Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................iii
PENDAHULUAN..................................................................................................iii
A.Latar Belakang....................................................................................................iii
B. Rumusan Masalah............................................................................................iii
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................iv
BAB II......................................................................................................................1
PEMBAHASAN......................................................................................................1
A.Pengertian Filsafat dan Filsafat Islam..................................................................1
B. Perbedaan Filsafat Islam dan Filsafat barat......................................................2
C. Latar Belakang Lahirnya Filsafat Islam, dan Tokoh-tokohnya..........................3
D. Pokok-pokok yang dibahas dalam filsafat Islam................................................7
E. Menyikapi perbedaan pendapat filsafat Islam dan manfaatnya.........................16
BAB III..................................................................................................................18
PENUTUP..............................................................................................................18
A.Kesimpulan........................................................................................................18
B.Saran...................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
iii
C. Tujuan Penulisan
iv
BAB II
PEMBAHASAN
Filsafat berasal dari kata Yunani yaitu philos dan sophia. Philos yang
berarti cinta dan dalam arti luas yang berarti keinginan. Sedangkan sophia yang
berarti kebenaran atau kebijaksanaan. Secara etimologi filsafat berarti cinta pada
kebijaksanaan atau kebenaran. Hasan Sadzili mengatakan bahwa filsafat adalah
cinta akan kebenaran1.
Jadi, filsafat adalah cinta kepada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka
kepada hikmah dan kebijaksanaan. Menurut Moh. Hatta dan Langeveld, filsafat
tidak perlu diberikan karena setiap orang memiliki titik tekan yang berbeda dalam
mendefinisikannya. Oleh karena itu, beliau membiarkan seseorang meneliti
filsafat terlebih dahulu kemudian menyimpulkannya sendiri2. Plato menyebut
Socrates sebagai seorang philosophos (filosof), yakni pecinta kebijaksanaan.
Sebelum Socrates, ada suatu kelompok yang menyebut diri mereka sophist (kaum
sofis) yang berarti para cendekiawan 3. Plato mengatakan bahwa filsafat adalah
pengetahuan tentang segala yang ada. Menurut Aristoteles filsafat adalah
menyelidiki sebab dan azas segala benda. Karena itu, Aristoteles menamakan
filsafat dengan “teologi” atau “filsafat pertama”. Karena itu Aristoteles
menyimpulkan bahwa setiap gerak di alam ini digerakkan oleh yang lain, dari
hasil pemikirannya secara komprehensif sesuatu yang bergerak tentu tidak
terlepas dari sesuatu yang bermateri tentulah dua yang berpotensi untuk bergerak4.
1
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya 1990), h. 8.
2
Ibid, h. 432
3
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang 1973), h. 23.
4
K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta: Kanisius 1981), h. 155
1
Al-Farabi mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang alam
yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya 5. Menurut
Sultan Takdir Alisjahbana berpendapat bahwa filsafat adalah berpikir dengan
insaf6. Fuad Hasan berpendapat, bahwa filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir
radikal dalam arti mulai dari radixnya sesuatu gejala, dari akarnya sesuatu yang
hendak dipermasalahkan. Dan dengan jalan penjagaan yang radikal itu filsafat
berusaha untuk sampai kepada kesimpulan yang universal7.
5
K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta: Kanisius 1981), h. 155 5Ibid, h. 43
6
Amsal Bakhtiar, Tema-tema Filsafat Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Pers, 2005), h. 9
7
Amsal Bakhtiar, Tema-tema Filsafat Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Pers, 2005), h. 10.
2
Perjalanan filsafat Barat dimulai dari masa Yunani Kuno, yang terfokus
pada pemikiran asal kejadian alam secara rasional. Segala sesuatu harus atas dasar
logika. Kemudian masa abad pertengahan filsafat berubah arah menjadi bersifat
teosentrik, segala kebenaran ukurannya adalah ketaatan pada Gereja. Maka
mereka banyak yang berasal dari kalangan pendeta (agamawan). Pada perjalanan
berikutnya para pendeta dogmatis itu ditinggal para ilmuwan yang kemudian
beralih pada pemikiran yang bercorak bebas, radikal, dan rasional yang realis.
. Tujuan Filsafat barat dan filsafat islam sebenarnya hampir sama. Namun
karena terjadinya perbedaan agama maka pada filsafat islam ada yang
membatasinya, yaitu menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam
dengan mempergunakan akal sampai pada hakikatnya, jadi dalam filsafat
objeknya tidak membatasi diri. Dalam filsafat membahas tentang objeknya sampai
kedalamannya, sampai ke radikal dan totalitas.
Sejarah filsafat Islam tidak dapat dilepaskan dari filsafat Yunani. Filsafat Yunani
dikembangkan oleh Alexander Agung yang sering juga dikenal Iskandar
Zulkarnain. Alexander Agung adalah Raja Macedonia yang juga merupakan
murid dari Aristoteles. Cita-cita Alexander ingin menguasai Mesir karena Mesir
dianggap tempat yang strategis untuk mengembangkan kekuasaan dan peradaban.
Ternyata keinginannya terwujud, sehingga dia tidak hanya menguasai Mesir,
tetapi juga Syiria dan sebagian India.
3
Alexander mencoba memperkenalkan filsafat dan budaya Yunani di
daerah jajahannya dengan cara menganjurkan para prajurit dan intelektual Yunani
untuk mengawini penduduk setempat sehingga mereka betah hidup di tempat
yang dikuasai. Transformasi inilah yang menjadi cikal bakal perkembangan
filsafat dan peradaban Yunani di luar wilayah Yunani. Karena itu, tidak heran
wilayah yang dikuasainya lebih maju dibandingkan dengan Yunani sendiri.
Peradaban Yunani lebih berkembang di Mesir, Syiria dan Yudinsapur.
Perkembangan peradaban filsafat Yunani di luar Yunani disebut Hellenisme.
1. AL-KINDI
8
Amsal Bakhtiar, Tema-tema Filsafat Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Pers, 2005), h. 15.
4
Tidak hamiyah karena Tuhan tidak merupakan genus atau species. Sesuai paham
dalam Islam, Tuhan bagi Al-Kindi adalah pencipta dan bukan penggerak pertama
sebagaimana pendapat Aristoteles9.
2. AL-RAZI
Seorang rasionalis yang hanya percaya pada kekuatan akal dan tidak
percaya pada wahyu dan perlunya Nabi-nabi. Ia berkeyakinan bahwa akal
manusia kuat untuk mengetahui yang baik dan yang buruk, untuk tahu pada
Tuhan dan mengatur hidup manusia di dunia ini10.
3. AL-FARABI
4. IBN THUFAIL
5. IBN RUSYD
9
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h. 17.
10
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h. 26.
11
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h. 35.
5
6. NASHIRUDDIN THUSI
7. SUHRAWARDI AL-MAQTUL
8. MULLA SHADRA
12
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h. 146.
6
2) Bersifat praktis, yang mengacu pada pencapaian kesempurnaan-
kesempurnaan yang cocok bagi jiwa. Perwujudannya adalah mendekatkan diri
kepada Tuhan. Ia juga meyakini adanya titik temu antara filsafat dan agama
sebagai kesatuan kebenaran yang dapat dibuktikan melalui mata rantai historis
yang berkesinambungan dari Adam sampai Ibrahim, orang-orang Yunani, para
sufi Islam dan para filsuf13.
1.Emanasi
2.Jiwa/ruh Jiwa
dalam bahasa arab disebut dengan nafs atau ruh, sedangkan dalam bahasa
inggris soul atau spirit adalah unsur immateri dalam diri manusia. Jiwa tidak dapat
dipisahkan dari tubuh, begitu juga sebaliknya karena tanpa salah satu dari
keduanya, seseorang tidak dapat dikatakan manusia. Kendati jiwa adalah unsur
13
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h. 174.
7
pokok dalam diri manusia, persoalan hakikat jiwa, hubungan jiwa dengan badan
dan keabadian jiwa tidak mudah dipecahkan. Karena itu, tidak heran para ahli
agama, filosof, sufi, dan psikolog sampai sekarang masih terus berusaha mengkaji
dan mendalami tentang eksistensi jiwa. Dalam kitab-kitab suci agama pun,
ungkapan jiwa termasuk bahasan yang penting karena terkait dengan kepercayaan
pokok, yaitu percaya akan hari akhirat, yang didalamnya terkandung makna
keabadian jiwa.
Dalam Al-Qur’an, jiwa diungkapkan denga kata nafs atau ruh, yang
artinya tidak selalu sama karena nafs sendiri tidak satu artinya, ada yang berarti
jiwa, hati, dan jenis. Sedangkan ruh yang berarti jiwa, malaikat jibril, dan wahyu.
Kendati terdapat persamaan arti antara nafs dan ruh, dalam mu’jam Al-wasith, ruh
dan nafs dibedakan. Ruh adalah yang menghidupkan nafs dan esensi ruh lebih
halus daripada nafs. Pengertian ini tampaknya diperkuat oleh M. Quraish Shihab,
yang mengatakan bahwa nafs dalam Al-Qur’an menggambarkan totalitas manusia
atau kepribadian seseorang yang membedakannya dengan orang lain. Dia
mengutip pendapat Abdul Karim Al-Khatib, salah seorang ulama islam
kontemporer, yang cenderung memahami jiwa sebagai suatu hasil perpaduan
antara jasmani dan ruhani manusia, perpaduan yang kemudian menjadikan yang
bersangkutan mengenal perasaan, emosi, dan pengetahuan, serta dikenal dan
dibedakan dengan manusia lainnya. Sedangkan Ibn Katsir berpendapat bahwa
nafs dan ruh adalah sama, yaitu zat yang halus menjalar didalam tubuh, seperti
mengalirnya air dalam akar pohon-pohonan.
8
Ibnu Sina meyakini benar bahwa jiwa adalah unsur yang berbeda dari
tubuh dan memiliki karakter spesifik. Untuk mejelaskan perbedaan tersebut dan
sekaligus memperkuat adanya jiwa. Ibn Sina mengemukakan empat argumen,
yaitu:
1) Argumen psiko fisik, yaitu setiap benda harus tunduk pada hukum
alam, contohnya batu harus jatuh kebawah dan tidak bergerak, tetapi ternyata
manusia adalah benda yang bisa bergerak. Gerak manusia ini tentu tidak
digerakkan oleh tubuh itu sendiri, tetapi ada unsur luar yang menggerakkannya,
yang disebut jiwa.
Ibnu Sina meyakini bahwa jiwa akan kekal setelah mati karena jiwa
manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Jiwa tidak akan mati
ketika kematian tubuh karena jiwa adalah unsur yang sama sekali berbeda dengan
tubuh dan tidak mungkin jiwa tergantung pada tubuh. Hubungan antara tubuh dan
9
jiwa bukanlah hubungan yang kausal dan keharusan, tetapi bagaikan hubungan
tuan dan hamba, yaitu tuan tidak terpengaruh dengan perubahan yang menimpa
hambanya. Karena itu, jiwa tidak terpengaruh oleh perubahan yang terjadi pada
badan karena tidak hanya mendapat balasan didunia saja, tetapi nanti pada hidup
kedua di akhirat. Jika jiwa manusia telah mencapai kesempurnaan sebelum
berpisah dengan badan, maka dia akan mengalami kesenangan untuk selamanya,
dan jika dia berpisah dengan badan dengan keadaan yang tidak sempurna, karena
waktu bersatu dengan tubuh dipengaruhi hawa nafsu, maka ia akan hidup dalam
keadaan menyesal untuk selamanya.
3. Akal
Menurut Al-Kindi, akal terbagi atas empat: pertama akal yang selalu
bertindak; kedua, akal yang secara potensial berada dalam ruh; ketiga, akal yang
berubah di dalam ruh dari daya menjadi aktual; dan keempat, akal yang kita sebut
akal kedua14.
14
Ahmad Fouad El-Ehwany, Islamic Philosophy, (Kairo, 1951), h.51-52.
10
Akal menurut Al-Razi merupakan limpahan dari Tuhan. Akal diciptakan
oleh Tuhan untuk menyadarkan jiwa yang terlena dalam fisik manusia, bahwa
tubuh itu bukanlah tempat yang sebenarnya, serta bukan tempat kebahagiaan dan
tempat abadi. Kesenangan dan kebahagian yang sebenarnya adalah melepaskan
diri dari materi dengan jalan berfilsafat15.
4.Teori kenabian
Dalam beberapa hal nabi dan filosof sama, yakni dapat berhubungan
dengan Jibril, baik ketika bangun maupun ketika tidur. Sedangkan filosof hanya
dapat berhubungan dengan Jibril hanya ketika tidur saja. Di samping itu, nabi
berhubungan dengan perantara hidayah, sedangkan filosof lewat perantara akal
mustafad. Persoalan inilah yang kemudian dibicarakan oleh para filosof-filosof
muslim.
Menurut Al-Farabi, dasar setiap agama langit adalah wahyu dan inspirasi.
Seorang nabi adalah seseorang yang dianugerahi kesempatan untuk dapat
langsung berkomunikasi dengan Tuhan dan diberi kemampuan untuk menyatakan
kehendak-Nya. Islam, sebagaimana agama-agama langit lainnya, mempunyai
15
Al-Razi, Rasa’il Falsafiyyah, (Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidah, 1982), h.84
11
Tuhan sebagai penguasa. Al-Qur’an mengatakan: “ Ia tidak lain hanyalah wahyu
yang diwahyukan Tuhan Yang Maha Kuasa telah mengajarnya.” (QS. 53: 4-5).
5. Eskatologi
Iman pada hari akhirat dalam Islam merupakan rukun iman setelah iman
kepada Tuhan. Jika seseorang tidak mengimani kebangkitan di hari akhirat, maka
16
Abdul Rahman Badawi, Muhammad ibn Zakaria al-Razi, dalam M.M Syarif, Para Filosof
Muslim, terj. Fuad Moh. Fakhruddin, (Bandung: Mizan, 1996), h.47.
17
M.M Sharif, h.567-578
12
dia berhak di cap kafir. Al-Ghazali, yang terkenal dengan julukan hujjatul Islam.
Mencap filosof kafir karena filosof mengimani kebangkitan ruhani dan menolak
kebangkitan jasmani.
13
Perbincangan mengenai penciptaan alam dan sifat alam merupakan salah
satu hal yang krusial, dalam teologi Islam maupun dalam filsafat Islam. Sebab jika
alam qadim sedangkan Tuhan juga qadim, maka tentu ada 2 yang qadim. Dua
yang qadim bertentangan dengan ajaran dasar Islam yang menegaskan bahwa
hanya Tuhan satu-satunya zat yang qadim, selain Tuhan adalah baharu dan
ciptaan-Nya. Perdebatan inilah yang muncul di kalangan filosof karena mereka di
tuduh memprakarsai alam qadim. Apakah benar alam qaim menurut filosof atau
tidak bahkan mereka yang menuduh filosof mengatakan alam qadim salah
memahami pandangan filosof.
8. Pengetahuan Tuhan
14
makhluk-Nya dalam berbagai keadaan, baik yang sekarang maupun yang akan
datang. Sisanya berpendapat bahwa Tuhan mengetahui zat sifat-sifat global, dan
wujud yang abadi lewat zat-Nya. Bagi pendapat yang terakhir ini Tuhan tidak
mengetahui hal-hal yang terperinci dan berbagai perubahan di jagad raya19.
9.Hukum kausalitas
Teori kausalitas adalah salah satu sumbangan terbesar filsafat pada ilmu.
Ilmu menjadikan teori kausalitas sebagai dasar pijakannya. Ilmu kesehatan
umpamanya, harus taat azaz pada hukum sebab akibat. Kalau obat tertentu tidak
memberi kepastian penyembuhan bagi penyakit tertentu, maka akan kacau sistem
pengobatan. Karena itu, obat harus mencapai tingkat kepastian sebagai
penyembuh suatu penyakit. Peristiwa-peristiwa di alam juga tidak terlepas dari
hukum sebab akibat, seperti api membakar dan air membasahi.
Dalam sistem Aristoteles, alam terbatas oleh ruang, tetapi tidak terbatas
oleh waktu. Hal itu dikarenakan gerak alam seabadi Penggerak Tak Tergerakkan
(Unmovable Mover). Keabadian alam ini ditolak dalam pemikiran Islam, karena
alam adalah diciptakan. Untuk itu para filosof muslim mencari jalan keluarnya
19
Ahmad Syamsudin, Al-Ghazali, (Bairut: Dar Al-Kutub Al-ilmiyyah, 1990), h. 85.
20
K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta: Kanisius, 1981), h. 141.
15
yang sesuai dengan agama dan permasalahan tersebut. Tokoh filosof Muslim yang
dianggap ateis karena sependapat dengan Aristoteles bahwa alam ini kekal adalah
Ibn Sina dan Ibn Rusyd.
Banyak sekali ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi yang melarang perpecahan
(iftiraq) dan perselisihan (ikhtilaf), namun apabila kita mencermati, akan tampak
oleh kita bahwa yang dimaksud adalah berbeda pendapat dalam masalah-masalah
prinsip atau Ushul yang berdampak kepada perpecahan. Adapun berbeda pendapat
dalam masalah-masalah cabang agama atau Furu’, maka hal ini tidaklah tercela
dan tidak boleh sampai berdampak atau berujung pada perpecahan, karena para
sahabat juga berbeda pendapat akan tetapi mereka tetap bersaudara dan saling
menghormati satu dengan yang lain tanpa saling menghujat atau melecehkan dan
menjatuhkan.
16
datangnya. Dapat dikatakan, mereka telah menganut prinsip relativitas
pengetahuan manusia. Sebab, kebenaran mutlak hanya milik Allah. Mereka tidak
pernah memposisikan pendapat mereka sebagai yang paling absah sehingga wajib
untuk diikuti, dan menolak pendapat lain sehingga menganggapnya sebagai
sesuatu yang bertentangan dengan agama.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
1.Filsafat berasal dari kata Yunani yaitu philos (keinginan) dan Sophia
(kebenaran) jadi, filsafat adalah cinta kepada ilmu pengetahuan atau kebenaran,
suka kepada hikmah dan kebijaksanaan. Adapun filsafat Islam adalah pemikiran-
17
pemikiran filsafat yang memberikan kontribusi pada Islam dan sebaliknya Islam
menggunakan filsafat untuk memperkuat prinsip-prinsip agama.
2.Filsafat Barat adalah hasil pemikiran radikal oleh para filosof Barat sejak abad
pertengahan sampai abad modern. Sedangkan Filsafat Islam adalah berpikir bebas,
radikal dan berada pada taraf makna yang mempunyai sifat, corak dan karakter
yang menyelamatkan dan kedamaian hati.
3. Filsafat Islam berawal dari filsafat Yunani yang telah dipelajari sebelumnya
oleh bangsa taklukan Islam seperti Mesir, Baghdad dan Syiria yang kemudian
diteruskan secara intensif oleh para Khalifah. Tokoh-tokoh filsafat Islam yaitu :
AlKindi, Ibnu Rusyd, Al Razi, Ibn Thufail, Al Farabi, Suhrawardi Al Maqtul,
Mulla Shadra, Nashiruddin Thussi, dll.
g. Alam, antara qodim dan baru, menurut alKindi, alam itu baru. Penciptaan
alam dimulai dari yang tertinggi hingga yang terendah.
18
h. Pengetahuan Tuhan.
i. Hukum kausalitas(sebab-akibat)
j. Ruang dan waktu. Sikap kita dalam menyikapi perbedaan pendapat yaitu
saling bertoleransi dalam masalah cabang agama sedangkan dalam masalah ushul
hendaknya kita saling mengingatkan.
B.Saran
Kami selaku penulis memohon kepada para pembaca agar memberikan kritik dan
saran atas makalah kami karena pasti kami tidak akan lepas dari kekeliruan-
kekeliruan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar ,Amsal, Tema-tema Filsafat Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Pers, 2005)
Rahman Badawi, Abdul, Dkk, dalam M.M Syarif, Para Filosof Muslim,
terj. Fuad Moh. Fakhruddin, (Bandung: Mizan, 1996)
20