Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Filsafat Umum dengan judul “FILSAFAT ISLAM”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.Terima kasih.

Pematangsiantar, 15 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................iii
PENDAHULUAN..................................................................................................iii
A.Latar Belakang....................................................................................................iii
B. Rumusan Masalah............................................................................................iii
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................iv
BAB II......................................................................................................................1
PEMBAHASAN......................................................................................................1
A.Pengertian Filsafat dan Filsafat Islam..................................................................1
B. Perbedaan Filsafat Islam dan Filsafat barat......................................................2
C. Latar Belakang Lahirnya Filsafat Islam, dan Tokoh-tokohnya..........................3
D. Pokok-pokok yang dibahas dalam filsafat Islam................................................7
E. Menyikapi perbedaan pendapat filsafat Islam dan manfaatnya.........................16
BAB III..................................................................................................................18
PENUTUP..............................................................................................................18
A.Kesimpulan........................................................................................................18
B.Saran...................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Zaman telah berganti dan perkembangan ilmu pengetahuan semakin maju


dalam bidangnya masing-masing tak terkecuali ilmu filsafat. Pada zaman dahulu,
konon ilmu ini milik orang Kaldan, Iraq. Kemudian berpindah kepada orang
Mesir selanjutnya berpindah lagi pada orang Yunani. Beberapa kurun waktu dan
setelah mengalami penerjemahan, ilmu ini berpindah lagi kepada orang Suryani
selanjutnya pada orang Arab. Sehingga sekarang muncullah apa yang disebut
filsafat islam. Ilmu ini tetap diajarkan karena para filosof (orang yang menguasai
ilmu filsafat) berpendapat bahwa ilmu ini merupakan keutamaan, sumber segala
ilmu, induk semua ilmu, sumber segala hikmah dan sumber kecakapan manusia.
Jadi, penyusunan makalah ini kami kira menjadi penting untuk memberikan
wawasan mengenai ilmu filsafat islam.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Filsafat dan Filsafat Islam ?


2. Apa perbedaan Filsafat Islam dengan Filsafat Barat?
3. Apa latar belakang munculnya Filsafat Islam serta siapa tokoh-tokoh dalam
Ilmu Filsafat Islam?
4. Apa sajakah pokok-pokok masalah yang dibahas Filsafat Islam?
5. Bagaimana kita menyikapi perbedaan pendapat para filosof Islam dan apa
manfaatnya bagi kehidupan?

iii
C. Tujuan Penulisan

1. untuk mengetahui pengertian Filsafat dan Filsafat Islam


2. untuk mengetahui perbedaan Filsafat Islam dengan Filsafat Barat
3. untuk mengetahui latar belakang munculnya Filsafat Islam serta siapa tokoh-
tokoh dalam Ilmu Filsafat Islam
4. untuk mengetahui pokok-pokok masalah yang dibahas Filsafat Islam
5. untuk mengetahui sikap kita menyikapi perbedaan pendapat para filosof
Islam dan manfaatnya bagi kehidupan

iv
BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Filsafat dan Filsafat Islam

Filsafat berasal dari kata Yunani yaitu philos dan sophia. Philos yang
berarti cinta dan dalam arti luas yang berarti keinginan. Sedangkan sophia yang
berarti kebenaran atau kebijaksanaan. Secara etimologi filsafat berarti cinta pada
kebijaksanaan atau kebenaran. Hasan Sadzili mengatakan bahwa filsafat adalah
cinta akan kebenaran1.

Jadi, filsafat adalah cinta kepada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka
kepada hikmah dan kebijaksanaan. Menurut Moh. Hatta dan Langeveld, filsafat
tidak perlu diberikan karena setiap orang memiliki titik tekan yang berbeda dalam
mendefinisikannya. Oleh karena itu, beliau membiarkan seseorang meneliti
filsafat terlebih dahulu kemudian menyimpulkannya sendiri2. Plato menyebut
Socrates sebagai seorang philosophos (filosof), yakni pecinta kebijaksanaan.
Sebelum Socrates, ada suatu kelompok yang menyebut diri mereka sophist (kaum
sofis) yang berarti para cendekiawan 3. Plato mengatakan bahwa filsafat adalah
pengetahuan tentang segala yang ada. Menurut Aristoteles filsafat adalah
menyelidiki sebab dan azas segala benda. Karena itu, Aristoteles menamakan
filsafat dengan “teologi” atau “filsafat pertama”. Karena itu Aristoteles
menyimpulkan bahwa setiap gerak di alam ini digerakkan oleh yang lain, dari
hasil pemikirannya secara komprehensif sesuatu yang bergerak tentu tidak
terlepas dari sesuatu yang bermateri tentulah dua yang berpotensi untuk bergerak4.

1
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya 1990), h. 8.
2
Ibid, h. 432
3
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang 1973), h. 23.
4
K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta: Kanisius 1981), h. 155

1
Al-Farabi mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang alam
yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya 5. Menurut
Sultan Takdir Alisjahbana berpendapat bahwa filsafat adalah berpikir dengan
insaf6. Fuad Hasan berpendapat, bahwa filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir
radikal dalam arti mulai dari radixnya sesuatu gejala, dari akarnya sesuatu yang
hendak dipermasalahkan. Dan dengan jalan penjagaan yang radikal itu filsafat
berusaha untuk sampai kepada kesimpulan yang universal7.

Filsafat adalah pandangan yang menyuluruh dan sistematis, dikatakan


begitu karena filsafat bukan hanya sekedar pengetahuan, melainkan suatu
pandangan yang dapat menembus sampai dibalik pengetahuan itu sendiri.
Dikatakan sistematis karena filsafat menggunakan metode berfikir secara sadar,
teliti, teratur, serta sesuai dengan hukum-hukum yang ada. Adapun filsafat Islam
adalah pemikiran-pemikiran filsafat yang memberikan kontribusi pada Islam dan
sebaliknya Islam menggunakan filsafat untuk memperkuat prinsip-prinsip agama.
Salah satu prinsip dalam filsafat adalah berpikir radikal, yang berujung pada
pengakuan bahwa alam ini disebabkan oleh suatu zat yang tidak tergantung
siapapun. Dalam bahasa agama zat tersebut adalah Tuhan.

B. Perbedaan Filsafat Islam dan Filsafat barat

Banyak pendapat yang mengatakan bahwa filsafat lahir dari Yunani,


namun ada juga yang mengatakan bahwa filsafat dimulai dari Islam. Ada lagi
yang berpendapat asal mula filsafat dari gabungan keduanya.
Filsafat Barat adalah hasil pemikiran radikal oleh para filosof Barat sejak
abad pertengahan sampai abad modern. Sedangkan Filsafat Islam adalah berpikir
bebas, radikal dan berada pada taraf makna yang mempunyai sifat, corak dan
karakter yang menyelamatkan dan kedamaian hati.

5
K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta: Kanisius 1981), h. 155 5Ibid, h. 43
6
Amsal Bakhtiar, Tema-tema Filsafat Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Pers, 2005), h. 9
7
Amsal Bakhtiar, Tema-tema Filsafat Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Pers, 2005), h. 10.

2
Perjalanan filsafat Barat dimulai dari masa Yunani Kuno, yang terfokus
pada pemikiran asal kejadian alam secara rasional. Segala sesuatu harus atas dasar
logika. Kemudian masa abad pertengahan filsafat berubah arah menjadi bersifat
teosentrik, segala kebenaran ukurannya adalah ketaatan pada Gereja. Maka
mereka banyak yang berasal dari kalangan pendeta (agamawan). Pada perjalanan
berikutnya para pendeta dogmatis itu ditinggal para ilmuwan yang kemudian
beralih pada pemikiran yang bercorak bebas, radikal, dan rasional yang realis.

Filsafat Islam segala bentuk pemikiran ilmuwan muslim yang mendalam


secara teoritis maupun empiris, bersifat universal yang berlandaskan Wahyu.
Filsafat Islam merupakan pengembangan filsafat Plato dan Aristoteles yang telah
dilandasi dengan ajaran Islam dan memadukan antara filsafat dan Agama, filsafat
yang berciri religius dan berusaha sekuat tenaga memasukkan teks agama dengan
akal

. Tujuan Filsafat barat dan filsafat islam sebenarnya hampir sama. Namun
karena terjadinya perbedaan agama maka pada filsafat islam ada yang
membatasinya, yaitu menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam
dengan mempergunakan akal sampai pada hakikatnya, jadi dalam filsafat
objeknya tidak membatasi diri. Dalam filsafat membahas tentang objeknya sampai
kedalamannya, sampai ke radikal dan totalitas.

C. Latar Belakang Lahirnya Filsafat Islam, dan Tokoh-tokohnya

Sejarah filsafat Islam tidak dapat dilepaskan dari filsafat Yunani. Filsafat Yunani
dikembangkan oleh Alexander Agung yang sering juga dikenal Iskandar
Zulkarnain. Alexander Agung adalah Raja Macedonia yang juga merupakan
murid dari Aristoteles. Cita-cita Alexander ingin menguasai Mesir karena Mesir
dianggap tempat yang strategis untuk mengembangkan kekuasaan dan peradaban.
Ternyata keinginannya terwujud, sehingga dia tidak hanya menguasai Mesir,
tetapi juga Syiria dan sebagian India.

3
Alexander mencoba memperkenalkan filsafat dan budaya Yunani di
daerah jajahannya dengan cara menganjurkan para prajurit dan intelektual Yunani
untuk mengawini penduduk setempat sehingga mereka betah hidup di tempat
yang dikuasai. Transformasi inilah yang menjadi cikal bakal perkembangan
filsafat dan peradaban Yunani di luar wilayah Yunani. Karena itu, tidak heran
wilayah yang dikuasainya lebih maju dibandingkan dengan Yunani sendiri.
Peradaban Yunani lebih berkembang di Mesir, Syiria dan Yudinsapur.
Perkembangan peradaban filsafat Yunani di luar Yunani disebut Hellenisme.

Hellenisme memiliki pengaruh masuknya filsafat dalam Islam. Sebab,


ketika Islam berhasil menaklukan Mesir, Syiria dan Baghdad, wilayah tersebut
sudah maju oleh peradaban Yunani. Pada masa al-Ma’mun, Harun al-Rasyid dan
al-Amin berusaha mengembangkan tradisi tersebut dengan memberikan dorongan
dan intensif yang cukup besar bagi perkembangan filsafat dan ilmu. Jadi dapat
dikatakan bahwa perhatian khalifah yang begitu besar bagi perkembangan ilmu
dan filsafat merupakan salah satu faktor peradaban Islam maju dan dapat
dibanggakan. Disamping itu, ayat-ayat Al-Qur’an mendorong umat Islam untuk
selalu memaksimalkan daya akalnya. Perjumpaan tradisi Islam dengan tradisi-
tradisi yang sudah maju merupakan faktor lain yang cukup dominan dalam
memberikan kontribusi positif bagi kemajuan ilmu dan filsafat di dunia Islam.
Kemajuan Islam relatif mudah diraih karena bibit kemajuan sudah berkembang di
wilayah tersebut. Begitu juga filosof dan ilmuwan muslim bermunculan seiring
dengan kemajuannya8.

Tokoh filosof Islam yang terkenal di dunia sangatlah banyak, namun


beberapa tokoh yang sudah banyak dikenal antara lain :

1. AL-KINDI

Falsafat baginya adalah pengetahuan tentang yang benar. Tuhan dalam


falsafatnya tidak mempunyai hakikat dalam arti aniyah maupun hamiyah. Tidak
aniyah karena Tuhan tidak masuk dalam benda-benda yang ada dalam alam.

8
Amsal Bakhtiar, Tema-tema Filsafat Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Pers, 2005), h. 15.

4
Tidak hamiyah karena Tuhan tidak merupakan genus atau species. Sesuai paham
dalam Islam, Tuhan bagi Al-Kindi adalah pencipta dan bukan penggerak pertama
sebagaimana pendapat Aristoteles9.

2. AL-RAZI

Seorang rasionalis yang hanya percaya pada kekuatan akal dan tidak
percaya pada wahyu dan perlunya Nabi-nabi. Ia berkeyakinan bahwa akal
manusia kuat untuk mengetahui yang baik dan yang buruk, untuk tahu pada
Tuhan dan mengatur hidup manusia di dunia ini10.

3. AL-FARABI

Berkeyakinan bahwa falsafat tak boleh dibocorkan dan sampai ke tangan


orang awam. Oleh karena itu, para filosof harus menuliskan pendapat-pendapat
dalam gaya bahasa yang gelap agar jangan diketahui oleh sembarang orang. Ia
mengatakan bahwa agama dan falsafat tidak bertentangan, keduanya sama-sama
membawa kepada kebenaran11.

4. IBN THUFAIL

Menurutnya, filsafat dan agama adalah selaras, bahkan merupakan


gambaran dari hakikat yang satu. Yang dimaksudkan agama di sini adalah batin
dan syari’at. Dia juga menyadari adanya perbedaan tingkat akal antara sesama
manusia.

5. IBN RUSYD

Sebagai filsuf besar, juga memikirkan, membahas dan memecahkan


masalah-masalah yang pernah dipikirkan oleh filsuf-filsuf sebelumnya. Ia tidak
menerima begitu saja pikiran-pikiran mereka, tetapi mereka menerima yang setuju
dan menolak yang sebaliknya.

9
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h. 17.
10
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h. 26.
11
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h. 35.

5
6. NASHIRUDDIN THUSI

Filsafat pertama meliputi alam semesta dan hal-hal yang berhubungan


dengan alam semesta. Termasuk dalam hal ini pengetahuan tentang ketunggalan
dan kemajemukan, kepastian dan kemungkinan, esensi dan eksistensi, kekekalan
dan ketidakkekalan. Bagi dia Tuhan tidak perlu dibuktikan secara logis. Eksistensi
Tuhan harus diterima dan dianggap sebagai postulat, bukannya dibuktikan.
Mustahil bagi manusia yang terbatas untuk memahami Tuhan di dalam
keseluruhan-Nya, termasuk membuktikan eksistensi-Nya.

7. SUHRAWARDI AL-MAQTUL

Menggunakan istilah atau lambang yang berbeda dari biasanya dipahami


orang banyak. Seperti barzah, tidak berkaitan dengan persoalan kematian. Namun
istilah tersebut adalah ungkapan pemisah antara dunia cahaya dengan dunia
kegelapan. Timur dan Barat tidak berhubungan dengan letak geografisnya, tetapi
berlandaskan pada penglihatan horizontal yang memanjang dari Timur ke Barat.
Jadi, makna Timur diartikan sebagai Dunia Cahaya atau Dunia Malaikat yang
bebas dari kegelapan dan materi, sedangkan Barat adalah Dunia Kegelapan dan
Materi. Barat Tengah adalah langit-langit yang menampakkan pembauran antara
cahaya dengan sedikit kegelapan. Timur yang sebaliknya adalah apa yang berada
dibalik langit yang kelihatan, dan apa yang di atasnya, maka batas antara Timur
dan Barat bukanlah falak bulan seperti dalam filsafat Aristotelian, tetapi ia adalah
langit bintang-bintang tetap, atau penggerak yang tidak bergerak.12

8. MULLA SHADRA

Menurutnya, filsafat dibedakan menjadi dua pembagian utama yaitu

: 1) Bersifat teoritis, yang mengacu kepada pengetahuan tentang segala


sesuatu sebagaimana adanya. Perwujudannya tercermin dalam dunia akal,
termasuk jiwa didalamnya sebagaimana yang dikemukakan oleh Al-Farabi dan
Ibn Sina.

12
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h. 146.

6
2) Bersifat praktis, yang mengacu pada pencapaian kesempurnaan-
kesempurnaan yang cocok bagi jiwa. Perwujudannya adalah mendekatkan diri
kepada Tuhan. Ia juga meyakini adanya titik temu antara filsafat dan agama
sebagai kesatuan kebenaran yang dapat dibuktikan melalui mata rantai historis
yang berkesinambungan dari Adam sampai Ibrahim, orang-orang Yunani, para
sufi Islam dan para filsuf13.

D. Pokok-pokok yang dibahas dalam filsafat Islam

1.Emanasi

Emanasi adalah teori yang dikemukakan oleh Plotinus, yang terkenal


dengan sebutan aliran Neo-Platinisme. Prinsip teori emanasi adalah penjelasan
tentang munculnya yang banyak dari yang satu atau terjadinya alam dari sumber
yang pertama. Dalam bahasa agama sering dinamakan dengan penciptaan, yakni
bagaimana Tuhan menciptakan alam ini. Proses ini merupakan proses otomatis
tanpa kehendak, bagaikan munculnya panas dari api dan cahaya dari matahari.
Persoalan tentang terciptanya alam merupakan persoalan parenial yang sampai
saat ini belum terpecahkan secara baik. Al-Farabi, Filosof muslim yang terkenal
menguraikan teori emanasi secara lebih rinci. Al-Farabi menggunakan teori
emanasi, yang dalam bahasa arab disebut nazhariyat Al-faidh (teori limpahan).
Karena sesuatu kalau sudah sempurna akan melimpah, bagaikan gelas jika terus
diisi dengan air akan melimpah. Begitu juga Tuhan yang maha sempurna akan
melimpah dari dirinya kesempurnaan juga.

2.Jiwa/ruh Jiwa

dalam bahasa arab disebut dengan nafs atau ruh, sedangkan dalam bahasa
inggris soul atau spirit adalah unsur immateri dalam diri manusia. Jiwa tidak dapat
dipisahkan dari tubuh, begitu juga sebaliknya karena tanpa salah satu dari
keduanya, seseorang tidak dapat dikatakan manusia. Kendati jiwa adalah unsur

13
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h. 174.

7
pokok dalam diri manusia, persoalan hakikat jiwa, hubungan jiwa dengan badan
dan keabadian jiwa tidak mudah dipecahkan. Karena itu, tidak heran para ahli
agama, filosof, sufi, dan psikolog sampai sekarang masih terus berusaha mengkaji
dan mendalami tentang eksistensi jiwa. Dalam kitab-kitab suci agama pun,
ungkapan jiwa termasuk bahasan yang penting karena terkait dengan kepercayaan
pokok, yaitu percaya akan hari akhirat, yang didalamnya terkandung makna
keabadian jiwa.

Dalam Al-Qur’an, jiwa diungkapkan denga kata nafs atau ruh, yang
artinya tidak selalu sama karena nafs sendiri tidak satu artinya, ada yang berarti
jiwa, hati, dan jenis. Sedangkan ruh yang berarti jiwa, malaikat jibril, dan wahyu.
Kendati terdapat persamaan arti antara nafs dan ruh, dalam mu’jam Al-wasith, ruh
dan nafs dibedakan. Ruh adalah yang menghidupkan nafs dan esensi ruh lebih
halus daripada nafs. Pengertian ini tampaknya diperkuat oleh M. Quraish Shihab,
yang mengatakan bahwa nafs dalam Al-Qur’an menggambarkan totalitas manusia
atau kepribadian seseorang yang membedakannya dengan orang lain. Dia
mengutip pendapat Abdul Karim Al-Khatib, salah seorang ulama islam
kontemporer, yang cenderung memahami jiwa sebagai suatu hasil perpaduan
antara jasmani dan ruhani manusia, perpaduan yang kemudian menjadikan yang
bersangkutan mengenal perasaan, emosi, dan pengetahuan, serta dikenal dan
dibedakan dengan manusia lainnya. Sedangkan Ibn Katsir berpendapat bahwa
nafs dan ruh adalah sama, yaitu zat yang halus menjalar didalam tubuh, seperti
mengalirnya air dalam akar pohon-pohonan.

Ibnu Miskawih, filosof etika, berpendapat bahwa jiwa adalah substansi


sederhana, tidak dapat diindera, jiwa bukanlah tubuh, bukan juga bagian dari
tubuh, dan bukan pula materi. Jiwa itu satu dan lebih luas dari pada materi karena
jiwa dapat menerima sesuatu yang berlawanan pada saat yang bersamaan, seperti
warna putih dan hitam, sedangkan tubuh tidak dapat menerima kedua warna itu
bersamaan. Jiwa juga tidak dapat diukur dengan ukuran panjang atau lebar
sebagaimana mengukur benda karena jiwa tidak akan berubah lebih panjang atau
lebih lebar.

8
Ibnu Sina meyakini benar bahwa jiwa adalah unsur yang berbeda dari
tubuh dan memiliki karakter spesifik. Untuk mejelaskan perbedaan tersebut dan
sekaligus memperkuat adanya jiwa. Ibn Sina mengemukakan empat argumen,
yaitu:

1) Argumen psiko fisik, yaitu setiap benda harus tunduk pada hukum
alam, contohnya batu harus jatuh kebawah dan tidak bergerak, tetapi ternyata
manusia adalah benda yang bisa bergerak. Gerak manusia ini tentu tidak
digerakkan oleh tubuh itu sendiri, tetapi ada unsur luar yang menggerakkannya,
yang disebut jiwa.

2) Aku dan fenomena psikologis, yaitu ketika seseorang mengatakan


aku mau tidur, maka yang dimaksudnya bukan kakinya bergerak dan matanya
tertutup, tetapi yang dimaksud aku adalah keseluruhan dirinya yang satu dan itu
adalah jiwa.

3) Argumen kontinuitas, yaitu pengetahuan seseorang selalu


sambung-menyambung dari yang dulu , sekarang, dan yang akan datang tanpa
terputus. Seseorang dapat mengingat masa lalu, dan berada pada saat ini,
kemudian dapat memprediksi masa yang akan datang, yang semua itu
menunjukkan adanya aktivitas yang dilakukan oleh unsur selain badan, yang
disebut jiwa

. 4) Argumen manusia terbang, yaitu diandaikan ada seseorang yang


lahir dengan kesempurnaan akal dan tubuh kemudian ditutup matanya, sehingga
tidak dapat melihat kemudian diterbangkan di udara kosong tanpa bersentuhan
dengan benda apapun, maka dapat dikatakan bahwa jiwa itu ada karena dia dapat
mengkhayalkan adanya kaki dan tangan. Jelas bahwa khayalannya tentang kaki
dan tangan bukan berasal dari indera, tetapi unsur yang lain, yaitu jiwa.

Ibnu Sina meyakini bahwa jiwa akan kekal setelah mati karena jiwa
manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Jiwa tidak akan mati
ketika kematian tubuh karena jiwa adalah unsur yang sama sekali berbeda dengan
tubuh dan tidak mungkin jiwa tergantung pada tubuh. Hubungan antara tubuh dan

9
jiwa bukanlah hubungan yang kausal dan keharusan, tetapi bagaikan hubungan
tuan dan hamba, yaitu tuan tidak terpengaruh dengan perubahan yang menimpa
hambanya. Karena itu, jiwa tidak terpengaruh oleh perubahan yang terjadi pada
badan karena tidak hanya mendapat balasan didunia saja, tetapi nanti pada hidup
kedua di akhirat. Jika jiwa manusia telah mencapai kesempurnaan sebelum
berpisah dengan badan, maka dia akan mengalami kesenangan untuk selamanya,
dan jika dia berpisah dengan badan dengan keadaan yang tidak sempurna, karena
waktu bersatu dengan tubuh dipengaruhi hawa nafsu, maka ia akan hidup dalam
keadaan menyesal untuk selamanya.

3. Akal

Permasalahan akal merupakan bagian yang menjadi pembahasan tidak


saja dalam filsafat islam, tetapi juga dalam teologi dan bahkan hampir di semua
aspek dalam bidang keilmuan islam. Dalam fiqih umpamanya, akal merupakan
bagian yang amat pokok untuk berijtihad karena setelah Al-Qur’an dan hadits,
akal lah yang berperan menentukan suatu hukum. Hadits nabi juga menegaskan
bahwa jika ditemukan penyelesaian suatu persoalan dalam Al-qur’an dan hadits,
maka hendaklah berijtihad dengan akal. Karena itu, wajar kemudian akal
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembahasan bagian keilmuan
dalam islam.

Peranan akal dalam teologi mu’tadzilah amat besar jika dibandingkan


dengan Asy-Ariyah. Bagi mu’tadzilah manusia sudah harus melakukan kebaikan
dan meninggakan keburukan kendati belum diutus rasul karena Tuhan memberi
daya akal kepada manusia untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk.

Menurut Al-Kindi, akal terbagi atas empat: pertama akal yang selalu
bertindak; kedua, akal yang secara potensial berada dalam ruh; ketiga, akal yang
berubah di dalam ruh dari daya menjadi aktual; dan keempat, akal yang kita sebut
akal kedua14.

14
Ahmad Fouad El-Ehwany, Islamic Philosophy, (Kairo, 1951), h.51-52.

10
Akal menurut Al-Razi merupakan limpahan dari Tuhan. Akal diciptakan
oleh Tuhan untuk menyadarkan jiwa yang terlena dalam fisik manusia, bahwa
tubuh itu bukanlah tempat yang sebenarnya, serta bukan tempat kebahagiaan dan
tempat abadi. Kesenangan dan kebahagian yang sebenarnya adalah melepaskan
diri dari materi dengan jalan berfilsafat15.

4.Teori kenabian

Kenabian merupakan salah satu pembahasan yang dibicarakan oleh para


filosof Islam karena persoalan ini terkait erat dengan pelimpahan dari Akal Aktif
(Jibril) kepada para nabi dan filosof. Jika para nabi mendapatkan wahyu dari
jibril, maka filosofpun[6] dapat berhubungan dengan jibril yang dalam istilahnya
disebut Akal Aktif. Persoalan berikutnya adalah jika nabi dan filosof sama-sama
dapat berhubungan dengan Jibril, apa perbedaan nabi dan filosof. Dalam kata lain
apakah kedudukan nabi dan filosof sama atau berbeda. Kalau sama di mana letak
persamaannya jika berbeda dimana letak perbedaannya.

Dalam beberapa hal nabi dan filosof sama, yakni dapat berhubungan
dengan Jibril, baik ketika bangun maupun ketika tidur. Sedangkan filosof hanya
dapat berhubungan dengan Jibril hanya ketika tidur saja. Di samping itu, nabi
berhubungan dengan perantara hidayah, sedangkan filosof lewat perantara akal
mustafad. Persoalan inilah yang kemudian dibicarakan oleh para filosof-filosof
muslim.

Menurut Al-Farabi, dasar setiap agama langit adalah wahyu dan inspirasi.
Seorang nabi adalah seseorang yang dianugerahi kesempatan untuk dapat
langsung berkomunikasi dengan Tuhan dan diberi kemampuan untuk menyatakan
kehendak-Nya. Islam, sebagaimana agama-agama langit lainnya, mempunyai

15
Al-Razi, Rasa’il Falsafiyyah, (Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidah, 1982), h.84

11
Tuhan sebagai penguasa. Al-Qur’an mengatakan: “ Ia tidak lain hanyalah wahyu
yang diwahyukan Tuhan Yang Maha Kuasa telah mengajarnya.” (QS. 53: 4-5).

Al-Razi adalah seorang tokoh filsafat yang kontroversial yang mengikuti


aliran rasionalis murni. Oleh karena itu, ia berpandangan manusia tidak
membutuhkan adanya nabi yang tugasnya mengatur kehidupan manusia agar
teratur. Manusia bisa teratur dalam menata kehidupannya dengan adanya akal
yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia sebagai karunia yang terbesar. Jadi,
menurutnya hanya dengan akal-lah manusia dapat hidup teratur tanpa nabi
sekalipun16.

Adapun menurut Al-Thusi, manusia mempunyai kebebasan dalam


bertindak dan kelak akan dibangkitkan kembali tubuhnya. Setelah menetapkan
kebebasan berkehendak dan kebangkitan kembali tubuh, Al-Thusi lalu
menetapkan perlunya kenabian dan kepemimpinan spiritual. Pertentangan minat
serta kebebasan individu mengakibatkan tercerai-berainya kehidupan sosial, dan
ini memerlukan aturan suci dari Tuhan untuk mengatur urusan-urusan manusia17.

Pendapat tersebut membawa konsekwensi beraganya minat serta


dimungkinkannya terjadi kekacauan dalam kehidupan sosial. Untuk itu diperlukan
aturan suci dari Tuhan untuk mengatur kehidupan manusia. Oleh karena Tuhan
berada di luar jangkauan indera, maka Dia mengutus nabi untuk menuntun
manusia. Jadi kehadiran nabi sangat diperlukan manusia, termasuk dalam hal
kepemimpinan spiritual untuk melanjutkan aturan suci yang ditetapkan para nabi.

5. Eskatologi

Iman pada hari akhirat dalam Islam merupakan rukun iman setelah iman
kepada Tuhan. Jika seseorang tidak mengimani kebangkitan di hari akhirat, maka

16
Abdul Rahman Badawi, Muhammad ibn Zakaria al-Razi, dalam M.M Syarif, Para Filosof
Muslim, terj. Fuad Moh. Fakhruddin, (Bandung: Mizan, 1996), h.47.
17
M.M Sharif, h.567-578

12
dia berhak di cap kafir. Al-Ghazali, yang terkenal dengan julukan hujjatul Islam.
Mencap filosof kafir karena filosof mengimani kebangkitan ruhani dan menolak
kebangkitan jasmani.

Persoalannya adalah apakah benar filosof itu kafir sebagimana dituduhkan


Al-Ghazali. Kalau benar apakah kafir mereka sama dengan kafir musyrik.
Persoalan inilah yang kemudian mendapat reaksi cukup keras dari Ibn Rusyd,
sehingga menulis buku khusus, yang berjudul Tahafut Al-Tahafut untuk
menjawab tuduhan Al-Ghazali tersebut. Persoalannya kemudian adalah
bagaimana sebenarnya posisi Al-Ghazali yang menggugat para filosof dan
bagaimana juga posisi Ibn Rusyd dalam menjawab tuduhan Al-Ghazali tersebut.
Bentuk perdebatan dengan argument masing-masing inilah yang cukup menarik
untuk dikaji dan didalami karena kedua tokoh ini cukup memiliki pengaruh besar
dalam pola pemikiran umat Islam sampai sekarang. Karena itu, ini tidak bertujuan
untuk menilai mana yang benar dan salah, tetapi untuk menjelaskan secara
proporsional dan objektif suatu perdebatan yang berkualitas. Penilaian diserahkan
kepada pembaca mana yang dianggapnya benar atau salah.

6. Kebaikan dan kejahatan

Adanya kejahatan di jagad raya merupakan masalah yang tidak henti-


hentinya diperdebatkan, terutama oleh agamawan dan ilmuwan. Masalah yang
mendasar, terutama bagi teisme, adalah kenapa kejahatan itu ada, padahal Tuhan
Pencipta, maha kuasa, dan sumber kebaikan. Salah satu susunan argument ateisme
menolak teisme adalah sebagai berikut :

a. Jika Tuhan maha baik, tentu Dia akan membasmi kejahatan


b. Jika Tuhan maha kuasa, tentu Dia mampu menghancurkan kejahatan
c. Tetapi Kejahatan belum terhapus
d. Karena itu, Tuhan tidak ada18.

7.Alam antara Qadim dan Baharu


18
Noman L. Geisler and William Watkins, Perspective Unknowing and Evaluating Today’s World
View, California: Herres’s Life Publisher, Inc. 1984, h. 64

13
Perbincangan mengenai penciptaan alam dan sifat alam merupakan salah
satu hal yang krusial, dalam teologi Islam maupun dalam filsafat Islam. Sebab jika
alam qadim sedangkan Tuhan juga qadim, maka tentu ada 2 yang qadim. Dua
yang qadim bertentangan dengan ajaran dasar Islam yang menegaskan bahwa
hanya Tuhan satu-satunya zat yang qadim, selain Tuhan adalah baharu dan
ciptaan-Nya. Perdebatan inilah yang muncul di kalangan filosof karena mereka di
tuduh memprakarsai alam qadim. Apakah benar alam qaim menurut filosof atau
tidak bahkan mereka yang menuduh filosof mengatakan alam qadim salah
memahami pandangan filosof.

Menurut Al-Kindi, Tuhan menciptakan alam dari tidak ada karenanya


alam adalah baharu. Penciptaan alam adalah proses dari yang tertinggi sampai
yang terendah. Akal adalah yang tertinggi dan materi adalah yang terendah.
Namun, dalam pemikiran Al-Kindi tidak jelas apakah dia menganut teori emanasi
tentang penciptaan atau tidak karena tidak ada tulisannya yang terperinci tentang
itu.

8. Pengetahuan Tuhan

Salah satu persoalan yang diperdebatkan kalangan teolog da filosof adalah


mengenai pengetahuan Tuhan apakah Tuhan mengetahui hal-hal yang terperinci,
seperti apakah Tuhan mengetahui semut hitam berjalan di malam gelap diatas batu
hitam. Persoalannya adalah jika Tuhan mengetahui hal-hal yang terperinci, maka
Tuhan amat sangat sibuk dan apa gunanya Tuhan mengetahui semua itu. Jika
Tuhan tidak mengetahui tentu di samping terkesan Dia tidak mengetahui, juga
tidak sesuai dengan ayat Al-Qur’an yang menjelaskan Tuhan Maha

Mengetahui. Persoalan inilah yang diperdebatkan secara panjang lebar


antara teolog dan filosof. Abu Barakat Al-Bagdadi berkomentar tentang persoalan
tersebut, “Para pemikir kontemporer dan tradisional berbeda pendapat tentang
pengetahuan Tuhan mengenai hal-hal yang terperinci. Sebagian mereka
berpendapat bahwa Tuhan tidak mengetahui selain zat dan sifat-Nya. Adapun
sebagian yang lain mengatakan bahwa Tuhan mengetahui zat dan juga semua

14
makhluk-Nya dalam berbagai keadaan, baik yang sekarang maupun yang akan
datang. Sisanya berpendapat bahwa Tuhan mengetahui zat sifat-sifat global, dan
wujud yang abadi lewat zat-Nya. Bagi pendapat yang terakhir ini Tuhan tidak
mengetahui hal-hal yang terperinci dan berbagai perubahan di jagad raya19.

9.Hukum kausalitas

Teori kausalitas adalah salah satu sumbangan terbesar filsafat pada ilmu.
Ilmu menjadikan teori kausalitas sebagai dasar pijakannya. Ilmu kesehatan
umpamanya, harus taat azaz pada hukum sebab akibat. Kalau obat tertentu tidak
memberi kepastian penyembuhan bagi penyakit tertentu, maka akan kacau sistem
pengobatan. Karena itu, obat harus mencapai tingkat kepastian sebagai
penyembuh suatu penyakit. Peristiwa-peristiwa di alam juga tidak terlepas dari
hukum sebab akibat, seperti api membakar dan air membasahi.

Teori kausalitas sudah dikembangkan sejak zaman Yunani. Aristoteles


mempertegas keberadaan teori kausalitas dengan menguraikan bahwa ada empat
macam sebab, yaitu sebab materi, bentuk, efisisen, dan tujuan. Keempat jenis
sebab tersebut saling terkait dan bersatu. Sebab materi dan bentuk ada dalam
benda itu sendiri, sedangkan sebab efisien dan tujuan berada di luar benda.
Keempat sebab berlaku, baik bagi kejadian alam maupun bagi kejadian yang
disebabkan oleh manusia. Aristoteles bermaksud bahwa dengan penjelasan ini ia
memberikan daftar komplit yang memuat semua faktor yang dapat menyebabkan
suatu kejadian. Dalam suatu kejadian keempat jenis sebab itu dapat dibedakan,
paling tidak secara logis20.

10.Ruang dan waktu

Dalam sistem Aristoteles, alam terbatas oleh ruang, tetapi tidak terbatas
oleh waktu. Hal itu dikarenakan gerak alam seabadi Penggerak Tak Tergerakkan
(Unmovable Mover). Keabadian alam ini ditolak dalam pemikiran Islam, karena
alam adalah diciptakan. Untuk itu para filosof muslim mencari jalan keluarnya
19
Ahmad Syamsudin, Al-Ghazali, (Bairut: Dar Al-Kutub Al-ilmiyyah, 1990), h. 85.
20
K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta: Kanisius, 1981), h. 141.

15
yang sesuai dengan agama dan permasalahan tersebut. Tokoh filosof Muslim yang
dianggap ateis karena sependapat dengan Aristoteles bahwa alam ini kekal adalah
Ibn Sina dan Ibn Rusyd.

Al-Kindi memecahkan masalah tersebut secara radikal dengan gagasan


tentang ketakterhinggaan secara matematik. Ia mengatakan bahwa alam ini tidak
kekal. Benda-benda fisik terdiri atas materi dan bentuk, dan bergerak di dalam
ruang dan waktu. Waktu dan ruang adalah hal yang terbatas, karena keduanya
tidak aka nada kecuali dengan keterbatasan. Waktu bukanlah gerak, tetapi
bilangan pengukur gerak, karena waktu tak lain adalah yang dahulu dan yang akan
datang. Bilangan terdiri atas dua macam, yaitu tersendiri dan berkesinambungan.
Oleh karena itu, waktu adalah berkesinambungan yang dapat ditentukan, yang
berproses dari dulu hingga kelak.

E. Menyikapi perbedaan pendapat filsafat Islam dan manfaatnya

Banyak sekali ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi yang melarang perpecahan
(iftiraq) dan perselisihan (ikhtilaf), namun apabila kita mencermati, akan tampak
oleh kita bahwa yang dimaksud adalah berbeda pendapat dalam masalah-masalah
prinsip atau Ushul yang berdampak kepada perpecahan. Adapun berbeda pendapat
dalam masalah-masalah cabang agama atau Furu’, maka hal ini tidaklah tercela
dan tidak boleh sampai berdampak atau berujung pada perpecahan, karena para
sahabat juga berbeda pendapat akan tetapi mereka tetap bersaudara dan saling
menghormati satu dengan yang lain tanpa saling menghujat atau melecehkan dan
menjatuhkan.

Yang menarik, dalam mengemukakan berbagai pendapatnya, ulama-ulama


Islam, terutama yang diakui secara luas keilmuannya, mampu menunjukkan
kedewasaan sikap, toleransi, dan objektivitas yang tinggi. Mereka tetap
mendudukkan pendapat mereka di bawah Al Quran dan Hadits, tidak
memaksakan pendapat, dan selalu siap menerima kebenaran dari siapapun

16
datangnya. Dapat dikatakan, mereka telah menganut prinsip relativitas
pengetahuan manusia. Sebab, kebenaran mutlak hanya milik Allah. Mereka tidak
pernah memposisikan pendapat mereka sebagai yang paling absah sehingga wajib
untuk diikuti, dan menolak pendapat lain sehingga menganggapnya sebagai
sesuatu yang bertentangan dengan agama.

“Pendapatku benar, tapi memiliki kemungkinan untuk salah. Sedangkan


pendapat orang lain salah, tapi memiliki kemungkinan untuk benar.” Demikian
ungkapan yang sangat populer dari Imam Syafi’i.

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan

Dari uraian mengenai Filsafat Islam diatas, dapat disimpulkan bahwa;

1.Filsafat berasal dari kata Yunani yaitu philos (keinginan) dan Sophia
(kebenaran) jadi, filsafat adalah cinta kepada ilmu pengetahuan atau kebenaran,
suka kepada hikmah dan kebijaksanaan. Adapun filsafat Islam adalah pemikiran-

17
pemikiran filsafat yang memberikan kontribusi pada Islam dan sebaliknya Islam
menggunakan filsafat untuk memperkuat prinsip-prinsip agama.

2.Filsafat Barat adalah hasil pemikiran radikal oleh para filosof Barat sejak abad
pertengahan sampai abad modern. Sedangkan Filsafat Islam adalah berpikir bebas,
radikal dan berada pada taraf makna yang mempunyai sifat, corak dan karakter
yang menyelamatkan dan kedamaian hati.

3. Filsafat Islam berawal dari filsafat Yunani yang telah dipelajari sebelumnya
oleh bangsa taklukan Islam seperti Mesir, Baghdad dan Syiria yang kemudian
diteruskan secara intensif oleh para Khalifah. Tokoh-tokoh filsafat Islam yaitu :
AlKindi, Ibnu Rusyd, Al Razi, Ibn Thufail, Al Farabi, Suhrawardi Al Maqtul,
Mulla Shadra, Nashiruddin Thussi, dll.

4.Pokok-pokok yang dibahas dalam filsafat Islam yaitu ;


a. Prinsip teori emanasi adalah penjelasan tentang munculnya yang banyak
dari yang satu atau terjadinya alam dari sumber yang pertama.
b. Jiwa dalam bahasa arab disebut dengan nafs atau ruh, sedangkan dalam
bahasa inggris soul atau spirit adalah unsur immateri dalam diri manusia. Jiwa
tidak dapat dipisahkan dari tubuh, begitu juga sebaliknya karena tanpa salah satu
dari keduanya, seseorang tidak dapat dikatakan manusia.
c. Akal, merupakan bagian yang amat pokok karena digunakan untuk
berijtihad dan membantu manusia agar tidak terlena oleh materi.
d. Filosof berkomunikasi melalui mimpi sedangkan nabi diberi kemampuan
untuk berkomunikasi secara langsung maupun dalam mimpi. Dan kenabian
menjadi penting karena jika manusia hanya menggunakan akal maka akan terjadi
kerusakan dan karena itu perlu adanya suatu petunjuk suci dari-Nya.
e. Eskatologi = Iman pada hari akhirat dalam Islam merupakan rukun iman
setelah iman kepada Tuhan.

f. Kebaikan dan kejahatan

g. Alam, antara qodim dan baru, menurut alKindi, alam itu baru. Penciptaan
alam dimulai dari yang tertinggi hingga yang terendah.

18
h. Pengetahuan Tuhan.

i. Hukum kausalitas(sebab-akibat)

j. Ruang dan waktu. Sikap kita dalam menyikapi perbedaan pendapat yaitu
saling bertoleransi dalam masalah cabang agama sedangkan dalam masalah ushul
hendaknya kita saling mengingatkan.

B.Saran

Kami selaku penulis memohon kepada para pembaca agar memberikan kritik dan
saran atas makalah kami karena pasti kami tidak akan lepas dari kekeliruan-
kekeliruan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Tafsir ,Ahmad, Filsafat Umum, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya 1990)

Nasution ,Harun, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan


Bintang 1973)

Bertens K., Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta: Kanisius 1981)

Bakhtiar ,Amsal, Tema-tema Filsafat Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Pers, 2005)

Nasution ,Hasyimsyah, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999)

Fouad El-Ehwany ,Ahmad, Islamic Philosophy, (Kairo, 1951)

Rasa’il Falsafiyyah ,Al-Razi, (Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidah, 1982)

Rahman Badawi, Abdul, Dkk, dalam M.M Syarif, Para Filosof Muslim,
terj. Fuad Moh. Fakhruddin, (Bandung: Mizan, 1996)

L ,Noman, Dkk, Perspective Unknowing and Evaluating Today’s World


View, California: Herres’s Life Publisher, Inc. 1984

Syamsudin Al-Ghazali ,Ahmad,, (Bairut: Dar Al-Kutub Al-ilmiyyah, 1990)

Bertens ,K., Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta: Kanisius, 1981)

20

Anda mungkin juga menyukai