Anda di halaman 1dari 13

KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL RUMAH TINGGAL SUKU SAMIN DI DUKUH

KARANGPACE, DESA KLOPODUWUR, KECAMATAN BANJAREJO,


KABUPATEN BLORA

Abdullah Farhad Hedra1, Mansur Rasuli2, Rachmatulloh Raffi Susanto3, Adolf Muslim
Yahya Suryana4, Muhammad Firmansah Amalludin 5, Priyo Utomo Usmar La Auza6,
Sharief Hamdani7

E-mail: _____________1

Program Studi Arsitektur, Untag Surabaya

Abstrak

Masyarakat Samin adalah sekelompok masyarakat yang menganut ajaran


Saminisme. Ajaran ini berasal dari seorang tokoh bernama Samin Surosentiko yang lahir
pada tahun pada tahun 1859 di Desa Ploso Kedhiren, Klopodhuwur, Randublatung,
Blora.Masyarakat pengikut Samin lebih menyukai disebut sebagai 'Wong Sikep' karena
berarti orang yang baik dan jujur. Ajaran sedulur sikep seperti gotong royong dalam
segala hal dalam kehidupan sehariharinya, seperti saat pembangunan rumah, hajatan,
menolong yang lagi kesusahan dan sebagainya dengan sikap yang tetap rendah hati,
tidak ingin menonjolkan diri, berbuat dan berkata jujur, membuat mereka dapat hidup
tanpa ada perbedaaan dengan lingkungan sekitarnya. Metode penelitian yang
digunakan adalah penelitian kualitatif berladaskan studi literatur, dan wawancara yang
dilakukan pada ketua RT dan warga suku Samin Blora. Penelitian berdasarkan bentukan
rumah, tatanan ruang, fungsi pada setiap ruang, kontruksi dan material bangunan,
kemudian filosofis dan aspek sosialnya, dengan memfokuskan pada teori-teori arsitektur
tradisional.
Kata kunci: Rumah Adat Suku Samin Surosentiko di Dukuh Karangpace, Desa
Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah
Abstract
The Samin community is a group of people who adhere to the teachings of Saminism. This
teaching comes from a figure named Samin Surosentiko who was born in 1859 in Ploso
Kedhiren Village, Klopodhuwur, Randublatung, Blora. Samin's followers of society prefer
to be referred to as 'Wong Sikep' because it means good and honest people. Sedulur sikep
teachings are like mutual cooperation in everything in their daily lives, such as when
building houses, celebrating, helping those who are more troubled and so on with an
attitude that remains humble, does not want to stand out, act and say honestly, making
them live without differences with the surrounding environment. The research method
used was qualitative research based on literature studies, and interviews were conducted
with the RT chairman and Samin Blora tribesmen. Research is based on the formation of
houses, the order of space, the functions of each space, construction and building
materials, then philosophical and social aspects, focusing on the theories of traditional
architecture.
Keyword: Traditional House of Samin Surosentiko Tribe in Dukuh Karangpace,
Klopoduwur Village, Banjarejo District, Blora Regency, Central Java

Pendahuluan

Masyarakat Samin adalah sekelompok masyarakat yang menganut ajaran


Saminisme. Ajaran ini berasal dari seorang tokoh bernama Samin Surosentiko yang
lahir pada tahun pada tahun 1859 di Desa Ploso Kedhiren, Klopodhuwur,
Randublatung, Blora. Ajaran Saminisme muncul sebagai reaksi terhadap
pemerintah Kolonial Belanda yang sewenang-wenang terhadap orang-orang
pribumi. Perlawanan mereka dilakukan tidak secara fisik, tetapi berwujud
pertentangan terhadap segala peraturan dan kewajiban yang harus dilakukan rakyat
terhadap pemerintahan Belanda saat itu, termasuk menolak membayar pajak lagi
(Rosyid dalam Munawaroh, 2015 ).

Suku Samin di Blora, Jawa Tengah, sering disebut dengan suku Samin
Surosentiko Blora. Penamaan itu tentu berbeda dengan suku Samin yang mendiami
daerah lain, seperti Bojonegoro, Samin di Kabupaten Kudus, Pati, dan lain-lain. Seperti
halnya rumah warga Kabupaten Blora, Rumah Adat Samin Surosentiko ini terkenal
sangat sederhana. Meskipun sederhana, mereka tetap hidup rukun dan tidak pernah
melakukan keburukan karena masih memegang teguh nilai-nilai dan ajaran Samin
Surosentiko yang penuh dengan keluhuran budi. Masyarakat ini adalah keturunan para
pengikut Samin Surosentiko yang mengajarkan sedulur sikep, di mana mereka
mengobarkan semangat perlawanan terhadap Belanda dalam bentuk lain di luar
kekerasan. Bentuk yang dilakukan adalah menolak membayar pajak, menolak segala
peraturan yang dibuat pemerintah kolonial. Masyarakat ini acap memusingkan
pemerintah Belanda maupun penjajahan Jepang karena sikap itu, sikap yang hingga
sekarang dianggap menjengkelkan oleh kelompok di luarnya.

Rumah adat suku Samin khususnya di Kabupaten Blora, Jawa Tengah terkenal
sangat sederhana. Terlihat secara fisik model atau bentuk arsitekturnya yang sangat dan
juga material yang digunakan adalah material-material alami yang tersedia di
lingkungan mereka tinggal. Menggunakan material yang mudah didapat seperti kayu,
bambu, tanah liat, dan lain sebagainya. Kesederhanan rumah adat suku Samin ini adalah
cerminan nilai-nilai dan ajaran Samin Surosentiko yang penuh dengan keluhuran budi.
Dengan kesederhanaan mereka dapat hidup penuh dengan kearifan lokal yang ada,
menyatu dengan alam dan lingkungan.

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan diatas, dapat dirumuskan permasalahan


yang kami jadikan sebagai bahan penelitiannya itu, seberapa relevan rumah adat suku
Samin di Kabupaten Blora, Jawa Tengah dengan teori arsitektur tradisional. Dilengkapi
dengan ajaran-ajaran dari Samin Surosentiko.
Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif berladaskan


studi literatur, dan wawancara yang dilakukan pada ketua RT dan warga suku Samin
Blora.Penelitian berdasarkan bentukan rumah, tatanan ruang, fungsi pada setiap ruang,
kontruksi dan material bangunan, kemudian filosofis dan aspek sosialnya, dengan
memfokuskan pada teori-teori arsitektur tradisional.

Obyek penelitian adalah rumah adat suku Samin Blora di Dukuh Karangpace,
Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora, Jawa Tengahdengan
mendata tipe dan karakteristiknya, konsep arsitekturalnya, dan konteks kesejarahan
yang melatar belakanginya dan akan disajikan secara deskriptif.

Hasil

Analisa arsitektur rumah adat suku Samin Blora di Dukuh Karangpace, Desa
Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

Data AnalisaOmahMujur

No. VARIABEL TEMUAN LAPANGAN KETERANGAN

1. Bentuk Bangunan omah bujur ini


bangunan hanya untuk ketua suku
samin dan masih memiliki
warisan leluhur untuk
mengingat para leluhur dan
mewakili untuk suku samin

2. Tata
ruang
3. Fungsi Pada rumah samin yang
ruang masih lama memakai 3 fungsi
area dalam khusunya ruang
tamu, yaitu tempat bertamu,
tempat berkumpul (makan
dll) dan tempat menyimpan
hasil panen

Ruang tamu

Di bagian kamar tidur masih


menggunakan alas tanah dan
tembok kayu sebagai
pembatas antar ruangan.

Kamar Tidur

Peletakkan dapur paling


belakang dan adanya pintu
luar karena tidak ada jendela
untuk masuknya angin dan
matahari selain itu saat

Dapur adanya aktifitas di dapur


pintu dibuka agar keluarnya
asap sehingga tidak
mengelilingi bagian ruang
lain
4. Lantai Pada lantai tidak
menggunakan keramik tetapi
masih tanah karena masih
mengikuti orang suku samin
para pendahulu

Material pada dinding luar


memakai kayu jati untuk
ventilasi seperti jendela tidak
ada karena pada celah celah
masuknya angin dan
matahari

Material &
Kontruksi Untuk material konstruksi
bangunan atap memakai kayu jati
karena kayu jati terkenal kuat
, kayu jati ini sudah tahunan
hanya di warnai sebagai
penambah estetik dan tidak
menggunakan plafon

Teras Teras rumah samin klopo


duwur, dahulunya
penggunaan secara fungsional
adalah sebagai tempat ternak
sekarang pengalih fungsianya
sebagai tempat bersosialisasi
antar warga (berkumpul,
ngobrol dsb)
Data Analisa Pendapa Samin

No. VARIABEL TEMUAN LAPANGAN KETERANGAN

1. Bentuk Pendopo menggunakan


bangunan atap limasan dan
berbentuk persegi
penyebabnya karena dari
kebutuhan dari pendopo
itu sendiri, yang meenuntut
agar menjadi ikonik dan
teristimewa

2. Tata ruang Penataan ruang sangat


formal atau biasa saja
seperti kebanyakan
pendopo” yang ada di
daerah-daerah lain

3 Fungsi Fungsi Pendopo Suku


ruang Samin tempat acara tradisi
atau tempat upacara

4. Material & Material di dominasi dari


Kontruksi kayu mulai dari struktur
bangunan kolom, struktur atap, dan
tembok maupun pagar
Struktur atap dari Kayu

Pembahasan

Konsep berhuni dan hunian kaum Samin seiring perkembangan jaman


masih di patuhi oleh para pengikutnya, yaitu membaur dengan penduduk sekitar.
Tujuannya yang semula untuk menghindari dari penjajah akibat sikapnya yang
membangkang tidak mau membayar pajak pada masa penjajahan meskipun
sekarang sudah menjadi warga yang patuh membayar pajak, karena pajak yang
dibayarkan tidak lagi dibawa wong londo, melainkan untuk kaum pribumi sendiri.

Pembahasan tentang arsitektur huniannya dengan membandingkan kondisi


masa lalu dan masa kini, dapat dikelompokkan menjadi :

1. Tata ruang Luar

Tata bangunan kaum samin tidak berbeda dengan lingkungan sekitar tidak
membentuk pola eksklusif. Pola yang terjadi pada perkampungan Suku
merupakan pola bentuk linier atau berjajar, yang terjadi karena
keadaan setempat seperti topografi, kontur, dan kondisi jalan yang
memanjang dan tidak berhubungan. Pemukiman masyarakat Samin biasanya
mengelompok dalam
satu deretan rumah-rumah agar memudahkan untuk berkomunikasi.
Antara rumah tidak ada pagar masif yang membentuk teritori yang jelas,
kalaupun ada, hanya berupa pagar tanaman dan itupun seolah-olah sengaja
tidak dirawat. Hal ini disebabkan oleh latar belakang sejarahnya, yaitu agar
dapat segera pergi apabila ada hal yang tidak diinginkan, dan alasan lainnya
agar tetap memudahkan fungsi kontrol dalam lingkungannya dari serangan
musuh (penjajah).

2. Bentuk Bangunan

Bentuk dasar rumah adalah limasan, tidak mengalami perubahan bentuk


dari masa ke masa, sama dengan bentuk bangunan masyarakat lainnya. Bentuk dasar
ini mencerminkan ajaran saminisme tentang kesederhanaan, tidak berlebih-lebihaan.
3. Tata ruang dan fungsinya

Pembagian ruang bagian depan berupa teras sebagai akses menuju ruang
dalam. Fungsi ruang pada jaman dahulu sekaligus ditempatkan sebagai tempat
binatang peliharaan berupa sapi (karena dianggap harta yang
berharga), sekarang, tempat binatang peliharaan tidak lagi menyatu dengan
rumah tetapi terpisah. Fungsi teras digunakan sebagai tempat menyimpan
sepeda motor (pada beberapa rumah) atau sebagai tempat untuk menerima
tamu.

Bagian dalam rumah hanya terdiri dari sebuah ruang saja tanpa ada sekat
atau pemisah, yang digunakan sebagai tempat berkumpul keluarga. Tidak
jarang juga digunakan sebagai tempat penyimpanan hasil panen palawija
yang merupakan hasil tumpang sari tanaman dilahan perhutani sejak dulu
sampai sekarang. Yang membedakan adalah perangkat elektronik yang
sekarang terdapat didalamnya, karena pada dasarnya suku samin tidak anti
teknologi, hanya saja tetap tidak terkesan berlebihan, hanya seperlunya
saja. Bagian lain dari rumah setelah ruang dalam adalah bilik yang
difungsikan sebagai tempat tidur. Sedangkan dapur, letaknya terpisah
berada pada bagian samping rumah.

4. Material dan kontruksi bangunan

Material pembentuk bangunan ada yang mengalami perubahan. Semula


menggunakan atap ijuk, dengan konstruksi gabungan kayu dan bambu,
sekarang menggunakan kayu sebagai konstruksi atapnya, dengan atap
genteng. Untuk dinding bangunan yang semula menggunakan papan
sebagai penutupnya, sebagian masih digunakan, tetapi sebagian sudah
menggunakan dinding batu bata. Oleh karenanya, maka dibutuhkan bukaan
berupa jendela sebagai konsekuensi perubahan material yang digunakan.
Sementara pada jaman dahulu, tidak mengenal jendela, karena cahaya dan
udara masih bisa masuk melalui celah-celah dinding kayu atau bambu.
Untul lantai juga mengalami perubahan yang semula dengan menggunakan
tanah yang didatkan tanpa adanya penutup, sekarang menggunakan
keramik.
Simpulan

Ajaran Saminisme masih diterapkan secara turun temurun mulai dulu


(sejak jaman penjajahan Belanda dan Jepang) yang tercermin dari arsitektur huniannya.
Apabila ada perubahanpun tidak terlalu frontal, karena meskipun
teknologi modern sudah mereka gunakan tetapi tetap terkesan seadanya, tidak
berlebih-lebihan. Proses perubahan tidak lain pengaruh pendidikan formal yang
sudah ada di desa tersebut, sehingga masyarakat memahami informasi dan
teknologi.

Perubahan yang bisa dilihat dari hasil pengamatan dilapangan dengan


membandingkan studi literatur yaitu hanya sebatas perubahan dalam hal material
bangunannya. Konsep sedulur sikep atau kegotong royongan masih bertahan
sampai sekarang.

Referensi

Hastijanti, Retno (2002). ‘Konsep Sedulur’ Sebagai Faktor Penghalang


Terbentuknya Ruang Eksklusif Pada Permukiman Kaum Samin. Jurnal
Dimensi Teknik Arsitektur Vol.30, No.2, Desember 2002: 133-140
Munawaroh, Siti dkk (2015). Etnografi Masyarakat Samin di Bojonegoro (Potret
Masyarakat Samin dalam Memaknai Hidup). Balai Pelestarian Nilai Budaya
(BPNB) Yogyakarta.
Rahmadi, Teguh (2016). Di Bojonegoro, Komunitas Suku Samin Hidup Jujur dan Anti
kekerasan.www.Berita Satu.com

……. (1996). Buku Sejarah Perjuangan Samin.

Anda mungkin juga menyukai