Anda di halaman 1dari 44

PEERANCANGAN ARTSITEKTUR 4

PERENCANAAN KELURAHAN
PROVINSI
UNTAG NUSA TENGGARA TIMUR
SURABAYA
YUDHA PRASETYA
1441600051

444246 PERANCANGAN ARSITEKTUR 4 | Dr. Ir. Hj. R.A Retno Hastijanti, MT | KELAS R
1
I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kelurahan adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan. Dalam konteks otonomi daerah di Indonesia, Kelurahan merupakan wilayah
kerja Lurah sebagai Perangkat Daerah Kabupaten atau Kota. Kelurahan dipimpin oleh seorang Lurah yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Kelurahan merupakan
unit pemerintahan terkecil setingkat dengan desa. Berbeda dengan desa, kelurahan memiliki hak mengatur wilayahnya lebih terbatas. Dalam perkembangannya, sebuah
desa dapat diubah statusnya menjadi kelurahan.
Pembentukan kelurahan ditujukan untuk meningkatkan kemampuan penyelenggaraan pemerintahan kelurahan secara berdayaguna, berhasilguna dan pelayanan
terhadap masyarakat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemajuan pembangunan. Kelurahan merupakan perangkat daerah Kabupaten/Kota yang berada dalam
wilayah kecamatan dan di pimpin oleh seorang Lurah yang sudah memenuhi syarat untuk menjadi seorang Lurah. Kelurahan sebagai kesatuan wilayah terkecil didalam
wilayah Kecamatan didaerah Kabupaten/Kota, dapat berfungsi sebaga unit kerja pelayanan pada masyarakat berdasarkan pelimpahan sebagian kewenangan dari Camat
kepada Lurah.
Banyak kelurahan yang kurang memiliki ciri khas dari arsitektur tradisional di daerahnya, bentuk kelurahan yang sering kali di pakai hanya sebatas fungsional saja,
jadi bentukan kelurahan yang ada sangat monoton dan tidak memiliki karakter dari daerahnya.

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH


1. Banyaknya bentuk bangunan kelurahan yang kurang menciri khaskan arsitektur tradisional di daerah tersebut.
2. Ruangan di dalam kelurahan yang kurang standar sehingga membuat pengguna ruangan tidak nyaman dalam melakukan aktifitas/pelayanan.
3. Pada sebuah komplek kelurahan sering kali tidak mempertimbangkan sirkulasi dan tatanan massa bangunan.
2
I PENDAHULUAN

1.3 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana menciptakan bangunan kelurahan yang menciri khaskan arsitektur tradisional di daerah tersebut ?
2. Bagaimana menciptakan ruangan yang nyaman di gunakan untuk beraktifitas ?
3. Seperti apa penataan tatanan massa yang nyaman untuk sirkulasi di komplek kelurahan ?

1.4 TUJUAN
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah serta rumusan masalah, tujuan dalam tugas kali ini adalah merancang bangunan kelurahan yang dapat
mencerminkan ciri khas arsitektur tradisional daerah sesuai lokasi kelurahan tersebut. Sehingga ciri khas budaya tidak akan tergerus oleh adanya modernisasi terknologi
yang seiring waktu terus berkembang pesat. Dan juga bangunan kelurahan tersebut sesuai dengan standar nasional, agar segala aktivitas di kelurahan bisa menampung
kegiatan pelayanan public, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, serta meewadahi kegiatan social masyarakat.

1.5 BATASAN
Batasan dari perancangan kelurahan ini adalah bangunan terdiri dari beberapa masa bangunan yang dapat mewadahi dari bidang – bidang yang sudah disebutkan
pada tujuan perancangan dengan standarisasi nasional. Bentuk masa bangunan kelurahan harus mencerminkan ciri khas tradisional daerah setempat sesuai dengan
provinsi yang ditunjuk dan sesuai dengan filosofi provinsi tersebut.
3
II STUDI LITERATUR

1. SUKU ALOR 4. SUKU ENDE LIO 7. SUKU MANGGARAI

1. SUKU BANGSA NTT 2. SUKU ATONI 5. SUKU KEMANG 8. SUKU NGADA


3. SUKU BAJAWA 6. SUKU LUMAHOLOT 9. SUKU ROTE

2. ARSITEKTUR 1. MOSALAKI
TRADISIONAL NTT 2. MBARU NIANG

444246 PERANCANGAN ARSITEKTUR 4 | Dr. Ir. Hj. R.A Retno Hastijanti, MT | KELAS R
4
II STUDI LITERATUR

2.2.1 SUKU ALOR


Suku bangsa Alor mendiami daratan pulau Alor, Pantar dan pulau-pulau kecil di antaranya. Daerah mereka sekarang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Alor,
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Nama Alor mungkin diberikan oleh orang luar untuk menyebut seluruh kelompok masyarakat yang berdiam di daerah tersebut. Mereka sendiri
terdiri atas sejumlah sub-suku bangsa, antara lain Abui, Alor, Belagar, Deing, Kabola, Kawel, Kelong, Kemang, Kramang, Kui, Lemma, Maneta, Mauta, Seboda, Wersin, dan
Wuwuli. Pada masa lampau sub-sub suku bangsa tersebut masing-masing hidup terasing di daerah perbukitan dan pegunungan, terutama untuk menghindari peperangan
dan tekanan dari dunia luar. Disanalah mereka mendirikan rumah-rumah bertiang kayu bulat, tinggi dan dengan atap dari alang-alang atau ijuk berbentuk bulat, dindingnya
terbuat dari anyaman bambu, daun lontar atau papan. Karena kurangnya komunikasi di antara mereka, maka berkembanglah berbagai dialek yang membedakan satu
kelompok dengan kelompok lain.
Agama Dan Kepercayaan Suku Alor
Pada masa sekarang orang Alor sudah banyak yang memeluk agama Islam dan Kristen. Agama Islam masuk ke Pantar dan Kalabahi pada zaman pemerintahan
Sultan Baabullah dari Ternate. Religi asli orang Alor masih dianut oleh sebagian sub-suku bangsa. Mereka percaya kepada tokoh Maha Kuasa yang disebut Lahatala. Tokoh
ini hanya mungkin dihubungi lewat perantaraan dewa-dewa, seperti Mou Maha-maha (dewa bumi), Fred (dewa matahari), Ul (dewa bulan). Konsep dewa tertinggi tersebut
mungkin berkembang akibat pengaruh agama-agama monoteis yang datang kemudian.

http://ngeblogkk.over-blog.com/2017/01/RAGAM-SUKU-DI-NTT.HTML
5
II STUDI LITERATUR

2.2.2 SUKU ATONI


Suku bangsa Atoni berdiam di pedalaman Pulau Timor bagian barat yang sebagian besar berupa tanah kering dan berbukit-bukit gundul, seperti di kefettoran
Amarasi, Fatu Leu, Amfoan, Mollo, Amanuban, Amanatun, Miomafo, Insana dan Biboki. Jumlah populasinya sekitar 300.000 jiwa. Orang Atoni mempunyai bermacam-
macam sebutan. Orang Tetun menyebut mereka orang Dawan, Orang Bunak menyebut mereka Rawan, penduduk di kota Kupang menyebut mereka Orang Gunung.
Agama asli orang suku Atoni berdasarkan kepada kepercayaan kepada satu dewa langit yang mereka sebut Uis Neno. Selain itu mereka juga percaya adanya dewi
tanah yang disebut Uis Afu, yaitu isteri dewa langit itu sendiri. Mereka juga percaya adanya makhluk-makhluk halus (in tuan) yang mendiami tempat-tempat tertentu, dalam
tubuh binatang dan tumbuh-tumbuhan tertentu. Kemudian mereka yakin adanya roh-roh nenek moyang yang disebut nitu.
Upacara-upacara keagamaan ditujukan kepada pemujaan Uis Neno, Uis Afu dan nitu. Jika terjadi gangguan dari in tuan maka mereka minta seorang syaman yang
disebut mnane atau meo untuk mengusir makhluk halus yang jahat itu. Salah satu ritual dalam kepercayaan lama ini adalah mematuhi pemali atau pantangan tertentu yang
disebut nuni. Pantangan-pantangan yang dijauhi oleh seseorang tergantung kepada pesan yang diterimanya lewat mimpi, karena petunjuk meo atau karena sudah menjadi
pantangan turun-temurun dari klennya.

2.2.3 SUKU BAJAWA


Agama Dan Kepercayaan Suku Alor
Pada masa sekarang orang Alor sudah banyak yang memeluk agama Islam dan Kristen. Agama Islam masuk ke Pantar dan Kalabahi pada zaman pemerintahan
Sultan Baabullah dari Ternate. Religi asli orang Alor masih dianut oleh sebagian sub-suku bangsa. Mereka percaya kepada tokoh Maha Kuasa yang disebut Lahatala. Tokoh
ini hanya mungkin dihubungi lewat perantaraan dewa-dewa, seperti Mou Maha-maha (dewa bumi), Fred (dewa matahari), Ul (dewa bulan). Konsep dewa tertinggi tersebut
mungkin berkembang akibat pengaruh agama-agama monoteis yang datang kemudian.
http://ngeblogkk.over-blog.com/2017/01/RAGAM-SUKU-DI-NTT.HTML
6
II STUDI LITERATUR

2.2.4 SUKU ENDE


Suku Ende merupakan satu dari dua suku yang menjadi mayoritas di kabupaten Ende di pulau Flores provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Suku Ende di
kabupaten Ende hidup bersama dengan suku Lio yang juga mendiami daerah ini. Suku Lio sebagai suku tetangga suku Ende pada umumnya hidup di daerah pegunungan.
Sedangkan suku Ende bermukim di daerah pesisir di sekitar bagian selatan kabupaten Ende.

2.2.5 SUKU KEMANG


Suku Kemang merupakan salah satu suku kecil dari sekian banyak suku-suku di kabupaten Alor. Suku Kemang memiliki populasi yang kecil, namun mereka memiliki
adat-istiadat, budaya dan bahasa sendiri, yaitu bahasa Kemang. Masyarakat suku Kemang dalam bertahan hidup pada bidang pertanian. Mereka memiliki ladang atau
kebun yang ditanami beberapa jenis tanaman untuk kebutuhan hidup mereka sehari-hari, seperti jagung, kacang-kacangan, umbi-umbian, pisang dan kelapa.

2.2.6 SUKU LAMAHOLOT


Suku Lamaholot adalah salah satu komunitas masyarakat yang terdapat di kabupaten Flores Timur, Tanjung Bunga, Adonara, Solor dan Lembata, yang semuanya
berada di provinsi Nusa Tenggara Timur. Masyarakat suku Lamaholot berbicara dalam bahasa Lamaholot. Bahasa Lamaholot memiliki banyak varian bahasa, yang disebut
sebagai bahasa Lamaholot dengan dialek-dialeknya.Menurut penuturan masyarakat Lamaholot, bahwa pada awalnya bahasa mereka hanya satu bahasa, yaitu bahasa
Lamaholot, dengan terjadinya percampuran penduduk dari suku-suku lain mempengaruhi penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari.

http://ngeblogkk.over-blog.com/2017/01/RAGAM-SUKU-DI-NTT.HTML
7
II STUDI LITERATUR

2.2.7 SUKU MANGGARAI


Suku bangsa Manggarai mendiami Kabupaten Manggarai yang terletak di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jumlah populasinya sekitar 350.000 jiwa.
Bahasa Manggarai nampaknya terdiri atas beberapa dialek, seperti dialek Pae, Mabai, Rejong, Mbaen, Pota, Manggarai Tengah, Manggarai Timur, dan Manggarai Barat.
Empat dialek terdepan mungkin merupakan bahasa dari kelompok suku bangsa tersendiri yang tunduk kepada orang Manggarai di zaman dulu.
Pada zaman dulu di Manggarai terdapat sebuah kerajaan. Pada masa sekarang sisa-sisanya masih kelihatan berupa pembagian wilayah tradisional ke dalam wilayah
adat yang disebut dalu. Pada zaman dulu jumlah dalu ini sampai 39 buah. Tiap-tiap dalu dikuasai oleh satu klen atau wau tertentu. Dalam setiap dalu terdapat beberapa
buah glarang dan di bawahnya lagi terdapat kampung-kampung yang disebut beo. Orang-orang dari wau yang dominan dan menguasai dalu menganggap diri mereka
sebagai golongan bangsawan. Antara satu dalu dengan dalu lainnya sering mengadakan aliansi perkawinan dalam sistem yang mereka sebut perkawinan tungku (semacam
perkawinan sepupu silang). Antara dalu dengan glarang sering pula terjadi perkawinan, karena sebuah glarang umumnya juga dikuasai oleh sebuah wau dominan.
Dalu sebagai bawahan kerajaan dipimpin oleh seorang kraeng, yang biasanya dipanggil Kraeng Adak. Kraeng yang dianggap berjasa berhak memperoleh gelar
Sangaji dari raja. Sementara itu adanya wau yang dominan itu maka dalam masyarakat Manggarai terdapat pelapisan sosial yang cukup jelas. Pertama adalah golongan
yang menganggap dirinya bangsawan, yang biasanya memakai gelar kraeng. Kedua adalah golongan rakyat biasa yang disebut ata lahe. Golongan ketiga adalah hamba
sahaya atau mendi. Tentu saja pada zaman sekarang pelapisan sosial ini sudah semakin kabur.
Pada masa sekarang orang Manggarai sudah memeluk agama-agama besar. Wilayah Kedaluan bagian timur kebanyakan memeluk agama Katolik, Kedaluan sebelah
utara, barat, dan selatan umumnya beragama Islam, dan sebagian kecil beragama Protestan. Sementara itun sisa-sisa kepercayaan lama masih terlihat di beberapa
tempat. Pada zaman dulu masyarakat ini memuja roh nenek moyang (empo atau andung) dan amat hati-hati terhadap gangguan makhluk halus yang disebut golo, ata
pelesina, naga, dan lain-lain. Mereka juga memiliki dewa tertinggi yang disebut Mori Karaeng.
http://ngeblogkk.over-blog.com/2017/01/RAGAM-SUKU-DI-NTT.HTML
8
II STUDI LITERATUR

2.2.8 SUKU NGADA


Orang Ngada sebenarnya terdiri atas beberapa sub-suku bangsa yaitu Ngada, Maung, Riung, Rongga, Nage Keo, Bajawa dan Palue. Sub-sub suku bangsa itu
umumnya ditandai oleh perbedaan dialek-dialek yang mereka pakai. Sungguhpun begitu ciri-ciri kebudayaan mereka memperlihatkan kesamaan. Masyarakat Suku Ngada
berdiam di Pulau Flores, tepatnya di wilayah Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Populasinya diperkirakan sekitar 155.000 jiwa. Mata pencaharian hidup
mereka umumnya adalah berladang, sebagian di sawah, ada pula yang beternak sapi, kerbau, dan kuda.
Rumah orang Ngada disebut nua. Rumah-rumah itu berdiri dalam pola bulat telur atau persegi panjang dengan posisi mengelilingi sebuah lapangan yang digunakan
untuk berkumpul dan mengadakan upacara. Di tengah-tengah lapangan itu terdapat sebuah panggung batu untuk melengkapi upacara yang mereka sebut terse, di atasnya
terdapat altar yang disebut watu lewa. Pada zaman dulu di bagian depan perkampungan itu ada sebuah tiang pemujaan dari batu yang disebut ngadhu dan sebuah rumah
pemujaan roh yang berukuran kecil di dekatnya.
Keluarga intinya disebut se sao. Beberapa se sao membentuk keluarga luas patrilineal yang disebut sipopali. Beberapa sipopali yang merasa masih satu kakek
moyang dengan sipopali lain bergabung menjadi klen kecil yang disebut ilibhou. Beberapa ilibhou terikat ke dalam satu kesatuan teritorial genealogis yang disebut woe.
Masing-masing woe mempunyai lambang "totem" yang mereka junjung tinggi.
Agama Dan Kepercayaan Suku Ngada
Pada masa sekarang orang Ngada ada yang sudah memeluk agama Katolik dan sedikit Islam. Kepercayaan asli mereka yang bersifat animisme dan dinamisme
sebenarnya masih dianut oleh sebagian anggota masyarakatnya.

http://ngeblogkk.over-blog.com/2017/01/RAGAM-SUKU-DI-NTT.HTML
9
II STUDI LITERATUR

2.2.9 SUKU ROTE


Suku Rote atau Orang Rote berdiam di Pulau Roti, Ndao dan sebagian pantai barat Pulau Timor, di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Daerah mereka termasuk dalam
wilayah Kabupaten Kupang. ada anggapan para ahli bahwa penduduk di pulau-pulau itu sebenarnya berasal dari Pulau Seram di Maluku Tengah. Jumlah populasinya sekitar
88.000 jiwa.
Bahasa Suku Rote, Bahasa Roti termasuk rumpun bahasa Austronesia dan terbagi ke dalam beberapa dialek, seperti Unale, Ti, Termanu, Ringgou, Dengka, Ba'a,
Bilba, Kolbaffo, Dela, Lole, Keka, Diu, Lelenuk, Talae, Landu. Ahli lain menggolongkan bahasa mereka menjadi dialek Rote Barat Daya, Rote Barat Laut, Lobalain, Rote
Tengah, Rote Timur dan dialek Pantai Baru.
Kekerabatan Dalam Suku Rote, Keluarga-keluarga inti orang Rote mendiami sebuah rumah, biasanya didirikan sekitar rumah pihak laki-laki. Secara kekerabatan
mereka tergabung ke dalam klen-klen yang disebut leo. Setiap leo patrilineal ini dipimpin oleh seorang laki-laki senior yang disebut manek atau mane leo. Kesatuan tempat
tinggal atau kampung yang mereka sebut nggolok terletak didataran yang cukup subur dan dekat dengan sumber air minum. Setiap kampung dipimpin oleh seorang kepala
yang mereka sebut temukung, ia dibantu oleh beberapa orang tokoh yang disebut manaholo, manek dan fetor.
Agama Dan Sistem Kepercayaan Suku Rote
Sistem kepercayaan lama masyarakat Suku Rote mengenal adanya Sang Pencipta yang disebut Lamatuan atau Lamatuak. Manusia memandang Lamatuan ini
sebagai Manadu (Pencipta), Mansula (Pengatur atau Penyelenggara) dan Manfe (Pemberi Berkah). Ketiga wujud Lamatuan tersebut mereka simbolkan dengan sebuah
tiang bercabang tiga yang diletakkan di dalam rumah, di sebelah kanan pintu masuk. Segala sesuatu dalam kehidupan mereka dikaitkan kepada sistem kepercayaan
tersebut. Sekarang banyak pula Orang Rote yang sudah memeluk agama Protestan, Katolik dan Islam.

http://ngeblogkk.over-blog.com/2017/01/RAGAM-SUKU-DI-NTT.HTML
10
II STUDI LITERATUR

3.1 ARSITEKTUR MOSALAKI


A. STRUKTUR BANGUNAN
1. Kuwu Lewa (Pondasi)
Pondasi utama terbuat dari Kayu yang ditancapkan ditanah, (selain sebagai pondasi utama kayu ini sebagai tumpuan lantai
dan rangka atap rumah) dan batu lonjong yang dipasang vertical (berdiri) sebagi pondasi cadangan agar rumah tidak
mudah bergoyang apa bila ada getaran dari gempa bumi.
2. Atap
Atap rumah adat NTT ini strukturnya unik karena dibuat dengan susunan jerami
yang bertumpu pada rangka atap yang terdiri dari saka ubu (bubungan), kayu
palang, jara (kuda-kuda), dan leka reja.
Rangka tersebut membentuk struktur atapa yang kemudian terlihat cukup unik
dengan bentuk menjulang tinggi ke atas.
3. Maga (Landai)
Karena struktur runah berbentuk panggung, maka rumah ini mrmiliki lantai yang menggantung terbuat dari papan kayu yang menggantung, tersusun berderet satu arah
dengan spasi yang sama untuk ventilasi penetralisir kelembaban didalam bangunan..
Tiggi lantai 60 – 100 meter dari permukaan tanah. Tinggi Tenda Teo (Lantai teras) & Koja Ndawa (Lantai dalam) berbeda, biasanya Tenda Teo (Lantai teras) lebih tinggi
levelnya dari pada Koja Ndawa (Lantai dalam).

http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/10/rumah-adat-nusa-tenggara-timur-musalaki.html?m=1
11
II STUDI LITERATUR

3.2 ARSITEKTUR MBARU NIANG


Rumah adat ini bisa dijumpai di Desa Wae Rebo, Kab. Manggarai, NTT.
Keunikan rumah adat ini bisa dilihat dari bentuknya yang menjulang tinggi seperti
Cone dengan atap yang mengerucut dibagian atas atap hingga hamper menyentuh
tanah. Biasanya atap ini terbuat dari daun lontar yang sudah kering

A. STRUKTUR BANGUNAN
1. Pondasi
Pondasi dari mbaru niang terdiri dari beberapa bilang batang kayu yang ditanam ke
tanah sedalam 2 meter. terdapat permasalah pondasi pada bangunan lama, yaitu
kayu yang membusuk karena lembab atau rapuh, sehingga pondasi mbaru niang
sekarang dibungkus dengan plastik dan ijuk untuk melindungi kayu bersentuhan
langsung dengan tanah wae rebo yang lembab.
2. Lantai Pertama
lantai pertama ini berdiameter 11 meter, dan merupakan lantai utama, disinilah kehidupan sosial masyarakat berlangsung. lantai pertama ini dibuat segera setelah pondasi
selesai dilaksanakan, berlandaskan balok-balok dan hamparan papan kayu dan dikelilingi glondongan rotan besar sebagai dudukan utama atap. Di atas lantai pertama
inilah didirikan tiang utama hingga kepucuk mbaru niang / Ngando yang dilngkapi dengan tangga bambu untuk menaiki setiap tingkatnya.

https://bandanaku.wordpress.com/2014/02/07/membangun-mbaru-niang-rumah-tadisional-wae-rebo/
12
II STUDI LITERATUR

3.1 ARSITEKTUR MBARU NIANG


3. Tiang Utama / Bongkok
Tiang utama berdiri diatas lantai pertama. untuk menyangga tiang utama ini,
ditahan dengan tali rotan yang diikatkan pada tiga hingga 4 pasak.tiang utama ini
akan menjadi penyangga dari keseluruhan aktivitas pembangunan rumah, sehingga
harus sangat diyakinkan ikatan pada pasaknya benar-benar kuat.

4. Penyangga Dinding & Atap


Penyangga dinding yang sekaligus berfungsi sebagai atap ini adalah kumpulan rotan
dalam satu ikatan, ukurannya sangat besar, dan panjangnya disesuaikan dengan
keliling lingkaran, jadi yang paling panjang adalah pada lantai satu, sepanjang
34,54 m (keliling lingkarang = 2 phi r) dan semakin keatas semakin pendek.
kumpulan rotan inilah yang membentuk bulatan pada mbaru niang.
selain kumpulan rotan besar itu sebagai penyangga utama, ada juga bambu-bambu / buku bambu yang berfunsi sebagai ‘reng’ atau penyangga yang mengikat
sekumpulan-kumpulan ijuk atau alang-alang yang disusun bergantian

https://bandanaku.wordpress.com/2014/02/07/membangun-mbaru-niang-rumah-tadisional-wae-rebo/
13
III EXTERNAL STUDI

1. KELURAHAN MENUR PUMPUNGAN


2. LINGKUNGAN KELURAHAN MENUR
3. LUAS LAHAN KELURAHAN MENUR
1. KELURAHAN 4. DRAINASE LINGKUNGAN KELURAHAN
5. VEGETASI LINGKUNGAN KELURAHAN
6. TATANAN MASSA BANGUNAN
7. IKLIM

444246 PERANCANGAN ARSITEKTUR 4 | Dr. Ir. Hj. R.A Retno Hastijanti, MT | KELAS R
14
III EXTERNAL STUDI

3.1.1 KELURAHAN MENUR PUMPUNGAN

Jl. Manyar Jaya VIII Blok B No.1, Menur


Pumpungan, Sukolilo, Kota SBY, Jawa Timur
60118
15
III EXTERNAL STUDI

3.1.2 LINGKUNGAN KELURAHAN MENUR PUMPUNGAN


PERUMAHAN
RUKO
VIHARA VAJRA
BUMU ARAMA
PERUMAHAN

TAMAN
LAPANGAN TENIS

PERUMAHAN
16
III EXTERNAL STUDI

3.1.3 LUAS LAHAN KELURAHAN MENUR PUMPUNGAN

62.5721 x 72.3954 x 64.1274 x 73.4850


17
III EXTERNAL STUDI

3.1.3 LUAS LAHAN KELURAHAN MENUR PUMPUNGAN

62.5721 x 72.3954 x 64.1274 x 73.4850


18
III EXTERNAL STUDI

3.1.4 DRAINASE LINGKUNGAN KELURAHAN MENUR PUMPUNGAN

SALURAN DRAINASE
19
III EXTERNAL STUDI

3.1.5 VEGETASI LINGKUNGAN KELURAHAN MENUR PUMPUNGAN


20
III EXTERNAL STUDI

3.1.6 TATANAN MASSA BANGUNAN KELURAHAN MENUR PUMPUNGAN


2

2
1
1
4

3 4

1. RUANG LURAH
2. RUANG STAF
3. PENDOPO
4. MUSHOLAH
21
III EXTERNAL STUDI

3.1.7 IKLIM
A. Orientasi Matahari
22
III EXTERNAL STUDI

3.1.7 IKLIM
A. Grafik Iklim Surabaya
Surabaya memiliki iklim tropis seperti kota
besar di Indonesia pada umumnya di mana hanya
ada dua musim dalam setahun yaitu musim hujan
dan kemarau. Curah hujan di Surabaya rata-rata
165,3 mm. Curah hujan tertinggi di atas 200 mm
terjadi pada kurun Januari hingga Maret dan
November hingga Desember. Suhu udara rata-rata di
Surabaya berkisar antara 23,6 °C hingga 33,8 °C.
23
III EXTERNAL STUDI

3.1.7 IKLIM
B. Grafik Suhu Surabaya
Seperti yang dijelaskan pada table iklim, suhu
udara pun dipengaruhi oleh iklim pada lokasi
Surabaya, maka dari itu padaa grafik garis
disamping suhu udara diwilayah Surabaya berkisar
± 22 ̊C s/d ± 32 ̊C.
Untuk lebih jelasnya bisa melihat table berikut.
24
III EXTERNAL STUDI

3.1.7 IKLIM
C. Tabel Iklim & Temperature Dalam 1 Tahun
25
III EXTERNAL STUDI

3.1.7 IKLIM
D. Grafik Suhu Berdasarkan Waktu (Malam, Pagi, Siang, Sore)
26
IV INTERNAL STUDI

1. STRUKTUR ORGANISASI
2. KEBUTUHAN RUANG
3. BESARAN RUANG
1. KELURAHAN 4. PELAKU
5. AKTIVITAS
6. PERABOT

444246 PERANCANGAN ARSITEKTUR 4 | Dr. Ir. Hj. R.A Retno Hastijanti, MT | KELAS R
27
IV INTERNAL STUDI

4.1.1 STRUKTUR ORGANISASI KELURAHAN


LURAH

SEKERTARIS
BENDAHARA
KELURAHAN

STAF

SEKSI
SEKSI SEKSI SEKSI KESEHATAN
KETENTRAMAN & SEKSI UMUM
PEMERINTAHAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT
KETERTIBAN

STAF STAF STAF STAF STAF


28
IV INTERNAL STUDI

4.1.2 KEBUTUHAN RUANG KELURAHAN


Kelurahan sebagi tempat pelayanan masyarakat dan sekaligus menjadi tombak utama dalam pelaksanaan tugas yang
diperintahkan oleh pemerintah daerah, maka dari itu penting untuk menyediakan kebutuhan ruangan agar dapat terselenggaranya
pelayanan masyarakat yang aman, nyaman & tertib.
Standarisasi ruangan kantor kelurahan yang saya jadikan literature ialah Keputusan Walikota Surabaya Nomor 07 Tahun
2001. Dan ruangan - runagan yang dibutuhkan sebagai berikut:

1. Pendopo 7. Ruang Ruang Arsip


2. Ruang Lurah 8. Ruang Koperasi
3. Ruang Sekertaris 9. Gudang
4. Ruang Bendahara 10. Mushola
5. Ruang Kepala Seksi & Staff 11. KM / WC
& Ruang Pelayanan 12. Ruang Rapat
29
IV INTERNAL STUDI

4.1.3 BESARAN RUANG KELURAHAN


1. Pendopo : (14 x 14) m² 7. Ruang Ruang Arsip : (3,5 x 6) m²
2. Ruang Lurah : (4 x 6) m² 8. Ruang Koperasi : (4 x 6) m²
3. Ruang Sekertaris : (4 x 6) m² 9. Gudang : (2 x 6) m²
4. Ruang Bendahara : (4 x 6) m² 10. Mushola : (5 x 8) m²
5. Ruang Kepala Seksi & Staff : (10,5 x 6) m² 11. KM / WC : (2 x 2,5) m²
& Ruang Pelayanan 12. Ruang Rapat : (4 x 5) m²
30
IV INTERNAL STUDI

4.1.4 PELAKU
31
IV INTERNAL STUDI

4.1.5 AKTIVITAS
40
IV INTERNAL STUDI

4.1.6 PERABOT
1. MEJA KERJA
A. Lurah C. Staf
Ukuran : (140 x 90) cm² Ukuran : (100 x 75) cm²
Jenis : Berlapis kaca rayben 5 mm Jenis :-
Bentuk : Biasa Bentuk : Biasa
Bahan : Rangka kaayu jati kelas 2 Bahan : Rangka kaayu jati kelas 2
Warna : Cokelat muda Warna : Cokelat muda
B. Sekertaris Lurah
Ukuran : (120 x 75) cm²
Jenis : Berlapis kaca rayben 5 mm
Bentuk : Biasa
Bahan : Rangka kaayu jati kelas 2
Warna : Cokelat muda
41
IV INTERNAL STUDI

4.1.6 PERABOT
2. KURSI KERJA
A. Lurah C. Staf
Jenis : Biro, hidraulis Jenis : Kursi susun
Bentuk : Roda, sandaran sedang Bentuk : Standar
Bahan : Sintesis Bahan : Rangka besi di krom
Warna : Hitam Warna : Hitam
B. Sekertaris Lurah
Jenis : Biasa
3. MEJA & KURSI TAMU
Bentuk : Roda, sandaran pendek
Jenis : Sat set (1,1,3)
Bahan : Sintesis
Bentuk : Biasa
Warna : HItam
Bahan : Kayu jati kelas 2
Warna : Menyesuaikan
42
V ANALISIS EXTERNAL

1. ZONING LAHAN
2. POLA MASSA
3. ORIENTASI MASSA
4. SIRKULASI
5. TATA RUANG
6. UTILITAS

444246 PERANCANGAN ARSITEKTUR 4 | Dr. Ir. Hj. R.A Retno Hastijanti, MT | KELAS R
43
V ANALISIS EXTERNAL

5.1 ZONING LAHAN


UTARA

A.
B.
Zona Umum
Zona Pendidikan
- Parkir, Mushola
- PAUD
A D A
C. Zona Kesehatan - Poliklinik
D. Zona Sosial - PKK, Darmawanita,
Pemberdayaan
E. Zona Pemerintahan - Kantor Kelurahan & Pendopo E E G A
F. Zona kuliner - PUJASERA
G. Zona Olahraga - Lapangan Serbaguna

F B C
43
V ANALISIS EXTERNAL

5.2 POLA MASSA


UTARA
ANALISA KEBISINGAN SOLUSI KEBISINGAN

• Site berada tepat dipinggir jalan dan gerbang


menghadap ke arah timur sehingga tingkat
• Untuk peredam kebisingan yang berasal dari
A D
jalan raya, di buat pagar tembok dan pohon
kebisingan tinggi akibat kendaraan yang berlalu sebagai peredam kebisingan.
lalang. • Untuk bagian Selatan maupun Barat tingkat
• Sebelah barat site adalah kawaasan perumahan
manyar, dengan tingkat kebisingan rendah.
kebisingan rendah, maka
menggunakan pagar tembok saja untuk
cukup
E1 E2
• Sebelah selatan site merupakan lapanan tenis, meredam kebisingan.
tidak ada peredam suara.

F B C
43
V ANALISIS EXTERNAL

5.2 POLA MASSA


UTARA
ANALISA KEBISINGAN

• Site berada tepat dipinggir jalan dan gerbang


menghadap ke arah timur sehingga tingkat
A D
kebisingan tinggi akibat kendaraan yang berlalu
lalang.
• Sebelah barat site adalah kawaasan perumahan
manyar, dengan tingkat kebisingan rendah.
E1 E2
• Sebelah selatan site merupakan lapanan tenis,
tidak ada peredam suara.

SOLUSI KEBISINGAN F B C
• Untuk peredam kebisingan yang berasal dari
jalan raya, di buat pagar tembok dan pohon
sebagai peredam kebisingan.
• Untuk bagian Selatan maupun Barat tingkat
kebisingan rendah, maka cukup
44
VI ANALISIS INTERNAL

1. KEBUTUHAN RUANG
2. BESARAN RUANG
3. TATA PERABOT
4. TATA RUANG DALAM
5. SIRKULASI ANTAR RUANG
6. STYLE

444246 PERANCANGAN ARSITEKTUR 4 | Dr. Ir. Hj. R.A Retno Hastijanti, MT | KELAS R
45
VI ANALISIS INTERNAL

6.1 KEBUTUHAN RUANG


A. Kantor Kelurahan
1. Ruang Lurah + Ruang Tamu Lurah + KM/WC 12. Ruang Dapur / Pantry
2. Ruang Sekertaris + 2 Staf 13. Ruang Arsip & Data
3. Ruang Bendahara + 2 Staf 14. Ruang Perpustakaan
4. Ruang Kasi Pemerintahan + 3 Staf 15. Musholla
5. Ruang Kasi Ketertiban & Ketentraman + 3 Staf 16. Gudang
6. Ruang Kasi Pembangunan + 3 Staf B. PUJASERA
7. Ruang Kasi Kesejahteraan Sosial + 3 Staf 1. Kantor Kepala

8. Ruang Kasi Umum + 3 Staf 2. Ruang PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga)

9. Ruang Pelayanan 3. Ruang Dharma Wanita

10. Ruang Tunggu 4. Ruang Kegiatan Kerajinan

11. Ruang Rapat 5. Tilet


6. Gudang
46
VI ANALISIS INTERNAL

6.1 KEBUTUHAN RUANG


C. PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) D. POLIKLINIK
1. Ruang Kelas 1. Ruang Tunggu
2. Ruang Guru 2. Ruang Periksa / Pelayanan
3. KM / WC Guru 3. Ruang Dokter
4. KM / WC Siswa 4. Toilet
5. Tempat Bermainn
6. Pantry
E. PUJASERA
1. Stan Penjual
7. Gudang
2. Tempat Makan & Minum
3. Watafel Umum
4. Toilet
47
VI ANALISIS INTERNAL

6.2 BESARAN RUANG


48
VI ANALISIS INTERNAL

6.2 BESARAN RUANG


48
VI ANALISIS INTERNAL

6.2 BESARAN RUANG

Anda mungkin juga menyukai