan bilangan reproduksi dasar (R0) digunakan metode next generation

matrix dari Sistem (3.7). Pada model ini, kelas terinfeksi adalah acute

infection dan chronic carrier , sehingga persamaan diferensial yang

digunakan

sebagai berikut:

maka diperoleh
Kemudian dilinierisasi. Hasil masing-masing linierisasinya adalah

Selanjutnya akan dicari

Diperoleh next generation matrix berikut

Pada awal kemunculan virus dalam populasi, hampir semua individu rentan

terhadap penyakit, sehingga nilai s pada persamaan (3.19) dapat

didekati menggunakan titik ekuilibrium s saat bebas penyakit. Dengan

mensubtitusi persamaan (3.13) ke dalam persamaan (3.19), diperoleh


Menurut Diekmann dan Heesterbeek (2000), bilangan reproduksi

dasar didefinisikan sebagai spektral radius dari next generation matrix, maka

diperoleh

bilangan reproduksi dasar dari Sistem (3.7) yaitu

3.4. Kestabilan Titik Ekuilibrium

Pada bagian ini akan dilakukan analisa kestabilan titik ekuilibrium

Sistem (3.7). Kestabilan titik ekuilibrium dari sistem (3.7) disajikan dalam

teorema berikut:

Teorema 3.4.2.

(i) Jika maka titik ekuilibrium bebas penyakit

stabil asimtotik lokal.

(ii) Jika maka titik ekuilibrium bebas penyakit

tidak stabil.

Bukti

Sistem (3.7) didefinisikan sebagai:


dengan

Maka matriks jacobian dari sistem di atas adalah :

Akan ditunjukkan bahwa jika , titik ekuilibrium bebas penyakit

stabil asimtotik lokal.

Subtitusi titik ekuilibrium bebas penyakit ke

persamaan (3.21), maka diperoleh matriks Jacobian disekitar titik ekuilibrium

Nilai eigen dari matriks , dapat dicari dengan menentukan

, dengan adalah nilai eigen dan I adalah matriks identitas.

Sehingga diperoleh:
Persamaan (3.26) dapat ditulis menjadi

dengan

Berdasarkan persamaan (3.26), diperoleh nilai eigen yaitu dan dengan

. Karena μ bernilai positif, maka bagian real dari kedua nilai eigen

tersebut adalah negatif. Sementara untuk nilai eigen yang lainnya,

akan digunakan kriteria Routh-Hurwitz untuk melihat tipe kestabilan dari

persamaan karakteristik

Persamaan dapat dinyatakan menjadi


Selanjutnya persamaan dapat

dinyatakan menjadi:

Apabila diketahui , diperoleh dan . Berdasarkan

kriteria Routh Hurwitz, pembuat nol dari persamaan (3.28) akan bernilai negatif
jika dan . Hal ini menunjukkan bahwa semua nilai eigen dari

persamaan (3.26) bernilai negatif, sehingga titik ekuilibrium bebas penyakit

stabil asimtotik lokal.

Sementara itu, jika diketahui , maka diperoleh . Akar-

akar persamaan (3.28) akan beda tanda yaitu dan atau

sebaliknya. Sehingga, dapat dikatakan bahwa jika , maka persamaan (3.28)

memiliki satu nilai eigen yang bernilai positif. Oleh karena itu, titik

ekuilibrium bebas penyakit tidak stabil.

Teorema 3.4.3

Jika maka titik ekuilibrium bebas

penyakit stabil asimtotik global.

Bukti

Untuk menunjukkan kestabilan global dari titik ekuilibrium bebas penyakit,

maka akan ditunjukkan bahwa saat

Hal pertama yang dilakukan adalah menentukan solusi untuk

persamaan diferensial pada sistem (3.7) yaitu


dengan

Akan ditentukan solusi untuk persamaan (3.30). Karena ,

persamaan diferensial (3.30) dapat ditulis sebagai

atau

diperoleh faktor integrasinya adalah

Kemudian dengan mengalikan persamaan (3.34) dengan persamaan

(3.35), diperoleh

Solusi dari persamaan (3.30) adalah


dengan adalah suatu konstanta.

Selanjutnya, akan ditentukan nilai limitnya dengan mengambil lim sup untuk

pada persamaan (3.36), diperoleh

Dalam hal ini, dibentuk suatu barisan fungsi dan untuk setiap

dimana atau dan atau

. Sehingga diperoleh
Akan ditentukan pula solusi untuk persamaan (3.31). Persamaan diferensial

linier (3.31) dapat ditulis sebagai

diperoleh faktor integrasinya adalah

Kemudian dengan mengalikan persamaan (3.38) dengan persamaan (3.39), maka

Diperoleh solusi dari persamaan (3.31) adalah

dengan adalah suatu bilangan konstan.

Selanjutnya, akan ditentukan nilai limit dari persamaan (3.40) dengan mengambil

limit superior untuk , diperoleh


Dalam hal ini dibentuk suatu barisan fungsi untuk setiap dimana

atau , diperoleh

Selanjutnya mensubstitusi pertidaksamaan (3.37) ke pertidaksamaan (3.41)

diperoleh

Kemudian akan dibahas mengenai laju infeksi penyebaran virus hepatitis C.

Berdasarkan persamaan (3.33) diperoleh . Akan

ditunjukkan

bahwa , dengan mengambil lim sup untuk pada

persamaan (3.33).
Sesuai paparan sebelumnya, dibentuk suatu barisan fungsi

atau , atau dan

atau , maka

Substitusi pertidaksamaan (3.37) dan (3.41) ke persamaan (3.45) diperoleh

maka

Karena diketahui , maka diperoleh .


Selanjutnya dengan , maka berdasarkan pertidaksamaan

(3.37) dan (3.44) diperoleh dan .

Akan ditentukan solusi untuk persamaan (3.32). Persamaan diferensial linier

(3.32) dapat ditulis sebagai

diperoleh faktor integrasinya adalah

Kemudian dengan mengalikan persamaan (3.46) dengan persamaan (3.47), maka

Solusi dari persamaan (3.32) adalah


dengan adalah suatu bilangan konstan.

Selanjutnya, akan ditentukan nilai limit dari persamaan (3.48) dengan mengambil

limit superior untuk , diperoleh

Telah dibentuk suatu barisan fungsi dan untuk setiap dimana

atau dan atau ,

selanjutnya dibentuk pula barisan fungsi sehingga untuk setiap

dimana atau , sehingga


Karena , maka diperoleh dari pertidaksamaan

(3.49) . Sehingga didapat , dan

Kemudian berdasarkan persamaan (3.6) diketahui bahwa

, Dengan mengambil nilai limit , maka diperoleh

Karena dan , dan maka diperoleh

Sehingga terbukti bahwa untuk maka titik ekuilibrium

bebas penyakit stabil asimtotik global.


Teorema 3.4.4.

Jika maka titik ekuilibrium endemik stabil asimtotik lokal

dengan

Bukti

Subtitusi titik ekuilibrium dalam kondisi endemik

ke persamaan (3.25), diperoleh :

Misalkan
maka persamaan (3.51) dapat dinyatakan sebagai

Selanjutnya menentukan , adalah nilai eigen dan I adalah

matriks identitas, maka


Persamaan (3.52) dapat ditulis menjadi

dengan

Berdasarkan persamaan (3.52), diperoleh nilai eigen yaitu . Karena μ

bernilai positif, maka bagian real nilai eigen tersebut adalah negatif.

Untuk nilai eigen yang lainnya, akan digunakan kriteria Routh-Hurwitz

untuk melihat akar-akar persamaan akar karakteristiknya. Dengan

mensubtitusi
kembali persamaan x, y, z, m, n ke dalam persamaan k1, k2, dan k3, maka

diperoleh:

dapat dinyatakan sebagai

Selanjutnya
74
dapat dinyatakan sebagai

Kemudian

75
dapat dinyatakan sebagai

dengan =

Berdasarkan kriteria Routh-Hurwitz, pembuat nol dari persamaan

akan bertanda negatif jika dan

. Karena diketahui maka .

Kemudian akan dibuktikan bahwa jika , maka .


Karena , maka .

Diperoleh semua nilai eigen dari persamaan (3.53) bernilai negatif, sehingga

terbukti bahwa jika , maka titik ekuilibrium endemik

stabil asimtotik lokal.


3.5. Simulasi Model

Pada subbab ini akan dibahas mengenai simulasi numerik epidemi

untuk memberikan gambaran lebih jelas mengenai model penyebaran virus

hepatitis C khususnya pada pengguna narkoba suntik dengan menggunakan

parameter- parameter dan nilai awal-nilai awal tertentu.

Di Indonesia, tingkat kejadian infeksi Hepatitis C oleh para pengguna

narkoba suntik sekitar 77,3% (PKNI, tanpa tahun). Menurut Kretzschmar dan

Wiessing (2004) tingkat kontak individu rentan (susceptible) dengan individu

terinfeksi akut (acute infection) dan tingkat kontak individu rentan (susceptible)

dengan individu terinfeksi kronik/pembawa (chronic carrier) masing-masing

adalah . Di Indonesia tingkat rekruitmen pengguna

narkoba suntik yang baru diperkirakan sebesar 0,056, sehingga nilai =


0,056.

Berdasarkan asumsi pertama, laju rekruitmen dan laju kematian adalah sama,

maka diperoleh .

Nilai merepresentasikan rata-rata durasi virus hepatitis C dalam

fase akut. apabila diasumsikan rata-rata durasi virus Hepatitis C dalam fase akut

yaitu

9,6 minggu, maka diperoleh = . Nilai

merepresentasikan rata-rata durasi virus hepatitis C fase kronis hingga

sembuh/hilangnya virus dari dalam darah. Nilai parameter ini dapat

bervariasi tergantung jenis penyakit lanjutan yang diderita, seperti

berkembang menjadi kanker hati dan sirosis. Diasumsikan bahwa rata-rata durasi

fase kronis yaitu rata-


rata 20 tahun, maka diperoleh . Parameter
merepresentasikan peluang individu yang terinfeksi virus hepatitis C

akut berkembang menjadi infeksi kronis, yaitu sebesar 70%-90% (WHO,

2003), sehingga dapat diambil nilai parameter .

Parameter merepresentasikan frekuensi rata-rata penggunaan jarum suntik

secara bersama-sama. Nilai parameter ini dapat bervariasi. Diberikan simulasi

model yang akan menunjukkan pengaruh dari variasi nilai parameter terhadap

penyebaran virus hepatitis C.

Subtitusi nilai-nilai parameter di atas ke persamaan (3.7), diperoleh sistem

berikut

Berikut diberikan simulasi untuk sistem di atas, saat dan

. Simulasi digambarkan menggunakan program Maple 15.

3.5.1. Simulasi

Untuk , diambil nilai dan diberikan nilai awal untuk masing-

masing proporsi individu rentan (susceptible), proporsi individu terinfeksi

akut (acute infection), proporsi individu kronis (chronic carrier), dan proporsi

individu
sembuh dari penyakit hepatitis C (recovered) masing-masing adalah

. Simulasi disajikan dalam gambar 4.

Jika nilai-nilai parameter tersebut disubstitusikan ke Sistem (3.20),

diperoleh nilai Berdasarkan gambar 4, terlihat bahwa

proporsi individu rentan semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Sementara

untuk proporsi individu yang terinfeksi akut (acute infection), kronis

(chronic carrier), dan terbebas (recovered) dari virus Hepatitis C semakin lama

semakin menurun. Hal ini menunjukkan perilaku solusi yang lambat laun akan

menuju titik ekuilibrium Sehingga dapat dikatakan bahwa saat ,

hepatitis C akan menghilang dari populasi.

Gambar 4. Simulasi sistem (3.7) untuk


Selanjutnya, diberikan beberapa nilai awal untuk masing-masing

proporsi individu susceptible, proporsi individu acute infection, dan proporsi

individu chronic carrier adalah (0, 0.06, 0.015, 0.2), (0, 0.14, 0.25, 0.3), dan (0,

0.49, 0.2,

0.1) untuk memperoleh potret fase solusi sistem pada bidang s,a,c. Berdasarkan

nilai-nilai parameter dan nilai awal yang diberikan diperoleh potret fase

pada bidang s, a, c yang disajikan dalam gambar 5.

Untuk beberapa nilai awal yang berbeda, terlihat bahwa grafik proporsi

individu susceptible (grafik berwarna hitam) mengalami peningkatan menuju titik

1, sementara grafik proporsi individu acute infection (grafik yang berwarna

merah) dan chronic carrier (grafik berwarna hijau) mengalami penurunan menuju

titik nol untuk . Penurunan proporsi individu acute infection dan

chronic carrier yang menuju titik nol menunjukkan bahwa proporsi individu acute

Gambar 5. Potret fase pada bidang s,a,c untuk


infection dan chronic carrier semakin habis (tidak ada yang terinfeksi)

mengakibatkan semakin kecilnya laju infeksi (bahkan tidak ada),

sehingga populasi menuju titik awal.

Simulasi ini menunjukkan bahwa saat R0 < 1 solusi sistem (3.7)

bergerak menuju titik ekuilibrium E0. Hal ini berarti hasil simulasi sesuai

dengan hasil analitik pada teorema 3.4.4 yang menyatakan bahwa saat titik

ekuilibrium bebas penyakit stabil asimtotik global.

3.5.2. Simulasi

Untuk , diberikan nilai awal

untuk memperoleh proyeksi potret fase solusi-solusi

proporsi individu susceptible, acute infection, chronic carrier, recovered terhadap

waktu t seperti pada gambar 6, gambar 7 dan gambar 8.

Berdasarkan simulasi gambar 6, gambar 7 dan gambar 8, terlihat bahwa saat

proporsi individu rentan (susceptible) turun, proporsi individu yang terinfeksi

HCV akut (acute infection) dan proporsi penderita hepatitis C kronis

(chronic carrier) meningkat dan menuju suatu titik di . Hal ini akibat dari

adanya kontak antara individu rentan dengan penderita hepatitis C akut dan kronis.

Saat proporsi individu yang terinfeksi akut dan individu kronis meningkat,

maka proporsi individu sembuh (hilangnya HCV dalam tubuh penderita) juga

meningkat dan menuju titik ekuilibrium .


Gambar 6. Simulasi Sistem (3.7) untuk dengan

Gambar 7. Simulasi Sistem (3.7) untuk dengan


Gambar 8. Simulasi Sistem (3.7) untuk dengan

Nilai numerik untuk untuk saat adalah ,

, , . Untuk diperoleh

, , , .

Sementara untuk diperoleh , ,

, , .

Berdasarkan nilai numerik dan simulasi pada gambar 6, gambar 7, dan

gambar 8, terlihat bahwa saat frekuensi penggunaan jarum suntik secara bersama-

sama ( ) meningkat maka proporsi individu rentan semakin menurun, sementara

proporsi penderita hepatitis C akut dan kronis dan proporsi individu yang terbebas

dari hepatitis C semakin meningkat sebanding dengan nilai

parameter . Peningkatan nilai parameter juga menunjukkan bahwa solusi

sistem (3.7) semakin lama akan menuju titik ekuilibrium , dan nilai pun

semakin besar.
Hal ini berarti bahwa jika frekuensi rata-rata pwnggunaan jarum suntik

secara bersamaan semakin besar, maka laju infeksi akan semakin besar pula,

yang selanjutnya berakibat pada semakin besarnya penyebaran virus Hepatitis C.

Selanjutnya, diberikan beberapa nilai awal untuk untuk masing-masing

proporsi individu susceptible, proporsi individu acute infection, dan proporsi

individu chronic carrier masing-masing adalah (0, 0.06, 0.015, 0.2), (0,

0.14,

0.25, 0.3), dan (0, 0.49, 0.2, 0.1). Untuk melihat perilaku solusi sistem (3.7)

disekitar titik ekuilibrium endemik pada bidang s, a dan c, diambil nilai parameter

, sehingga diperoleh titik ekuilibrium

Gambar 9. Potret fase pada bidang s,a, dan c untuk R0 > 1


Gambar 9 menunjukkan bahwa masing-masing grafik proporsi

mengalami fluktuasi. Pada proses fluktuasi ini terjadi peningkatan dan

penurunan proporsi
baik pada proporsi susceptible, acute infection, maupun chronic carrier.

Penurunan proporsi susceptible dipengaruhi oleh adanya kematian alami individu

susceptible dan adanya individu susceptible yang terinfeksi akibat kontak dengan

individu acute infection dan chronic carrier Sementara faktor yang

mempengaruhi peningkatan proporsi susceptible yaitu rekrutmen pengguna

narkoba suntik. Untuk penambahan proporsi acute infection dipengaruhi oleh

proporsi individu susceptible yang terinfeksi hepatitis C, sedangkan

penurunan proporsi karena adanya kematian alami dari kelas tersebut dan

adanya individu yang sembuh (recovered) maupun berkembang menjadi individu

chronic carrier. Selanjutnya, penambahan proporsi individu chronic carrier

karena adanya perkembangan penyakit dari individu acute infection,

sedangkan penurunan proporsi chronic carrier dipengaruhi oleh kematian

alami kelas tersebut dan adanya individu bebas dari penyakit hepatitis C.

Solusi sistem (3.7) yang diberikan nilai awal yang berbeda-beda

bergerak menuju titik ekuilibrium endemik dan menjauhi titik

ekuilibrium bebas penyakit E0. Hal ini berarti hasil simulasi sesuai dengan

hasil analitik pada teorema 3.4.4 yang menyatakan bahwa saat titik

ekuilibrium endemik stabil asimtotik dan teorema 3.4.2 (ii) yang menyatakan

bahwa saat titik ekuilibrium bebas penyakit tidak stabil.


BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pada skripsi ini telah dibahas mengenai model penyebaran virus Hepatitis C

pada pengguna narkoba khususnya melalui jarum suntik. Adapun kesimpulan

yang dapat diambil dari pembahasan model ini yaitu:

4.1.1 Model yang terbentuk dari penyebaran virus Hepatitis C khususnya

pada pengguna narkoba melalui jarum suntik berupa sistem persamaan

diferensial

nonlinier orde satu. Model yang diperoleh sebagai berikut

4.1.2 Dengan menganalisa titik ekuilibrium dari sistem persamaan diferensial

yang baru, yang berupa proporsi diperoleh dua titik ekuilibrium yaitu titik

ekuilibrium bebas penyakit dan titik ekuilibrium

endemik

, dengan
4.1.3 Model penyebaran virus hepatitis C pada pengguna narkoba suntik ini

memiliki bilangan reproduksi dasar (basic reproduction number) berikut

merupakan suatu indikator penyebaran penyakit. Jika maka virus

hepatitis C tidak menyerang populasi atau berangsur menghilang, sedangkan

jika maka penyakit endemik dan sangat mungkin untuk menyebar.

4.1.4 Pada kondisi titik ekuilibrium bebas penyakit stabil asimtotik lokal

dan ketika stabil asimtotik global. Hal ini berarti bahwa untuk

jangka waktu yang lama, populasi penderita hepatitis C akan semakin

berkurang atau bahkan menghilang sehingga virus tidak ada lagi dalam

populasi.

Sementara itu, pada saat titik ekuilibrium bebas penyakit tidak stabil

dan titik ekuilibrium endemik stabil asimtotik lokal. Hal ini

menunjukkan bahwa untuk jangka waktu tertentu, virus Hepatitis C akan

tetap ada.

4.1.5 Berdasarkan hasil simulasi, terlihat bahwa semakin tinggi frekuensi

penggunaan jarum secara bersama-sama pada pengguna narkoba suntik,

maka penderita hepatitis C akut dan kronis dan individu yang bebas

dari hepatitis C semakin meningkat, sedangkan banyaknya individu rentan

akan
semakin menurun. Peningkatan dan penurunan banyaknya

individu sebanding dengan frekuensi penggunaan jarum suntik secara

bersama-sama.

4.2 Saran

Pada skripsi ini model penyebaran virus hepatitis C hanya terbatas

pada pengambilan kasus khusus yaitu untuk laju infeksi dengan frekuensi

penggunaan jarum suntik bersama yang homogen. Oleh sebab itu, untuk penelitian

selanjutnya disarankan untuk membahas penyebaran hepatitis C dalam

populasi yang heterogen, yaitu memperhatikan tinggi rendahnya resiko

tertularnya hepatitis C. Selain itu dapat pula dibahas untuk model yang laju

rekruitmen tidak sama dengan laju kematian alami.

Bagi pengguna narkoba, dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan

informasi bahwa penggunaan jarum suntik secara bersama-sama

meningkatkan resiko untuk tertular penyakit-penyakit yang menyerang pengguna

narkoba, salah satunya hepatitis C. Sehingga, disarankan bagi para pengguna

narkoba untuk lebih bijaksana dalam penggunaan jarum suntik, yaitu dengan

mengurangi penggunaan jarum suntik secara bersama-sama atau dengan

mensterilkan jarum suntik yang telah digunakan untuk mengurangi resiko

tertular penyakit berbahaya.


DAFTAR PUSTAKA

Anton, Howard. (2003). Aljabar Linear Elementer (Alih Bahasa: Refina


Indriasari), Jakarta: Erlangga
Diekmann, O dan Heesterbeek. (2000). Mathematical Epidemiology of Infectious
Diseases. New York: John Wiley and Son
Direktorat Jendral PP & PL. (2012). Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus.
Kementrian Kesehatan RI
Dontwi et al. (2010). “Mathematical modeling of Hepatitis C Virus transmission
among injecting drug users and the impact of vaccination”. Diakses dari
http://scihub.org/AJSIR/PDF/2010/1/AJSIR-1-1-41-46.pdf pada 19
November 2013, Jam 06:30
Driessche and Watmough. (2002). Reproduction numbers and sub-threshold
endemic equilibria for compartmental models of disease transmission.
Mathematical Biosciences. 180 (2002). hlm. 29–48
Hahn. 1967. Stability of Motion.Spinger-Verlag.New York
Jain, P K and Gupta V P. (1986). “Lebesgue Measure and Integration”.
New
Delhi:Wiley Eastern Limited
Keeling, M. J and Rohani, P. (2008). “Modeling Infectious Diseases in Humans
and Animals”. USA: Princeton University
Kretzschmar, M and Wiessing, L. (2004). Modelling the transmission of hepatitis
C in injecting drug users. Hepatitis C and Injecting Drug Use:
Impact, Costs and Policy Options. Hlm. 143-158
Dwi Lestari. (2010). Model epidemi SIR berdasarkan kelompok umur. Tesis.
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Martcheva, M and Castilo-Chaves, C. (2003). Diseases with chronic stage in
a population with varying size. Mathematical Biosciences. 182. Hlm. 1-25
Olsder, G. J & Woude, J.W. van der. 2004. Mathematical Systems Theory.
Netherland: VVSD
Perko, Lawrence. 2001. Differential Equations and Dynamical Systems. 3rd. New
York: Springer.
PKNI. tanpa tahun. Hepatitis C: Sebuah krisis kesehatan masyarakat yang
mendesak. Diakses dari http://www.pkni.org/wp-
content/uploads/2013/09/PKNI-Hep-C-Brief-versi-indonesia.pdf. pada
tanggal 03 Maret 2013, Jam 17.30 WIB
Wiwiek Rahayu. 2005. Basic Reproduction Number, Analisa Dinamik
dan Prosees Markov dari Model Penyebaran Ebola. Skripsi.
Universitas Indonesia, Depok
Ross, L. (1984). Differential Equations. 3rd. New York. Springer
Ratna Widayati. (2013). Pemodelan matematika untuk penyebaran penyakit
flu singapura (Hand, Foot and Mouth Disease) berdasarkan model
SEIRS. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta
Widowati & Sutimin. (2007). Buku ajar pemodelan matematika. Semarang:
Universitas Diponegoro
Wiggins, Stephen. (1990). Introduction to Applied Nonlinear Dynamical Systems
and Chaos. New York: Springer
World Health Organization. (2002). “Hepatitis C”. Diakses dari
http://www.who.int/csr/disease/hepatitis/Hepc.pdf. pada 13 November 2013,
Jam 8:30
LAMPIRAN

Lampiran 1. Program maple untuk gambar proyeksi potret fase solusi-solusi


s,a,c,r terhadap t dengan
>
>
>

>

>
>
>

>
>
>

>
Lampiran 2. Program maple untuk gambar proyeksi potret fase bidang s,a,c
dengan

>
>
>

>

>
>
>

>
>

>
>

>
>
Lampiran 3. Program maple untuk gambar proyeksi potret fase solusi-solusi
s,a,c,r terhadap t dengan ( )

>
>
>

>

>
>
>

>

>
>

>
Lampiran 4. Program maple untuk gambar proyeksi potret fase solusi-solusi
s,a,c,r terhadap t dengan ( )

>
>
>

>

>
>
>

>

>
>

>
Lampiran 5. Program maple untuk gambar proyeksi potret fase solusi-solusi
s,a,c,r terhadap t dengan ( )

>
>
>

>

>
>
>
>

>
>
>

>
Lampiran 6. Program maple untuk gambar proyeksi potret fase bidang s,a,c
dengan
>
>
>

>

>
>
>

>

>
>
>

>
>

Anda mungkin juga menyukai