Anda di halaman 1dari 18

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ 1


BAB I ................................................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN ................................................................................................................................ 2
A. Latar Belakang ...................................................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................. 4
C. Tujuan ................................................................................................................................... 4
BAB II .................................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN ................................................................................................................................... 5
A. Konsep Filsafat ..................................................................................................................... 5
1. Pengertian ............................................................................................................................. 5
2. Sejarah .................................................................................................................................. 6
a. Masa Yunani ......................................................................................................................... 6
b. Abad Pertengahan ................................................................................................................. 7
c. Abad Modern. ....................................................................................................................... 8
d. Era Kontemporer. ................................................................................................................ 10
e. Filsafat Islam (sisipan). ....................................................................................................... 10
3. Objek................................................................................................................................... 11
4. Ruang Lingkup dan Struktur Pembahasan .......................................................................... 12
5. Cabang Kajian ..................................................................................................................... 13
6. Ciri Berpikir Filosofis ......................................................................................................... 15
BAB III ............................................................................................................................................... 17
PENUTUP .......................................................................................................................................... 17
A. Kesimpulan ......................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................... 18

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hidup tetap bisa berjalan tanpa berfilsafat karena tidak berfilsafat tidak akan membuat
manusia mati, sebagaimana makhluk hidup lainnya, seperti hewan yang bisa bertahan
hidup dan masih bisa memperpanjang keberlangsungan spesiesnya. Namun, untuk
membuat hidup berjalan lebih baik dan bermakna, mendapatkan pemahaman rasional
dan komprehensif mengenai dunia yang kita diami ini, dan proses dasar yang bekerja di
alam, masyarakat, dan cara kita memandangnya, maka filsafat menemukan urgensinya. 1
Belajar filsafat pada umumnya menjadikan manusia lebih bijaksana. Bijaksana artinya
memahami pemikiran yang ada dari sisi mana pemikiran itu disimpulkan. Memahami
dan menerima sesuatu yang ada dari sisi mana keadaan itu ada. Plato merasakan bahwa
berpikir dan memikir sesuatu itu sebagai suatu nikmat yang luar biasa sehingga filsafat
diberi predikat sebagai keinginan yang maha berharga.2
Dinamika pemikiran dalam dunia Islam senantiasa berkembang, bahkan sampai
sekarang. Kenyataan ini dimungkinkan terjadi karena doktrin yang mengajarkan
penghargaan yang layak terhadap akal sebagai salah satu sumber pengetahuan dan
kebenaran. Bahkan, Quran dan hadis tidak ragu untuk menyuarakan urgensi penalaran,
penelitian, dan pemikiran, seperti penggunaan yang menunjuk pengertian ini,
diantaranya: nazhar, tadabur, dan tafakur.3
Filsafat Islam sebagai bagian tidak terpisahkan dari khazanah pemikiran Islam, baik
dari aspek konteks maupun sejarah perkembangannya, sesungguhnya bukan sesuatu yang
sederhana. Banyak aspek dan hubungan yang harus dipahami, dijelaskan, dan diuraikan.
Ketidaktelitian dalam mencermati, memilih, dan memilah persoalan inilah yang sering
menyebabkan kita salah dalam menilai dan mengambil tindakan. Adanya sikap yang
anti-filsafat di sebagian kalangan umat Islam atau anggapan bahwa filsafat Islam tidak
lain adalah jiplakan dari Yunani, salah satu sebabnya adalah karena adanya
kekurangtelitian tersebut.4

1
Nurani Soyomukti, Pengantar Filsafat Umum : Dari Pendekatan Historis, Pemetaan Cabang-Cabang
Filsafat, Pertarungan Pemikiran, Memahami Filsafat Cinta, Hingga Panduan Berpikir Kritis-Filosofi (Sleman:
Ar-Ruzz Media, 2019) h.21
2
Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu (Bogor: PT Penerbit IPB Press, 2015) h.6
3
Amroeni Drajat, Filsafat Islam: Buat Yang Pengen Tahu (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006) h.1
4
Khudori Soleh, Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer (Sleman: Ar-Ruzz Media, 2016) h.23

2
3

Pemikiran-pemikiran filsafat Yunani yang masuk dalam pemikiran Islam, diakui


banyak kalangan telah mendorong perkembangan filsafat Islam menjadi makin pesat.
Meski demikian, hal itu bukan berarti filsafat Islam berasal dari terjemahan teks-teks
Yunani tersebut atau hanya nukilan dari filsafat Aristoteles atau dari Neo-Platonisme
karena atau berguru tidak berarti hanya meniru atau membebek semata. Harus dipahami
bahwa suatu ide dapat dibahas oleh banyak orang dan akan tampil dalam berbagai
macam fenomena. Seseorang berhak mengambil sebagian gagasan orang lain, tetapi itu
semua tidak menghalanginya untuk menampilkan teori atau filsafatnya sendiri.
Aristoteles, misalnya, jelas merupakan murid Plato ia mempunyai pandangan sendiri
yang tidak dikatakan gurunya. seperti itulah yang juga terjadi pada para filosof Muslim.
Al-Farabi dan Ibnu Rusyd, misalnya, walau banyak diilhami oleh pemikiran filsafat
Yunani, tetapi ia mempunyai pandangan sendiri yang tidak sama dengan sebelumnya. 5
Berdasarkan hal tersebut, maka apa yang disebut sebagai transmisi filsafat Yunani ke
Arab Islam berarti adalah suatu proses panjang dan kompleks yang justru sering banyak
dipengaruhi oleh keyakinan dan teologis para pelakunya, kondisi budaya yang
melingkupi, dan seterusnya; termasuk dalam hal istilah-istilah teknis yang digunakan
tidak akan lepas dari konteks dan problem bahasa Arab dan ajaran Islam.
yang ada menunjukkan bahwa pemikiran rasional telah lebih dahulu mapan dalam
masyarakat Muslim sebelum kedatangan filsafat Yunani. Meski karya-karya Yunani
mulai diterjemahkan pada masa kekuasaan Bani Umaiyyah orang-orang seperti Ja`far bin
Yahya Al-Barmaki tetapi buku-buku filsafatnya yang kemudian melahirkan filosof
pertama Muslim, yakni Al-Kindi pada masa dinasti Abbasiyyah pada masa khalifah Al-
Makmun. Pada masa-masa ini, sistem berpikir rasional telah berkembang pesat dalam
masyarakat intelektual Arab-Islam, yakni dalam fikih (yurisprudensi) dan kalâm
(teologi). Dalam teologi, doktrin Muktazilah yang rasional, yang dibangun Wasil bin
Atha’ telah mendominasi pemikiran masyarakat, bahkan menjadi doktrin resmi negara
dan berkembang dalam berbagai cabang dengan tokohnya masing-masing Begitu pula
dalam bidang fikih. Penggunaan nalar rasional dalam penggalian hukum melahirkan
metode istinbâth dengan menggunakan rasio seperti itu, seperti Abu Hanifah, Malik,
Syafi ’i, dan Ahmad bin Hanbal, yang hidup sebelum infiltrasi filsafat Yunani.
Semua itu menunjukkan bahwa sebelum dikenal adanya logika dan filsafat Yunani
telah ada model pemikiran filosofis yang berjalan baik dalam masyarakat Islam, yakni

5
Ibid.
4

dalam soal-soal teologis dan kajian hukum. Artinya, pemikiran rasional dan filsafat Islam
tidak berasal dari Yunani. Sebaliknya, pemikiran rasional dari teologi dan hukum Islam
inilah yang telah berjasa menyiapkan landasan bagi diterima dan berkembangnya logika
dan filsafat Yunani dalam tradisi pemikiran Islam.
Pada makalah ini kita akan melihat Konsep Filsafat dan Dasar Berpikir Filsafat:
Pengertian, Sejarah, Objek, Struktur Pembahasan, Ruang Lingkup, dan Cabang-cabang
Kajian Filsafat,
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis dapat merumuskan beberapa
permasalahan yang akan dibahas pada makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana Konsep Filsafat?
2. Apakah Pengertian, Objek, Struktur Pembahasan, Ruang Lingkup, dan Cabang-
cabang Kajian Filsafat?
3. Bagaimana Sejarah Filsafat?
4. Bagaimana Dasar Berpikir Filsafat?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah tersebut penulis bertujuan untuk mendapatkan informasi dan
pemahaman tentang:
1. Konsep Filsafat
2. Pengertian, Objek, Struktur Bahasan, Ruang Lingkup, dan Cabang Kajian Filsafat.
3. Sejarah filsafat.
4. Dasar berpikir filsafat
5

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Filsafat
1. Pengertian

Secara etimologis, kata “filsafat” berasal dari gabungan dua kata: Philein yang
berarti mencintai; dan sophos yang berarti kearifan atau kebijaksanaan (wisdom).
Jadi, dilihat dari asal katanya, filsafat berarti mencintai kebijaksanaan 6. dalam bahasa
Indonesia, filsafat memiliki padanan kata, seperti kata falsafah (Arab), philosophy
(inggris), philosophia (latin), philosophie (Jerman, Belanda, Prancis). Secara
etimologis filsafat berarti cinta kebijaksanaan, cinta pengetahuan, atau sahabat
kebijaksanaan, sahabat pengetahuan.7
Menurut sejarah, kata filsafat digunakan pertama kali oleh Pythagoras. Ia lahir
pada tahun 70 SM di pulau Samos di daerah Ionia. Dikenal sebagai seorang
matematikawan dan filsuf melalui teoremanya. Istilah filsafat muncul ketika ia
ditanya, “apakah anda seorang yang bijaksana?” maka ia menjawab “saya hanya
seorang Philosophos, yaitu orang yang mencintai kebijaksanaan (lover of wisdom)
Kebijaksanaan dapat diartikan sebagai kepandaian menggunakan akal budi, sehingga
menghasilkan perilaku yang tepat, pengetahuan yang luas, pertimbangan yang sehat
dan cerdas dalam memutuskan berbagai hal.8
Filsafat adalah upaya untuk mempelajari dan mengungkapkan penggambaran
manusia di dunia menuju akhirat secara mendasar secara reflektif, rasional, kritis, dan
radikal atas hal-hal pokok dalam hidup.
Penulis berpendapat Maka, dalam konteks seperti itu, filsafat dimengerti untuk
menunjuk gaya berpikir, kepribadian, dan tindakan yang dianggap sebagai akibat dari
filsafat yang dipegang oleh seseorang. Jadi, dalam hal ini filsafat adalah pandangan
umum manusia tentang hidupnya, cita-cita, dan nilai-nilainya. Filsafat merupakan
interpretasi atau evaluasi terhadap apa yang penting dan berarti bagi hidup. Misalnya,
kalau orang lebih mementingkan mengejar kekayaan, kita mengatakan ia memegang
filsafat materialisme atau hedonisme.

6
Soyomukti, Pengantar Filsafat Umum : Dari Pendekatan Historis, Pemetaan Cabang-Cabang Filsafat,
Pertarungan Pemikiran, Memahami Filsafat Cinta, Hingga Panduan Berpikir Kritis-Filosofi h.101
7
Amin Khoirul Abidin, Pengantar Ilmu Filsafat (Tulungagung: Akademia.id, 2020) h.11
8
Ibid.
6

Jadi, dalam pengertian itu, filsafat dipahami sebagai apa yang ada dalam
pikiran seseorang yang membuatnya menganggap apa yang penting sebagai nilai
hidupnya. Pengertian mengenai filsafat sangatlah kompleks. Istilah “filsafat” juga
digunakan untuk melihat cara berpikir apa pun dalam diri manusia. Setiap manusia
pada dasarnya dianggap memiliki filsafat atau berfilsafat (entah filsafatnya benar atau
salah). Jadi, pengertian filsafat menjadi dinamis.
2. Sejarah9

Berbicara tentang kelahiran dan perkembangan filsafat, pada awal


kelahirannya tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan (ilmu) pengetahuan yang
muncul pada masa peradaban Kuno (masa Yunani). Pada tahun 2000 SM, bangsa
Babylon yang hidup di lembah Sungai Nil (Mesir) dan Sungai Efrat telah mengenal
alat pengukur berat, tabel bilangan berpangkat, tabel perkalian menggunakan sepuluh
jari.
Piramida yang merupakan salah satu keajaiban dunia itu, ternyata
pembuatannya menerapkan geometri dan matematika, menunjukkan cara berpikirnya
yang sudah tinggi. Selain itu, mereka pun sudah dapat mengadakan kegiatan
pengamatan benda-benda langit, baik bintang, bulan, maupun matahari sehingga dapat
meramalkan gerhana bulan ataupun gerhana matahari. Ternyata ilmu yang mereka
pakai dewasa ini disebut astronomi. Di India dan China, saat itu telah ditemukan cara
pembuatan kertas dan kompas (sebagai petunjuk arah).
a. Masa Yunani

Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah


peradaban manusia karena saat itu terjadi perubahan pola pikir manusia dari
mitosentris menjadi logo-sentris. Pola pikir mitosentris adalah pola pikir masyarakat
yang sangat mengenal mitos untuk menjelaskan fenomena alam, seperti gempa bumi
dan pelangi. Namun, ketika filsafat di perkenalkan, fenomena alam tersebut tidak lagi
dianggap sebagai aktivitas dewa, tetapi aktivitas alam yang terjadi secara kausalitas.
Penelusuran filsafat Yunani dijelaskan dari asal kata filsafat. Sekitar abad IX SM atau
paling tidak tahun 700 SM, di Yunani, Softhia diberi arti kebijaksanaan; Sophia
berarti juga kecakapan. Ada pula yang berpendapat bahwa kata philoshopos mula-
mula dikemukakan dan dipergunakan oleh Heraklitos (480−540 SM). Sementara pada
abad 500−580 SM, kata-kata tersebut digunakan oleh Pithagoras.
9
Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu h.1
7

Menurut Philosophos (ahli filsafat), harus mempunyai pengetahuan luas


sebagai pengenjawantahan daripada kecintaannya akan kebenaran dan mulai benar-
benar jelas digunakan pada masa kaum sophis dan socrates yang memberi arti
philosophein sebagai penguasaan secara sistematis terhadap pengetahuan teoretis.
Philosopia adalah hasil dari perbuatan yang disebut Philosophein, sedangakan
philosophos adalah orang yang melakukan philosophien. Dari kata philosophia itulah
timbul kata-kata philosophie (Belanda, Jerman, Perancis), philosophy (Inggris).
Dalam bahasa Indonesia disebut falsafat.
Dalam sistem kepercayaan yang bersifat formalitas (natural religion), di mana
tidak memberikan kebebasan kepada manusia, manusia terikat oleh tradisionalisme.
Sementara dalam sistem kepercayaan kultural religius, memungkinkan manusia
mengembangkan potensi dan budayanya dengan bebas, sekaligus dapat
mengembangkan pemikirannya untuk menghadapi dan memecahkan berbagai
kehidupan alam dengan akal pikiran.
Ahli pikir pertama kali yang muncul adalah Thales (625–545 SM) yang
berhasil mengembangkan geometri dan matematika. Likipos dan Democritos
mengembangkan teori materi, Hipocrates mengembangkan ilmu kedokteran, Euclid
mengembangkan geometri edukatif, Socrates mengembangkan teori tentang moral,
Plato mengembangkan teori tentang ide, Aristoteles mengembangkan teori tentang
dunia dan benda serta berhasil mengumpulkan data 500 jenis binatang (ilmu biologi).
Suatu keberhasilan yang luar biasa dari Aristoteles adalah menemukan sistem
pengaturan pemikiran (logika formal) yang sampai sekarang masih terkenal. Para ahli
pikir Yunani Kuno ini mencoba membuat konsep tentang asal mula alam. Walaupun
sebelumnya sudah ada tentang konsep tersebut, tetapi konsepnya bersifat mitos, yaitu
mite kosmogonis (tentang asal-usul alam semesta) dan mite kosmologis (tentang asal-
usul serta sifat kejadian-kejadian dalam alam semesta) sehingga konsep mereka
sebagai mencari asche (asal mula) alam semesta dan mereka disebutnya sebagai filsuf
alam. Karena arah pemikiran filsafat pada alam semesta, corak pemikirannya
kosmosentris. Sementara para ahli pikir seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles yang
hidup pada masa Yunani Klasik karena arah pemikirannya pada manusia maka corak
pemikiran filsafatnya antroposentris. Hal ini disebabkan arah pemikiran para ahli pikir
Yunani Klasik tersebut memasukkan manusia sebagai subjek yang harus bertanggung
jawab terhadap segala tindakannya.
b. Abad Pertengahan
8

Masa ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana halnya dengan
filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan maka filsafat atau pemikiran pada
abad pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran
filsafat abad pertengahan didominasi oleh agama. Pemecahan semua persoalan selalu
didasarkan atas agama sehingga corak pemikiran kefilsafatannya bersifat teosentris.
Baru pada abad ke-6 Masehi, setelah mendapatkan dukungan dari Karel
Agung, didirikanlah sekolah-sekolah yang memberi pelajaran gramatika, dialektika,
geometri, aritmatika, astronomi, dan musik. Keadaan tersebut akan mendorong
perkembangan pemikiran filsafat pada abad ke-13 yang ditandai berdirinya
universitas-universitas dan ordo-ordo. Dalam ordo inilah mereka mengabdikan
dirinya untuk kemajuan ilmu dan agama, seperti Anselmus (1033–1109), Abaelardus
(1079–1143), dan Thomas Aquinas (1225–1274). Di kalangan para ahli pikir Islam
(periode filsafat Skolastik Islam), muncul al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, al-Ghazali,
Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, dan Ibnu Rusyd. Periode skolastik Islam ini berlangsung
tahun 850–1200. Pada masa itulah kejayaan Islam berlangsung dan ilmu pengetahuan
berkembang dengan pesat. Akan tetapi, setelah jatuhnya Kerajaan Islam di Granada,
Spanyol tahun 1492 mulailah kekuasaan politik barat menjarah ke timur. Suatu
prestasi yang paling besar dalam kegiatan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang
filsafat. Di sini mereka merupakan mata rantai yang mentransfer filsafat Yunani,
sebagaimana yang dilakukan oleh sarjana-sarjana Islam di timur terhadap Eropa
dengan menambah pikiran-pikiran Islam sendiri. Para filsuf Islam sendiri sebagian
menganggap bahwa filsafat Aristoteles adalah benar, Plato dan Al-Qur’an adalah
benar, mereka mengadakan perpaduan serta sinkretisme antara agama dan filsafat.
Kemudian pikiran-pikiran ini masuk ke Eropa yang merupakan sumbangan
Islam paling besar, yang besar pengaruhnya terhadap ilmu pengetahuan dan
pemikiran filsafat, terutama dalam bidang teologi dan ilmu pengetahuan alam.
Peralihan dari abad pertengahan ke abad modern dalam sejarah filsafat disebut
sebagai masa peralihan (masa transisi), yaitu munculnya Renaissance dan Humanisme
yang berlangsung pada abad 15−16. Munculnya Renaisance dan Humanisme inilah
yang mengawali masa abad modern. Mulai zaman modern ini peranan ilmu alam
kodrat sangat menonjol sehingga akibatnya pemikiran filsafat semakin dianggap
sebagai pelayan dari teologi, yaitu sebagai suatu sarana untuk menetapkan kebenaran-
kebenaran mengenai Tuhan yang dapat dicapai oleh akal manusia.
c. Abad Modern.
9

Pada masa abad modern ini pemikiran filsafat berhasil menempatkan manusia
pada tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan sehingga corak pemikirannya
antroposentris, yaitu pemikiran filsafat mendasarkan pada akal pikir dan pengalaman.
Sebelumnya telah dikemukakan bahwa munculnya Renaisance dan Humanisme
sebagai awal masa abad modern, di mana para ahli (filsuf) menjadi pelopor
perkembangan filsafat (kalau pada abad pertengahan yang menjadi pelopor
perkembangan filsafat adalah para pemuka agama). Pemikiran filsafat masa abad
modern ini berusaha meletakkan dasar-dasar bagi metode logis ilmiah. Pemikiran
filsafat diupayakan lebih bersifat praktis, artinya pemikiran filsafat diarahkan pada
upaya manusia agar dapat menguasai lingkungan alam menggunakan berbagai
penemuan ilmiah.
Karena semakin pesatnya orang menggunakan metode induksi/eksperimental
dalam berbagai penelitian ilmiah, akibatnya perkembangan pemikiran filsafat mulai
tertinggal oleh perkembangan ilmu-ilmu alam kodrat (natural sciences). Rene
Descartes (1596–1650) sebagai bapak filsafat modern yang berhasil melahirkan suatu
konsep dari perpaduan antara metode ilmu alam dan ilmu pasti ke dalam pemikiran
filsafat. Upaya ini dimaksudkan agar kebenaran dan kenyataan filsafat juga sebagai
kebenaran serta kenyataan yang jelas dan terang.
Pada abad ke-18, perkembangan pemikiran filsafat mengarah pada filsafat
ilmu pengetahuan, di mana pemikiran filsafat diisi dengan upaya manusia, bagaimana
cara/sarana apa yang dipakai untuk mencari kebenaran dan kenyataan. Sebagai
tokohnya adalah George Berkeley (1685–1753), David Hume (1711–1776), dan
Rousseau (1722–1778). Di Jerman, muncul Christian Wolft (1679–1754) dan
Immanuel Kant (1724–1804) yang mengupayakan agar filsafat menjadi ilmu
pengetahuan yang pasti dan berguna, yaitu dengan cara membentuk pengertian-
pengertian yang jelas dan bukti kuat (Amin 1987).
Abad ke-19, perkembangan pemikiran filsafat terpecah belah. Pemikiran
filsafat pada saat itu telah mampu membentuk suatu kepribadian tiap-tiap bangsa
dengan pengertian dan caranya sendiri. Ada filsafat Amerika, filsafat Perancis, filsafat
Inggris, dan filasafat Jerman. Tokoh-tokohnya adalah Hegel (1770−1831), Karl Marx
(1818−1883), August Comte (1798−1857), JS. Mill (1806–1873), John Dewey
(1858–1952). Akhirnya, dengan munculnya pemikiran filsafat yang bermacam-
macam ini berakibat tidak terdapat lagi pemikiran filsafat yang mendominasi. Giliran
selanjutnya lahirlah filsafat kontemporer atau filsafat dewasa ini
10

d. Era Kontemporer.

Filsafat dewasa ini atau filsafat abad ke-20 juga disebut filsafat kontemporer
yang merupakan ciri khas pemikiran filsafat adalah desentralisasi manusia karena
pemikiran filsafat abad ke-20 ini memberikan perhatian yang khusus pada bidang
bahasa dan etika sosial. Dalam bidang bahasa terdapat pokok-pokok masalah; arti
kata-kata dan arti pernyataan-pernyataan. Masalah ini muncul karena realitas saat ini
banyak bermunculan berbagai istilah, di mana cara pemakainnnya sering tidak
dipikirkan secara mendalam sehingga menimbulkan tafsir yang berbeda-beda
(bermakna ganda). Oleh karena itu, timbulah filsafat analitika yang di dalamnya
membahas tentang cara berpikir untuk mengatur pemakaian kata-kata/istilah-istilah
yang menimbulkan kerancauan, sekaligus dapat menunjukkan bahayabahaya yang
terdapat di dalamnya. Karena bahasa sebagai objek terpenting dalam pemikiran
filsafat, para ahli pikir menyebut sebagai logosentris. Dalam bidang etika sosial
memuat pokok-pokok masalah apakah yang hendak kita perbuat di dalam masyarakat
dewasa ini.
Kemudian, pada paruh pertama abad ke-20 ini timbul aliran-aliran kefilsafatan
seperti Neo-Thomisme, Neo-Kantianisme, Neo-Hegelianisme, Kritika Ilmu,
Historisme, Irasionalisme, Neo-Vitalisme, Spiritualisme, dan Neo-Positivisme.
Aliran-aliran tersebut sampai sekarang hanya sedikit yang masih bertahan. Sementara
pada awal belahan akhir abad ke-20 muncul aliran kefilsafatan yang lebih dapat
memberikan corak pemikiran, seperti Filsafat Analitik, Filsafat Eksistensi,
Strukturalisme, dan Kritikan Sosial.
e. Filsafat Islam (sisipan).

Ketika dikatakan bahwa pemikiran rasional Islam tidak bersumber dari


filsafah Yunani tetapi benar-benar berdasar pada ajaran-ajaran pokok Islam sendiri,
muncul pertanyaan, bagaimana dari pokok-pokok ajaran Islam yaitu Al-Quran yang
global dan tidak mengajarkan tata berpikir secara teperinci bisa melahirkan sistem
berpikir rasional dan filosofis?
Kemunculan sistem berpikir rasional dalam Islam, pertama, didorong oleh
munculnya mazhab-mazhab bahasa (nahw) lantaran adanya keperluan untuk dapat
memahami ajaran Al-Quran secara baik dan benar Harus dipahami, meski Al-Quran
diturunkan dalam bahasa Arab, tetapi tidak semua lafalnya bisa dengan mudah
dipahami oleh orang-orang Arab sendiri saat itu. Sejak Khulafa’ Al-Rasyidin sudah
11

dirasakan adanya keperluan tentang tafsir dan cara pembacaan yang benar. Bersamaan
dengan semakin banyaknya orang non-Arab yang masuk Islam, keperluan tersebut
semakin besar dan mendesak, dan ketika pengetahuan keagamaan mulai dibicarakan,
orang-orang pun semakin merasa perlu akan adanya kaidah kebahasaan yang
memungkinkan orang untuk membaca Al-Quran secara benar, di samping untuk
mengetahui kemukjizatan Al-Quran dari segi bahasanya.10
Sehubungan dengan hal itu, ada tiga mazhab nahwu yang dikenal. Pertama,
mazhab Basrah. Mazhab ini mempunyai kecenderungan untuk menegakkan
koordinasi rasional terhadap bahasa. Mereka juga membuat kaidah-kaidah umum dan
menganggap tidak benar segala penyimpangan yang dilakukan terhadap kaidah yang
diciptakannya. Mazhab ini dibangun oleh Abu Aswad Al-Duwali atas nasihat Ali bin
Abu Thalib.
Kedua, mazhab Kufah yang didirikan oleh Ibn Abdullah Al-Kisai yang
merupakan tandingan dari mazhab Basrah. Berbeda dengan mazhab Basrah yang
bersandar pada kaidah logika, mazhab Kufah justru bersandar pada sosiologi bahasa
(sima`i) dan lebih menekankan prinsip universal linguistik sehingga lebih bebas
dalam menerima kaidah yang berbeda-beda. Bahkan, bila perlu, bisa bersandar pada
pemakaian-pemakaian yang tidak lazim untuk membuat kaidah baru.
Ketiga, mazhab Baghdad. Madzhab ini berusaha mempertemukan perbedaan
dan persaingan keras antara kedua mazhab di atas dengan cara menggabungkan dua
kecenderungan yang ketat dan longgar di antara keduanya. Tokoh utamanya adalah
Ibn Qutaibah.
Perdebatan antara mazhab nahwu tersebut memberikan pengaruh besar dalam
pembacaan Al-Quran, dan pada gilirannya, nahwu yang dikembangkan dengan cermat
telah memberikan suatu bingkai dan kategori-kategori suatu kosa kata yang
memberikan catatan khas pemikiran rasional pada fikih dan teologi. Artinya, kaidah
dan logika dalam bahasa (nahw) inilah yang telah mendorong munculnya pemikiran
rasional dalam bidang perundangan maupun teologi pada fase-fase berikutnya,
sebelum datangnya filsafat Yunani Kenyataannya, perdebatan dalam kajian
perundangan dan teologi Islam juga berawal dari perdebatan tentang kosa kata dan
istilah-istilah yang digunakan dalam nash.
3. Objek

10
Soleh, Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer h.26
12

Filsafat memiliki objek kajian yang menjadi sasaran untuk dibicarakan, diteliti
dan diperhatikan. Agar mudah mempelajarinya objek filsafat dapat dibagi menjadi
dua, yaitu objek material dan objek formal.
Objek material, yaitu lapangan atau bahan penyelidikan suatu ilmu.11 Objek
Material Filsafat adalah segala sesuatu yang bersifat kongkret, yang ada dan yang
mungkin Ada. setidaknya ada tiga hal pokok dalam pembahasan filsafat yaitu tentang
hakikat Tuhan, hakikat alam dan hakikat manusia. Objek pembahasan filsafat
sangatlah luas meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin
diketahui oleh manusia. Misalnya, pengetahuan tentang Tuhan, manusia, maupun
alam, atau tentang suatu nilai, ide, moral, pandangan hidup dan lainnya.
Objek formal merupakan metode untuk memahami objek material tersebut,
yaitu sudut tertentu yang menentukan ciri suatu ilmu atau sebuah usaha untuk mencari
keterangan maupun penjelasan secara mendalam tentang objek material filsafat.
Menurut Oemar Amin Hoesin, objek formal filsafat adalah sebuah usaha untuk
mencari keterangan secara mendalam tentang objek material filsafat.
Adapun objek filsafat Islam adalah objek kajian pada umumnya, yaitu realitas,
baik yang material maupun yang gaib. Perbedaannya terletak pada subjek yang
mempunyai komitmen Qurani. Filsafat Islam membahas hakikat semua yang ada,
sejak dari tahapan ontologis, hingga menjangkau dataran metafisik, juga membahas
mengenai nilai-nilai yang meliputi epistemologi, estetika, dan etika. Di samping itu,
juga membahas tema fundamental dalam kehidupan manusia, yaitu Tuhan, manusia,
alam, dan kebudayaan yang disesuaikan dengan kecenderungan dan semangat
zaman.12
4. Ruang Lingkup dan Struktur Pembahasan

Ruang lingkup filsafat dan struktur pembahasan filsafat meliputi tiga ranah
pembahasan, yang disebut ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Singkatnya, ontologi
mengenai pertanyaan apa, epistemologi mengenai pertanyaan bagaimana, dan
aksiologi mengenai pertanyaan untuk apa.
1. Ontologi membahas apa yang ingin diketahui mengenai teori tentang
keberadaan sesuatu, konsep yang menyangkut substansi, proses, waktu, ruang,
kualitas, hubungan budi dan materi, serta status dari entitas teoretis.

11
Soyomukti, Pengantar Filsafat Umum : Dari Pendekatan Historis, Pemetaan Cabang-Cabang Filsafat,
Pertarungan Pemikiran, Memahami Filsafat Cinta, Hingga Panduan Berpikir Kritis-Filosofi h.110
12
A. Heris Hermawan and Yaya Sunarya, Filsafat Islam (Bandung: CV. Insan Mandiri, 2011) h.8
13

2. Epistemologi membahas mengenai bagaimana proses memperoleh


pengetahuan, meliputi: metode, kritik, logika pemikiran, dan teori secara
keseluruhan.
3. Aksiologi membahas mengenai nilai yang berkaitan dengan kegunaan atau
manfaat dari pengetahuan yang diperoleh, sehingga dengan aksiologi,
pengetahuan itu dapat bernilai dan applicable bagi manusia.

Apabila kita ingin mengenal sesuatu yang kita sebut sebagai ‘hukum’,
pertanyaan ontologis mengarah pada “apa itu hukum?”, sedangkan epistemologi akan
mempertanyakan “bagaimana hukum itu dibentuk, diterapkan, dan sebagainya”
sementara aksiologi akan mempertanyakan “apa manfaat dari hukum tersebut”.
Melalui 3 (tiga) unsur ini, manusia akan mengerti apa hakikat sesuatu yang menjadi
objek pengenalannya.13
5. Cabang Kajian14

Cabang-cabang filsafat menurut para ahli filsafat, terdiri dari:


1. Logika; adalah cabang filsafat yang menyelidiki tentang lurus-tidaknya
pemikiran kita (manusia). Bidang kajian logika adalah azas-azas yang
menentukan pemikiran yang lurus, tepat dan sehat. Mempelajari logika
diharapkan dapat menerapkan asas bernalar sehingga dapat menarik
kesimpulan dengan tepat. Persoalan-persoalan logika antara lain apa yang
dimaksud dengan pengertian? Apa yang dimaksud dengan penyimpulan?
2. Epistemologi; adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya
pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat,
metode dan kesahihan pengetahuan. Adapun filsafat ilmu mempelajari tentang
ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara bagaimana mendapatkannya. Dengan
belajar epistemologi dan filsafat ilmu manusia dapat membedakan antara
pengetahuan dan ilmu serta mengetahui dan menggunakan metode yang tepat
dalam memperoleh suatu ilmu serta mengetahui kebenaran suatu ilmu tersebut
ditinjau dari isinya. Bidang kajian epistemologi antara lain adalah bagaimana
manusia mengetahui sesuatu?, dari mana pengetahuan itu dapat diperoleh?,

13
Amran Suadi, Filsafat Hermeneutika: Pemikiran Tentang Penemuan Hukum Oleh Hakim (Jakarta: Kencana,
2023) h.12
14
Muliadi, Filsafat Umum (Bandung: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2020) h.17
14

bagaimana validitas pengetahuan itu dapat dinilai? Apa perbedaan antara


pengetahuan a priori dengan pengetahuan a posteriori?
3. Etika; adalah cabang filsafat yang mengkaji tentang tingkah laku atau
perbuatan manusia mengenai baik-buruk. Dengan belajar etika, manusia dapat
membedakan istilah yang sering muncul seperti etika, norma, dan mral, dapat
pula mengetahui dan memahami tingkah laku apa yang baik menurut teori-
teori tertentu, dan sikap yang baik sesuatu dengan kaidah-kaidah etika.
Perbuatan yang dilakukan secara sadar dan bebas. Objek formal etika adalah
kebaikan dan keburukan atau bermoral atau tidak bermoral dari tingkah laku
tersebut. Persoalan-persoalan dalam etika antara lain apa yang dimaksud
dengan “baik” atau “buruk” secara moral?, apa syarat-syarat sesuatu perbuatan
dikatakan baik secara moral?, bagaimana hubungan antara kebebasan
kehendak dengan perbuatan susila?, apa yang dimaksud dengan kesadaran
moral?, bagaimana peranan hati nurani dalam setiap perbuatan manusia?
4. Estetika; adalah filsafat yang mengkaji tentang keindahan. Objek dari estetika
adalah pengalaman akan keindahan. Dengan mempelajari estetika manusia
dapat membedakan antara estetika filsafati dengan estetika ilmish, berbagai
teori keindahan, pengertian seni, penggolongan seni, nilai seni, aliran dalam
seni, dan teori penciptaan dalam seni. Peresoalan estetis di antaranya adalah
apakah keindahan itu? Keindahan bersifat objektif ataukah subjektif? Apa
yang merupakan ukuran keindahan? Apa peranan keindahan dalam hidup
manusia? Bagaimana hubungan keindahan dengan kebenaran?
5. Metafisika; adalah cabang filsafat yang mengkaji tentang yang ada.Metafisika
membicarakan sesuatu di balik yang nampak. Dengan mempelajari metafisika
manusia justru akan mengenal Tuhannya dan mengetahui berbagai macam
aliran yang ada dalam metafisika. Persoalanpersoalan metafisis dibedakan
menjadi tiga, yaitu: (1) persoalan ontologi, (2) persoalan kosmologi, dan (3)
persoalan antropologi. Persoalan ontologis di antaranya adalah apa yang
dimaksud dengan ada, kebenaran, atau eksistensi itu? Bagaimanakah
penggolongan dari ada, keberadaan atau eksistensi? Apa sifat dasar kenyataan
atau keberadaan? Persoalan kosmologis berkaitan dengan asal mula,
perkembangan dan struktur atau susunan alam, misalnya jenis keteraturan apa
yang ada dalam alam? Persoalan antropologi (manusia) seperti bagaimana
15

terjadi hubungan badan dan jiwa? Apa yang dimaksud dengan kesadaran?
Manusia sebagai makhluk bebas atau tidak bebas?
6. Filsafat Pengetahuan (Epistemologi): Epistemologi dari kata Yunani
episteme dan logos. Episteme biasa diartikan sebagai pengetahuan atau
kebenaran dan logos diartikan sebagai pikiran, kata, atau teori. Epistemologi,
secara etimologi dapat diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar dan
lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa Inggris disebut
sebagai theory of knowledge.
6. Ciri Berpikir Filosofis15

Berfilsafat adalah kegiatan berpikir. Akan tetapi tidak semua kegiatan berpikir
adalah berfilsafat. Berpikir filsafat memiliki ciri-ciri yang membedakan dengan
berpikir biasa, diantaranya;
1. Radikal: Salah satu ciri penting dari berpikir filosofis adalah berpikir radikal.
Radikal berasal dari kata latin radix yang berarti akar. Menurut buku “The
Concise Oxford Dictonary” radikal adalah “relating to the most basic and
important parts of something; complete and detailed” (berkaitan dengan hal-
hal yang paling dasar dan bagian-bagian paling penting yang lengkap dan
detail). Jika diartikan secara luas makna radikal dalam ciri filsafat artinya
mendasar, sampai hal yang prinsip, sampai ke akar-akarnya. Berfilsafat
berusaha memikirkan sesuatu sampai ke hakikat, esensi atau subtansi dari
sesuatu yang dipikirkan. Sehingga orang tidak harus tergesa-gesa dalam
menyimpulkan suatu kejadian, pertanyaan maupun pengetahuan sebelum
menemukan jawaban yang paling mendasar, paling inti, paling fundamental
dari suatu kejadian, pertanyaan maupun pengetahuan tersebut.
2. Sistematis: runtut dan runut, bagian per bagian, dari gagasan-gagasan yang
pokok diuraikan menjadi yang detail-detail yang lebih rinci.
3. Rasional: masuk akal, logis dalam menyusun konsep maupun kerangka
berpikir. Untuk mencapai kebenaran maka harus berangkat dari hal-hal yang
saling berhubungan secara logis.
4. Universal: secara universal adalah berpikir tentang hal-hal serta proses-proses
yang bersifat umum. Filafat berkaitan dengan pengalaman secara umum dari
manusia (common experience of mankind). Filsafat berusaha untuk

15
Abidin, Pengantar Ilmu Filsafat.
16

menemukan jawaban dan kesimpulan secara universal. Seorang filosof dalam


mencari jawaban dan kesimpulan pasti menggunakan cara atau jalan yang
berbeda-beda, namun yang dituju adalah keumunan yang diperoleh dari hal-
hal yang ada dalam kenyataan.
5. Konseptual: Arti konseptual dalam pengertian filsafat adalah generalisasi
(umum) dan abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses
individual. Berpikir konseptual berarti berpikir tentang manusia secara umum,
tidak berpikir tentang manusia tertentu atau manusia khusus. Konseptual kan
melampaui batas pengalaman hidup sehari-hari. empunyai konsep penting agar
tidak bingung, berguna untuk analisis.
6. Koheren: Koheren maksudnya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir yang
benar, logis. Konsisten artinya tidak kontradiksi atau tidak saling bertentangan
antara satu pendapat dengan pendapat yang lain.
7. Konsisten, yakni tidak kontradiktif
8. Komprehensif: luas, mencakup segala keseluruhan hal. Berusaha menjelaskan
alam semesta secara keseluruhan. Jika suatu sistem filsafat harus bersifat
komprehensif, berarti sistem itu mencakup secara menyeluruh, tidak ada
sesuatu pun yang berada di luarnya. Menyebutkan semua variabel yang
berkaitan dengan masalah atau pertanyaan. Luang dan lengkap (tentang ruang
lingkup dan isi). Mempunyai dan memperlihatkan wawasan yang luas.
9. Bebas: Bebas artinya filsafat bisa berpikir apa pun, bisa dikatakan bahwa
filsafat merupakan hasil dari pemikiran yang bebas. Bebas dari pengaruh-
pengaruh sosial, sejarah, budaya maupun agama. Bebas bukan berarti
sembarangan, sembrono, sesuka hati, atau malah anarki. Berpikir bebas artinya
berpikir dan menyelidiki sesuatu menggunakan disiplin yang seketat-ketatnya.
Dengan demikian pikiran yang dari luar sangat bebas. Namun dari dalam
sangat terikat. Ditinjau dari aspek ini berfilsafat dapat dikatakan;
mengembangkan pikiran secara sadar, semata-mata menurut kaidah pikiran itu
sendiri.
10. Bertanggung Jawab: Berpikir filsafat berarti bertanggung jawab atas apa
yang dipikirkan. Seseorang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir sambil
bertanggung jawab. Pertanggungjawaban yang pertama adalah dengan diri
sendiri, yang kedua bertanggung jawab kepada orang lain.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara etimologis, kata “filsafat” berasal dari gabungan dua kata: Philein yang
berarti mencintai; dan sophos yang berarti kearifan atau kebijaksanaan (wisdom).
Jadi, dilihat dari asal katanya, filsafat berarti mencintai kebijaksanaan. Filsafat adalah
upaya untuk mempelajari dan mengungkapkan penggambaran manusia di dunia
menuju akhirat secara mendasar secara reflektif, rasional, kritis, dan radikal atas hal-
hal pokok dalam hidup.
Filsafat memiliki objek kajian yang menjadi sasaran untuk dibicarakan, diteliti
dan diperhatikan. Agar mudah mempelajarinya objek filsafat dapat dibagi menjadi
dua, yaitu objek material yang berupa hakikat Tuhan, hakikat alam dan hakikat
manusia dan objek formal yang berusaha untuk mencari keterangan secara mendalam
tentang objek material filsafat.
Periode filsafat Yunani terjadi perubahan pola pikir manusia dari mitosentris
yakni pola pikir masyarakat yang sangat mengenal mitos untuk menjelaskan
fenomena alam menjadi logo-sentris, yakni memaknai aktivitas alam yang terjadi
secara kausalitas. Selanjutnya di abad pertengahan, corak pemikiran kefilsafatannya
menjadi bersifat teosentris dan pada masa abad modern ini pemikiran filsafat berhasil
menempatkan manusia pada tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan
sehingga corak pemikirannya antroposentris, selanjutnya filsafat kontemporer yang
merupakan ciri khas pemikiran filsafat adalah desentralisasi manusia karena
pemikiran filsafat abad ke-20 ini memberikan perhatian yang khusus pada bidang
bahasa dan etika sosial.
lingkup filsafat dan struktur pembahasan filsafat meliputi tiga ranah
pembahasan, yang disebut ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Singkatnya, ontologi
mengenai pertanyaan apa, epistemologi mengenai pertanyaan bagaimana, dan
aksiologi mengenai pertanyaan untuk apa
Cabang-cabang filsafat menurut para ahli filsafat, terdiri dari Logika,
Epistemologi, Etika, Estetika, Metafisika, dan Epistemologi.
Berpikir filsafat memiliki ciri-ciri yang membedakan dengan berpikir biasa,
diantaranya: Radikal, Sistematis, Rasional, Universal, Konseptual, Koheren,
Konsisten, Komprehensif, Bebas, dan Bertanggung Jawab;

17
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Amin Khoirul. Pengantar Ilmu Filsafat. Tulungagung: Akademia.id, 2020.


Drajat, Amroeni. Filsafat Islam: Buat Yang Pengen Tahu. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006.
Hermawan, A. Heris, and Yaya Sunarya. Filsafat Islam. Bandung: CV. Insan Mandiri, 2011.
Muliadi. Filsafat Umum. Bandung: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung,
2020.
Soleh, Khudori. Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer. Sleman: Ar-Ruzz Media,
2016.
Soyomukti, Nurani. Pengantar Filsafat Umum : Dari Pendekatan Historis, Pemetaan
Cabang-Cabang Filsafat, Pertarungan Pemikiran, Memahami Filsafat Cinta, Hingga
Panduan Berpikir Kritis-Filosofi. Sleman: Ar-Ruzz Media, 2019.
Suadi, Amran. Filsafat Hermeneutika: Pemikiran Tentang Penemuan Hukum Oleh Hakim.
Jakarta: Kencana, 2023.
Suaedi. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT Penerbit IPB Press, 2015.

18

Anda mungkin juga menyukai