Anda di halaman 1dari 12

FILSAFAT PASCA ARISTOTELES: ZAMAN HELLENISME DAN

ROMAWI

Mata Kuliah Filsafat Umum

Dosen Pembimbing : Salamah Eka Suzanti, M.Si

Disusun Oleh : Kelompok V


Hanuna Fauziatun Nisa
M. Ahsan Alaq Azzain
Kevin Dinoval Aziz

KELAS: IIB PAI.


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM ZAINUL HASAN
GENGGONG KRAKSAAN PROBOLINGGO
2023
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami kehadiran Allah SWT yang senantiasa
memberikan Rahmat serta hidayahnya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik dan lancar. Tugas makalah kami
berjudul “FILSAFAT PASCA ARISTOTELES: ZAMAN HELLENISME
DAN ROMAWI” yang dibimbing oleh dosen pengampu kami yaitu : Salamah
Eka Suzanti, M.Si

Sholawat serta salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
mana kita mengharapkan syafaat serta salamnya, sehingga kita semua dapat selamat
dunia dan akhirat.

Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak – pihak yang telah


terlibat membantu menyelesaikan tugas makalah ini, sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan lancar. Untuk kritik dan sarannya sangat kami
butuhkan karena kami masih memiliki banyak kekurangan – kekurangan baik
dalam segi penulisan maupun segi materi.

Kami berharap dengan adanyanya makalah ini bisa menambah pengalaman


dan wawasan kami maupun pembaca. Dan semoga makalah ini dapat memberikan
banyak manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Kraksaan, 28 Februari 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................................... 1

B. Rumusan masalah ............................................................................................... 3

C. Tujuan Masalah................................................................................................... 3

BAB II .................................................................................................................... 4

PEMBAHASAN .................................................................................................... 4

A. Pengertian Filsafat Zaman Hellenisme ............................................................ 4

B. Pengertian Filsafat Zaman Romawi ................................................................. 5

BAB III ................................................................................................................... 7

PENUTUP .............................................................................................................. 7

A. Kesimpulan.......................................................................................................... 7

B. Saran .................................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peradaban dunia saat ini merupakan hasil dialektika ide dan gagasan para
pemikir terdahulu. Hal tersebut terjadi akibat kontradiksi antara keimanan dengan
pengetahuan. Dasar-dasar keberagamaan diragukan kebenarannya karena ia
bersifat nir-pengetahuan. Apabila iman manusia cenderung buta, ia bisa
mengarahkan daya emotifnya untuk menghancurkan pengetahuan yang tidak sesuai
dengan kebenaran dogma agama. Hal ini bisa terjadi manakala iman didasarkan
pada premis-premis yang dogmatis. Atau justru merujuk pada prinsip-prinsip
abstrak yang kaku. Dengan kata lain, iman didasarkan pada asas-asas metafisika
yang salah. Namun iman tidak melulu bersifat emotif, ia juga bersifat kognitif
manakala ia membentuk pandangan dunia terhadap realitas (weltanschaung).
Sehingga ia mempunyai logika untuk berkorelasi dengan pengetahuan.
Filsafat Islam lahir dari spekulasi filosofis tentang warisan Greco-Alek-
sandria filsafat, yang telah diselamatkan dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab
pada abad ke-3/ke-9. Dengan demikian, Barat dapat melihat filsafat Yunani
kemudian, umat Muslim terus mengidentifikasi asal tradisi filsafat Yunani, namun
mereka sekarang mengenyampingkannya dengan wahyu. Filsuf Islam
berkonsentrasi pada filsafat yang didominasi oleh realitas profetik dan wahyu dan
menciptakan "filsafat kenabian". Pada gilirannya dipengaruhi oleh tauhid
peninggalan Nabi Ibrahim a.s., yaitu Yahudi dan Kristen. Al-Qur'an dan Hadis,
menjabat sebagai pusat sumber spekulasi filosofis Islam dan dipengaruhi ulang
refleksi dari pemikir Muslim pada teks Yunani. Dalam filsafat Islam, perkataan para
Imam Syiah juga memainkan peran utama. Hal tersebut terrefleksi dalam kitab
karya-karya Mulla Sadra. Meskipun filsafat Islam menarik dari sumber-sumber
Yunani, yang sebagian Muslim dianggap sebagai buah dari wahyu sebelumnya
terkait dengan angka-angka seperti Nabi Idris yang dipercayai oleh sebagian orang
Barat sebagai Hermes. Sebuah studi penuh asal-usul filsafat Islam harus mampu
menangani dengan Islam serta sumber Yunani dan interaksi mereka.
Dalam sejarah filsafat, Plato dan Aristoteles merupakan cikal bakal
pergumulan antara dua aliran. Plato berpendapat bahwa hasil pengetahuan indrawi

1
tidak memberikan pengetahuan yang meyakinkan. Karena sifat-sifatnya yang relatif
dan berubah-ubah. Disebabkan sifatnya yang berubah itulah, Plato tidak dapat
memercayai kebenarannya. Sesuatu yang tidak mengalami perubahanlah yang
dapat dijadikan pedoman sebagai sumber ilmu pengetahuan. Dalam proses
pencariannya Plato menemukan bahwa di seberang sana di luar wilayah
pengamatan indrawi, ada apa yang disebut dengan “ide". Dunia ide ini bersifat
tetap, tidak berubah-ubah, kekal. Plato memang banyak terpengaruh oleh
Pythagoras dan menaruh perhatian yang begitu besar terhadap matematika untuk
mempelajari dunia. Alam ide yang tidak berubah dianalogikan dengan rumus
matematika yang tidak berubah-ubah. Alam indrawi bukanlah alam yang nyata.
Menurut Plato, manusia sejak lahir sudah membawa ide bawaan yang oleh
Descartes disebut "innate ideas". Dengan ide bawaan ini manusia mengenal dan
memahami segala sesuatu dan dari situlah ilmu pengetahuan muncul.
Aristoteles tidak sependapat dengan gurunya tersebut dengan menyatakan
bahwa ide-ide bawaan itu tidak ada. Kalau Plato menekankan adanya dunia ide
yang berada di luar benda-benda yang konkret, maka Aristoteles tidak mengakui
adanya dunia seperti itu. Hukum-hukum dan pemahaman yang bersifat universal
bukan hasil bawaan dari sejak lahir, tetapi hukum-hukum dan pemahaman itu
dicapai lewat proses panjang pengamatan empirik manusia. Aristoteles menyebut
proses ini sebagai abstraksi.
Aristoteles, mengakui bahwa pengamatan indrawi itu berubah-ubah, tidak
tetap dan kekal. Tetapi dengan pengamatan dan penyelidikan yang terusmenerus
terhadap hal-hal dan benda konkret, maka akal atau rasio akan dapat
melepaskannya dan mengabstraksikan idenya dari benda-benda yang konkret
tersebut. Dari situ muncul ide-ide dan hukum-hukum yang bersifat universal dan
dirumuskan oleh akal dan intelek melalui proses pengamatan dan pengalaman
indrawi.1

1
Mahfus Junaedi, Pengembangan Paradigma Keilmuan Perspektif Epistimologi Islam, (Jakarta:
KENCANA, 2019), 73-74.

2
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian filsafat zaman Hellenisme?
2. Apa pengertian filsafat zaman Romawi?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa itu filsafat zaman Hellenisme.
2. Untuk mengetahui apa itu filsafat zaman Romawi.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Filsafat Zaman Hellenisme


Sepeninggal Aristoteles, baru kira-kira lima abad kemudian bangkit pemikir
jenius seperti dia yaitu Plotinus. Selama kurang lebih 5 abad memang ada satu dua
filosof tetapi tidak sedalam pemikiran Plato dan Aristoteles. Permasalahan filsafat
mereka bahas tidak secara menyeluruh melainkan sebahagian dan terpotong-
potong. Zaman sesudah Aristoteles memang berbeda sekali karena zaman ini
merupakan zaman baru yang disebut dengan Helenisme, dimulai dengan
pemerintahan Aleksander Agung. Helenisme berasal dari kata Hellenizein artinya
berbahasa Yunani dan menjadikan Yunani. Hal ini karena pada masa ini roh dan
kebudayaan Yunani dihidupkan kembali dan tersebar serta memberikan ciri-cirinya
kepada bangsa-bangsa non-Yunani di sekitar Lautan Tengah hingga menimbulkan
pengaruh dan perubahan di bidang kesusasteraan, agama, dan kehidupan bangsa-
bangsa tersebut. Pada zaman ini ada perpindahan pemikiran filsafat, yaitu dari
filsafat teoritis menjadi filsafat praktis. Filsafat semakin hari menjadi suatu seni
hidup. Orang-orang dipandang bijak ketika mengatur hidupnya menurut akal dan
rasionya. Ada banyak aliran, semuanya berusaha menentukan cita-cita hidup
manusia. Ada aliran yang bersifat etis, yang menekankan kepada persoalan-
persoalan kebijaksanaan hidup dalam praktik nyata dan sehari-hari. Ada juga aliran
yang diwarnai agama. Yang termasuk aliran yang bersifat etis di antaranya adalah
aliran Epikuros dan Stoa, sedangkan yang diwarnai agama di antaranya filsafat
Neopythagoras, filsafat Platonis Tengah, Filsafat Yahudi dan Neoplatonisme.
Ide dasar Stoa adalah bahwa semua yang ada merupakan satu kesatuan yang
teratur karena adanya suatu prinsip yang menjamin kesatuan yakni jiwa dunia
(Logos) yang oleh Plato diterangkan sebagai 'Budi Ilahi' atau 'Nous'. Hukum alam
tidak tergantung orang, selalu berlaku, dan merupakan dasar dari hukum positif.
Keutamaan manusia terletak pada kepatuhan pada hukum alam yang merupakan
pernyataan kehendak Ilahi. Undang-Undang negara ditaati sepanjang sesuai dengan
hukum alam itu. Individu dan masyarakat harus menjadi manusia yang adil dan
merealisasikan hukum yang dicita-citakan, yaitu hukum sebagai ius. Manusia

4
secara individu dan kemasyarakatan memiliki hubungandengan Logos melalui
hukum universal yang dijelmakan dalam aturan alam semesta2
Zaman Hellenisme merupakan zaman keemasan kebudayaan Yunani.
Tokoh yang berjasa dalam pengembangan kebudayaan Yunani ini adalah Iskandar
Agung (356-323 SM) dari Macedonia, salah seorang murid Aristoteles. Akibat
ekspansi besar-besaran yang dilakukannya, kebudayaan Yunani dengan cepat
tersebar memasuki wilayah Persia, Irak, Mesir, Suriah, Yudea, India, dan Asia
Tengah. Pada masa Hellenisme ini terdapat tiga aliran filsafat yang menonjol, yaitu:
Stoisisme, Epikurisme dan Neoplatonisme. Di samping ketiga aliran tersebut,
sebenarnya terdapat pula gerakan berpikir yang disebut Skeptisisme dengan
pelopornya Pyrrho (365-275 SM) dan Elektisisme oleh Cicero (106-43 SM).
Karena hanya gerakan berpikir, keduanya tidak akan dibicarakan.3

B. Filsafat Zaman Romawi


Filsafat pada zaman Romawi kuno hanya sedikit filsafatnya berbeda dengan
filsafat pada zaman Yunani kuno yang terdapat banyak filsafat. Karena pada zaman
Romawi ilmu pengetahuan tidak dapat berkembang dengan pesat. Hal ini
disebabkan karena bangsa Romawi adalah bangsa yang menitik beratkan soal-soal
praktis dari pada berpikir secara teoristis sedangkan bangsa Yunani merupakan
orang-orang yang suka berfikir, juga berfikir tentang negara dan hukum. Asal mula
Negara pada zaman Yunani yaitu berasal dari keluarga kecil lalu bergabung
menjadi sebuah keluarga besar. Sedangkan asal mula negara pada zaman Romawi
yaitu berasal dari keluarga besar lalu bergabung lagi menjadi sebuah keluarga yang
lebih besar lagi. Maksud dan tujuan negara adalah supaya bisa menjadi negara yang
besar yaitu seluruh dunia. Sedangkan zaman Yunani supaya ada kerja sama dan
mendapat perlindungan keamanan. Pada zaman Yunani, setiap penduduk
merupakan bagian dari negara. Sedangkan pada zaman Romawi penduduk bukan
merupakan bagian negara. Bagian negara adalah para penguasa karena yang

2
Nurasiah Faqih Sutan Hrp, Filsafat Hukum Barat dan Alirannya, (Medan: CV. Pusdikra Mitra
Jaya, 2021), 76-77.
3
Darji Darmodiharjo, Pokok-pokok Filsafat Hukum, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006),
64-65.

5
mengatur semua pemerintahan adalah para penguasa sedangkan rakyat tidak boleh
ikut campur.4
Tradisi ilmu pengetahuan dan filsafat yang berkembang dengan baik di
tangan bangsa Yunani Kuno tidak mengalami perkembangan di tangan bangsa
Romawi Kuno. Alasannya, bangsa Romawi Kuno bukan bangsa yang cinta ilmu
pengetahuan dan filsafat, seperti bangsa Yunani Kuno. Bangsa Romawi Kuno lebih
cenderung mempelajari pengetahuan yang bersifat praktis, seperti ilmu militer, ilmu
pemerintahan, dan ilmu pengetahuan hukum. Berbagai macam ilmu pengetahuan
praktis yang dikemukakan di atas menjadi kebutuhan utama bangsa Romawi Kuno
karena bangsa tersebut menguasai seluruh Benua Eropa dan sebagian Benua Asia
pada masa kejayaannya. Hegemoni bangsa Romawi Kuno memerlukan
pengetahuan praktis yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan hegemoni
tersebut. Salah satu peninggalan terbesar bangsa Romawi Kuno dalam bidang
hukum adalah pengetahuan tentang sistem hukum. Bangsa Romawi Yuno
mengembangkan sistem hokum yang sekarang dikenal sebagai sistem hukum
Romawi. Sistem hokum Romawi merupakan cikal bakal sistem hukum Civil Law
yang dikenal pada zaman sekarang. Sistem hukum Civil Law berkembang di
beberapa negara di Benua Eropa, seperti Jerman, Prancis, Belgia, dan Belanda.
Bangsa Belanda kemudian memperkenalkan sistem Civil Law kepada bangsa
Indonesia ketika menjajah Indonesia selama beberapa abad.5

4
Ignatius Adiwidjaja, Politik Bernegara, (Yogyakarta: Zahir Publishing, 2017), 11
5
Hotma P. Sibuea, Dinamika Negara Hukum, (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2020), 123.

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Zaman pasca Aristoteles memang berbeda sekali karena zaman ini
merupakan zaman baru yang disebut dengan Helenisme, dimulai dengan
pemerintahan Aleksander Agung. Helenisme berasal dari kata Hellenizein artinya
berbahasa Yunani dan menjadikan Yunani. Hal ini karena pada masa ini roh dan
kebudayaan Yunani dihidupkan kembali dan tersebar serta memberikan ciri-cirinya
kepada bangsa-bangsa non-Yunani di sekitar Lautan Tengah hingga menimbulkan
pengaruh dan perubahan di bidang kesusasteraan, agama, dan kehidupan bangsa-
bangsa tersebut. Pada zaman ini ada perpindahan pemikiran filsafat, yaitu dari
filsafat teoritis menjadi filsafat praktis. Filsafat semakin hari menjadi suatu seni
hidup. Orang-orang dipandang bijak ketika mengatur hidupnya menurut akal dan
rasionya.
Filsafat pada zaman Romawi kuno hanya sedikit filsafatnya berbeda dengan
filsafat pada zaman Yunani kuno yang terdapat banyak filsafat. Karena pada zaman
Romawi ilmu pengetahuan tidak dapat berkembang dengan pesat. Hal ini
disebabkan karena bangsa Romawi adalah bangsa yang menitik beratkan soal-soal
praktis dari pada berpikir secara teoristis sedangkan bangsa Yunani merupakan
orang-orang yang suka berfikir, juga berfikir tentang negara dan hukum. Tradisi
ilmu pengetahuan dan filsafat yang berkembang dengan baik di tangan bangsa
Yunani Kuno tidak mengalami perkembangan di tangan bangsa Romawi Kuno.
Alasannya, bangsa Romawi Kuno bukan bangsa yang cinta ilmu pengetahuan dan
filsafat, seperti bangsa Yunani Kuno. Bangsa Romawi Kuno lebih cenderung
mempelajari pengetahuan yang bersifat praktis, seperti ilmu militer, ilmu
pemerintahan, dan ilmu pengetahuan hukum.

7
B. Saran
Tugas makalah dari kami yang kami buat untuk memenuhi tugas mata
kuliah filsafat umum. Kami berharap semoga makalah yang kami buat bermanfaat
dan bisa dapat memberi sedikit pemahaman-pemahaman tentang filsafat di zaman
tersebut (filsafat zaman Hellenisme dan Romawi). Dan kami menyarankan kepada
setiap pembaca agar mau lebih dalam lagi dalam menambah pemahaman tentang
ilmu filsafat. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca, apabila
dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan kesalahan, kamu tim penyusun
mohon maaf, karena kesalahan semata mata terletak pada kami dan kesempurnaan
hanya milik allah.

8
DAFTAR PUSTAKA

Darji Darmodiharjo. 2006. Pokok-pokok Filsafat Hukum, (Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama.
Hotma P. Sibuea. 2020. Dinamika Negara Hukum, Depok: PT Raja Grafindo
Persada.
Ignatius Adiwidjaja. 2017. Politik Bernegara, Yogyakarta: Zahir Publishing.
Mahfus Junaedi. 2019. Pengembangan Paradigma Keilmuan Perspektif
Epistimologi Islam, Jakarta: KENCANA.
Nurasiah Faqih Sutan Hrp. 2021. Filsafat Hukum Barat dan Alirannya, (Medan:
CV. Pusdikra Mitra Jaya.
.

Anda mungkin juga menyukai