Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU MASA KLASIK

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Filsafat Ilmu”


Dosen Pengampu
Prof. Dr. M. Said Mamud, Lc. M.A. & Dr. Hasbi, M.Ag.

OLEH SUDARMIN T.P.


NIM : 2205020012

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALOPO


TAHUN AJARAN 2021 / 2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semseta alam yang telah
memberikan nikmat serta hidayah- Nya terutama nikmat kesempatan dan
kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah
Filsafat ilmu dengan judul “Perkembangan Filsafat Ilmu Masa Klasik”.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih


yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, khususnya kepada : Bapak Prof. Dr. M. Said Mamud, Lc. M.A. dan
Dr. Hasbi, M.Ag selaku dosen mata kuliah filsafat ilmu yang telah meluangkan
waktu, tenaga dalam pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dorongan dalam rangka
penyelesaian penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak


kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan teman-teman. Demikian makalah ini penulis susun, dan jika ada
yang kurang berkenan serta terdapat kekurangan, penulis mohon maaf yang
sebesar besarnya

Toraja, 6 Mei 2022

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................2
C. Tujuan Pembahasan..........................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Klasik
B. Karakteristik Filsafat Ilmu Masa Klasik...........................................3
C. Masa Pra Socrates ............................................................................4
D. Masa Socrates...................................................................................8
E. Tinjauan Islam terhadap perkembangan filsafat klasik .................14

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan......................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................11

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam menghadapi seluruh kenyataan dalam hidupnya, manusia senantiasa


terkagum atas apa yang dilihatnya. Manusia ragu-ragu apakah ia tidak ditipu oleh
panca-inderanya, dan mulai menyadari keterbatasannya. Dalam situsi itu banyak
yang berpaling kepada agama atau kepercayaan ilahiah. Tetapi sudah sejak awal
sejarah, ternyata sikap iman penuh taqwa itu tidak menahan manusia
menggunakan akal budi dan pikirannya untuk mencari tahu apa sebenarnya yang
ada dibalik segala kenyataan (realitas) itu.
Proses mencari tahu itu menghasilkan kesadaran, yang disebut pencerahan.
Jika proses itu memiliki ciri-ciri metodis, sistematis dan koheren, dan cara
mendapatkannya dapat dipertanggungjawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan.
Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang sekarang ini kita
sebut sesuatu sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana kita mengenal ilmu
kedokteran, fisika, matematika, dan lain sebagainya. Umat manusia lebih dulu
memifikrkan dengan bertanya tentang berbagai hakikat apa yang mereka lihat.
Dan jawaban mereka itulah yang nanti akan kita sebut sebagai sebuah jawaban
filsafati.
Kegiatan manusia yang memiliki tingkat tertinggi adalah filsafat yang
merupakan pengetahuan benar mengenai hakikat segala yang ada sejauh mungkin
bagi manusia. Bagian filsafat yang paling mulia adalah filsafat pertama, yaitu
pengetahuan kebenaran pertama yang merupakan sebab dari segala kebenaran.
Meski bagaimanapun banyaknya gambaran yang kita dapatkan tentang filsafat,
sebenarnya masih sulit untuk mendefinisikan secara konkret apa itu filsafat dan
apa kriteria suatu pemikiran hingga kita bisa memvonisnya,karena filsafat
bukanlah sebuah disiplin ilmu.
Sejarah fisafat dipelajari dengan tujuan agar diperoleh apa yang menjadi
masalah pokok filsafat dan sejarah perkembangan pemikiran filsafat. Mempelajari

3
sejarah filsafat juga menyadarkan kita bahwa ajaran yang baik belum tentu
diterapkan dengan baik oleh sebab itu waktu dan tempat belum cukup masak
memberikan dan berlaku sampai sekarang.
          Sejarah filsafat menyadarkan kita bahwa setiap teori ada
kelemahannya dan ada kebaikannya, karena  itu menuntut adanya kerja sama
antara sesama pengusaha filsafat, saling memberi dan menerima (take and give),
dalam rangka kepentingan bersama, demi kesejahteraan hidup manusia.
Sebagaimana definisinya, sejarah dan perkembangan filsafat pun takkan
pernah habis untuk dikupas. Tapi justru itulah mengapa filsafat begitu layak untuk
dikaji demi mencari serta memaknai segala esensi kehidupan

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian filsafat klasik
2. Bagaimana karakteristik filsafat Yunani klasik
3. Bagaimana filsafat masa pra-socrates
4. Bagaimana filsafat masa socrates
5. Tinjauan Islam terhadap filsafat klasik

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian filsafat klasik


2. Untuk mengetahui karakteristik filsafat Yunani kuno
3. Untuk mengetahui filsafat masa pra-socrates
4. Untuk mengetahui filsafat masa socrates
5. Untuk mengetahui tinjauan Islam terhadap filsafat klasik

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN FILSAFAT KLASIK

Filsafat Yunani klasik merupakan awal dari permulaan pemikiran filsafat


atau pembahasan masalah filsafat secara spekulatif rasional, dan tidak irrasional
dogmatis.Filsafat Yunani klasik juga merupakan ilustrasi pemikiran dan
pembahasan masalah filsafat secara  sistematis dan lengkap dan juga berlaku
samapai sekarang.
Disebut filsafat klasik karena falsafah yang dibangunnya mampu
menguasai sistem pengetahuan alam pikiran barat sampai kira-kira selama dua
ribu tahun. Para pemikir atau ahli filsafat ini mencoba untuk mencari-cari jawaban
tentang akibat terjadinya alam semesta beserta isinya. Suatu ketika di antara abad
ke-6 dan ke-4 s.M, perkembangan luar biasa terjadi di sejumlah besar tempat
secara terpisah di seantero bumi. Di berbagai wilayah di selatan, di utara dan
timur Mediterania, di Cina, India dan beberapa wilayah di antaranya, para pemikir
kreatif mulai menantang dan melampaui kepercayaan-kepercayaan religius,
mitologi. Mereka membentuk sekolah, pemujaan, dan agama agama besar.
Mereka adalah “para filsuf” pencari kebijaksanaan, yang tidak puas dengan
jawaban-jawaban gampangan dan prasangka-prasangka populer. Mendadak
mereka muncul di mana-mana. Walaupun kita tidak tahu banyak tentang dunia
intelektual yang mendahului mereka. Sebagian terlihat di pantai-pantai timur
Mediterania, di Yunani dan Asia Kecil (Turki masa kini). Kelompok-kelompok
kecil para filsuf yang serba ingin ini mempertanyakan penjelasan-penjelasan
populer tentang alam yang didasarkan pada tingkah dewa-dewi. Mereka adalah
orang pintar, orang bijak, yang percaya akan kecerdasannya sendiri, bersikap
kritis terhadap opini populer, dan persuasif terhadap para pengikutnya. Mereka
mengkaji kembali persoalan-persoalan kuno mengenai asal usul alam dan segala
sesuatu. Mereka tak puas lagi dengan mitos-mitos dan cerita-cerita yang lazim
(yang dahulu menarik): tentang persetubuhan tanah dengan langit, tentang Venus
yang muncul dari lautan dan Zeus yang melontarkan halilintarnya. Mereka mulai

5
menolak konsepsi popular.
Mengenai dewa-dewi demi bentuk-bentuk pemahaman yang kurang
manusiawi (kurang “antropomofis”). Mereka mulai menantang pengertian-
pengertian akal sehat tentang “sifat benda-benda” dan membedakan antara realitas
“sejati” dengan penampakan benda benda. Sementara itu, persoalan “Bagaimana
seharusnya kita hidup” beralih dari perhatian dan kepatuhan terhadap hukum dan
kebiasaan yang terdapat dalam masyarakat tertentu menuju persoalan yang sangat
umum, “Bagaimana cara hidup yang tepat sebagai seorang manusia?” Jawaban
singkat terhadap persoalan itu ditemukan dalam pengertian kebijaksanaan
(wisdom); dan orang-orang yang mencarinya, yang mencintainya, disebut filsuf
(dari Philein: cinta, sofia: kebijaksanaan).
Pada masa Yunani Kuno berkembang pemikiran mengenai mencintai
kebenaran/pengetahuan yang merupakan awal proses manusia mau
menggunakan daya pikirnya, sehingga dia mampu membedakan mana yang riil
mana yang ilusi1.
Periode filsafat Yunani merupakan periode terpenting dalam
sejarah peradaban manusia. Hal ini disebabkan karena pada saat itu terjadi
perubahan pola pikir mitosentris yaitu pola pikir yang sangat
mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam. Pada saat itu, gempa
bumi bukanlah suatu fenomena biasa melainkan suatu fenomena di mana
Dewa Bumi yang sedang menggoyangkan kepalanya.
Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting karena
terjadi perubahan pola fikir manusia dari mitosentris menjadi logosentris.
Pola pikir mitosentris yaitu pola pikir masyarakat yang sangat mengandalkan
mitos untuk menjelaskan fenomena alam. Zaman ini berlangsung dari
abad 6 M sampai dengan sekitar abad 6 M.

1
Dr. Harun Hadiwijono,Sari Sejarah Filsafat Barat 1,Penerbit Kanisius: Yogyakarta,1980, hal. 16

6
B. KARAKTERISTIK FILSAFAT YUNANI KUNO

Keberadaan filsafat Yunani pada masa kelahirannya (abad ke 600-300


SM), menggambarkan adanya pengaruh yang kuat antara mythos dan logos.
Mitologi merupakan suatu factor yang mendahului filsafat dan mempersiapkan
ke arah timbulnya pemikiran filosofis. Mitologi Yunani mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang alam semesta, tetapi jawaban-jawaban yang
diberikan justru dalam bentuk mitos yang tidak bisa diterima oleh akal sehat.
     Adapun latar belakang penentuan dijatuhkan  pada Filsafat Yunani
Klasik, adalah sebagai berikut:
1. Bahwa filsafat Yunani Klasik merupakan awal dari permulaan pemikiran
filsafat atau pembahasan masalah filsafat secara spekluatif rasional, dan tidak
irrasional dogmatis.
2. Bahwa Filsafat Yunani klasik merupakan contoh ilustrasi pemikiran dan
pembahasan maslah filsafat secara sitematis dan lengkap dan berlaku sampai
sekarang.
3. Bahwa sesuai dengan butir pada dasarnya pemikir-pemikir filsafat saat ini
merupakan komentator filsafat Yunani klasik dan menyesuaian dasar-dasar
pemikiran tokoh Klasik dengan tuntutan zaman da perkembangan
kebudayaan.
4. Bahwa Filsafat Yunani Klasik dan  para tokohnya merupakan bukti yang
jelas, bahwa apabila kebebasan pemikiran manusia dijamin akan
menghasilkan sesuatu, termasuk ajaran filsafat, yang benar, baik dan
bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia yang manusiawi.
5. Bahwa filsafat Yunani Klasik yang agung itu menyadarkan kita yang lama
tidak selamanya itu salah dan jelek, bahkan menuntut kita  untuk lebih cermat
dan giat menciptakan sesuatu lebih dari yang dilakukan mereka.
6. Bahwa berpikir dan pemikiran filsafat tidak berada dalam kekosongan sosial,
artinya berpikiran dan pikiran filsafat kita diilhami, bersumber dan
bermodalkan informasi-informasi hasil pemikiran para ahli filsafat sebelum
kita. 

7
           Butir (6) diatas dapat diartikan pula bahwa mustahil pemikiran filsafat
timbul dan berkembang di dalam tata susunan sosiokultural yang tidak
mendukung ke arah itu. Maka dari itu, pengajuan beberapa pendapat tentang
dasar-dasar sosiokultural masyarakat, bangsa atau negara Yunani mungkin akan
diperoleh manfaat daripadanya.
C. Filsafat masa pra socrates

Filosuf yang hidup pada masa pra Socrates disebut para filosuf alam
karena objek yang mereka jadikan pokok persoalan adalah alam. Yang dimaksud
dengan alam (fusis) adalah kenyataan hidup dan kenyataan badaniah. Jadi,
perhatian mereka mengarah kepada apa yang dapat diamati
1. Thales (625-545 SM)
Sebagaimana halnya juga pada banyak filsuf lain dari zaman ini, kita tidak
mengetahui tanggal lahir dan tanggal kematiannya. Tetapi satu tanggal dapat
ditentukan dengan kepastian cukup besar. Karena sebagai salah satu jasanya
diceritakan bahwa satu kali ia berhasil meramalkan gerhana matahari. Para
ahli astronomi modern mengatakan bahwa gerhana matahari tersebut tidak
bisa lain daripada tanggal 28 Mei tahun 585M. Itu tidak berarti bahwa Thales
membuat ramalan itu persis mengenai tanggal itu. Thales adalah seorang
saudagar yang banyak berlayar ke negeri Mesir, ia juga seorang ahli politik
yang terkenal di Miletos saat itu masih ada kesempatan baginya untuk
mempelajari ilmu matematik dan astronomi.. Karena pada suatu waktu ia
pernah meramalkan aka nada gerhana matahari pada bulan itu dan tahun itu
dan ramalan itu benar. Hal itu menyatakan bahwa ia mengetahui ilmu
matematik orang Babilonia yang sangat tersohor pada waktu itu. Dengan
jalan berfikir Thales mendapat keputusan tentang soal besar yang senantiasa
mengikat perhatian; apa asal alam itu? Apa yang menjadi sebab penghabisan
dari segala yang ada? Berdasarkan pengalamannya sehari-hari dijadikanlah
pikirannya untuk menyusun bangun alam sebagai orang pesisir ia dapat
melihat bahwa air laut menjadi sumber hidup. Atau dengan kata lain, filosofi
air adalah substrat ( bingkai ) dan substansi ( isi ) kedua-duanya

8
2. Anaximandros(610-547SM)
Anaximandros adalah salah satu dari murid Thales. Ia lebih muda lima belas
tahun dari Thales, tapi meninggal dua tahun lebih dulu dari Thales.
Anaximandros adalah seorang ahli astronomi dan ilmu bumi. Sebagai filosuf
ia lebih besar dari gurunya. Oleh karena itu, meskipun ia murid Thales,
namun mempunyai prinsip dasar alam memang satu akan tetapi prinsip dasar
tersebut bukanlah dari jenis benda alam seperti air sebagaimana yang
dikatakan gurunya. Prinsip dasar alam haruslah dari jenis yang tak terhitung
dan tak terbatas yang oleh dia disebut Apeiron. Apeiron adalah zat yang tak
terhitung dan tak terbatas dan tidak dapat dirupakan, tak ada persamannya
dengan apapun. Segala yang kelihatan itu, yang dapat ditentukan rupanya
dengan panca indera kita, adalah barang yang mempunyai akhir, yang
berhingga. Sebab itu barang asal, yang tiada berhingga, dan tiada
berkeputusan, mustahil salah satu dari barang yang berakir itu. Segala yang
tampak dan terasa dibatasi oleh lawannya. Yang panas dibatasi oleh yang
dingin. Dimana bermula yang dingin, disana berakhir yang panas. Yang cair
dibatasi oleh yang beku, yang terang oleh yang gelap. Dan bagaimana yang
berbatas itu akan dapat memberikan sifat kepada yang tidak berkeputusan.2
Segala yang tampak dan terasa, segala yang dapat ditentukan rupanya dengan
panca indera kita, semuanya itu mempunyai akhir. Ia timbul ( jadi ), hidup,
mati dan lenyap. Segala yang berakhir berada dalam kejadian senantiasa,
yaitu dalam keadaan berpisah dari yang satu kepada yang lain. Yang cair
menjadi beku dan sebaliknya. Semuanya itu terjadi dari ada Apeiron dan
kembali pula kepada Apeiron. Demikianlah kesimpulan hukum menurut
pandangan Anaximandros. Disitu tampak kelebihannya daripada gurunya.
3. Anaximenes (585-494 SM)
Anaximenes adalah salah satu murid Anaximandros. Ia adalah filosuf alam
terakhir dari kota Miletos. Pandangan filsafatnya tentang kejadian alam ini
sama dasarnya dengan pandangan gurunya. Ia mengajarkan bahwa barang

2
Bertrens, Sejarah Filsafat Yunani, Penerbit Kanisius : Yogyakarta, 1984, hal 33

9
yang asal itu satu dan tidak berhingga. Hanya saja ia tidak dapat menerima
ajaran Anaximandros, bahwa barang yang asal itu tak ada persamaannya
dengan barang yang lain dan tak dapat dirupakan. Baginya yang asal itu
mestilah satu dari yang ada dan yang tampak. Barang yang asal itu ialah
udara. Udara itulah yang satu dan tidak berhingga. Thales mengatakan air asal
dan kesudahan dari segala-galanya. Anaximenes mengatakan udara. Udara
yang memalut dunia ini, menjadi sebab segala yang hidup. Jika tak ada udara
itu, tak ada yang hidup. Pikirannya ke sana barangkali terpengaruh oleh
ajaran Anaximandros, bahwa “ Jiwa itu serupa dengan udara.” Sebagai
kesimpulan ajarannya dikatakan: “Sebagaimana jiwa kita, yang tidak lain dari
udara, menyatukan tubuh kita, demikian pula udara mengikat dunia ini jadi
satu”3. Pendapatnya uanglain adalah bumi seperti silinder, lebarnya 3 kali
lebih besar dari tingginya, bumi tidak terletak atau Mengapa bumi tidak
jatuh? Karena bersandar pada sesuatu pun. bumi berada pada pusat jagat raya.
Pemikirannya ini harus kita pandang sebagai titik ajaran yang mengherankan
bagi orang-orang modern4
4. Heraklitos (535-475 SM) Ia lahir dikota Ephesos diasi minor, ia mempunyai
pendangan yang berbeda dengn filosof-filosof sebelumnya. Ia menyatakan
bahwa asal segala suatu hanyalah satu yakni api. Heraclitos mengemukakan
bahwa segala ada selalu berubah dan sedang menjadi,ia mempercayai bahwa
arche (asas pertama dari alam semesta adalah api.. Api dianggapnya sebagai
lambang perubahan dan kesatuan, api mempuyai sifat memusnahkan segala
yangn ada, dan mengubahnya sesuatu itu menjadi abu atau asap. Walaupun
sesuatu itu apabila di bakar menjadi abu atau asap, toh adanya api tetap ada.
Segala sesuatunya berasal dari api dan akan kembali ke api.5
Ia memandang bahwa api sebagai anasir yang asal pandangannyasematamat
tidak terikat pada alam luaran, alam besar, seperti pandangan filosof-filosof

3
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum , cet. 3, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1994, hlm. 41.

4
Asmara Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta: Rajawali Pers, 2014,), hal. 35

5
I bid., hal;. 39

10
Miletos. Segala kejadian didunia ini serupa dengan api yang tidak putusnya
dengan bergantu-ganti memakan dan menghidupi dirinya sendiri segala
permulaan adalah mula dari akhirnya. Segala hidup mula dari pada matinya.
Didunia ini tidak ada yang tetap semuanya mengalir.6
Tidak sulit untuk mengerti apa sebab Heraklitos memilih api. Nyala api
senantiasa memakan bahan bakar yang baru dan bahan bakar itu dan berubah
menjadi abu dan asap. Oleh karena itu api cocok sekali untuk melambangkan
suatu kesatuan dalam perubahan.
D. Filsafat Masa socrates

Perhatian masa Pra-Sokrates adalah alam atau kosmos. Pada masa


sesudahnya, yakni sokrates, perhatian bergeser pada manusia itu sendiri,  faktor-
faktor penyebabnya anatara lain:
a. Timbulnya sikap skeptic terhadap filsafat Yunani yang tidak dapat
menjelaskan pertanyaan tentang asala usul alam semesta. Filsafat Pra-
Sokrates juga tidak mampu menjelaskan fenomena kesatuan (unity) dan
kejamakan (diversity)
b. Semakin besar minat terhadap fenomena kebudayaan dan peradaban. Ini
disebabkan pergaulan yang makin gencar antara orang Yunani dan peradaban
asing seperti Persia, Babylonia dan Mesir. Menhadapi kenyataan ini, para
pemikr Yunani mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti: apakah
beragam kebudayaan nasional dan local, norma agama dan etis, hanyalah
konvensi atau tidak?
1. Kaum Sofis
Ada perbedaan antara filsafat Pra-Sokrates dengan filsafat sesudahnya,
perbedaan itu ialah:
a. Pusat perhatian filsafat masa sokrates adalah manusia, peradaban dan
kebiasaab manusia. Sofisme menaruh perhatian pada mikrokosmos,
bukan makrokosmos. Manusia mencapai kesadaran diri.
b. Sofisme dan filsafat Yunani sebelumnya juga berbeda dalam hal
metode. Filsafat Yunani Pra-Sokrates memiliki metode deduktif,
6
Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, UI Press, Jakarta, 1986, hlm. 8.

11
sedangkan kaum sofis menggunakan metode empirico-induktif.
c. Perbedaan juga terletak pada tujuan. Filsafat Pra-Sokrates ingin
mencari kebenaran obyektif tentang dunia. Kaum sofis mencari
kebenaran praktis, bukan kebenaran spekulatif. Tujuan utama filsafat
Pra-Sokrates adalah menemukan kebenaran ,sedangkan kaum sofis
justru pada mengajar.
2. Socrates
Sosok Socrates sebagai filsuf moral berawal dari peristiwa yang disebut
pertobatan Socrates menyusul Orakel Delphic. Diceritakan bahwa Chaerephon,
sobat Socrates, suatu ketika bertanya kepada ahli nujum apakah ada orang lain
yang lebih bijaksana dari Socrates.. jawaban yang diberikan adalah “tidak”. Ini
membuat Socrates merenung-renung. Dia akhirnya sampai pada kesimpulan
bahwa yang dimaksudkan dewa dengan menyebutnya orang paling bijak adalah
karena dia tahu bahwa dia tidak tahu apa-apa. Socrates kemudian melihat misinya
yakni untuk mencari kebenaran sejati dan membantu orang yang membutuhkan
bimbingannya.
Adapun ajaran-ajaran Socrates adalah sebagai berikut:
a. Socrates mengajarkan tentang definisi atau hal-hal yang umum
(universals) yng bersifat tetap.
b. Socrates mengajarkan tentang argumen-argumen induktif. Argumen
induktif yang dikembangkan Socrates bukan diperoleh melalui logika,
melainkan melalui wawancara atau dialektik.
c. Tujuan dialektik bukan untuk mempermalukan orang, tapi untuk
memperoleh kebenaran. Kebenaran itu bukan sekedar spekulasi murni,
melainkan dalam kehidupan yang baik.
d. Socrates menaruh perhatian besar pada etika. Dia menganggap misi
yang ditetapkan dewa padanya adalah menyadarkan orang-orang agar
memelihara harta paling agung yakni jiwa lewat upaya memperoleh
kebijaksanaan dan kabajikan. Kehidupan politikpun tak dapat
dilepaskan dari etika.
e. Etika Socrates memilki ciri pengetahuan dan kebajikan. Menurut dia,

12
pengetahuan dan kebajikan adalah satu, dalam arti bahwa seorang
bijaksana, yakni orang yang tahu apa yang baik, juga akan melakukan
apa yang benar.
f. Socrates mengajarkan bahwa hanya ada satu kebajikan, yakni
pengetahuan akan apa yang betul-betuk baik bagi manusia, apa yang
betul-betul dapat menghasilkan kesehatan dan harmoni jiwa.
g. Dalam ajaran tentang agama, Socrates mengakui adanya allah-allah,
pengetahuan akan allah-allah tidak terbatas. Terkadang Socrates
memang percaya akan adanya Allah yang tunggal, tapi nampaknya
Socrates tidak memberi perhatian besar untuk masalah monoteisme dan
polyteisme.
3. Plato
Plato adalah salah satu filsuf terbesar di dunia. Lahir di Athena dari
keluarga terpandang, ayahnya Arston dan ibunya Perictione. Menurut sejumlah
sumber, nama aslinya adalah Aristocles. Nama Plato baru diberikan sesudahnya
karena ia memiliki sosok fisik yang kokoh kuat.
Adapun ajaran-ajaran terpenting dari Plato adalah:
a. Dua Dunia
Plato mengajarkan tentang dua dunia, yakni dunia idea dan dunia materi.
Dunia idea bersifat tunggal, permanen/tidak berubah, kekal. Dunia jasmani
bersifat jamak, berubah-ubah dan tidak kekal.
b. Jiwa
Jiwa adalah suatu adikodrati, berasal dari dunia idea, tidak dapat mati,
kekal. Jiwa terdiri dari tiga bagian (fungsi), yakni rasional (dihubungkan
dengan kebijaksaan), kehendak (dihubungkan denag keberanian), dan
bagian keinginan atau nafsu (dihubungkan dengan bagian pengendalian
diri.
c. Negara
Ajaran tentang negara merupakan puncak filsafat Plato. Menurut Plato
tujuan hidup manusia adalah eudaemonia(hidup yang baik). Agar supaya
hidup baik, orang harus mendapatkan pendidikan. Pendidikan itu bukan

13
soal akal semata-mata, tapi seluruh diri manusia. Akal harus mengatur
nafsu-nafsu. Akal sendiri tidak berdaya dan harus didukung perasaan-
perasaan yang lebih tinggi. Jalan kea rah sini adalah kesenian, sajak, music
dan sebagainya. Tujuan pendidikan tercapai kalau ada negara yang baik.
Sebab manusia adalah makhluk social yang memerlukan negara. Dalam
satu negara ada tiga golngan, yakni para penjaga, para prajurit dan rakyat
jelata .
4. Aristoteles
Aristoteles lahir di Stageira, Yunani Utara. Ayahnya seorang dokter
pribadi raja Mcedonia. Ketika berusia 18 tahun ia belejar filsafat p-ada Plato di
Athena. Setelah Plato meninggal, ia mendirikan sekolah Assos. Ia kemudian
kembali ke Macedonia dan menjadi pendidik pangeran Alexander Agung. Ketika
Alexander Agung meninggal pada thun 323, timbullah huru hara. Aristoteles
dituduh sebagai penghianat. Dia lari ke Khalkes dan meninggal dunia di situ pada
tahun 322.
Adapun ajaran-ajaran Aristoteles ialah logika, filsafat alam, psikologi,
biologi, metafisika, etika, politik dan ekonomi. Tentang logika, ia mengajarkan
proses pengambilan kesimpulan yang disebut silogisme, yang terdiri dari
pernyataan dalam bagian mayor (dalil umum), minor (dalil khusus), kesimpulan.
Aristoteles menyebut jiwa dengan psykhe. Menuru Aristoteles, bukan
hanya manusia yang mempunyai jiwa, tapi semua yang hidup mempunyai jiwa.
Aristoteles menolak dualism Plato. Karena menurut dia, jiwa dan tubuh adalah
dua aspek berbeda dari substansi yang sama yakni manusia. Pada manusia tidak
ada dua substansi seperti pada ajaran Plato.
Menurut Aristoteles, jiwa akan binasa pada saat kematian badan. Jiwa
manuia, seperti jiwa tumbuhan dan hewan, tidak bersifat kekal.

E. Tinjauan Islam tentang Masa Filsafat Klasik

Filsafat Islam telah mampu merubah mitos menjadi logos. Dalam


perkembangan konsep dan pemikiran filosof masih bersifat Yunani terutama
dalam pembahasan ketuhanan, jiwa dan lainnya. Hal ini terbukti dalam

14
pembahasan teori emanasi Plotinus (pemikiran musyrikin dan zinziq) dalam
penciptaan alam, yang pengaruhnya merusak aqidah Islam. Teori-teori ini
terutama dikembangkan oleh Al-Kindi, alFarabi. Pada sisi lain, pemikiran tentang
kenabian masih dalam tatanan rasio, sehingga persoalan nabi belum mencapai titik
temu dengan filsafat. Para filosof Islam masih menjadikan tokoh nabi dan tokoh
filosof masih sama. Padahal dalam Islam Nabi Rasul adalah utusan Tuhan bukan
seorang pemikir melainkan pemberi petunjuk dalam menyelamatkan manusia.
Hal ini sangat berbeda dengan pemikiran filosof yang hanya
mengandalkan rasio semata yang terkadang tidak mengarah pada peningkatan
keimanan. Jargon ini membuat tidak ada titik temu antara agama dan filsafat,
meskipun usaha penyatuan itu telah ada akan tetapi masih terjadi kerancuan.
Sejalan dengan perkembangannya filsafat Islam telah membonceng
perkembangan teologi Islam (Ketuhanan). Sebelumnya pembahasan mengenai
Tuhan hanya tertera dalam al-Qur’an dan sunnah dalam arti tauhid yang murni
tanpa ada pengaruh luar yang menggunakan logika dan pengaruh filsafat Yunani,
sehingga tidak terjadi perpecahan dalam Islam. Pada sisi hasil karya penulisan
filosof Islam, ini merupakan hasil yang sangat fundamental, meskipun sejumlah
karya masih pengaruh filsafat Yunani dan sukar dipahami karena bercampur baur
dengan pemikiran helenisme yang bersifat metafisis dan idea. Meskipun demikian
ada juga karya yang hanya dapat dipahami orang awam.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Filsafat Yunani klasik merupakan awal dari permulaan pemikiran filsafat


atau pembahasan masalah filsafat secara spekulatif rasional, dan tidak irrasional
dogmatis.Filsafat Yunani klasik juga merupakan ilustrasi pemikiran dan
pembahasan masalah filsafat secara  sistematis dan lengkap dan juga berlaku
samapai sekarang.
 Keberadaan filsafat Yunani pada masa kelahirannya (abad ke 600-300 SM),
menggambarkan adanya pengaruh yang kuat antara mythos dan logos. Mitologi
merupakan suatu factor yang mendahului filsafat dan mempersiapkan ke arah
timbulnya pemikiran filosofis. Mitologi Yunani mencoba menjawab pertanyaan-
pertanyaan tentang alam semesta, tetapi jawaban-jawaban yang diberikan justru
dalam bentuk mitos yang tidak bisa diterima oleh akal sehat.
Dari pendapat tersebut disimpulkan bahwa mustahil pemikiran filsafat
timbul dan berkembang di dalam tata susunan sosiokultural yang tidak mendukung
ke arah itu. Maka dari itu, pengajuan beberapa pendapat tentang dasar-dasar
sosiokultural masyarakat, bangsa atau negara Yunani mungkin akan diperoleh
manfaat daripadanya.
Filosuf yang hidup pada masa pra Socrates disebut para filosuf alam karena
objek yang mereka jadikan pokok persoalan adalah alam. Yang dimaksud dengan
alam (fusis) adalah kenyataan hidup dan kenyataan badaniah. Jadi, perhatian
mereka mengarah kepada apa yang dapat diamati. Para filsuf tersebut adalah
Thales, Anaximandros, Anaximense, dan Heraclitos.
Perhatian masa Pra-Sokrates adalah alam atau kosmos sedangkan pada masa
sesudahnya, yakni sokrates, perhatian bergeser pada manusia itu sendiri,  dimana
para tokohnya adalah Kaum sofis, , Socrates dan Plato dan Aristotelles.

11
Adapun tinjauan dalam Islam adalah berbeda dengan pemikiran filosof yang
hanya mengandalkan rasio semata yang terkadang tidak mengarah pada
peningkatan keimanan. Jargon ini membuat tidak ada titik temu antara agama dan
filsafat, meskipun usaha penyatuan itu telah ada akan tetapi masih terjadi
kerancuan. Sejalan dengan perkembangannya filsafat Islam telah membonceng
perkembangan teologi Islam (Ketuhanan). Sebelumnya pembahasan mengenai
Tuhan hanya tertera dalam al-Qur’an dan sunnah dalam arti tauhid yang murni
tanpa ada pengaruh luar yang menggunakan logika dan pengaruh filsafat Yunani,
sehingga tidak terjadi perpecahan dalam Islam.

12
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Harun Hadiwijono,Sari Sejarah Filsafat Barat 1,Penerbit Kanisius:


Yogyakarta,1980, hal. 16

Bertrens, Sejarah Filsafat Yunani, Penerbit Kanisius : Yogyakarta, 1984, hal 33

Ahmad Tafsir, Filsafat Umum , cet. 3, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1994, hlm. 41.

Asmara Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta: Rajawali Pers, 2014,), hal. 35

bid., hal;. 39

Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, UI Press, Jakarta, 1986, hlm. 8

13

Anda mungkin juga menyukai