1. Tormauli Situmorang
Npm: 2002737010020
2. Petrus Kariam
Npm: 20227073056
3. Josephine Kristiandari
Npm: 20227370099
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk dan
rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah mengenai “Tonggak Awal Filsafat
Ilmu” dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata
Kuliah Filsafat Ilmu.
Semoga dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua,
dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Tonggak Awal Filsafat Ilmu,
khususnya bagi penyusun. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka
penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah
yang lebih baik.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan......................................................................................................2
BAB II KAJIAN TEORI...................................................................................................3
A. Kajian Teoritik.........................................................................................................3
BAB III PEMBAHASAN..................................................................................................4
A. Tonggak Awal Kehadiran Filsafat Ilmu....................................................................4
B. Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu.........................................................................6
C. Induk Pertumbuhan Filsafat Ilmu..............................................................................9
D. Aliran Filsafat Ilmu.................................................................................................10
BAB IV PENUTUP.........................................................................................................14
A. Kesimpulan............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1
C. Tujuan
2
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teoritik
Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan
mengenai hakikat ilmu. Sebelum hal itu kita perlu mengetahui tonggak awal filsafat
ilmu, menurut Wikipedia: tonggak awal filsafat ilmu berawal dar Yunani dan dari
tempat itu juga menjadi tempat awal pengembangan filsafat terjadi.
Dalam perkembangannya, filsafat ilmu dikembangkan dari berbagai kebudayaan
yang beranekaragam. Hingga pada akhir nya membuat filsafat ilmu memiliki ciri
khas nya tersendiri, yaitu dapat beradaptasi di berbagai belahan dunia, Peter Caws
menyebutkan bahwa “filsafat ilmu adalah ilmu yang mempelajari seluruh
pengalaman manusia akan menghasilkan teori manusia dan alam semesta.”
Filsafat ilmu sendiri merupakan salah satu pemikiran manusia dalam
mempertanyakan tentang pengalaman, hal ini terlihat dari seorang ilmuwan besar
dari Yunani yakni: Plato dan Aristoteles yang memiliki pemikiran berbeda dalam
berbagai hal, salah satu contoh nya pandangan mereka tentang dunia.
Kegunaan filsafat ilmu sendiri untuk sebagai saran pengujian ilmiah, dan
memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Dari perkembangannya
filsafat yang semakin kompleks, diketahui bahwa filsafat terpecah menjadi beberapa
aliran.
Awal kehadiran filsafat ilmu terjadi akibat dari, manusia yang ingin melihat
ketakhayulan dari segi ilmu pengetahuan, sehingga dapat kita simpulkan bahwa awal
tujuan filsafat ilmu adalah untuk menghilangkan tradisi takhayul di masyarakat, dan
pada akhir tujuan nya mulai bemacam-macam akibat dari perkembangan zaman,
berdasarkan 3 faktor yang menyebabkan tujuannya bermacam-macam: kondisi
masyarakat, pengetahuan masyarakat, kekuasaan masyarakat. Dari hal itu bisa kita
simpulkan bahwa filsafat ilmu itu bersifat beradaptasi dengan lingkungannya namun
tidak meninggalkan tujuan utamanya yakni; untuk mengetahui hakikat ilmu.
Filsafat ilmu menjadikan manusia untuk memikirkan tentang kayakinan mereka
dari segi ilmu pegetahuan yang didasari alasan logis, walaupun begitu hal tersebut
Membuat beberapa manusia berpendapat bahwa hal ini merupakan suatu cara untuk
menghancurkan keyakinan, namun nyatanya bukan seperti itu, filsafat ilmu justru
membuat manusia berpikir bahwa keyakinan yang didasari alasan logis lebih
membuat manusia mempunyai tujuan hidup dibandingkan dengan didasari alasan
tidak logis.
3
BAB III
PEMBAHASAN
Yunani adalah tonggak awal filsafat ilmu dan juga kiblat dari segala ilmu,
sekaligus tempat kelahiran filsafat. Pada abad ke-5 SM, seorang Sophist di
Yunani menanyakan kemungkinan reliabilitas dan objektivitas ilmu. Lalu seorang
Sophist bernama Georgias berpendapat bahwa tidak ada yang benar-benar wujud,
karena jika sesuatu ada tidak dapat diketahui, dan jika ilmu bersifat pasti, tidak
dapat dikomunikasikan. Seorang Sophist lainnya, yaitu Protagoras berpandangan
bahwa tidak ada satu pendapat pun yang dapat dikatakan lebih benar dari yang
lain, karena setiap pendapat adalah hanyalah sebuah penilaian yang berakar dari
pengalaman yang dilaluinya. Pendapat pertama, lebih menyangkal hadirnya
kebenaran yang nisbi, sedangkan pendapat yang kedua sesungguhnnya menolak
hadirnya kebenaran tunggal. Filsafat ilmu juga mengurai adanya kebenaran
tunggal dan plural secara mendasar.
Keraguan para ilmuwan terdahulu memang tidak selamanya tepat. Tugas
ilmuwan berikutnya adalah mendudukkan persoalan agar lebih bermakna. Plato,
mengikuti ustadznya Socrates, mencoba untuk menjawab keraguan para Sophist
meperumpamakan keberadaan alam semesta yang bersifat tetap dan bentuk-
bentuknya yang tak terlihat, atau ide-ide, yang melaluinya ilmu pasti dan tetap.
Sementara jika mengandalkan indera-persepsi akan menghasilkan pendapat-
pendapat yang inkonsisten dan mubham (meragukan atau tidak dapat
dipertanggugjawabkan)
Aristoteles mengikuti Plato mengenai ilmu abstrak adalah ilmu yang lebih
ahli atas ilmu-ilmu yang lainnya, namun tidak setuju dengan metode dalam
mencapainya. Aristoteles berpendapat bahwa hampir seluruh ilmu berasal dari
pengalaman. Mahzab Epicurian dan Stoic sepakat dengan pandangan Aristoteles
bahwa ilmu pengetahuan bersumber dari indera-persepsi. Akan tetapi kedua
mahzab itu menentang keduanya gagasan Aristoteles dan Plato yag berpandangan
bahwa filsafat harus dinlai sebagai sebuah bimbingan praktis untuk menjalani
hidup. Mereka berpendapat sebaliknya bahwa filsafat adalah akhir dari
kehidupan.
4
Aquinas seorang filsuf dan teologitali pada abad ke-13 mengungkapkan
bahwa sudah berupaya mensintesiskan keyakinan Nasrani dengan ilmu
pengetahuan dalam cakupan yang lebih luas. Dia memanfaatkan sumber-sumber
beragam seperti karya-karya filsuf Aristoteles, cendekiawan Muslim dan Yahudi
untuk menyusun dasar-dasar keilmuan. Pemikiran Aquinas pada masa-masa awal
itu sangat memengaruhi perkembangan teologi Nasrani dan kosmos filsafat barat.
Para pemikir barat, sering bercampuraduk antara ilmu dan agama. Seiring
perkembangan pemikiran, teolog sering bersinggungan dengan filsafat.
France Bacon dengan metode induksi yang ditampilkannya pada abad 19 dapat
dikatakan sebagai peletak dasar fisafat ilmu khazanah bidang filsafat secara
umum. Namun, sebenarnya filsafat ilmu meluas pada abad ke-20. Sebagian ahli
filsafat berpandangan bahwa perhatian yang besar terhadap peran dan fungsi
filsafat ilmu mulai mengedepan tatkala ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek)
mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dalam hal ini, ada semacam
kekhawatiran yang muncul pada kalangan ilmuwan dan filsuf, termasuk juga
kalangan agamawan, bahwa kemajuan iptek dapat mengancam eksistensi umat
manusia, bahkan alam beserta isinya.
Para filsuf mulai muncul lantaran melihat perkembangan iptek berjalan terlepas
dari asumsi-asumsi dasar filsufnya seperti landasan ontologi, epistemologis dan
aksiologis yang cenderung berjalan sendiri-sendiri. Untuk memahami gerak
perkembangan iptek yang sedemikian itulah, maka kehadiran filsafat ilmu sebagai
pada awal pertumbuhannya sebagai upaya meletakkan kembali peran dan fungsi
iptek sesuai dengan tujuan semula, yakni mendasarkan diri dan menaruh
perhatian khusus terhadap kebahagiaan umat manusia.
Setelah kurangnya ketertarikan dalam ilmu rasional dan saintifik, filsuf skolatik,
Aquinas dan beberapa filsuf abad pertengahan berusaha membantu utuk
mengembalikan konfidensi terhadap rasio dan pengalaman, mencampur metode-
metode rasional dengan iman dalam sebuah sistem keyakinan integral.
Filsafat ilmu semakin kompleks, struktur ilmu pun juga berubah seiring
dengan perkembangan masyarakat. Suatu perspektif tertentu dipakai tidak hanya
satu disiplin ilmu, artinya bisa jadi beberapa disiplin ilmu memakai objek formal
yang sama. Maka bisa dipahami, pernyataan Qomaruddin Hidayat, bahwa ilmu-
ilmu yang pada awalnya merupakan anak cabang dari filsafat, dewasa ini ilmu-
ilmu yang sudah menjadi dewasa, bahkan beranak-cucu ini cenderung
mengadakan “reuni”, dalam hal ini disebut reunifikasi. Karena itu dengan filsafat
ilmu, beberapa disiplin ilmu ternyata bisa “pulang-kembali” (dikelompokkan)
5
pada pola pikir (epistemologi) yang sama.
Struktur fundamental juga bisa dipahami sebagai „kerangka‟ paradigma
keilmuan (asumsi filsuf. Sebagaian besar penelitian keilmuan merupakan usaha
terus- menerus untuk menafsirkan dan memahami seluk-beluk alam lewat
kerangka kerja teoritik yang disusun terlebih dulu oleh ilmuwan. Teori-teori
yang fundamental yang lebih memerankan peran yang sangat berarti di dalam
menentukan arti data yang sedang diteliti. Arti penting data-data yang
terkumpulkan dari lapangan akan segera berubah maknanya ketika revousi ilmu
pengetahuan terjadi. Tema-tema yang paling penting dalam filsafat ilmu baru
adalah penekannanya pada penelitian yang berkesinambungan dan bukannya
hasil-hasil yang diterima sebagai inti pokok kegiatan ilmu pengetahuan. Tahap
berpikir yang dilandasi teori, keraguan, logika, dan rasionalitas itulah gema
filsafat ilmu.
6
d. Eklektisme, pengambilan unsur filsafat dari aliran-aliran lain tanpa berhasil
mencapi suatu pemikiran yang sungguhsungguh.
b. Periode Skolastik menjadi 3 tahap yakni; periode awal, periode puncak, dan
periode akhir.
5) Zaman Renaissance, zaman peralihan menjadi kebudayaan modern.
6) Zaman Modern, ditandai dengan berbagai penemuan ilmiah.
7) Zaman kontemporer (abad XX dan seterusnya).
7
a. Pengenalan, terbagi menjadi 2 macam yakni: pengenalan indrawi yaitu
pengetahuan tentang hal-hal konkret dari suatu benda, dan pengenalan
rasional.
b. Metode. Metode untuk mengembangkan ilmu pengetahuan ada 2 yakni :
induksi intuitif yaitu penyusunan hukum yang berasl dari fakta, dan
dedukasi (silogisme) yaitu pengetahuan universal menuju fakta-fakta.
2) Abad 17 Masehi
Pada periode yang kedua ini terjadi revolusi ilmu pengetahuan karena adanya
perombakan total dalam cara berpikir. Apabila Aristoteles cara berpikirnya
bersifat ontologis rasional, sedangkan Gallileo Gallilei (tokoh pada abad 17
sesudah masehi) cara berpikirnya bersifat analisis. Abad 17 meninggalkan cara
berpikir matafisi (apa yang berada di balik yang Nampak atau apa yang ada di
balik fenomena) dan beralih ke elemen- elemen yang terdapat pada suatu benda,
jadi tidak mempersoalkan hakikat.
Sejak abad 17, ilmu pengetahuan berpijak pada prinsip-prinsip yang kuat
yaitu jelas dan terpilah-pilah serta di satu pihak berpikir pada kesadaran, dan
pihak lain berpihak pada materi, dilihat dari pandangan Rene Descartes (1596-
1650) dengan ungkapan Cogito Ergo Sum yang artinya karena aku berpikir
maka aku ada. Untuk mencapai sesuatu yang pasti menurut Descartes kita harus
ragukan apa yang kita amati, karena melalui keraguan akan menimbulkan
kesadaran. Prinsip ilmu pengetahuan satu pihak berpikir pada kesadaran dan pihak
lain berpijak pada materi juga dapat dilihat dari pandangan Immanuel Kant
(17241808), bahwa ilmu pengetahuan itu bukan merupakan pengalaman terhadap
fakta, tetapi merupakan hasil konstruksi oleh rasio dan berpendapat bahwa
pengenalan berpusat pada subjek dan bukan pada objek.
Menurut Syadali (1997) rasionalisme sangat bertentangan dengan
empirisme. Rasionalisme adalah faham atau aliran yang berdasarkan rasio, ide-ide
yang masuk akal. Pengalaman nyata, itu hanyalah Salinan dari sebuah ide.
Namun, realitas keilmuan tidak selalu demikian. Oleh sebab itu, dalam mencari
kebenaran, filsafat ilmu tidak mempermasalahkan paham tersebut, yang
terpenting adalah ada
8
kontinuitas (berkelanjutan), tidak saling bertentangan antar paham. Filsafat ilmu
sebagai induk keilmuan tidak akan kehilangan jejak ketika menempatkan ilmu
pengetahuan. Filsafat ilmu menjadi fondasi berpikir tentang ilmu pengetahuan.
Induk pertumbuhan filsafat ilmu jelas bersal dari ilmuwan besar yaitu
Plato, filsuf pertama yang mengemukakan epistemologi dalam filsafat ilmu. Filsuf
Yunani berikutnya yang berbicara tentang epistemologi adalah Aristoteles.
Pemikiran Plato dan Aristoteles memang sering ada perbedaan. Salah satu contoh
nya dapat kita lihat tentang pemikiran Plato dan Aristoteles dalam pandang
mereka tentang dunia:
Menurut Plato
Ada 2 dunia yaitu dunia ide & dunia sekarang (semu).
Menurut Aristoteles
Hanya 1 dunia yaitu dunia nyata yang sedang dijalani.
Antara abad 17 hingga akhir abad ke-19, masalah utama yang muncul
dalam pembahasan epistemologi adalah resistensi antara kuu rasionalis vis-à-vis
kubu empiris (indrawi-persepsi). Descartes orang yang pertama kali
memperkenalkan metode sangsi dalam investigasi terhadap ilmu pengetahuan
disebut juga sebaga Bapak Filsafat Modern. Dia menggunakan metode sangsi
dalam menyikapi berbagai fenomena atau untuk menyerap ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan seperti dapat diramal, disipakan teorinya dahulu, diuat
hipotesis, dan akhirnya dijawab sendiri dengan asumsi-asumsi kritis.
Empirisme pertama kali dprkenalkan oleh filsuf dan negarawan Inggris
Francis Bacon pada awal-awal abad ke-17, akan tetapi gagasan itu dikembangkan
oleh John Locke yang memandang seseorang pada waktu lahirnya ibarat tabula
rasa, kosog tanpa isi, lingkungan dan pengalamanlah yang menjadikannya berisi.
Gagasan ini, jelas mengikuti paham empiris, bahwa pengalaman hidup yang
membentuk keilmuan seseorang. Pengalaman indrawi menjadi sumber
9
pengetahuan bagi manusia dan cara mendapatkannya tentu saja lewat observasi
serta pemanfaatan seluruh indra manusia.
Dengan demikian perkembangan filsafat ilmu memang telah meletakkan
dasar-dasar keilmuan. Apapun wujudnya, filsafat ilmu telah diyakini oleh
ilmuwan untuk menjawab keraguan dunia secara proporsional. Dari pembahasan
tersebut aada dua pilihan, yaitu ilmu idealism dan ilmu empirisme. Paham
idealism, selalu menyatakan bahwa realitas empiris hanya menyalin dari ide.
Sebaliknya kaum empiris, menganggap realitas, pengalaman yang paling
berharga. Dari pernyataan tersebut, tugas filsafat ilmu adalah menjaga agar ada
konsistensi dalam menerapkan berbagai aliran.
10
kemunculan ilmu pengetahuan modern da metode ilmiah. Empirisme
menekankan bahwa ilmu pengetahuan manusia bersifat terbatas pada
apa yang dapat diamati dan diuji. Aliran empirisme memiliki sifat kritis
terhadap abtraksi dan spekulasi dalam membangun dan memperoleh ilmu.
Selain itu, tadisi empirisme adalah fundamen yang mengawali mata rantai
evolusi ilmu pengetahuan sosial, terutama dalam konteks perdebatan
apakah ilmu pengetahuan sosial itu berbeda dengan ilmu alam.
3) Realisme.
Realisme berpandangan bahwa kenyataan tidaklah terbatas pada
pengalaman indrawi ataupun gagasan yang terbangun dari dalam. Dengan
demikian realisme dapat dikatakan sebagai bentuk penolakan terhadap
gagasan ekstrim idealisme dan empirisme. Gagasan utama dari realisme
dalam konteks pemerolehan pengetahuan adalah bahwa pengetahuan
didapatkan dari dua hal yaitu observasi dan pengembangan pemikiran
baru dari observasi yang dilakukan. Kontribusi lain dari tradisi realisme
adalah sumbangannya terhadap filsafat kontemporer ilmu pengetahuan,
terutama melalui karya Roy Bashkar, dalam memberikan argument-
argumen terhadap status ilmu pengetahuan spekulatif yang diklaim oleh
tradisi empirisme.
4) Idealisme.
Idealisme adalah tradisi pemikiran filsafat yang berpandangan bahwa
doktrin tentang realitas eksternal tidak dapat dipahami secara terpisah dari
kesadaran manusia. Salah satu sumbangan dari tradisi filsafat idealisme
adalah pengaruh idealisme platonic dalam agama Kristen. Selain Kristen,
pemikiran yang turut memberikan saham bagi tradisi idealis adalah
mistisisme Yahudi, mistisisme Kristen dan pengembangan pemikiran
matematika oleh bangsa-bangsa Arab. Dengan demikian, pemikiran
filsafat idealisme dibangun terutama oleh gagasan-gagasan Hegel dan
Kant. Namun demikian, bangunan filsafat politik modern yang berpaham
bahwa manusia dapat mengatur dunia melalui ilmu pengetahuan telah
membuktikan vitalitas aliran idealisme Kantian.
5) Positivisme.
Positivisme adalah doktrin filosofi dan ilmu pegetahuan sosial yang
menempatkan peran sentral pengalaman dan bukti empiris sebagai basis
dari ilmu pengetahuan dan penelitian. Salah satu bagian dari tradisi
positivisme adalah sebuah konsep yang disebut dengan positivisme logis.
11
Kerangka pengembangan ilmu menurut tradisi positivisme telah
memunculkan perdebatan tentang apakah ilmu pengetahuan sosial
memang harus “di-ilmiahkan”. Kritik atas positivisme berkaitan dengan
penggunaan fakta – fakta yang kaku dalam penelitian sosial. Menjawab
kritik ini, kaum positivis mengatakan bahwa metode kualitatif yang
digunakan dalam penelitia sosial tidak menemukan keepatan karena
sulitnya untuk diverifikasi secara empiris. Positivisme menganut
pendekatan etik, karenanya bersebrangan dengan empirisme.
6) Pragmatisme.
Pragmatsime adalah mahzab pemikiran filsafat ilmu yang dipelopori oleh
C.S Peirce, William James, John Dewey, George Herbert Mead, F.C.S.
Schiller dan Richard Rorty. Pragmatisme berargumentasi bahwa filsafat
ilmu haruslah meninggalkan ilmu pengetahuan transendental dan
menggantinya dengan aktivitas manusia sebagai sumber pengetahuan.
Sumbangan dari pragmatisme adalah dalam praktik demokrasi. Dalam
area ini pragmatisme memfokuskan pada kekuatan individu untuk meraih
solusi kreatif terhadap masalah yang dihadapi.
12
BAB IV
Penutup
A. Kesimpulan
Yunani adalah tonggak awal filsafat ilmu dan juga kiblat dari segala ilmu,
sekaligus tempat kelahiran filsafat. Yang paling penting dalam filsafat ilmu baru
adalah penekanannya pada penelitian yang berkesinambungan dan bukannya
hasil-hasil yang diterima sebagai inti pokok kegiatan ilmu pengetahuan. Tahap
berpikir yang dilandasi teori, keraguan, logika, dan rasionalitas itulah gema
filsafat ilmu.
Sejarah perkembangan ilmu terbagi secara periode, yakni; Zaman Pra
Yunani Kuno, Zaman Yunani kuno, Masa Helinistis Romawi, Zaman Abad
pertengahan, Zaman Renaissance, Zaman Modern, Zaman Kontemporer ( Abad
XX dan Seterusnya).
Adapun aliran-aliran filsafat ilmu terbagi menjadi beberapa aliran yaitu
sebagai berikut: rasonalisme, empirisme, realisme, idealisme, positivisme, dan
pragmatisme. Dari berbagai aliran filsafat ilmu, sampai sekarang banyak
mewarnai perkembangan ilmu di Indonesia, terutama dalam bidang penelitian.
Implikasi dari berbagai aliran itu memiliki sudut pandang metodologis yang
berbeda. Bahkan masing-masing aliran akan melahirkan aneka ragam metode
penelitian. Namun dalam wawasan filsafat ilmu, aliran tetap menjadi akar dari
perkembangan ilmu pengetahuan. Aliran akan menentukan metode dan seluruh
teori yang digunakan dalam penelitian apapun.
13
DAFTAR PUSTAKA
14