1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hidup tetap bisa berjalan tanpa berfilsafat karena tidak berfilsafat tidak akan membuat
manusia mati, sebagaimana makhluk hidup lainnya, seperti hewan yang bisa bertahan
hidup dan masih bisa memperpanjang keberlangsungan spesiesnya. Namun, untuk
membuat hidup berjalan lebih baik dan bermakna, mendapatkan pemahaman rasional
dan komprehensif mengenai dunia yang kita diami ini, dan proses dasar yang bekerja di
alam, masyarakat, dan cara kita memandangnya, maka filsafat menemukan urgensinya. 1
Belajar filsafat pada umumnya menjadikan manusia lebih bijaksana. Bijaksana artinya
memahami pemikiran yang ada dari sisi mana pemikiran itu disimpulkan. Memahami
dan menerima sesuatu yang ada dari sisi mana keadaan itu ada. Plato merasakan bahwa
berpikir dan memikir sesuatu itu sebagai suatu nikmat yang luar biasa sehingga filsafat
diberi predikat sebagai keinginan yang maha berharga.2
Dinamika pemikiran dalam dunia Islam senantiasa berkembang, bahkan sampai
sekarang. Kenyataan ini dimungkinkan terjadi karena doktrin yang mengajarkan
penghargaan yang layak terhadap akal sebagai salah satu sumber pengetahuan dan
kebenaran. Bahkan, Quran dan hadis tidak ragu untuk menyuarakan urgensi penalaran,
penelitian, dan pemikiran, seperti penggunaan yang menunjuk pengertian ini,
diantaranya: nazhar, tadabur, dan tafakur.3
Filsafat Islam sebagai bagian tidak terpisahkan dari khazanah pemikiran Islam, baik
dari aspek konteks maupun sejarah perkembangannya, sesungguhnya bukan sesuatu yang
sederhana. Banyak aspek dan hubungan yang harus dipahami, dijelaskan, dan diuraikan.
Ketidaktelitian dalam mencermati, memilih, dan memilah persoalan inilah yang sering
menyebabkan kita salah dalam menilai dan mengambil tindakan. Adanya sikap yang
anti-filsafat di sebagian kalangan umat Islam atau anggapan bahwa filsafat Islam tidak
lain adalah jiplakan dari Yunani, salah satu sebabnya adalah karena adanya
kekurangtelitian tersebut.4
1
Nurani Soyomukti, Pengantar Filsafat Umum : Dari Pendekatan Historis, Pemetaan Cabang-Cabang
Filsafat, Pertarungan Pemikiran, Memahami Filsafat Cinta, Hingga Panduan Berpikir Kritis-Filosofi (Sleman:
Ar-Ruzz Media, 2019) h.21
2
Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu (Bogor: PT Penerbit IPB Press, 2015) h.6
3
Amroeni Drajat, Filsafat Islam: Buat Yang Pengen Tahu (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006) h.1
4
Khudori Soleh, Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer (Sleman: Ar-Ruzz Media, 2016) h.23
2
3
5
Ibid.
4
dalam soal-soal teologis dan kajian hukum. Artinya, pemikiran rasional dan filsafat Islam
tidak berasal dari Yunani. Sebaliknya, pemikiran rasional dari teologi dan hukum Islam
inilah yang telah berjasa menyiapkan landasan bagi diterima dan berkembangnya logika
dan filsafat Yunani dalam tradisi pemikiran Islam.
Pada makalah ini kita akan melihat Konsep Filsafat dan Dasar Berpikir Filsafat:
Pengertian, Sejarah, Objek, Struktur Pembahasan, Ruang Lingkup, dan Cabang-cabang
Kajian Filsafat,
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis dapat merumuskan beberapa
permasalahan yang akan dibahas pada makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana Konsep Filsafat?
2. Apakah Pengertian, Objek, Struktur Pembahasan, Ruang Lingkup, dan Cabang-
cabang Kajian Filsafat?
3. Bagaimana Sejarah Filsafat?
4. Bagaimana Dasar Berpikir Filsafat?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah tersebut penulis bertujuan untuk mendapatkan informasi dan
pemahaman tentang:
1. Konsep Filsafat
2. Pengertian, Objek, Struktur Bahasan, Ruang Lingkup, dan Cabang Kajian Filsafat.
3. Sejarah filsafat.
4. Dasar berpikir filsafat
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Filsafat
1. Pengertian
Secara etimologis, kata “filsafat” berasal dari gabungan dua kata: Philein yang
berarti mencintai; dan sophos yang berarti kearifan atau kebijaksanaan (wisdom).
Jadi, dilihat dari asal katanya, filsafat berarti mencintai kebijaksanaan 6. dalam bahasa
Indonesia, filsafat memiliki padanan kata, seperti kata falsafah (Arab), philosophy
(inggris), philosophia (latin), philosophie (Jerman, Belanda, Prancis). Secara
etimologis filsafat berarti cinta kebijaksanaan, cinta pengetahuan, atau sahabat
kebijaksanaan, sahabat pengetahuan.7
Menurut sejarah, kata filsafat digunakan pertama kali oleh Pythagoras. Ia lahir
pada tahun 70 SM di pulau Samos di daerah Ionia. Dikenal sebagai seorang
matematikawan dan filsuf melalui teoremanya. Istilah filsafat muncul ketika ia
ditanya, “apakah anda seorang yang bijaksana?” maka ia menjawab “saya hanya
seorang Philosophos, yaitu orang yang mencintai kebijaksanaan (lover of wisdom)
Kebijaksanaan dapat diartikan sebagai kepandaian menggunakan akal budi, sehingga
menghasilkan perilaku yang tepat, pengetahuan yang luas, pertimbangan yang sehat
dan cerdas dalam memutuskan berbagai hal.8
Filsafat adalah upaya untuk mempelajari dan mengungkapkan penggambaran
manusia di dunia menuju akhirat secara mendasar secara reflektif, rasional, kritis, dan
radikal atas hal-hal pokok dalam hidup.
Penulis berpendapat Maka, dalam konteks seperti itu, filsafat dimengerti untuk
menunjuk gaya berpikir, kepribadian, dan tindakan yang dianggap sebagai akibat dari
filsafat yang dipegang oleh seseorang. Jadi, dalam hal ini filsafat adalah pandangan
umum manusia tentang hidupnya, cita-cita, dan nilai-nilainya. Filsafat merupakan
interpretasi atau evaluasi terhadap apa yang penting dan berarti bagi hidup. Misalnya,
kalau orang lebih mementingkan mengejar kekayaan, kita mengatakan ia memegang
filsafat materialisme atau hedonisme.
6
Soyomukti, Pengantar Filsafat Umum : Dari Pendekatan Historis, Pemetaan Cabang-Cabang Filsafat,
Pertarungan Pemikiran, Memahami Filsafat Cinta, Hingga Panduan Berpikir Kritis-Filosofi h.101
7
Amin Khoirul Abidin, Pengantar Ilmu Filsafat (Tulungagung: Akademia.id, 2020) h.11
8
Ibid.
6
Jadi, dalam pengertian itu, filsafat dipahami sebagai apa yang ada dalam
pikiran seseorang yang membuatnya menganggap apa yang penting sebagai nilai
hidupnya. Pengertian mengenai filsafat sangatlah kompleks. Istilah “filsafat” juga
digunakan untuk melihat cara berpikir apa pun dalam diri manusia. Setiap manusia
pada dasarnya dianggap memiliki filsafat atau berfilsafat (entah filsafatnya benar atau
salah). Jadi, pengertian filsafat menjadi dinamis.
2. Sejarah9
Masa ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana halnya dengan
filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan maka filsafat atau pemikiran pada
abad pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran
filsafat abad pertengahan didominasi oleh agama. Pemecahan semua persoalan selalu
didasarkan atas agama sehingga corak pemikiran kefilsafatannya bersifat teosentris.
Baru pada abad ke-6 Masehi, setelah mendapatkan dukungan dari Karel
Agung, didirikanlah sekolah-sekolah yang memberi pelajaran gramatika, dialektika,
geometri, aritmatika, astronomi, dan musik. Keadaan tersebut akan mendorong
perkembangan pemikiran filsafat pada abad ke-13 yang ditandai berdirinya
universitas-universitas dan ordo-ordo. Dalam ordo inilah mereka mengabdikan
dirinya untuk kemajuan ilmu dan agama, seperti Anselmus (1033–1109), Abaelardus
(1079–1143), dan Thomas Aquinas (1225–1274). Di kalangan para ahli pikir Islam
(periode filsafat Skolastik Islam), muncul al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, al-Ghazali,
Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, dan Ibnu Rusyd. Periode skolastik Islam ini berlangsung
tahun 850–1200. Pada masa itulah kejayaan Islam berlangsung dan ilmu pengetahuan
berkembang dengan pesat. Akan tetapi, setelah jatuhnya Kerajaan Islam di Granada,
Spanyol tahun 1492 mulailah kekuasaan politik barat menjarah ke timur. Suatu
prestasi yang paling besar dalam kegiatan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang
filsafat. Di sini mereka merupakan mata rantai yang mentransfer filsafat Yunani,
sebagaimana yang dilakukan oleh sarjana-sarjana Islam di timur terhadap Eropa
dengan menambah pikiran-pikiran Islam sendiri. Para filsuf Islam sendiri sebagian
menganggap bahwa filsafat Aristoteles adalah benar, Plato dan Al-Qur’an adalah
benar, mereka mengadakan perpaduan serta sinkretisme antara agama dan filsafat.
Kemudian pikiran-pikiran ini masuk ke Eropa yang merupakan sumbangan
Islam paling besar, yang besar pengaruhnya terhadap ilmu pengetahuan dan
pemikiran filsafat, terutama dalam bidang teologi dan ilmu pengetahuan alam.
Peralihan dari abad pertengahan ke abad modern dalam sejarah filsafat disebut
sebagai masa peralihan (masa transisi), yaitu munculnya Renaissance dan Humanisme
yang berlangsung pada abad 15−16. Munculnya Renaisance dan Humanisme inilah
yang mengawali masa abad modern. Mulai zaman modern ini peranan ilmu alam
kodrat sangat menonjol sehingga akibatnya pemikiran filsafat semakin dianggap
sebagai pelayan dari teologi, yaitu sebagai suatu sarana untuk menetapkan kebenaran-
kebenaran mengenai Tuhan yang dapat dicapai oleh akal manusia.
c. Abad Modern.
9
Pada masa abad modern ini pemikiran filsafat berhasil menempatkan manusia
pada tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan sehingga corak pemikirannya
antroposentris, yaitu pemikiran filsafat mendasarkan pada akal pikir dan pengalaman.
Sebelumnya telah dikemukakan bahwa munculnya Renaisance dan Humanisme
sebagai awal masa abad modern, di mana para ahli (filsuf) menjadi pelopor
perkembangan filsafat (kalau pada abad pertengahan yang menjadi pelopor
perkembangan filsafat adalah para pemuka agama). Pemikiran filsafat masa abad
modern ini berusaha meletakkan dasar-dasar bagi metode logis ilmiah. Pemikiran
filsafat diupayakan lebih bersifat praktis, artinya pemikiran filsafat diarahkan pada
upaya manusia agar dapat menguasai lingkungan alam menggunakan berbagai
penemuan ilmiah.
Karena semakin pesatnya orang menggunakan metode induksi/eksperimental
dalam berbagai penelitian ilmiah, akibatnya perkembangan pemikiran filsafat mulai
tertinggal oleh perkembangan ilmu-ilmu alam kodrat (natural sciences). Rene
Descartes (1596–1650) sebagai bapak filsafat modern yang berhasil melahirkan suatu
konsep dari perpaduan antara metode ilmu alam dan ilmu pasti ke dalam pemikiran
filsafat. Upaya ini dimaksudkan agar kebenaran dan kenyataan filsafat juga sebagai
kebenaran serta kenyataan yang jelas dan terang.
Pada abad ke-18, perkembangan pemikiran filsafat mengarah pada filsafat
ilmu pengetahuan, di mana pemikiran filsafat diisi dengan upaya manusia, bagaimana
cara/sarana apa yang dipakai untuk mencari kebenaran dan kenyataan. Sebagai
tokohnya adalah George Berkeley (1685–1753), David Hume (1711–1776), dan
Rousseau (1722–1778). Di Jerman, muncul Christian Wolft (1679–1754) dan
Immanuel Kant (1724–1804) yang mengupayakan agar filsafat menjadi ilmu
pengetahuan yang pasti dan berguna, yaitu dengan cara membentuk pengertian-
pengertian yang jelas dan bukti kuat (Amin 1987).
Abad ke-19, perkembangan pemikiran filsafat terpecah belah. Pemikiran
filsafat pada saat itu telah mampu membentuk suatu kepribadian tiap-tiap bangsa
dengan pengertian dan caranya sendiri. Ada filsafat Amerika, filsafat Perancis, filsafat
Inggris, dan filasafat Jerman. Tokoh-tokohnya adalah Hegel (1770−1831), Karl Marx
(1818−1883), August Comte (1798−1857), JS. Mill (1806–1873), John Dewey
(1858–1952). Akhirnya, dengan munculnya pemikiran filsafat yang bermacam-
macam ini berakibat tidak terdapat lagi pemikiran filsafat yang mendominasi. Giliran
selanjutnya lahirlah filsafat kontemporer atau filsafat dewasa ini
10
d. Era Kontemporer.
Filsafat dewasa ini atau filsafat abad ke-20 juga disebut filsafat kontemporer
yang merupakan ciri khas pemikiran filsafat adalah desentralisasi manusia karena
pemikiran filsafat abad ke-20 ini memberikan perhatian yang khusus pada bidang
bahasa dan etika sosial. Dalam bidang bahasa terdapat pokok-pokok masalah; arti
kata-kata dan arti pernyataan-pernyataan. Masalah ini muncul karena realitas saat ini
banyak bermunculan berbagai istilah, di mana cara pemakainnnya sering tidak
dipikirkan secara mendalam sehingga menimbulkan tafsir yang berbeda-beda
(bermakna ganda). Oleh karena itu, timbulah filsafat analitika yang di dalamnya
membahas tentang cara berpikir untuk mengatur pemakaian kata-kata/istilah-istilah
yang menimbulkan kerancauan, sekaligus dapat menunjukkan bahayabahaya yang
terdapat di dalamnya. Karena bahasa sebagai objek terpenting dalam pemikiran
filsafat, para ahli pikir menyebut sebagai logosentris. Dalam bidang etika sosial
memuat pokok-pokok masalah apakah yang hendak kita perbuat di dalam masyarakat
dewasa ini.
Kemudian, pada paruh pertama abad ke-20 ini timbul aliran-aliran kefilsafatan
seperti Neo-Thomisme, Neo-Kantianisme, Neo-Hegelianisme, Kritika Ilmu,
Historisme, Irasionalisme, Neo-Vitalisme, Spiritualisme, dan Neo-Positivisme.
Aliran-aliran tersebut sampai sekarang hanya sedikit yang masih bertahan. Sementara
pada awal belahan akhir abad ke-20 muncul aliran kefilsafatan yang lebih dapat
memberikan corak pemikiran, seperti Filsafat Analitik, Filsafat Eksistensi,
Strukturalisme, dan Kritikan Sosial.
e. Filsafat Islam (sisipan).
dirasakan adanya keperluan tentang tafsir dan cara pembacaan yang benar. Bersamaan
dengan semakin banyaknya orang non-Arab yang masuk Islam, keperluan tersebut
semakin besar dan mendesak, dan ketika pengetahuan keagamaan mulai dibicarakan,
orang-orang pun semakin merasa perlu akan adanya kaidah kebahasaan yang
memungkinkan orang untuk membaca Al-Quran secara benar, di samping untuk
mengetahui kemukjizatan Al-Quran dari segi bahasanya.10
Sehubungan dengan hal itu, ada tiga mazhab nahwu yang dikenal. Pertama,
mazhab Basrah. Mazhab ini mempunyai kecenderungan untuk menegakkan
koordinasi rasional terhadap bahasa. Mereka juga membuat kaidah-kaidah umum dan
menganggap tidak benar segala penyimpangan yang dilakukan terhadap kaidah yang
diciptakannya. Mazhab ini dibangun oleh Abu Aswad Al-Duwali atas nasihat Ali bin
Abu Thalib.
Kedua, mazhab Kufah yang didirikan oleh Ibn Abdullah Al-Kisai yang
merupakan tandingan dari mazhab Basrah. Berbeda dengan mazhab Basrah yang
bersandar pada kaidah logika, mazhab Kufah justru bersandar pada sosiologi bahasa
(sima`i) dan lebih menekankan prinsip universal linguistik sehingga lebih bebas
dalam menerima kaidah yang berbeda-beda. Bahkan, bila perlu, bisa bersandar pada
pemakaian-pemakaian yang tidak lazim untuk membuat kaidah baru.
Ketiga, mazhab Baghdad. Madzhab ini berusaha mempertemukan perbedaan
dan persaingan keras antara kedua mazhab di atas dengan cara menggabungkan dua
kecenderungan yang ketat dan longgar di antara keduanya. Tokoh utamanya adalah
Ibn Qutaibah.
Perdebatan antara mazhab nahwu tersebut memberikan pengaruh besar dalam
pembacaan Al-Quran, dan pada gilirannya, nahwu yang dikembangkan dengan cermat
telah memberikan suatu bingkai dan kategori-kategori suatu kosa kata yang
memberikan catatan khas pemikiran rasional pada fikih dan teologi. Artinya, kaidah
dan logika dalam bahasa (nahw) inilah yang telah mendorong munculnya pemikiran
rasional dalam bidang perundangan maupun teologi pada fase-fase berikutnya,
sebelum datangnya filsafat Yunani Kenyataannya, perdebatan dalam kajian
perundangan dan teologi Islam juga berawal dari perdebatan tentang kosa kata dan
istilah-istilah yang digunakan dalam nash.
3. Objek
10
Soleh, Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer h.26
12
Filsafat memiliki objek kajian yang menjadi sasaran untuk dibicarakan, diteliti
dan diperhatikan. Agar mudah mempelajarinya objek filsafat dapat dibagi menjadi
dua, yaitu objek material dan objek formal.
Objek material, yaitu lapangan atau bahan penyelidikan suatu ilmu.11 Objek
Material Filsafat adalah segala sesuatu yang bersifat kongkret, yang ada dan yang
mungkin Ada. setidaknya ada tiga hal pokok dalam pembahasan filsafat yaitu tentang
hakikat Tuhan, hakikat alam dan hakikat manusia. Objek pembahasan filsafat
sangatlah luas meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin
diketahui oleh manusia. Misalnya, pengetahuan tentang Tuhan, manusia, maupun
alam, atau tentang suatu nilai, ide, moral, pandangan hidup dan lainnya.
Objek formal merupakan metode untuk memahami objek material tersebut,
yaitu sudut tertentu yang menentukan ciri suatu ilmu atau sebuah usaha untuk mencari
keterangan maupun penjelasan secara mendalam tentang objek material filsafat.
Menurut Oemar Amin Hoesin, objek formal filsafat adalah sebuah usaha untuk
mencari keterangan secara mendalam tentang objek material filsafat.
Adapun objek filsafat Islam adalah objek kajian pada umumnya, yaitu realitas,
baik yang material maupun yang gaib. Perbedaannya terletak pada subjek yang
mempunyai komitmen Qurani. Filsafat Islam membahas hakikat semua yang ada,
sejak dari tahapan ontologis, hingga menjangkau dataran metafisik, juga membahas
mengenai nilai-nilai yang meliputi epistemologi, estetika, dan etika. Di samping itu,
juga membahas tema fundamental dalam kehidupan manusia, yaitu Tuhan, manusia,
alam, dan kebudayaan yang disesuaikan dengan kecenderungan dan semangat
zaman.12
4. Ruang Lingkup dan Struktur Pembahasan
Ruang lingkup filsafat dan struktur pembahasan filsafat meliputi tiga ranah
pembahasan, yang disebut ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Singkatnya, ontologi
mengenai pertanyaan apa, epistemologi mengenai pertanyaan bagaimana, dan
aksiologi mengenai pertanyaan untuk apa.
1. Ontologi membahas apa yang ingin diketahui mengenai teori tentang
keberadaan sesuatu, konsep yang menyangkut substansi, proses, waktu, ruang,
kualitas, hubungan budi dan materi, serta status dari entitas teoretis.
11
Soyomukti, Pengantar Filsafat Umum : Dari Pendekatan Historis, Pemetaan Cabang-Cabang Filsafat,
Pertarungan Pemikiran, Memahami Filsafat Cinta, Hingga Panduan Berpikir Kritis-Filosofi h.110
12
A. Heris Hermawan and Yaya Sunarya, Filsafat Islam (Bandung: CV. Insan Mandiri, 2011) h.8
13
Apabila kita ingin mengenal sesuatu yang kita sebut sebagai ‘hukum’,
pertanyaan ontologis mengarah pada “apa itu hukum?”, sedangkan epistemologi akan
mempertanyakan “bagaimana hukum itu dibentuk, diterapkan, dan sebagainya”
sementara aksiologi akan mempertanyakan “apa manfaat dari hukum tersebut”.
Melalui 3 (tiga) unsur ini, manusia akan mengerti apa hakikat sesuatu yang menjadi
objek pengenalannya.13
5. Cabang Kajian14
13
Amran Suadi, Filsafat Hermeneutika: Pemikiran Tentang Penemuan Hukum Oleh Hakim (Jakarta: Kencana,
2023) h.12
14
Muliadi, Filsafat Umum (Bandung: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2020) h.17
14
terjadi hubungan badan dan jiwa? Apa yang dimaksud dengan kesadaran?
Manusia sebagai makhluk bebas atau tidak bebas?
6. Filsafat Pengetahuan (Epistemologi): Epistemologi dari kata Yunani
episteme dan logos. Episteme biasa diartikan sebagai pengetahuan atau
kebenaran dan logos diartikan sebagai pikiran, kata, atau teori. Epistemologi,
secara etimologi dapat diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar dan
lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa Inggris disebut
sebagai theory of knowledge.
6. Ciri Berpikir Filosofis15
Berfilsafat adalah kegiatan berpikir. Akan tetapi tidak semua kegiatan berpikir
adalah berfilsafat. Berpikir filsafat memiliki ciri-ciri yang membedakan dengan
berpikir biasa, diantaranya;
1. Radikal: Salah satu ciri penting dari berpikir filosofis adalah berpikir radikal.
Radikal berasal dari kata latin radix yang berarti akar. Menurut buku “The
Concise Oxford Dictonary” radikal adalah “relating to the most basic and
important parts of something; complete and detailed” (berkaitan dengan hal-
hal yang paling dasar dan bagian-bagian paling penting yang lengkap dan
detail). Jika diartikan secara luas makna radikal dalam ciri filsafat artinya
mendasar, sampai hal yang prinsip, sampai ke akar-akarnya. Berfilsafat
berusaha memikirkan sesuatu sampai ke hakikat, esensi atau subtansi dari
sesuatu yang dipikirkan. Sehingga orang tidak harus tergesa-gesa dalam
menyimpulkan suatu kejadian, pertanyaan maupun pengetahuan sebelum
menemukan jawaban yang paling mendasar, paling inti, paling fundamental
dari suatu kejadian, pertanyaan maupun pengetahuan tersebut.
2. Sistematis: runtut dan runut, bagian per bagian, dari gagasan-gagasan yang
pokok diuraikan menjadi yang detail-detail yang lebih rinci.
3. Rasional: masuk akal, logis dalam menyusun konsep maupun kerangka
berpikir. Untuk mencapai kebenaran maka harus berangkat dari hal-hal yang
saling berhubungan secara logis.
4. Universal: secara universal adalah berpikir tentang hal-hal serta proses-proses
yang bersifat umum. Filafat berkaitan dengan pengalaman secara umum dari
manusia (common experience of mankind). Filsafat berusaha untuk
15
Abidin, Pengantar Ilmu Filsafat.
16
A. Kesimpulan
Secara etimologis, kata “filsafat” berasal dari gabungan dua kata: Philein yang
berarti mencintai; dan sophos yang berarti kearifan atau kebijaksanaan (wisdom).
Jadi, dilihat dari asal katanya, filsafat berarti mencintai kebijaksanaan. Filsafat adalah
upaya untuk mempelajari dan mengungkapkan penggambaran manusia di dunia
menuju akhirat secara mendasar secara reflektif, rasional, kritis, dan radikal atas hal-
hal pokok dalam hidup.
Filsafat memiliki objek kajian yang menjadi sasaran untuk dibicarakan, diteliti
dan diperhatikan. Agar mudah mempelajarinya objek filsafat dapat dibagi menjadi
dua, yaitu objek material yang berupa hakikat Tuhan, hakikat alam dan hakikat
manusia dan objek formal yang berusaha untuk mencari keterangan secara mendalam
tentang objek material filsafat.
Periode filsafat Yunani terjadi perubahan pola pikir manusia dari mitosentris
yakni pola pikir masyarakat yang sangat mengenal mitos untuk menjelaskan
fenomena alam menjadi logo-sentris, yakni memaknai aktivitas alam yang terjadi
secara kausalitas. Selanjutnya di abad pertengahan, corak pemikiran kefilsafatannya
menjadi bersifat teosentris dan pada masa abad modern ini pemikiran filsafat berhasil
menempatkan manusia pada tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan
sehingga corak pemikirannya antroposentris, selanjutnya filsafat kontemporer yang
merupakan ciri khas pemikiran filsafat adalah desentralisasi manusia karena
pemikiran filsafat abad ke-20 ini memberikan perhatian yang khusus pada bidang
bahasa dan etika sosial.
lingkup filsafat dan struktur pembahasan filsafat meliputi tiga ranah
pembahasan, yang disebut ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Singkatnya, ontologi
mengenai pertanyaan apa, epistemologi mengenai pertanyaan bagaimana, dan
aksiologi mengenai pertanyaan untuk apa
Cabang-cabang filsafat menurut para ahli filsafat, terdiri dari Logika,
Epistemologi, Etika, Estetika, Metafisika, dan Epistemologi.
Berpikir filsafat memiliki ciri-ciri yang membedakan dengan berpikir biasa,
diantaranya: Radikal, Sistematis, Rasional, Universal, Konseptual, Koheren,
Konsisten, Komprehensif, Bebas, dan Bertanggung Jawab;
17
DAFTAR PUSTAKA
18