Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU ZAMAN YUNANI KUNO

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu: Okta Nurul Hidayati, M.A.

Disusun Oleh:

1. Hisyam Hafidz Alydrus (235211122)


2. Ratna Asri Widyaningrum (235211132)
3. Amaliya Rahmah (235211145)
4. Firdatunnisa Alqozaimah (235211148)
5. Fadhil Arrasyid (235211151)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARI’AH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
lancar.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah filsafat ilmu di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta. Dalam
penyusunan makalah ini, tentu tak lepas dari pengarahan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Maka penulis ucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu. Pihak-pihak yang terkait di antaranya sebagai berikut.

1. Dosen mata kuliah Filsafat Ilmu Ibu Okta Nurul Hidayati, M.A; dan
2. Anggota kelompok 4 mata kuliah Filsafat Ilmu.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa hasil makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Sehingga kami selaku penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca sekalian. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat kepada kita sekalian.

Sukoharjo, 30 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN...............................................................................................2

1.1. Latar Belakang......................................................................................................2


1.2. Rumusan Masalah................................................................................................3
1.3. Tujuan...................................................................................................................3

BAB II. PEMBAHASAN................................................................................................4

2.1........................................................................................... Sejarah Filsafat Yunani 4


2.2....................................................................................................................... Thales 6
2.3.................................................................................................................... Socrates 9
2.4.......................................................................................................... Anaximandros 11
2.5......................................................................................................................... Plato 12
2.6................................................................................................................ Aristoteles 14
.................................................................................................................................

BAB III. PENUTUP......................................................................................................20

3.1.............................................................................................................. Kesimpulan 20

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................22

BAB I

1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ilmu merupakan substansi yang sangat penting dan mendasar dalam kehidupan
manusia. Pada era modern seperti sekarang ini ilmu pengetahuan berkembang pesat
seiring dengan peradaban dan perkembangan zaman. Hal ini dapat ditandai dengan
adanya perkembangan teknologi yang semakin berkembang cepat dan canggih.
Manusia lahir dengan dibekali akal dan pikiran untuk mengembangkan
pengetahuan-pengetahuan serta pengalaman yang dimilikinya yang dapat
menciptakan ide-ide atau gagasan baru. Ilmu pengetahuan juga diciptakan untuk
dapat membantu kehidupan manusia menjadi lebih mudah. Namun tak hanya itu saja,
ilmu pengetahuan yang telah berkembang sedemikian pesat ini juga telah
menimbulkan berbagai krisis kemanusiaan dalam kehidupan. Hal ini membuat
mayoritas orang cenderung melakukan sejumah pemecahan masalah kemanusiaan
yang bersifat sektoral. Salah satu upaya untuk menyelesaikan masalah-masalah
kemanusiaan yang semakin kompleks tersebut ialah dengan mempelajari
perkembangan pemikiran filsafat.
Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya bahwa ilmu pengetahuan tidak lepas
dari filsafat karena filsafat sendiri merupakan akar dan sumber dari segala ilmu
pengetahuan. Seringkali kita jarang bahkan tanpa berpikir sama sekali bahwa
perkembangan ilmu yang berlangsung pada abad ini tidak muncul dengan sendirinya
atau instan. Perkembangan ilmu tentunya melewati proses dan sejarah panjang pada
setiap zamannya.
Yunani Kuno adalah masa dimana awal perkembangan lahirnya filsafat.
Masyarakat Yunani sendiri memang mempunyai kepercayaan dan mitos kepada
dewa-dewi pada jaman tersebut. Kepercayaan mereka yang penuh dengan tahayul
dan irrasional inilah yang mendorong para pemikir untuk menyelidiki tentang
kebenaran di alam semesta ini. Pada masa ini, filsafat mampu menjawab persoalan
disekitarnya dengan akal pikiran dan meninggalkan kepercayaan terhadap mitologi
atau tahayul tersebut yang sulit dipecahkan lewat nalar manusia pada masa itu.
Meninjau dari latar belakang diatas maka kami akan membahas sedikit tentang
sejarah filsafat yunani, tokoh filsuf yang hidup pada zaman Yunani Kuno, dan
pemikiran-pemikiran tokoh filsuf pada masa Yunani Kuno tersebut.

2
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan makalah ini, maka dirumuskan masalah
sebagai berikut:
a. Bagaimana sejarah perkembangan filsafat Yunani Kuno?
b. Apa saja faktor lahirnya filsafat Yunani?
c. Siapa saja tokoh filsuf zaman Yunani Kuno?
d. Bagaimana pemikiran-pemikiran para tokoh filsuf zaman Yunani Kuno?
1.3. Tujuan

Adapun tujuan pembuatan makalah ini yaitu:

a. Memenuhi tugas mata kuliah filsafat ilmu


b. Menambah pengetahuan tentang sejarah perkembangan filsafat Yunani
Kuno
c. Mengetahui siapa saja tokoh filsuf zaman Yunani Kuno
d. Mengetahui pemikiran-pemikiran para tokoh filsuf zaman Yunani Kuno

BAB II
PEMBAHASAN

3
2.1. Sejarah Filsafat Yunani

Awal mula lahir filsafat barat diperkirakan sekitar abad ke-7 SM. Ada pula
yang berpendapat bahwa filsafat baru muncul sekitar abad ke-6 SM. Filsafat mulai
hadir ketika orang-orang kala itu sudah memikirkan dan memperbincangkan tentang
alam sekitarnya. Namun ada pertanyaan yang mendasar yang sering dilontarkan
tentang alasan awal mula perkembangan filsafat di Yunani. Mengapa tidak
berkembang di daerah lain? Alasan yang tepat untuk menjawab hal itu adalah kala itu
bangsa Yunani merupakan bangsa yang tidak mengenal kasta pendeta sehingga pola
kehidupan mereka menjadi lebih bebas.1
Pada abad ke-6 SM, filsafat masih berupa mitologi atau dongeng-dongeng
yang di percayai oleh bangsa Yunani. Masyarakat Yunani memiliki sistem
kepercayaan bahwa semuanya harus diterima sebagai segala sesuatu yang bersumber
dari dongeng-dongeng atau dengan kata lain tidak mengandalkan akal pikiran
(Vedanti & Unyi, 2017). Kemudian hingga pada suatu ketika Thales menanyakan
pertanyaan yang berbobot dan berbeda tidak hanya pertanyaan yang biasa atau hanya
bertanya mengenai dari mana kopi berasal. Thales bertanya sebenarnya apa bahan
pembuat dari alam ini. Pertayaan Thales ini bahkan membuat sains dan mitologi
terdiam tak dapat menjawab pertanyaan aneh Thales (Nurgiansah, 2021). Thales
kemudian menyatakan bahwa bahan alam semesta adalah air. Karena air dapat
berubah bentuk.
Filsafat pada masa Yunani kuno terjadi pada abad ke-6 SM sampai dengan
sekitar abad ke-6 Masehi. Masyarakat kala itu bersikap kritis terhadap sebuah
pengetahuan atau dalam mencari jawaban dari sebuah pertanyaan dan masyarakat
Yunani kala itu menolak sikap menerima begitu saja jawaban atau pengetahuan yang
tidak berdasar dari akal dan tidak dapat dijelaskan melalui akal pikiran manusia
(Hamdi, Muslimah, Musthofa, & Sardimi, 2021). Yunani kuno berada pada masa
jayanya ketika berada di bawah kepemimpinan Iskandar Agung pada 356-323 SM dan
di sebut sebagai zaman Hellenisme (Darusman & Wiyono, 2019).
Di Yunani tidak seperti di daerah lain, saat itu Yunani tidak terikat kasta,
tidak terikat oleh paham agama atau terpaku terhadap pemikiran yang disebarkan oleh
pendeta, sehingga secara intelektual mereka lebih bebas dalam kehidupannya. Pada
awal kemunculannya, telah penulis sebutkan di atas bahwa fokus utama dari filsafat

1
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi

4
masa itu adalah berupa penngetahuan mengenai alam semesta, baik mengenai
bagaimana alam ini terbentuk, dari mana alam dibentuk. Setelah masa filsafat alam
berakhir, filsafat mengalami transisi tidak lagi pada alam tetapi pada manusia.
Masyarakat Yunani mulai menganggap manusia sebagai ukuran kebenaran setelah
mengkaji dan mendalami manusia. Para filsuf melahirkan zaman keemasan dan
membawa berbagai perubahan hingga melahirkan keemasanya.
Perkembangan filsafat manusia lahir karena filsafat mengenai alam tidak
memberikan kepuasan berarti bagi para pemikir. Mereka merasa filsafat mengenai
alam tidak mampu menjawab dan memberikan penjelasan yang memuaskan tentang
manusia. Pada masa itu, para pemikir yang terkenal adalah Socrates, Plato dan
Aristoteles. Menurut Socrates pengetahuan yang sangat berharga adalah pengetahuan
tentang diri sendiri. Plato mengatakan bahwa realitas kebenaran bukan ada di dalam
idea melainkan di alam empiris.
Pasca Aristoteles kira-kira lima abad kemudian muncul lagi pemikiran jenius
seperti plotinus (284-269 SM). Zaman ini adalah zaman Hellenisme di mana
perkembangan ilmu tidak mengalami kemajuan yang pesat hingga abad pertengahan.
Pada masa ini pemikiran filsafat yang teoritis menjadi praktis dan hanya menjadi
hidup saja (Tadjuddin, Sani, & Yeyeng, 2016).2
Untuk menelusuri keberadaan filsafat, ada tiga hal yang dianggap telah
mengiringi lahirnya filsafat di Yunani, ketiga hal tersebut adalah sebagai berikut:

a. Mitologi yang Luas


Bangsa Yunani adalah bangsa yang percaya pada mitologi, ada berbagai
mitologi yang dipercaya oleh bangsa tersebut, hal ini yang kemudian dijadikan
sebagai dasar bagi kemunculan filsafat, sebab mitologi-mitologi tersebut
menjadikan orang Yunani berpikir lebih jauh dan lebih dalam tentang hal-hal
yang diyakini dari mitost. Mitologi diyakini telah memberi jawaban atas segala
keresahan manusia dalam menjawab beberapa pertanyaan mendasar, seperti: Dari
mana dunia ini ada?, dari manakah kejadian yang ada di alam ini?, apa yang
menyebabkan terbit dan terbenamnya matahari?. Berpijak kepada mitos
tersebutlah manusia berupaya mencari jawaban yang lebih jelas mengenai asal
mula alam semesta beserta kejadian yang terdapat di dalamnya. Mitologi pertama
yang berupaya menemukan kejelasan tentang asal usul alam semesta, disebut

2
https://ijsr.internationaljournallabs.com/index.php/ijsr/article/view/77/82

5
dengan mitos kosmogonis. Mitos yang kedua kemudian menyusul dengan tujuan
memperoleh keterangan akan asal usul serta sifat kejadian alam semesta atau
disebut dengan mitos kosmologis.
b. Pengaruh Sastra Yunani
Terdapat dua puisi Homeros dengan judul Odyssea dan Ilias yang telah lama
dipergunakan untuk pedoman pendidikan bagi rakyat Yunani. Puisi Homeros
yang banyak isukai oleh masyarakat Yunani ini berisikan nilai-nilai yang edukatif
atau mendidik, sehingga mendapat status yang mulia pada kesusastraan Yunani.
c. Pengaruh Ilmu Pengetahuan yang Berasal dari Daerah Timur Kuno
Bangsa Yunani meyakini bahwa bangsa Timur telah memberikan kontribusi
yang sangat besar dalam memperoleh ilmu pengetahuan di Yunani. Sebagai
contoh, ilmu hitung dan ilmu ukur mereka dapatkan dulunya sebagian besar dari
daerah Mesir. Adapun ilmu astronomi mereka dapatkan dari bangsa Babylonia.
Namun ada satu hal yang menarik, yaitu ketika bangsa Yunani mengolah
pengetahuan menjadi sesuatu yang baru dan tidak pernah dikira oleh bangsa
Mesir dan Babylonia pada saat itu. Oleh karena itu bangsa Yunani menciptakan
pengetahuan baru yang bersifat ilmiah (Syafei, 2018).3

2.2. Thales

Thales adalah pemikir pertama dalam sejarah filsafat barat yang mencoba membaca
gejala alam tanpa menghubungkannya dengan kehendak para dewa yang saat itu
digambarkan dengan simbol dewa yang berbentuk dan berperilaku seperti manusia
(anthropomorphic gods) atau dikenal sebagai dewa orang Homerian. Ia mencoba menjelaskan
berbagai gejala alam pada saat itu dengan pendekatan atau didasari dengan prinsip-prinsip
atau ide yang akan menjadi metode ilmiah modern yang dikenal saat ini.
Thales juga digambarkan sebagai orang yang berperilaku cukup modern, yaitu ketika
ia berinvestasi uang secara besar-besaran untuk mengadakan mesin pemeras minyak zaitun
sebelum panen raya dan menjadikannya kaya raya dari bisnis itu. Thales juga mendapatkan
predikat sebagai figur seorang entrepreneur. Dengan dukungan kekayaannya dia dapat lebih
berkonsentrasi pada filsafat dan ilmu pengetahuan yang digemarinya saat itu yaitu pada era
Yunani Kuno pada abad ke-7 SM.

3
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi

6
Thales sebagai seorang filsuf tidak lagi mengasalkan fenomena alam dengan
keberadaan dewa dewi. Pemikiran mitologis menyatakan bahwa kejadian alam adalah
diakibatkan oleh kehendak dewa dewi. Misalkan petir dari kemarahan zeus dan badai
dari kemarahan posseidon. Dengan jenis pemikiran seperti ini ilmu pengetahuan tidak
akan pernah maju. Kejadian alam tidak masuk akal dia atasi dengan usaha-usaha non-
rasional.thales menggunakan metode yang mengandalkan pola pikir mitologis yang
untuk menjelaskan fenomena alam. Dengan demikian membuka cakrawala
pemahaman baru, diamana dunia tidak hanya menyebut dewa dewi semata.
Thales adalah seorang saudagar yang sering berlayar ke negeri Mesir. la
menemukan ilmu ukur dan membawanya ke Yunani. Thales memiliki ilmu tentang
cara mengukur tinggi piramid dari bayangannya, cara mengukur jauhnya kapal di laut
dari sebuah pantai, mempunyai teori tentang banjir tahunan Sungai Nil di Mesir.
Thales berhasil meramal terjadinya gerhana matahari pada tanggal 28 mei 585 SM.
Oleh karena itu, ia dikenal sebagai ahli astronomi dan metafisika. Berbagai penemuan
Thales mengiring cara berpikir manusia dari mitos-mitos kepada alam nyata yang
empirik.
Pandangan Thales merupakan cara berpikir yang sangat tinggi, karena
sebelumnya orang-orang Yunani lebih banyak mengambil jawaban-jawaban tentang
alam dengan kepercayaan dan mitos-mitos yang dipenuhi ketakhayulan. Thales
membuka alam pikiran dan keyakinan tentang alam serta asal muasalnya, tanpa
menunggu hadirnya penemuan ilmiah atau dalil-dalil agamis. Bagi Thales semua
kehidupan berasal dari air. Air adalah causa prima dari segala yang ada yang jadi,
tetapi juga akhir dari segala yang ada dan yang jadi. Di awal air dan di ujung air, atau
dengan perkataan filosofis air adalah subrat (bingkai) dan substansi (isi). Bertitik tolak
pada pemikiran tersebut ada jurang antara hidup dengan mati.
Pemikiran Filsafat Thales:
1. Air sebagai Prinsip Dasar Segala Sesuatu
Thales berpendapat bahwa air adalah unsur dasar kehidupan dan unsur dasar
dunia ini. Pendapatnya menyatakan bahwa dunia ini datar seperti papan yang
mengapung di atas air sehingga kepulauan yang berada di sekitar Miletus dianggap
sebagai bukti kebenaran bahwa bumi ini layaknya papan-papan mengapung di atas
air.

7
Pengalaman yang dilihatnya sehari-hari dijadikan pikirannya untuk menyusun
bangun alam. Sebagai orang pesisir, dia dapat melihat setiap hari betapa laut menjadi
sumber hidup. Di Mesir, ia melihat nasib rakyat di sana bergantung kepada air Sungai
Nil. Air Sungai Nil yang menyuburkan tanah di sepanjang alirannya, sehingga dapat
didiami manusia. Jika tidak ada Sungai Nil yang melimpahkan airnya sewaktu-waktu
ke darat, negeri mesir menjadi padang pasir. Sebagai seorang saudagar pelayar,
Thales melihat kemegahan air laut, yang menimbulkan rasa takjub. Sewaktu-waktu air
laut menggulung dan menghanyutkan, memusnahkan serta menghidupkan. Di sini
dihapuskannya segala yang hidup. Akan tetapi, bibit dan buah kayu-kayuan yang
ditumbangkannya itu dihanyutkan dan dihantarkannya ke pantai tanah lain. Bibit dan
buah tumbuh di sana, kemudian menjadi tanaman hidup.
Pendapat Thales bahwa segala sesuatu berasal dari air juga disebabkan oleh
pandangannya yang menganggap bahwa semua bahan makanan dan semua makhluk
hidup mengandung air, serta semuanya memerlukan air untuk hidup. Selain itu, air
adalah zat yang dapat berubah-ubah bentuk (padat, cair dan gas) tanpa menjadi
berkurang.4
2. Pandangan Tentang Jiwa
Naluriah imanen Thales adalah animisme, yang mempercayai bahwa bukan
hanya yang hidup saja mempunyai jiwa. Aristoteles menamakan pendapat Thales
yang menyatakan bahwa jagad raya ini memiliki jiwa dengan nama hylezoisme.
Dalam pandangan Thales, animisme ialah kepercayaan bahwa bukan saja barang yang
hidup mempunyai jiwa, tetapi juga benda mati. Kepercayaan Thales tersebut didasari
oleh pengalamannya, besi berani dan batu api yang digosok sampai panas dapat
menarik barang yang berada di dekatnya. Karena itulah Thales mempunyai
pandangan bahwa segala sesuatu mempunyai jiwa.
3. Pandangan Politik
Berdasarkan catatan Herodotus, Thales pernah memberikan nasihat kepada
orang-orang lonia yang sedang terancam oleh serangan dari Kerajaan Persia pada
pertengahan abad ke-6 SM. Thales menyarankan orang-orang lonia untuk membentuk
pusat pemerintahan dan administrasi bersama di kota Teos yang memiliki posisi
sentral di seluruh Ionia. Di dalam sistem tersebut, kota-kota lain di lonia dapat

4
Kumara Ari Yuana, THE GREATEST PHILOSOPHERS, (Yogyakarta:CV.ANDI OFFSET,2010)hal:3 "Atang
abdul Hakim, dkk.Filsafat Umum dari Mitologi sampai Teofilosofi(Bandung:CV.Pustaka Setia, 2008) Cet.ke-
1.hal.150

8
dianggap seperti distrik dari keseluruhan sistem pemerintahan Ionia. Dengan
demikian, Ionia telah menjadi sebuah polis yang bersatu dan tersentralisasi.

2.3. Socrates
A. Metode Socrates

Metode berfilsafat yang dilakukan oleh Socrates dikenal dengan dua nama
yaitu metode dialektika atau metode kebidanan. Penamaan sebagai metode kebidanan
dikarenakan Sokrates menganggap dirinya sebagai bidang pengetahuan dan
pemikiran. Dia memakai analogi seorang bidan yang membantu kelahiran seorang
bayi dengan caranya berfilsafat yang membantu lahirnya pengetahuan melalui diskusi
panjang dan mendalam. Dia selalu mengejar definisi absolut tentang satu masalah
kepada orang-orang yang dianggapnya bijak tersebut meskipun kerap kali orang yang
diberi pertanyaan gagal melahirkan definisi tersebut.5
Metode Socrates (disebut pula metode dialektika atau metode kebidanan)
adalah sebuah metode yang digunakan untuk mengungkapkan kebenaran-kebenaran
universal individu melalui percakapan dan dialog. Tujuan dari metode ini adalah
untuk mengetahui isi dari pikiran atau jiwa manusia..6
Menurut Magee dalam (Sholihah & Shanti, 2017), mendefinisikan Metode
Dialog Socrates yaitu: “an approach by which one seek the truth via a process of
questions and answers”, yang berarti bahwa mencari suatu kebenaran berdasarkan
pada proses tanya-jawab. Kemudian Maxwell dalam (Sholihah & Shanti, 2017),
mendefinisikan Metode Dialog Socrates sebagai “a process of inductive questioning
used to succesfully lead a person to knowledge through small step”, yang mempunyai
arti bahwa proses dari berbagai pertanyaan induktif yang dapat menuntun seseorang
agar mendapat pengetahuan langkah demi langkah.
Qosym (Setiawan, 2017), menjelaskan ciri-ciri dan karakteristik Metode Dialog Socrates
yakni sebagai berikut:

1. Dialektik, yang mengandung arti bahwa metode ini dilaksanakan dengan beberapa
orang yang pro dan kontra atau mempunyai pendapat yang berbeda-beda.

5
https://journal.adpetikisindo.or.id/index.php/moderation/article/download/16/3
6
https://media.neliti.com/media/publications/291597-mengenal-filsafat-antara-metode-praktik-f1cba89e.pdf

9
2. Konfersasi, yang mengandung arti bahwa metode ini dilaksanakan dengan percakapan
secara lisan.
3. Tentatif dan Provisional, yang mempunyai arti bahwa suatu kebenaran yang didapat
bersifat sementara dan tidak mutlak, sehingga membawa jalan yang terbuka untuk
semua kemungkinan.
4. Empiris dan Induktif, yang mempunyai arti bahwa apapun yang dibicarakan atau
didiskusikan dan cara untuk menyelesaikannya harus berdasarkan pada hal-hal
empiris.
5. Konsepsional, yang berarti metode ini dibuat agar tercapainya pengertian serta
pengetahuan dengan konsep yang difinitif dari sebelumnya. Sehingga berdasarkan
ciri-ciri dari metode dialog socrates dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar
menggunakan metode ini diawali dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dengan
tujuan agar mengetahui isi terkait dengan materi pembelajaran.
B. Langkah – Langkah Metode Dialog

Johnson W. D dan Johnson R. T dalam Pahlavi et al. (2014), mendeskripsikan


langkah-langkah Metode Dialog Socrates sebagai berikut:

1. Menyediakan dan mempersiapkan berbagai pertanyaan untuk diajukan pada


peserta didik serta memberi tanda atau kode bila diperlukan.
2. Pendidik memberikan pertanyaan-pertanyaan yang sudah dipersiapkan untuk
peserta didik dengan harapan bahwa peserta didik dapat menjawabnya.
3. Mengajarkan serta menjelaskan pentingnya pengetahuan untuk memecahkan suatu
permasalahan.
4. Menuntun peserta didik bereksplorasi.
5. Apabila pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dapat dijawab oleh peserta didik,
maka sebagai pendidik dapat memberikan pertanyaan yang lainnya sampai semua
pertanyaan atau permasalahan dapat diselesaikan.
6. Apabila pertanyaan-pertanyaan yang diajukan belum ditemukan solusinya atau
jawabannya, maka penddidik harus mengulangi pertanyaan itu kembali serta
memberikan ilustrasi terkait pertanyaan tersebut agar memudahkan siswa untuk
mencari solusi dan menemukan jawaban yang benar.

Menurut Lammendola dalam (Sholihah & Shanti, 2017) Metode Dialog


Socrates memiliki kekuatan yakni:

1. Membawa peserta didik dalam berfikir lebih rasional.

10
2. Membuat siswa lebih aktif lagi dalam pembelajaran serta menguasai ilustrasi
pengetahuan.
3. Membuat peserta didik lebih berani untuk mengemukakan pendapat dan
pemikirannya sendiri.
4. Menumbuhkan rasa percaya diri.
5. Membuat peserta didik lebit giat dalam pembelajaran.
6. Membuat siswa menjadi pribadi yang disiplin. 7
C. Pemikiran Pendikan
Tujuan pendidikan yang benar menurut Socrates adalah untuk merangsang penalaran
yang cermat dan disiplin mental yang akan menghasilkan perkembangan intelektual yang
terus menerus dan standar moral yang tinggi. Dengan menggunakan metode mengajar yang
dialektis ini Socrates menunjukkan bahwa jawaban-jawaban terbaik atas pertanyaan moral
menurut pendapatnya adalah cita-cita yang diajarkan oleh para pendiri-pendiri agama, cita-
cita yang melekat pada ketuhanan, cinta pada umat manusia, keadilan, keberanian,
pengetahuan tentang kebaikan dan kejahatan, hormat terhadap kebenaran, sikap yang tak
berlebih-lebihan, kebaikan hati, kerendahan hati, toleransi, kejujuran, segala kebajikan-
kebajikan lama. Salah satu pendirian Socrates yang terkenal bahwa kekuatan utama adalah
pengetahuan.
Seruan alternatif Socrates ditujukan pada kemampuan manusia untuk berpikir
menertibkan, meningkatkan dan mengubah dirinya. Pengetahuan, la menyatakan adalah
kebajikan orang yang sekedar tidak berpura-pura saja terhadap cita-cita teoritis, tetapi
sungguh-sungguh mengetahui dan mengerti apa yang benar, karena ia telah mengalami dan
menyadari konsekuensi-konsekuensi akan berbuat apa yang benar.8

2.4. Anaximandros

Anaximandros adalah ilmuan pertama yang tidak menggunakan tulisan


berhuruf prosa. Ia juga merupakan filsuf yang berjasa dalam bidang astronomi dan
geografi. Selain itu juga Anaximandros adalah orang pertama yang menciptakan suatu
traktat dalam kesusastraan Yunani. Jadi ia merupakan orang pertama yang
menciptakan peta bumi. Anaximandros berpendapat mengenai arche (asas alam
semesta) ia menjelaskan bahwa hal itu merupakan sesuatu yang tidak dapat diamati
indra, yaitu apeiron (to apeiron = yang tak terbatas). Akan tetapi, sebagai suatu unsur
7
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/article/download/54338/21162/
8
https://journal.adpetikisindo.or.id/index.php/moderation/article/download/16/3

11
yang tak terbatas, abad sifatnya, ada pada segala-galanya, tidak berubah-ubah, sesuatu
yang paling dalam. Alasannya apabila ia menunjuk pada salah satu unsur arche, maka
hal tersebut akan memiliki karakter yang dapat bergerak sesuai dengan sifatnya,
sehingga tidak akan ada tempat bagi unsur yang berlawanan (Aizid, 2018: 445).
Pendapat yang lain ia menyatakan bahwa bumi di ibaratkan seperti silinder
yang ukurannya lebih kecil dari matahari. Dan juga pendapatnya yang lain bahwa
segala sesuatu yang ada di bumi ini berasal dari satu bahan tunggal tetapi bukan air
(Djaja, 2012: 15).9

2.5. Plato
Plato memiliki beberapa pemikiran mengenai filsafat, salah satunya adalah
pemikirannya tentang Idea. Konsep pengertian yang dikemukakan Socrates diperdalam oleh
Plato menjadi idea. Idea itu berbeda sekali dengan pendapat orang-orang. Berlakunya idea itu
tidak bergantung kepada pandangan dan pendapat orang banyak. Idea timbul semata-mata
dari kecerdasan berpikir.
Berpikir dan mengalami menurut Plato adalah dua macam jalan yang berbeda untuk
memperoleh pengetahuan. Pengetahuan yang dicapai dengan berpikir lebih tinggi nilainya
dari pengetahuan yang diperoleh dengan pengalaman. Untuk menggambarkan hubungan
antara pikiran dan pengalaman, Plato menjelaskannya dengan menyatakan adanya dua
macam dunia, yaitu dunia yang kelihatan dan bertubuh dan dunia yang tidak kelihatan dan
tidak bertubuh. Dunia yang tidak kelihatan dan tidak bertubuh adalah dunia idea, dunia
imateril, tetap dan tidak berubah-ubah. Idea dalam paham Plato tidak saja pengertian jenis,
tetapi juga bentuk dari keadaan yang sebenarnya. Idea bukanlah suatu pikiran, melainkan
suatu realita. Hubungan antara dunia yang nyata dan dunia yang tidak bertubuh menurut Plato
serupa dengan hubungan konsep ‘menjadi’ dalam pemikiran Herakleitos dengan konsep ‘ada’
dalam pemikiran Parmenides. Idea menjadi dasar bagi yang ada; dunia atas idea menguasai
kenyataan-kenyataan dalam dunia yang lahir, yang timbul, dan yang lenyap.
Dalam pekerjaan untuk memperoleh pengetahuan dengan pengertian, jiwa bergerak
selangkah demi selangkah ke atas, ke dunia idea, dunia asalnya. Kerinduan jiwa untuk naik
ke atas, ke tempat asalnya, adalah suatu gerak filosofis, gerak Eros, gerak cinta. Cinta pada
pengetahuan, filosophia, menimbulkan tujuan untuk mengetahui.

9
https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/artefak/article/download/5170/pdf

12
Pemikiran etika Plato, sama dengan Sokrates, juga bersifat intelektual dan rasional.
Dasar ajarannya adalah mencapai budi baik. Budi adalah tahu, oleh karena itu, orang yang
berpengetahuan dengan sendirinya berbudi baik. Sebab itu, sempurnakanlah pengetahuan
dengan pengertian.
Tujuan hidup adalah untuk mencapai kesenangan, tetapi kesenangan hidup di sini
bukanlah memuaskan hawa nafsu. Kesenangan hidup diperoleh dengan pengetahuan yang
tepat tentang nilai barang-barang yang dituju. Di bawah cahaya idea kebaikan dan keindahan
orang harus mencapai terlaksananya keadilan dalam pergaulan hidup. Antara kepentingan
orang-orang dan kepentingan masyarakat tidak boleh ada pertentangan.
Idea yang tertinggi adalah idea kebaikan, disusul kemudian dengan idea keindahan.
Manusia yang disinari oleh idea kebaikan, akan mencintai kebaikan. Keinginannya tidak lain
kecuali naik ke atas. Syarat untuk itu adalah dengan mengasah ‘budi’. Budi adalah tahu, siapa
yang tahu akan yang baik, tidak akan dan tidak dapat menyimpang dari itu. Siapa yang cinta
akan idea, pasti menuju kepada yang baik. Maka, untuk mencapai budi baik berarti menanam
keinsafan untuk memiliki idea dengan pikiran.
Menurut Plato, negara ideal adalah negara yang memiliki peraturan yang tidak boleh
diputus oleh kemauan atau pendapat seseorang dan rakyat seluruhnya, melainkan ditentukan
oleh suatu ajaran yang berdasarkan pengetahuan dengan pengertian. Pemerintahan harus
dipimpin oleh idea yang tertinggi, yaitu idea kebaikan.
Negara yang ideal harus berdasar pada keadilan. Keadilan adalah hubungan antara
orang-orang yang bergantung pada suatu organisasi sosial. Sebab itu masalah keadilan dapat
dipelajari dari struktur masyarakat. Oleh karena struktur masyarakat bergantung kepada
kelakuan manusia, maka kelakuan manusia itulah yang harus dibangun dan dibentuk melalui
pendidikan. Negara, menurut Plato adalah manusia dalam ukuran besar. Kita tidak dapat
mengharapkan negara menjadi baik, apabila kelakuan warga negara tidak bertambah baik.
Pembagian pekerjaan merupakan dasar untuk mencapai perbaikan hidup dan jalan
bagi tercapainya keadilan. Plato, membagi warga negara ke dalam tiga golongan, yaitu:
1. Golongan rakyat jelata, yang meliputi petani, pekerja, tukang, dan saudagar.
Mereka merupakan dasar ekoomi bagi masyarakat dan memiliki hak milik dan
berumah tangga.
2. Golongan penjaga atau pembantu dalam urusan negara. Golongan ini bertugas
untuk mempertahankan negara dari serangan musuh, dan menjamin peraturan
dapat berlaku dalam kehidupan masyarakat. Mereka tidak boleh memiliki harta

13
perorangan dan keluarga. Mereka tinggal dalam asrama, hidup dalam sistem
komunisme yang seluas-luasnya, meliputi perempuan dan anak-anak. Milik
bersama atas perempuan tidak berarti bahwa mereka dapat memuaskan hawa
nafsunya. Hubungan mereka dengan perempuan diatur oleh negara.
3. Golongan pemerintah atau filosof. Mereka terpilih dari yang paling cakap dan
terbaik dari kelas penjaga, setelah menempuh pendidikan dan latihan special
untuk tugas tertentu. Tugas mereka adalah membuat undang-undang dan
mengawasi pelaksanaannya. Mereka harus menyempurnakan budi yang tepat
sesuai dengan golongannnya, yaitu budi kebijaksanaan. Semua golongan dari
semua kelas adalah alat semata-mata untuk kesejahteraan semuanya.
Kesejahteraan semua orang itulah yang menjadi tujuan sebenarnya. Golongan
pengusaha menghasilkan, tetapi tidak memerintah; golongan penjaga
melindungi, tetapi tidak memerintah; dan golongan cerdik pandai diberi makan
dan dilindungi, dan mereka memerintah.10

2.6. Aristoteles
Menurut Aristoteles filsafat ilmu adalah sebab dan asas segala benda. Filsafat ilmu
merupakan ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-
ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika. Oleh karena itu, ia
menamakan filsafat sebagai Theologi. Filsafat sebagai refleksi dari pemikiran sistematis
manusia atas realitas dan sekitarnya, tidak berdiri sendiri dan tidak tumbuh di tempat atau
ruang yang kosong. Lingkungan keluarga, sosial alam dan potensi diri akan ikut
mempengaruhi seseorang dalam melakukan refleksi filosofis.
A. Pembagian Filsafat Menurut Aritoteles
1. Logika

Penemuan Aristoteles yang terbesar dalam bidang logika adalah silogisme


(syllogimos). Silogisme maksudnya uraian berkunci, yaitu menarik kesimpulan dari
kenyataan yang umum atas hal yang khusus dan dapat digunakan dalam menarik
kesimpulan yang baru dan tepat dari dua kebenaran yang telah ada. Sebagai contoh
ada dua pernyataan:
- Setiap manusia pasti akan mati

- Dia adalah manusia

10
https://staffnew.uny.ac.id/upload/131862252/pendidikan/PEMIKIRAN+FILOSOF+YUNANI+KLASIK.pdf

14
Maka dapat di tarik kesimpulan bahwa dia pasti akan mati.
Menurut Aristoteles, pengetahuan baru dapat dihasilkan melalui dua cara
yaitu induksi dan deduksi. Induksi yaitu bertolak dari kasus-kasus yang khusus
menghasilkan pengetahuan tentang yang umum. Sedangkan deduksi bertolak dari
dua kasus yang tidak disangsikan dan atas dasar itu menyimpulkan kebenaran yang
ke tiga. Cara deduksi inilah yang di sebut silogisme. Induksi tergantung pada
pengetahuan indrawi sedangkan deduksi atau silogisme sama sekali lepas dari
pengetahuan indrawi. Itulah sebabnya mengapa Aristoteles menganggap deduksi
sebagai cara sempurna menuju pengetahuan baru.

2. Filosofia teoritika
a. Fisika: yaitu tentang dunia materiil (ilmu alam dan sebagainya).
Kosmos terdiri dari dua wilayah yang sifatnya berbeda. Wilayah sublunar
di bawah bulan, maksudnya bumi dan wilayah yang meliputi bulan, planet, dan
bintang. Aritoteles beranggapan bahwa jagat raya terbatas, berbentuk bola dan
jagat raya tidak mempunyai permulaan dalam waktu dan tidak mempunyai akhir
(kekal). Sedangkan bumi dan isinya terdiri dari empat unsur: api, udara, tanah,
dan air. Sedangkan selain bumi hanya terdiri dari satu unsur yaitu aether.
Penggerak pertama adalah yang tidak di gerakkan.
Beberapa pembagian penting untuk memahami pemikiran Aristoteles:
1) Doktrin tentang substansi dan aksiden, benda, dan bentuk. Substansi adalah
hal pertama dan fundamental dari setiap benda dan kategori. Substansi
merupakan kategori pertama dan fundamental yang membedakannya
dengan kategori-kategori lainnya yang merupakan aksidennya saja.
Misalkan kita ambil contoh sebuah meja. Meja adalah substansinya
sedangkan warnanya hijau, untuk makan, dan lain-lain adalah aksidentnya
saja. Jadi bisa dikatakan substansi adalah apa yang membuat benda itu
adalah totalitas benda itu sedangkan aksidentnya adalah apa yang membuat
benda itu sebagai benda particular; meja adalah ketotalan dari meja
sedangkan warna hijau, untuk makan adalah kepartikularan benda itu.
2) Konsep gerak
Konsep gerak termasuk konsep yang penting dalam pemikiran Aristoteles.
Gerak ini juga menandakan perubahan dari potensial ke actual. Di sini
perubahan itu tidak menjadi hal yang penting; apakah perubahan dari

15
potensial ke actual itu adalah pertumbuhan, pembusukan, perubahan
kualitas jumlah dan kualitas, atau pun berubah tempat.
3) Konsep tetang elemen dan teori mixio
Selain soal gerak, hal penting lain dari Aristoteles yang menjadi pegangan
dari pemikiran barat pada kurun waktu yang lama setelahnya adalah dokrin
tentang empat elemen yang berasal dari system pemikiran Empedokes dan
bagaimana cara menemukan keempat elemen itu dalam prinsip-prinsip
yang sangat mendalam. Keempat elemen ini mempunya kualitas-
kualitasnya tertentu pula yakni kualitas sentuhan, aktif, harus berpasang-
pasangan dalam oposisinya. Aristoteles menunjukan delapan pasangan
yang mempunyai kualitas haptic yang kontras satu sama lain: panas-dingin,
kering-lembab, berat-ringan, jarang-padat, lembut-keras, kasar-halus,
rapuh-tabah. Dan elemen dari material dunia ditandai oleh empat
kemungkinan kombinasi dari dua haptic aktif kualitas (prima quialitates):
tanah (kering dan dingin), air (dingin dan lembab), udara (lembab dan
panas), api (panas dan kering). Segala material alam di dunia ini
mengandung paling sedikit dua dari keempat elemen ini.
4) Gerak natural dan gerak dipaksa.
Setiap gerakan digerakan oleh sesuatu yang lainnya. Ini merupakan
aksioma yang mendasari Fisika Aristotelian. Gerak sendiri merupakan
sesuatu yang sangat menjadi perhatian Aristoteles. Misalnya dalam De
Anima sendiri Aristoteles sudah membicarakan soal gerak. Setiap benda
yang bergerak selalu diakibatkan oleh penggerak yang lainnya yang bisa
juga sedang bergerak atau juga diam.
b. Matematika: yaitu tentang barang yang menurut kuantitasnya.
Aristoteles berprinsip bahwa ketidakhinggaan hanya ada di dalam konsep
saja. Pemikiran ini kemudian menjadi perdebatan pada generasi setelah beliau.
Pemikiran Aristoteles yang terbesar dalam matematika adalah tentang logika dan
analisis. Aristoteles berpendapat bahwa logika harus diterapkan pada semua
bidang ilmu, termasuk matematika. Analisis diperlukan untuk membangun
aksioma-aksioma yang terdapat di dalam matematika. Dia menuliskan gagasan-
gagasannya tentang logika ini pada bukunya yang baru di temukan ratusan tahun

16
setelah kematian Aristoteles. Pada buku inilah gagasan tentang silogisme dan
pembuktian matematika diperkenalkan.
c. Metafisika: yaitu berpusat pada persoalan barang dan bentuk.
Bentuk dikemukakan sebagai pengganti pengertian dari Dunia Idea Plato
yang ditolaknya. Berbeda dengan plato yang memisahkan idea dan kenyataan
lahir, Aristoteles beranggapan bahwa bentuk ikut serta memberikan kenyataan
pada benda. Benda dan bentuk tak dapat dipisahkan. Barang ialah materi yang
tidak mempunyai bangun, melainkan hanya substansi, maka bentuk adalah
bangunnya. Sebagai contoh pada pandangan Plato, jiwa tidak dapat mati karena
merupakan sesuatu yang adikodrati berasal dari dunia ide. Plato berpendapat
bahwa jiwa itu bersifat kekal. Sedangkan menurut Aristoteles, jiwa dan tubuh
ibarat bentuk dan materi. Jiwa merupakan asas hidup yang menjadikan tubuh
memiliki kehidupan. Disadari Aristoteles, bahwa tubuh bisa mati oleh sebab itu,
maka jiwanya juga ikut mati.
3. Filosofia praktika (tentang hidup kesusilaan)
a. Etika (kesusilaan dalam hidup perorangan) dan Ekonomi (kesusilaan dalam
hidup kekeluargaan)
Aristoteles memakai pendekatan biologis untuk menganalisa
manusia. Menurutnya, manusia adalah seekor binatang dengan unsur tertentu
yang khas. Tidak seperti binatang pada umumnya yang diatur oleh
kebiasaan, manusia dapat dengan sadar mengendalikan dorongan-dorongan
non-rasionalnya. Memiliki nafsu yang bermacam-macam, salah satu nafsu
dari manusia adalah bersosialisasi, baik berupa sekedar bersahabat atau
urusan seksual.
Namun permasalahannya, pengejaran nafsu yang dapat diartikan
kenikmatan, kebanggaan, prestasi, tujuan atau kekuasaan sering tidak
terkontrol yang dikarenakan faktor keserakahan manusia juga. Menurut
Aristoteles manuisa pada awalnya selalu baik, namun dikarenakan faktor-
faktor lingkungan dapat merubah sikap seorang manusia.
Piolis adalah istilah Aristoteles untuk mengartikan komunitas sipil
yang ia yakini sebagai latar sosial kodrati dari manusia. Adapula kelompok
sosial koininia yang meliputi segala macam komunitas yang di mana pada
taraf tertentu terjadi interaksi. Sedangkan Oikos adalah jenis komunitas

17
paling dasar dan terbatas untuk pekembangan kodrat manusia atau disebut
juga rumah tangga. Kemudian Polis menurutnya juga merupakan kebutuhan
untuk mengatasi serangan dari luar dan dibentuk untuk kesejahteraan
bersama. Menurutnya Polis yang ideal adalah sebuah komuitas orang-orang
yang sama kedudukannya yang mengarah pada kebaikan yang sebaik
mungkin.
b. Politika (kesusilaan dalam hidup kenegaraan)
Sebagai murid Plato, walaupun Aristoteles banyak terpengaruh
olehnya, namun tidak semua ajarannya diterima mentah-mentah. Ajarannya
dikupas secara praktis. Pengupasan juga dilakukan secara logis dan
sistematis berdasarkan metode induksi atas penyelidikan ilmiah dan
perbandingan sistem yang ada. Aristoteles mengklasifikasikan sistem-sistem
politik seperti di bawah ini:
- Monarki (kerajaan), diperintah oleh seorang raja untuk kepentingan
semua, tapi jika sebaliknya dapat berpotensi tirani.
- Aristokrasi, diperintah beberapa orang untuk kepentingan bersama, jika
sebaliknya dapat berpotensi oligarki, memperkaya sekelompok orang
saja.
- Polity, diperintah semua rakyat untuk kesejahteraan umum, jika
sebaliknya, mayoritas rakyat memerintah untuk kepentingan si miskin
saja dapat menjadi demokrasi.

Menurut Aristoteles, sistem politik terjelek adalah tirani dan


demokrasi yang terlalu berlebihan. Baginya tidak ada sistem politik terbaik,
maka diperlukan adanya konstitusi. Selain berpikiran pentingnya suatu
keadilan dalam suatu negara, Aristoteles juga berpikir bahwa hukum yang
dapat dipaksakan diperlukan untuk memupuk persahabatan. Negara terbaik
bagi Aristoteles adalah negara di mana tiap warganya sejauh mungkin turut
serta dalam kehidupan politik atau negara.

4. Filosofia poetika/aktiva (pencipta)

Di bidang seni, Aristoteles memuat pandangannya tentang keindahan


dalam buku "Poetike". Aristoteles sangat menekankan empirisme untuk
menekankan pengetahuan. Ia mengatakan bahwa pengetahuan dibangun atas
dasar pengamatan dan penglihatan. Menurut Aristoteles, keindahan menyangkut

18
keseimbangan ukuran yakni ukuran materialIa berpandangan bahwa sebuah
karya seni adalah sebuah perwujudan artistik yang merupakan hasil chatarsis
disertai dengan estetika. Chatarsis adalah pengungkapan kumpulan perasaan
yang dicurahkan ke luar. Kumpulan perasaan itu disertai dengan dorongan
normatif. Dorongan normatif yang dimaksud adalah dorongan yang akhirnya
memberi wujud khusus pada perasaan tersebut. Wujud itu ditiru dari apa yang
ada di dalam kenyataan.11

BAB III

11
https://staffnew.uny.ac.id/upload/132051059/pendidikan/aristoteles_ed.pdf

19
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Filsafat pada masa Yunani kuno terjadi pada abad ke-6 SM sampai dengan sekitar
abad ke-6 Masehi. Perkembangan filsafat manusia lahir karena filsafat mengenai
alam tidak memberikan kepuasan berarti bagi para pemikir. Mereka merasa filsafat
mengenai alam tidak mampu menjawab dan memberikan penjelasan yang
memuaskan tentang manusia.
2. Ada tiga hal yang dianggap telah mengiringi lahirnya filsafat di Yunani yaitu
mitologi yang luas, pengaruh sastra Yunani, dan pengaruh ilmu pengetahuan yang
berasal dari daerah Timur Kuno.
3. Pemikiran Thales dianggap sebagai kegiatan berfilsafat pertama karena mencoba
menjelaskan dunia dan gejala-gejala di dalamnya tanpa bersandar pada mitos
melainkan pada rasio manusia. Selain sebagai filsuf, Thales juga dikenal sebagai
ahli geometri, astronomi, dan politik. Bersama dengan Anaximandros dan
anaximenes, Thales digolongkan ke dalam Madzhab Miletos. Pemikiran Thales
mengawali pemikiran yang ilmiah. Thales menggunakan metode yang
mengandalkan pola pikir untuk menjelaskan fenomena alam. Dengan demikian
Thales membuka cakrawala pemahaman baru, dimana dunia tidak hanya sekedar
menyebut dewa dewi semesta.
4. Dalam penelitiannya Socrates menemukan metode pembelajaran yang kemudian
dikenal dengan Metode Dialog Socrates. Metode Dialog Socrates ini terdiri dari dua
orang atau lebih yang menggunakan percakapan dengan pro dan kontra untuk
menyelesaikan suatu permasalahan. Tujuan dari metode ini adalah untuk merancang
munculnya pemikiran rasional dan gagasan baru. Metode Dialog Socrates memiliki
5 karakteristik yaitu dialektik, konfersasi, tentatif, empiris, dan konsepsional.
5. Anaximandros merupakan orang pertama yang menciptakan peta bumi.
Anaximandros juga berpendapat mengenai arche (asas alam semesta) ia
menjelaskan bahwa hal itu merupakan sesuatu yang tidak dapat diamati oleh indra.
Pendapat yang lain ia menyatakan bahwa bumi di ibaratkan seperti silinder yang
ukurannya lebih kecil dari matahari.
6. Plato memiliki beberapa pemikiran mengenai filsafat, salah satunya adalah
pemikirannya tentang idea. Idea itu muncul dari kecerdasan berfikir. Negara ideal

20
adalah negara yang memiliki peraturan yang tidak boleh diputus oleh kemauan atau
pendapat tanpa berdasarkan pengetahuan dengan pengertian. Negara yang ideal
harus berdasar pada keadilan. Negara, menurut Plato adalah manusia dalam ukuran
besar.
Plato membagi warga negara ke dalam tiga golongan, yaitu:
a. Golongan paling rendah.
b. Golongan menengah.
c. Golongan tertinggi.
7. Filsafat ilmu merupakan ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang
terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi,
politik, dan estetika. Oleh karena itu, ia menamakan filsafat sebagai theologi.
Logika Aristoteles menganggap deduksi merupakan cara yang sempurna menuju
pengetahuan baru. Sementara, metafisika Aristoteles menganggap jiwa dan tubuh
ibarat bentuk dan materi yang tidak dapat dipisahkan. Aristoteles juga berjasa di
bidang politik. Ia menciptakan sistem klasifikasi monarki, aristokrasi, dan polity
yang masih dipakai hingga sekarang.

DAFTAR PUSTAKA
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/jpi

21
https://ijsr.internationaljournallabs.com/index.php/ijsr/article/view/77/82
Kumara Ari Yuana, THE GREATEST PHILOSOPHERS, (Yogyakarta:CV.ANDI
OFFSET,2010)hal:3 "Atang abdul Hakim, dkk.Filsafat Umum dari Mitologi sampai
Teofilosofi (Bandung:CV.Pustaka Setia, 2008) Cet.ke-1.hal.150
https://journal.adpetikisindo.or.id/index.php/moderation/article/download/16/
https://media.neliti.com/media/publications/291597-mengenal-filsafat-antara-metode-praktik-
f1cba89e.pdf

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/article/download/54338/21162/
https://journal.adpetikisindo.or.id/index.php/moderation/article/download/16/3
https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/artefak/article/download/5170/pdf
https://staffnew.uny.ac.id/upload/131862252/pendidikan/
PEMIKIRAN+FILOSOF+YUNANI+KLASIK.pdf

https://staffnew.uny.ac.id/upload/132051059/pendidikan/aristoteles_ed.pdf

22

Anda mungkin juga menyukai