Anda di halaman 1dari 25

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ILMU FILSAFAT

MAKALAH
DISKUSI KELOMPOK
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Diskusi Kelompok
Mata Kuliah: Filsafat Ilmu
Pembimbing: - Dr. Widiati Isana, M.Ag.
- Dr. Ajid Hakim, M.Ag.

Disusun Oleh : Kelompok 02


1.Febrian Budiyansah ( 1195010062 )
2.Irfan Izzatur Rahman ( 1195010064 )
3.Isfa Siti Rohimah ( 1195010066 )
4.Ismi Jamilah ( 1195010068 )

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM (SPI)


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini membahas Sejarah dan Perkembangan Filsafat Ilmu.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Kami
sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Sejarah dan Perkembangan Filsafat Ilmu. Kami
juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-
kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandung, Oktober 2020

Tim Kelompok 02

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB 1......................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................1

1.3 Tujuan Masalah.......................................................................................1

BAB 2......................................................................................................................3

2.1 Perkembangan Ilmu dan Filsafat..........................................................3

2.2 Perkembangan Ilmu dan Filsafat pada Masa Klasik...........................3

2.2.1 Masa Yunani Kuno..........................................................................5

2.2.2 Masa Yunani Klasik.........................................................................7

2.3 Perkembangan Ilmu dan Filsafat pada Masa Pertengahan..............13

2.4 Perkembangan Ilmu dan Filsafat pada Masa Modern......................16

BAB 3....................................................................................................................20

3.1 Simpulan.................................................................................................20

3.1.1 Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu..........................................20

3.1.2 Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu pada Masa Klasik..........20

3.1.3 Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu pada Masa Pertengahan20

3.1.4 Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu pada Masa Modern........21

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam konteks sejarah perlu kiranya mengetahui sejarah perkembangan
ilmu dan falsafahnya. Sinergi dengan pernyataan tentang kesatuan sejarah,
yang artinya bahwa pengetahuan harus mengabdi kepada umat dan manusia.
Disinilah perlunya kita tinjau sejarah filsafat ilmu dan perkembangannya
secara integral. Dalam mempelajari sejarah perkembangan ilmu tentu saja kita
tidak bisa berpaling dari asal filsafat itu sendiri yaitu yunani, dengan
pembagian klasifikasi secara priodik. Filsafat ilmu berkembang pada masa
kemasa sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
realita sosial. Dimulai dengan aliran rasionalisme- empiresme, kemudian
kritisme dan positivisme. Karena setiap priode mempunyai ciri khas tertentu
dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Penemuan-penemuan demi
penemuan yang dilakukan oleh manusia hingga zaman sekarang ini tidaklah
terpusat disatu tempat atau diwilayah tertentu.
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini, adalah :

1) Bagaimana Perkembangan Ilmu dan Filsafat Pada Masa Klasik ?


2) Bagaimana Perkembangan Ilmu dan Filsafat Pada Masa Pertengahan ?
3) Bagaimana Perkembangan Ilmu dan Filsafat Pada Masa Modern ?

1.3 Tujuan Masalah

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah :

1) Mahasiswa dapat mengetahu Perkembangan Ilmu dan Filsafat Pada Masa


Klasik.

1
2) Mahasiswa dapat mengetahu Perkembangan Ilmu dan Filsafat Pada Masa
Pertengahan.
3) Mahasiswa dapat mengetahu Perkembangan Ilmu dan Filsafat Pada Masa
Modern.

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Ilmu dan Filsafat

Secara garis besar perkembangan filsafat ilmu dapat dibagi menjadi


tiga periode yaitu masa klasik, pertengahan dan modern.

2.2 Perkembangan Ilmu dan Filsafat pada Masa Klasik


Hal yang menarik sekaligus menjadi hal terpenting dalam pengkajian
sejarah perkembangan filsafat ilmu adalah proses alterasi yang dijadikan
sebagai titik tolak cara pandang terhadap realitas. Pada masa di mana filsafat
belum hadir manusia lebih menggunakan mitos sebagai alat untuk memahami
realitas sosial dan realitas alam. Kita kerap mendengar bagaimana orangtua
terdahulu menyebutkan “perempuan tidak boleh makan di pinggir meja agar
kehidupan rumah tangganya tidak berantakan, pelangi itu adalah putri langit
sedang mandi, tidak boleh menjahit dan memotong kuku di malam hari”.
Semua ini dikonstruksi sedemikian menakutkan agar kita dapat berperilaku
secara lebih baik. Ada banyak pantangan yang tidak logis (bersifat mitos),
yang dijadikan sebagai acuan dalam menyikapi kondisi tertentu.
Pada masyarakat Yunani kuno, tempat di mana filsafat Barat lahir
untuk kali pertama, mitos juga sedemikan rupa mengitari nafas kehidupan
mereka sebagaimana terdapat pada masyarakat lain. Namun sementara
kehadiran filsafat, mitos dikesampingkan keberadaannya, kendatipun tidak
seutuhnya dieradikasi. Dalam arti, mitos tetap mengiringi jejak langkah nafas
peradaban dari satu periode ke periode berikutnya. Munculnya filsafat
memberi penekanan bahwa alat yang dijadikan untuk memahami realitas,
bukan lagi mitos akan tetapi rasio. Mitos dimarginalkan karena memang tidak
mengandung fakta dan/atau kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan.

3
Di dalam dunia filsafat Barat terdapat beberapa nama yang setidaknya
dianggap sebagai tokoh generasi pertama filsafat seperti Thales,
Anaximandros, Heraklitos, Permenides, dan Phytagoras. Generasi berikutnya
di kemudian adalah Socrates, Plato, dan Aristoteles. Tiga nama ini merupakan
nama besar yang sangat berpengaruh dalam dunia filsafat. Pemikirannya
banyak didaur ulang dalam bentuk tulisan-tulisan yang dipublikasi dengan
berbagai bentuk penafsiran.
Thales sebagai seorang pemula menjelaskan fenomena alam dengan
tidak merujuk pada mitos, mendapat pengaruh yang begitu besar, bahkan
diikuti oleh filsuf yang hadir di kemudian. Sandaran pada rasio dianggap
menjadi titik tolak kebangkitan dalam bentuk wajah baru dunia ilmu
pengetahuan. Sebelum kita mengenal berbagai macam disiplin ilmu
pengetahuan seperti sekarang, pada awalnya ke semua disiplin ilmu tertumpu
pada filsafat. Filsafatlah induk dari segala ilmu. Filsafat ilmu yang menjadi
kajian dalam buku ini, juga merupakan cabang dari ilmu filsafat, yang secara
mendalam mengkaji dan menelaah mengenai dasar-dasar ilmu seperti
ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Dan, sekaligus sebagai landasan
filosofis terhadap penelitian ilmiah.
Periode filsafat Yunani memang merupakan periode yang sangat
penting dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan karena periode ini
dianggap sebagai titik tolak adanya transformasi cara berpikir manusia dari
mitosentris menjadi logosentris. Pola pemikiran mitosentris adalah cara
berpikir masyarakat yang bersandar pada mitos untuk menjelaskan segala
fenomena. Namun ketika filsafat diperkenalkan, apa yang terjadi sebagai
fenomena alam, tidak lagi dianggap sebagai aktivitas dewa melainkan prosesi
alam yang terjadi secara kausalitas.
Pemikirian filsuf Yunani kuno di periode awal berkecenderungan
membuat konsep-konsep yang berkaitan dengan asal mula alam semesta.
Corak pemikiran ini kemudian diistilahkan dengan kosmosentris karena arah

4
filsafatnya lebih berorientasi pada alam semesta. Pada kelanjutan periode
berikutnya seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles yang hidup pada masa
Yunani klasik orientasi pemikiran mereka lebih tertumpu kepada manusia.
Inilah yang disebut dengan istilah antroposentris. Manusia dipandang sebagai
subjek yang pada dasarnya tidak saja sebagai makhluk yang memproduksi
pengetahuan, nilai kultural, moralitas, namun juga dipandang sebagai subjek
yang mempunyai tanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan. Peri-
ode ini dapat dikatakan terjadinya proses pemindahan filsafat dari langit ke
bumi. Dalam arti, orientasi yang dijadikan sebagai objek bukan lagi alam jagat
raya melainkan manusia.
2.2.1 Masa Yunani Kuno
Para filsuf seperti Thales, Anaximandros, Anaximenes beserta filsuf
lainnya yang muncul sebelum masa pra-socratik, kecenderungan mengawali
gagasan mereka dengan “rasa heran” mengenai proses kemenjadian
(becoming). Suatu proses, di mana semua yang ada di dunia berada dalam
kondisi berubah dan mengalami perubahan. Seperti misalnya fase muda, tua,
dan mati bagi setiap makhluk hidup. Begitu juga dengan segala yang ada di
alam ini. Tidak ada yang tetap. Semua terus-menerus dalam kondisi bergerak
dan berubah. Di balik semua perubahan itu, hadir sebuah pertanyaan
mendasar mengenai apa unsur yang sesungguhnya tidak berubah di balik
segala macam perubahan. Ada semacam keyakinan bahwa di atas proses
kemenjadian yang terus-menerus teramati oleh indriawi ada sesuatu yang
bersifat tetap dan tidak berubah.
2.2.1.1 Thales
Thales memandang bahwa yang menjadi kodrat dan/atau prinsip
segalanya di alam semesta ini adalah air. Ia semacam melogoskan munculnya
alam semesta dengan membuat sebuah postulat bahwa air adalah phusis
segala hal. Bahkan secara lebih ekstrem, Thales menyebut dunia ini

5
mengambang di atas air. Pandangan ini mungkin bertolak dari serangkaian
logis bahwa semua makhluk hidup mengandung unsur lembab, yakni
mengandung air. Panas muncul dari yang lembab. Dan, dari yang panas itulah
kemudian muncul segala sesuatu atau awal proses munculnya kehidupan.
Bukan saja sampai di situ, benih-benih spermata juga pada dasarnya memiliki
kodrat lembab. Sehingga dalam pada itu, air dapat dikatakan menjadi kodrat
(prinsip, arche) segala sesuatu.
2.2.1.2 Anaximandros
Bagi Anaximandros unsur dari segala sesuatu yang mendasari semesta
ini bukan berasal dari unsur material seperti air atau bahkan seperti api, tanah,
dan udara. Unsur material memiliki prinsip yang terbatas, sehingga manakala
ke semua unsur tersebut berproses maka akan bisa menjadi habis.
Anaximandros berkeyakinan bahwa semesta dunia ini bukan satu-satunya
alam semesta.
2.2.1.3 Anaximenes
Anaximenes mengambil unsur spesifik tersendiri mengenai kodrat
segala sesuatu. Unsur itu adalah udara, yakni dari udara yang tidak terbatas.
Prinsip udara memiliki aspek berbeda “memuai dan memadat”. Dari udara
yang memuailah akan memunculkan api. Sementara, dari udara yang
mengalami pemadatan akan menjadi awan. Ketika udara semakin mengalami
pemadatan maka akan menjadi air. Dan, seterusnya menjadi tanah dan
kemudian bebatuan. Berdasarkan proses kondensasi segala sesuatu akan
terjadi, baik itu yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Segala sesuatu
diturunkan dari udara dan kemudian kepada udara jugalah segala sesuatu akan
kembali. Sama seperti jiwa makhluk hidup, adalah udara.
2.2.1.4 Pra-Socratik
Tafsiran atas inti alam semesta juga didapati dalam pikiran-pikiran
Pythagoras yang menyatakan bahwa hakikat alam semesta adalah bilangan,

6
Herakleitos menyebut hakikat alam semesta adalah api, dan Demokritos
menyebut inti dari segala sesuatu adalah atom.
2.2.2 Masa Yunani Klasik
2.2.2.1 Socrates “Kebijaksanaan Yang Membunuh”
Salah satu figur penting dalam tradisi filsafat Barat, dan sekaligus
sebagai generasi pertama dari tiga filsuf besar Yunani adalah Socrates. Ia
merupakan guru dari Plato. Ibunya bernama Phainarete, yang memiliki profesi
sebagai seorang bidan. Bertolak dari kebidanan ini, Socrates nantinya
menamakan metode filsafat yang digagasnya dengan metode “kebidanan”.
Selama hidup, Socrates tidak pernah meninggalkan bentuk karya tulis apa
pun. Sumber-sumber utama pemikiran Socrates hanya didapati dan berasal
dari tulisan dan catatan Plato sebagai muridnya.
Plato selalu menggunakan nama Socrates sebagai tokoh utama,
sehingga dalam banyak hal sangat sulit untuk memisahkan antara gagasan
Socrates yang sesungguhnya dengan gagasan Plato. Di dalam karyanya
sendiri, nama Plato hanya muncul sebanyak tiga kali, dua kali dalam
tulisannya Apologi dan satu sekali terdapat dalam Phaedrus.
Perawakan Socrates diketahui sebagai sesosok “apa adanya” tidak
lebih dan tidak kurang, selalu berpakaian sederhana, bahkan tidak
menggunakan alas kaki, berjalan, berkeliling menemui masyarakat Athena
dan sembari kemudian berdiskusi mengenai filsafat. Socrates melakukan hal
ini sebagai bagian dari motif religius akan adanya suara gaib yang didengar
oleh seorang temannya yang berasal dari Oracle Delphi. Bisikan itu
mengatakan bahwa tidak ada orang yang lebih bijak dari Socrates. Untuk
membenarkan hal inilah ia berjalan berkeliling di seluruh Athena menemui
warga dan orang-orang yang telah dianggap sebagai ahli bijaksana, berdialog,
berdiskusi, dan berdebat mengenai hakikat, absolut, dan juga kebenaran yang
dalam banyak hal ia tidak menemukan titik hasil dari setiap tema filosofis

7
perbincangan yang dilakukan. Metode seperti inilah yang dia sebut sebagai
“metode kebidanan” dalam berfilsafat. Sebuah istilah yang terinspirasi dari
profesi ibunya. Seorang bidan yang membantu kelahiran bayi dijadikan
sebagai analogi atas caranya berfilsafat untuk membantu lahirnya sebuah
pengetahuan melalui bentuk diskusi yang panjang, lama, dan mendalam.
Setelah sekian lama Socrates “berjaulah” dan berdiskusi dengan para
ahli bijaksana di Athena pada akhirnya ia membenarkan bisikan suara gaib
yang ia peroleh. Ia mendasarkan kesimpulan ini pada suatu pengertian bahwa
dirinya adalah yang paling bijak karena sesungguhnya ia tahu bahwa, dia
tidak bijaksana. Adapun mereka yang merasa dan menganggap dirinya bijak
pada dasarnya adalah tidak bijaksana karena mereka sebenarnya tidak
mengetahui bahwa mereka tidak bijaksana.
Secara umum Socrates mengklasifikasi ilmu menjadi tiga bahagian
yaitu voyesis, praksis, dan teoretis.
1) Voysesis
Istilah ini dalam perkataan lain disebut dengan technical
knowledge, ilmu yang bersifat praktis, ilmu yang ditujukan untuk
memproduksi sesuatu di mana hasilnya bersifat jelas dan konkret seperti
produksi benda atau material lain.
2) Praksis
Ilmu yang berkenaan dengan tindakan manusia, di mana fokusnya
bukan lagi memproduksi sesuatu sebagaimana voyesis atau benda konkret,
melainkan berkenaan dengan tindakan manusia.
3) Teoritis
Ilmu teoretis (teoritical knowlegde), bersifat abstrak dan filosofis.
Dalam kelanjutannya tipe ini dibedakan lagi menjadi tiga bagian, yaitu,
pertama, fisika, membahas tentang benda-benda indriawi (sensible thing).
Kedua, matematika, membahas mengenai benda-benda indriawi akan

8
tetapi, menekankan pada aspek kuantitasnya atau angka-angka. Ketiga,
metafisika atau teologi atau filsafat itu sendiri.
Socrates kemudian harus membayar mahal atas rasa sakit hati yang
tercipta tersebut dengan sebuah kematian. Ia divonis melalui peradilan atas
dasar tuduhan merusak dan meracuni pikiran generasi muda. Dalam apologi
karya Plato, ditekankan bahwa tuduhan yang dinisbahkan pada Socrates
sebenarnya dapat dengan mudah ia patahkan melalui pembelaan. Ia juga dapat
melarikan diri dari penjara dengan bantuan sahabatnya. Akan tetapi, ia
menolak menunjukkan kepatuhan pada perjanjian yang sudah dijalani atas
hukum di Athena. Socrates pada akhirnya meninggal dengan cara meminum
racun sesuai keputusan pengadilan, melalui hasil voting.
2.2.2.2 Plato “Dua Dunia”
Plato lahir di Athena dan juga meninggal di sana, 427-347 SM. Secara
genealogi ia berasal dari sebuah keluarga bangsawan. Orangtua laki-lakinya
adalah keturunan raja, sementara ibunya berasal dari keluarga terpandang dan
terpelajar. Banyak dari keluarga ibunya berprofesi sebagai penegak hukum
dan sastrawan. Sebagai seorang filsuf, Plato ahli di banyak bidang terutama
matematika. Ia juga penulis Philosophical Dialogues dan pendiri akademi
Platonik di Athena yang kelak menjadi sekolah tinggi pertama di dunia Barat.
Pemikiran Plato banyak dipengaruhi oleh Socrates karena ia belajar pada
Socrates.
Pasca-kematian Socrates di pengadilan Athena, Plato melakukan
pengembaraan untuk mencari makna kebijaksanaan.
Di Athena, Plato mendirikan “Akademia” sebuah sekolah yang dapat
dijadikan sebagai wadah bagi orang yang berkeinginan untuk belajar seperti
ilmu etika, matematika, dan logika setelah kepulangannya dari pengembaraan.
Di Akademia Plato bertemu dengan Aristoteles yang menjadi salah seorang

9
muridnya. Pada kelanjutannya, Aristoteles juga merupakan salah satu dari tiga
filsuf Yunani paling berpengaruh.
Gagasan utama Plato adalah dunia tentang “ide”. Ia mendefinisikan
“ide” sebagai suatu prinsip objektif, terlepas dari subjek yang berpikir. Semua
yang ada dan menjadi realitas nyata pada dasarnya ada di alam ide, tidak
bergantung pada pemikiran. Ide tidak diciptakan oleh pemikiran manusia. Ide
tidak tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang
bergantung pada ide. Ide adalah awal dari apa yang disebut dengan realitas,
non-material, abadi, dan sifatnya tidak berubah. Ide sudah ada dan berdiri
sendiri di luar pemikiran manusia. Adapun dunia indriawi, dunia yang
tampak, atau segala benda yang konkret dan bersifat fisik tiada lain hanyalah
merupakan refleksi ataupun bayangan dari apa yang disebut dengan dunia ide.
Kesemuanya fana, dapat rusak, dan dapat mati. Semua hal yang ada di dunia
berada
Sampai di sini, dapat dipahami bagaimana Plato menyatakan
gagasannya, merupakan gagasan yang bersifat dualisme. Ada dunia rupa dan
ada dunia rohani. Keindahan yang tampak di dunia rupa atau alam nyata
merupakan cerminan dan representasi dari keindahan yang sesungguhnya.
Sebagai manusia, menurut Plato, dapat mengetahui dunia ide dan
mengenalinya disebabkan jiwa manusia pada dasarnya sudah mengetahuinya
jauh sebelum manusia ada di dunia fana ini. Istilah ini yang kemudian disebut
dengan dunia pra-eksistensi, sebuah dunia, di mana manusia hadir dan
bertempat, jauh sebelum ia terlahir ke dunia.
Plato berkeyakinan bahwa apa yang disebut dengan pengetahuan
senantiasa sudah ada terendap dalam diri seseorang. Akan tetapi, apakah
pengetahuan terlahir atau tidak tergantung pada orangnya. Pengetahuan bagi
Plato tidak dapat ditransfer. Pengetahuan hanya terlahir dari dalam diri
sendiri. Atau, dalam perkataan lain disebut dengan eksterioriasi apa yang
interior. Dalam arti, pengetahuan bertitik tolak dari sesuatu yang sensible, dari

10
apa yang ada, dan dari berbagai macam contoh melalui dialogis, dan
kemudian beranjak ke tingkat yang lebih tinggi kepada pengetahuan-
pengetahuan yang intengible. Pengetahuan yang intengible hanya
dimungkinkan jika adanya daya untuk mengetahui yang berada di dalam diri
manusia. Pengetahuan bertitik tolak dari luar atau apa yang disebut dengan
sensible, akan tetapi pada akhirnya pengetahuan sejati adalah merupakan
eksteriorisasi dari apa yang sudah ada dari dalam diri sendiri yang objek-
objeknya adalah ide. Manusia pada dasarnya kerap sudah mengetahui, namun
pengetahuan itu tidak akan muncul dan terjadi tanpa adanya pensuasanaan.
“Apa yang Anda ketahui adalah apa yang Anda pelajari sendiri dengan susah
payah yang dengan itu membentuk sebuah keyakinan untuk kemudian
menjadi pengetahuan.”
2.2.2.3 Aristoteles “Hasrat Berfilosofis”
Bentuk khas dari aktivitas manusia yang membedakannya dengan
binatang adalah berfilsafat atau berpikir. Semua manusia berhasrat untuk
mengetahui, sebab dengan pengetahuan manusia berkehendak untuk keluar
dari kebingungan, hingga ia senantiasa mencari sesuatu makna dan
pengetahuan.
Aristoteles lahir di kota Stagira, Macedonia, 384 SM. Ia belajar di
akademi Plato, Athena, dan menetap di sana selama dua puluh tahun. Pada
tahun 342 SM. Aristoteles kembali ke Macedonia dan kemudian ia menjadi
guru Alexander Yang Agung sebelum Alexander Yang Agung menjadi raja
Romawi. Sesudah Alexander diangkat menjadi seorang raja, Aristoteles
kembali ke Athena dan membuka sekolah yang dikenal dengan nama Lyceum
dengan bantuan Alexander. Di akhir cerita kehidupannya, Aristoteles
dianggap sebagai orang yang menyebarkan pengaruh subversif dan kemudian
dituduh pula sebagai orang ateis. Atas kondisi itu, ia meninggalkan Athena
sebelum terjadi keputusan radikal untuk membunuh seorang filsuf

11
sebagaimana cerita kematian Socrates. Ia pindah ke Chalcis dan meninggal di
sana pada tahun 322 SM.
Kajian filosofis Aristoteles, lebih lanjut, dapat dimaknai dari salah satu
teori metafisika yang menyatakan bahwa matter dan form itu bersatu. Matter
memberikan subtansi sesuatu, sementara form memberikan “pembungkus”-
nya. Gagasan ini berbeda secara kontras dengan dualisme Plato yang
memisahkan matter dan form. Bagi Plato matter dan form berada pada sisi
sendiri-sendiri. Ia juga berpendapat bahwa matter itu potensial dan form itu
aktualitas.
Untuk mengetahui makna hakiki setiap sesuatu, Aristoteles
mengembangkan suatu teori pengetahuan dengan menempuh jalan atau
metode “abstraksi”. Menurutnya, pengetahuan itu ada dua yaitu, pengetahuan
indra dan pengetahuan budi. Pengetahuan indra bertujuan mencapai
pengenalan pada hal-hal yang konkret yang beraneka ragam dan serba
berubah. Adapun pengetahuan budi bertujuan mencapai pengetahuan abstrak,
umum, dan tetap. Pengetahuan budi inilah yang disebutnya ilmu pengetahuan.
Objek pengetahuan itu bermacam-macam dan bersifat konkret. Oleh karena
itu, objek pengetahuan selalu berada dalam perubahan-perubahan dan
distingsi. Objek seperti ini dikenal oleh indra kemudian diolah oleh budi. Budi
bertugas mencari ide yang sama yang terkandung di dalam bermacam-macam
itu.
Akal budi merupakan pengetahuan yang jenisnya hanya satu sehingga
bersifat umum dan bersama-sama dengan macam-macam hal yang konkret.
Ide ada di dalam realitas konkret. Misalnya, di dalam realitas konkret terdapat
beraneka ragam bentuk manusia dan di dalam “bermacam-macaman” itu
terkandung sebuah kesamaan sebagai manusia. Aristoteles menerima baik
bermacam-macaman maupun ide-ide dengan bersifat yang lebih realistis.
Adapun Plato menolak berbagai hal tersebut sebagai kebenaran, yang tiada

12
lain hanya sebagai bayangan dan menerima dunia ide sebagai satu-satunya
kebenaran.
2.3 Perkembangan Ilmu dan Filsafat pada Masa Pertengahan
Pasca-Periode Yunani, perkembangan Filsafat dan Ilmu pengetahuan
di Eropa pada masa abad pertengahan mengarah kepada corak baru yang
dikenal dengan teosentris. Secara holistika, pada periode ini pemikiran filsafat
didominasi oleh agama. Agama dengan asas yang dianut menempatkan segala
persoalan baik kealaman maupun sosial harus didasarkan dan serta
disandarkan pada nilai agama. Agama menjadi penafsir tunggal atas
segalanya.
Kebebasan untuk berpikir pada kelanjutannya mengalami
kemunduran. Semua hasil berpikir yang bertolak belakang dengan
kepercayaan agama dianggap dan dinyatakan sebagai sesuatu yang
menyimpang. Kepercayaan agama yang dimaksud di sini adalah kepercayaan
yang bersumber dari agama gereja. Zaman ini lazim disebut sebagai zaman
kegelapan.
Dominasi para agamawan pada masa abad pertengahan dipandang
begitu mewarnai aktivitas ilmiah pengetahuan. Sehingga kehadiran agama
menjadi problema tersendiri terhadap ruang ke filsafat dan sains, karena
agama mengajarkan suatu prinsip kebenaran sejati hanyalah kebenaran yang
bersumber dari gereja. Landasan dasar ketidakpercayaan yang mendalam
sebagai reaksi terhadap ajaran gereja setidaknya akibat dari adanya keyakinan
secara membuta terhadap dogma gereja beserta ajarannya, tanpa dilandasi
dengan fakta yang objektif. Satu-satunya kebenaran yang diwartakan gereja
adalah kebenaran yang diyakini Kitab suci. Melawan ajaran gereja disamakan
dengan melawan kitab suci, sehingga dengan pada itu juga berarti menentang
Tuhan. Mereka yang berseberangan dianggap tersesat. Gereja menjadi central

13
of mine dan menganggap dirinya sebagai penguasa mutlak dalam
menginterpretasi atas kebenaran dan pengetahuan.
Banyak ilmuwan mendapat hukuman, dipenjara, dan beberapa
diantaranya bahkan dibunuh dikarenakan hasil pemikiran dan penemuan
mereka dianggap bertentangan dengan ajaran gereja. Sebagaimana Galileo,
seorang ilmuwan pada awal tahun 1600-an yang berhasil membuat teleskop
modern pertama di Eropa. Melalui teleskop tersebut, Galileo melakukan
pengamatan terhadap alam semesta. Sebelum masa Galileo, belum didekati
alat yang mumpuni untuk mempelajari alam semesta secara lebih perinci.
Orang lebih mengikuti sistem Ptolomeus untuk menjelaskan alam semesta.
Teori ptolomeus mendapatkan dukungan dari gereja karena menyatakan
bahwa bumi adalah pusat tata surya (geosentris). Matahari, bulan dan bintang
berputar mengelilingi bumi. Galileo, sebaliknya, mengemukakan bahwa
planet mengelilingi matahari, termasuk bumi sebagaimana yang termuat
dalam gagasan Copernicus, seorang astronom, matematikawan, dan ilmuwan
sains yang pertama kali menciptakan landasan teori tentang heliosentrisme,
dimana matahari menjadi pusat tata surya.
Beliau memberikan bukti tentang teori heliosentris mengenai pasang
dan surut air laut. Bahwa terjadinya pasang air laut disebabkan karena
perputaran bumi terhadap porosnya serta perputaran bumi terhadap matahari.
teori ini kemudian dianggap menyesatkan iman sehingga gereja begitu
menentang keras teori heliosentris. Galileo kemudian diinkuisisi oleh Gereja
atas pandangan dan penemuannya. Kasus Galileo yang diinkuisisi oleh Gereja
merupakan salah seorang ilmuwan yang kemudian berbenturan dengan
kepercayaan keagamaan. Ada banyak lagi martir baik berasal dari ilmuwan
sendiri maupun mereka yang melakukan interpretasi terhadap kitab suci yang
kemudian dianggap sesat, kemudian diperlakukan secara tidak manusiawi.
Sejarah gelap seperti itulah yang kemudian memantapkan bangsa barat untuk

14
memalingkan diri dari kepercayaan agama dan mengarahkan pandangannya
kepada sekularisme.
Dalam masa itu, pada sisi lain, gairah intelektual di dunia Islam
berkembang hingga sampai pada titik kulminasi pada saat di mana Eropa dan
Barat masih berada dalam masa kegelapan hingga sampai pada abad modern
(abad ke-19 M) Eropa. ilmuwan muslim dalam beberapa hal telah banyak
melakukan penerjemahan terhadap karya-karya filsuf Yunani, dan serta
melakukan berbagai aktivitas dan temuan ilmiah. Menurut Nasution (1998),
ilmuwan yang berkembang pada zaman Islam yakni 650-250 M awalnya
dipengaruhi oleh serangkaian gagasan mengenai bagaimana bunyinya
kedudukan akal sebagaimana terdapat dalam Al-Qur'an dan hadits. Pandangan
semacam ini mendapati semacam titik temu dengan filsafat Yunani yang
berada di kota-kota pusat peradaban Yunani di dunia Islam zaman klasik,
seperti Mesir, Irak, Syiria, dan Persia. Dan, bahkan ilmu pengetahuan dan
filsafat Yunani dikembangkan di sana di berbagai pusat pembelajaran.
Lebih kurang sekitar pada abad ke 6-7 M, kemajuan ilmu pengetahuan
dalam peradaban Islam semakin progresif. terdapat banyak ilmuwan muslim
yang muncul seperti diesel pada ilmu kedokteran Al Razi (850-932 M) dengan
karyanya al-Hawi. Karya ini merupakan sebuah ensiklipedi mengenai seluruh
perkembangan ilmu kedokteran sampai pada masanya. Rhazas mengarang
suatu ensiklopedi ilmu kedokteran dengan judul continens, Ibnu Sina (980-
1037 M) menulis buku-buku kedokteran (al-Qanun) yang menjadi standar
rujukan dalam ilmu kedokteran di Eropa. Al-Khawarizmi (algorimus atau
alghoarismus) menyusun buku aljabar pada tahun 825 M, yang menjadi buku
rujukan selama berabad-abad di Eropa. Selain aljabar, juga ada perhitungan
biasa (arithmetics), yang menjadi pembukajalan penggunaan cara desimal di
Eropa untuk menggantikan tulisan Romawi yang ditulis asal Al-Khawarizmi.
Ibnu Rusyd (1126-1198 M) seorang filsuf yang menerjemahkan dan
mengomentari karya Aristoteles. Al-Idris (1100-1166 M) mengkreasi 70 peta

15
dari daerah yang dikenal pada masa itu untuk disampaikan kepada Raja Boger
II dari kerajaan Sisilia.
Dalam bidang Kimia ada Jabir ibn Hayyan dan al-Biruni (363-442
H/973-1050 M). Sebagian karya Jabir ibn Hayyan memaparkan metode-
metode pengolahan berbagai zat kimia maupun metode permuniannya.
Sebagian besar kata untuk menunjukkan zat dan bejana-bejana kimia yang
belakangan menjadi bahasa orang-orang Eropa berasal dari karya-karyanya.
Sementara itu, al-Biruni mengukur sendiri gaya berat khusus dari beberapa zat
yang mencapai ketepatan tinggi. Pada ranah logika dan filsafat ada al-kindi,
al-farabi (950 M), Ibnu Sina atau Avicena (1047 M), al-Ghazali (1111 M), Ibn
Bajah atau Avicena (1138 M), Ibn Tufayl atau Abubacer (1185 M), dan Ibn
Rushd atau Averroes (1198 M).
Menurut Franke (2003), al-Kindi berjasa dalam membuat filsafat dan
ilmu yang berasal dari Yunanidapat diakses dan membangun fondasi filsafat
dalam Islam bahkan dari sumber-sumber yang jarang dan sulit diperoleh, yang
sebagian diantaranya kemudian diteruskan dan dikembangkan oleh Al Farabi.
Sementara Ibn Rushd atau yang dikenal dengan Averrost di kalangan Eropa
juga memiliki pengaruh yang sangat besar, dan sangat bermanfaat
pemikirannya dalam perkembangan pengetahuan bagi Eropa.
2.4 Perkembangan Ilmu dan Filsafat pada Masa Modern
Masa pencerahan di Eropa ditandai dengan adanya kebangkitan nalar
untuk manusia secara otonom mengatur dirinya dalam ruang kehendak bebas.
Pada istilah lain, masa ini disebut juga dengan masa renaissance dan
humanisme yang bermula pada abad ke 15 dan ke 16 SM. Abad modern
diawali dengan munculnya periode renaissance dan humanime. Kebangkitan
ilmu pengetehuan pada masa ini menampakkan dirinya dalam ranah praksis
yang dapat memberi manfaat praktis manusia. Banyak teknologi yang
ditemukan dan beserta penemuan-penemuan dalam ilmu pengetahuanlain

16
yang dapat bernilai praktis bagi kehidupan. Sehingga kemajuan ilmu
pengetahuan pada kelanjutannya di satu sisi, mengurangi minat pada kajian-
kajian filsafat. Secara lebih fatal, pemikiran filsafat dianggap tidak lebih
sebagai pelayan dari teologi, yaitu sebagai suatu sarana untuk menetapkan
kebenaran-kebenaran mengenai Tuhan yang dapat dicapai oleh akal manusia.
Abad modern, melalui masifnya perkembangan ilmu pengetahuan,
berhasil menempatkan manusia sebagai sesuatu yang sentral. Manusia dengan
bekal rasio dianggap mampu untuk menentukan jalan hidupnya sendiri tanpa
harus diurusi oleh Tuhan dalam kerangkeng dogma agama. Menjadi manusia
bebas adalah sebuah pilihan, kendati kemudian menimbulkan semacam gejala
dalam bentuk wajah baru. Kebebasan berpikir dalam ilmu pengetahuan
dipandang sebagai jalan dimana manusia akan bisa merayakan kemakmuran
dan kemajuan bahkan dapat bebas dari berbagai kolonialisasi.
Bertrand Russell menyatakan bahwa dalam sejarah, sebuah masa
secara umum dapat dinyatakan sebagai masa “modern”, dapat dilihat dari
berbagai sisi adanya perubahan mental yang menunjukan perbedaan bila
dibanding dengan masa pertengahan. Paling tidak perbedaan itu tampak dalam
dua hal yang sangat penting, yaitu pertama, berkurangnya cengkraman
kekuasaan Gereja dan kedua, bertambah kuatnya otoritas ilmu pengetahuan.
Selanjutnya, Russel menyatakan bahwa penolakan terhadap kekuasaan Gereja
yang merupakan ciri negatif dunia modern dimulai lebih awal daripada
menerima otoritas ilmu pengetahuan sebagai ciri positifnya.
Pemikiran filsafat pada abad modern, secara praktis berusaha
meletakan dasar-dasar metode logis ilmiah. Pemikiran filsafat diupayakan
lebih bersifat praksis. Dalam arti, diarahkan pada suatu upaya agar manusia
bisa menguasai lingkungan alam dengan menggunakan berbagai penemuan-
penemuan ilmiah. Hasil spektakuler dari ilmu pengetahuan adalah ditemukan
dan diciptakannya berbagai teknologi, tenaga nuklir, dan bahkan rekayasa
genetika.

17
Salah seorang yang tokoh dan sekaligus disebut sebagai “bapak filsafat
modern” adalah Rene Descartes. “Cogitoergo sum- I think, therefore I am”
(aku ada karena aku berpikir), merupakan ungkapan dasar di mana kemudian
ia berhasil melahirkan suatu konsep perpaduan antara metode ilmu alam ke
dalam pemikiran filsafat. Upaya ini dimaksudkan agar kebenaran dan
kenyataan filsafat juga adalah merupakan sebuah kebenaran yang bersifat
konkret adanya bukan semata-mata bersifat metafisik sebagaimana menandai
abad kegelapan. Perkembangan pemikiran filsafat dalam perkataan lain
mengarah pada filsafat ilmu pengetahuan, di mana pemikiran filsafat diisi
dengan upaya manusia bagaimana cara dan sarana apa yang dipakai untuk
mencari kebenaran dan kenyataan.
Pada masa modern, persoalan rasionalisme semakin lebih dalam
dipikirkan. Kehidupan, tidak mudah untuk menentukan modern ini bermula,
ada beberapa hal yang jelas yang setidaknya menandai masa modern yaitu
berkembang pesat berbagai kehidupan manusia Barat, khususnya dalam
bidang kebudayaan. Ilmu pengetahuan, dan ekonomi, dan sekaligus sebagai
usaha untuk menghidupkan kembali kebudayaan klasik Yunani-Romawi.
Kebudayaan ini pulalah yang menjadi bagian dari titisan utama suasana
agama Kristiani. Satu hal yang menjadi perhatian pada masa renaissance ialah
suasana perkembangan pemikiran filosofis yang semakin begitu mengedvansi
dan bersifat kriti. Inilah yang menjadi awal dari masa timbulnya ilmu
pengetahuan modern, yakni kehadiran prinsip pengetahuan berdasarkan
metode eksperimental dan matematis. Segala sesuatunya, khususnya di dalam
bidang ilmu pengetahuan, mengutamakan logika dan empirisme.
Terdapat beberapa tokoh yang menjadi perintis yang membuka jalan
baru menuju perkembangan ilmiah yang modern. Mereka adalah Leonardo da
Vinci (1452-1519), Nicolaus Coperticus (1473-1453), Johannes Kepler (1571-
1630) dan Galileo Galilei (1564-1643). Disamping mereka, Francis Bacon
(1561-1623) juga merupakan filsuf yang membuka jalan dengan meletakan

18
dasar filosofisnya untuk perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Dia
merupakan bangsawan Inggris yang terkenal dengan karyanya yang
bermaksud untuk menggantikan teori Aristoteles tentang ilmu pengetahuan
dengan teori baru. Sekalipun demikian, Rene Descartes merupaka filsuf yang
paling terkenal pada masa filsafat modern. Seorang filsuf Perancis, salah satu
tulisannya yang terkenal, yaitu Discours de la Method yang berisi uraian
mengenai metode perkembangan intelektualnya (Tjahjadi, 2004). Pada hal itu,
Descartes menyatakan bahwa tidak merasa puas dengan filsafat dan ilmu
pengetahuan yang menjadi bahan pendidikannya. Dan, senyatanya di dalam
dunia ilmiah tidak ada sesuatu pun yang dianggapnya pasti. Segala sesuatu
dapat dipersoalkan dan pada kenyataannya memang dipersoalkan.
Ranah kajian filsafat dalam periode kontemporer sudah semakin
meluas dan lebih mengarahkan kajian serta perhatian kepada bidang bahasa
dan etika sosial. Filsafat tidak saja berhubungan dengan masalah geosentris
ataupun teologis yang mewarnai pemikiran pada periode awal dan abad
pertengahan, filsafat semakin terspesialisasi ke ranah yang lebih spesifik.
Seperti filsafat manusia, filsafat sosial, filsafat nilai, filsafat analitik, filsafat
eksistensialisme, strukturalisme, dan serta kritik sosial dalam tradisi disiplin
ilmu sosiologi. Hal ini pada dasarnya bersandar pada situasi di mana abad
kontemporer saat ini, terkadang lazim disebut post-modern, menunjukan suatu
gejala sosial kultural yang semakin kompleks.

19
BAB 3

PENUTUP

3.1 Simpulan
3.1.1 Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu

Sejarah perkembangan filsafat ilmu secara garis besar dibagi menjadi


3 periode, yaitu sebagai berikut:

1. Masa Klasik
2. Masa Pertengahan
3. Masa Modern

3.1.2 Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu pada Masa Klasik


Perkembangan filsafat ilmu pada masa klasik dibagi menjadi kedalam
2 bagian yaitu Yunani Kuno dan Yunani Klasik
A. Yunani Kuno
1. Thales
2. Anaximandros
3. Heraklitos
4. Permenides
5. Phytagoras
B. Yunani Klasik
1. Socrates
2. Plato
3. Aristoteles
3.1.3 Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu pada Masa Pertengahan
Pasca-Periode Yunani, perkembangan Filsafat dan Ilmu pengetahuan
di Eropa pada masa abad pertengahan mengarah kepada corak baru yang

20
dikenal dengan teosentris. Secara holistika, pada periode ini pemikiran filsafat
didominasi oleh agama.
Pada masa ini kebebasan berfikir mengalami kemunduran karena
semua pemifikran yang bertolak belakang dengan agama akan dianggap
menyimpang dan akan dihukum.
Bertolak belakang dengan di Eropa, ilmuan Islam sedang bergairah
berkembang hingga sampai pada titik kulminasi. Ilmuwan muslim dalam
beberapa hal telah banyak melakukan penerjemahan terhadap karya-karya
filsuf Yunani, dan serta melakukan berbagai aktivitas dan temuan ilmiah.
3.1.4 Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu pada Masa Modern
Masa pencerahan di Eropa ditandai dengan adanya kebangkitan nalar
untuk manusia secara otonom mengatur dirinya dalam ruang kehendak bebas.
Pada istilah lain, masa ini disebut juga dengan masa renaissance dan
humanisme yang bermula pada abad ke 15 dan ke 16 SM.. Kebangkitan ilmu
pengetehuan pada masa ini menampakkan dirinya dalam ranah praksis yang
dapat memberi manfaat praktis manusia. Banyak teknologi yang ditemukan
dan beserta penemuan-penemuan dalam ilmu pengetahuanlain yang dapat
bernilai praktis bagi kehidupan. Sehingga kemajuan ilmu pengetahuan pada
kelanjutannya di satu sisi, mengurangi minat pada kajian-kajian filsafat.
Secara lebih fatal, pemikiran filsafat dianggap tidak lebih sebagai pelayan dari
teologi, yaitu sebagai suatu sarana untuk menetapkan kebenaran-kebenaran
mengenai Tuhan yang dapat dicapai oleh akal manusia.

21
DAFTAR PUSTAKA

Muliono & Welhendri Azwar. 2019. Cara Mudah Memahami Filsafat Ilmu. Jakarta:
PT. Prenadamedia Group
Susanto. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta : Bumi Aksara

22

Anda mungkin juga menyukai