Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

FILSAFAT ILMU
“SEJARAH FILSAFAT”
Dosen Pengampu: Dr. Rachmat Kasmad, S.Pd., M.Pd

Disusun oleh :
Vina Aprilia (03)
220305500003
Kelas A – Gizi

PROGRAM STUDI GIZI


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa atas segala rahmat dan
hidayah-nya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Sejarah
Filsafat”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Bapak
Dr. Rachmat Kasmad, S.Pd., M.Pd. Selaku dosen mata kuliah Filsafat Ilmu.
Semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan, kemudahan, serta
keselamatan kepada semua yang terlibat dalam pembuatan makalah ini. Penulis
juga berterima kasih kepada dosen pengampu pada mata kuliah ini yang telah
memberikan pembelajaran kepada kami.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam
penyusunan makalah ini. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk kemajuan pengetahuan terutama dalam hal yang
berhubungan dengan Filsafat Ilmu, sehingga diharapkan dapat memberikan
pedoman untuk perkuliahan kedepannya.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis sendiri maupun bagi pembacanya agar dapat memperluas
pengetahuan kita semua.

Makassar, 24 Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i


DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
C. Tujuan .............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 3
A. Sejarah Perkembangan Filsafat pada Zaman Yunani Kuno ............................... 3
B. Sejarah Perkembangan Filsafat pada Zaman Pertengahan ................................. 9
C. Sejarah Perkembangan Filsafat pada Zaman Renaisans .................................. 11
D. Sejarah Perkembangan Filsafat pada Zaman Modern ...................................... 14
E. Sejarah Perkembangan Filsafat pada Zaman Kontemporer.............................. 16
BAB III PENUTUP .................................................................................................. 18
A. Kesimpulan .................................................................................................... 18
B. Saran .............................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat berasal dari kata Yunani "philosophia" yang terdiri dari
kata "philos" yang berarti cinta dan "sophia" yang berarti kebijaksanaan.
Oleh karena itu, filsafat dapat diartikan sebagai cinta terhadap
kebijaksanaan. Secara historis filsafat merupakan induk ilmu, dalam
perkembangannya ilmu makin terspesifikasi dan mandiri, namun
mengingat banyaknya masalah kehidupan yang tidak bisa dijawab oleh
ilmu, maka filsafat menjadi tumpuan untuk menjawabnya.
Filsafat menjadi penting dalam sejarah pemikiran manusia karena
ia menawarkan cara untuk memahami dunia dan diri sendiri yang lebih
dalam dan kompleks daripada cara pandang biasa. Para filsuf telah
menciptakan pemikiran-pemikiran yang mengubah pandangan dunia
manusia, termasuk tentang agama, politik, etika, dan bahkan sains.
Sejarah filsafat mencakup banyak pemikiran dan konsep dari
zaman kuno, di mana filsafat berkembang di Yunani kuno, hingga abad
ke-21 dengan munculnya berbagai teori filsafat yang kompleks dan
kontroversial. Beberapa tokoh filsafat terkenal dalam sejarah adalah Plato,
Aristoteles, René Descartes, Immanuel Kant, Friedrich Nietzsche, dan
Jean-Paul Sartre.
Mengetahui perkembangan filsafat mulai dari zaman modern
hingga ke zaman kontemporer sangatlah penting peranannya terhadap
perkembangan pemikiran manusia untuk kedepannya. Sebab, pembahasan
tentang filsafat akan menyelidiki, menggali, dan menelusuri sedalam,
sejauh, dan seluas mungkin semua tentang hakikat hidup dan aspek di
dalamnya. Dalam hal ini, kita bisa mendapatkan gambaran bahwa filsafat
merupakan akar dari semua ilmu dan pengetahuan yang berkembang di
muka bumi ini.

1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat diperoleh beberapa rumusan masalah,
yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah perkembangan filsafat pada zaman Yunani Kuno?
2. Bagaimana sejarah perkembangan filsafat pada zaman Pertengahan?
3. Bagaimana sejarah perkembangan filsafat pada zaman Renaisans?
4. Bagaimana sejarah perkembangan filsafat pada zaman Modern?
5. Bagaimana sejarah perkembangan filsafat pada zaman Kontemporer?

C. Tujuan
Dari latar rumusan masalah diatas dapat diambil beberapa tujuan,
diantaranya yaitu:
1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan filsafat pada zaman Yunani
Kuno.
2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan filsafat pada zaman
Pertengahan.
3. Untuk mengetahui sejarah perkembangan filsafat pada zaman
Renaisans.
4. Untuk mengetahui sejarah perkembangan filsafat pada zaman Modern
5. Untuk mengetahui sejarah perkembangan filsafat pada zaman
Kontemporer.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Filsafat pada Zaman Yunani Kuno


Runtuhnya mitos dan dongeng yang telah digunakan untuk
menjelaskan setiap kejadian alam, menandakan dimulainya pemikiran
filosofis Barat pada abad ke-6 SM. Manusia mulai menjauh dari mitos
irasional dan menuju pemikiran rasional; proses ini dikenal sebagai
peralihan dari mitos ke logos dalam bahasa lain. Sebelumnya, sering
diklaim bahwa kekuatan supernatural, atau kekuatan para dewa,
bertanggung jawab atas penciptaan kosmos dan peristiwa yang terjadi di
dalamnya.
Para Ilmuwan merangkap sebagai filsuf di periode Yunani Kuno.
Filsafat dan Ilmu pada saat itu tentunya tidak secara jelas memisahkan diri
satu sama lain. Berbeda dengan periode Pra-Yunani, periode Yunani Kuno
memiliki ciri-ciri seperti: ketidakpercayaan pada mitos, kebebasan
berpendapat, penolakan untuk menerima pengalaman secara mutlak, dan
penyelidikan kritis terhadap objek.
Persoalan filsafat yang diajukan pada zaman ini adalah tentang
keberadaan alam semesta, termasuk apa yang menjadi asal muasal alam
raya ini. Tokoh pertama yang tercatat mempersoalkan adalah Thales (625-
545 SM), diikuti oleh Anaximander (610-547 SM), Anaximenes (585-528
SM), dan Phytagoras (580-500 SM). Hasil pemikiran mereka sangat
sederhana untuk ukuran saat ini. Walaupun demikian, untuk sampai pada
kesimpulan tersebut masing-masing filsuf melakukan kontemplasi yang
tidak singkat. Dari hasil perenungan yang mendalam itulah, Thales
menyimpulkan bahwa asal muasal (inti) dari alam ini adalah air,
Anaximander menyimpulkan apeiron, yakni suatu zat yang tidak terbatas
sifatnya, Anaximanes menyimpulkan udara, sedangkan Phytagoras

3
menyimpulkan bahwa bilangan merupakan intisari dari semua benda
maupun dasar pokok dari sifat-sifat benda.
Sebelum zaman keemasan Yunani, ada filsuf Socrates (470–399
SM), lalu Plato (427–347 SM), lalu Aristoteles (384-322 SM). Penekanan
penelitian telah berubah sejak zaman Socrates. Investigasi sekarang
berpusat pada manusia daripada pada alam. karena diyakini bahwa filsafat
alam tidak dapat memberikan solusi yang memuaskan. Socrates tidak
menyampaikan pelajaran metodis; sebaliknya, dia dengan cepat
menerapkan prinsip filosofis langsung ke kehidupan sehari-hari.
Dialektika, yang secara harfiah diterjemahkan menjadi "percakapan",
adalah istilah yang digunakan untuk mencirikan pendekatan filosofis yang
digariskannya. Dialog dan wawancara memainkan peran penting dalam
filosofi Socrates. Karena satu-satunya tujuan filsuf adalah membidani
lahirnya pengetahuan, Socrates menggambarkan pendekatannya terhadap
filsafat sebagai "maieutike tekhne" (seni kebidanan).
Socrates tidak meninggalkan tulisan apapun. Ajarannya tidak
mudah direkonstruksi karena bagian terbesar darinya hanya dapat
diketahui dari tulisan-tulisan muridnya, yaitu Plato. Dalam dialog-dialog
Plato, Socrates hampir selalu menjadi pembicara utama sehingga tidak
mudah apakah pandangan yang dinisbatkan kepada Socrates adalah benar-
benar pandangannya atau pandangan Plato sendiri.
Socrates lebih peduli dengan masalah manusia dan tempatnya
dalam masyarakat daripada kekuatan di balik alam semesta ini (para dewa
dan dewi mitologi Yunani). Socrates menurunkan filsafat dari langit,
mengantarkannya ke kota-kota, dan memperkenalkannya ke rumah-rumah.
Karena itu dia dituduh "memperkenalkan dewa-dewa baru dan merusak
kaum muda", dan untuk itu Socrates dibawa ke pengadilan Athena. Dewan
Juri memutuskan Socrates bersalah meskipun meninggalkan ia dapat
meninggalkan Athena untuk bisa menyelamatkan hidupnya. Namun, ia
tetap setia pada hati nuraninya dan memilih meminum racun (sebagai
vonisnya) di depan banyak orang untuk mengakhiri hidupnya.

4
Yang ingin dituju oleh Socrates dalam setiap pembicaraan
dengan partner bicaranya adalah paham-paham atau definisi-definisi
mendalam dan tahan uji tentang keutamaan etis. Untuk itu, ia memulai
pembicaraannya dari hal-hal yang bersifat khusus-partikular tentang suatu
keutamaan. Dari situ kemudian mengupayakan pengertian umum-
universal mengenainya. Metode berfikir tersebut dikenal dengan metode
berfikir indukif, yaitu dari pernyataan-pernyataan yang sifatnya khusus ke
pernyataan-pernyataan yang sifatnya umum.
Dialog Socrates dimulai dengan contoh-contoh. Contohnya,
‘tindakan ini’ disini dan ‘tindakan itu’ disana disebut tindakan keutamaan.
Jadi ini dan itu merupakan contoh-contoh khusus dan partikular dari
tindakan keutamaan. Lantas Socrates bertanya, ‘Apa yang merupakan
kesamaan dari semua itu?, adakah ‘yang umum’ yang merupakan hakikat
dari tindakan keutamaan itu?’. Dalam mengajukan pertanyaan ini, dia
mengetahui bahwa jawaban final dan tuntas atas pertanyaan ini sebenarnya
tidak dapat ia ketahui. Meskipun demikian, ia tetap saja melontarkannya
untuk mendapatkan tanggapan dari partner-nya. Kesadaran ketidaktahuan
ini disebut Ironi Socrates.
Kontribusi besar Socrates lainnya pada pemikiran Barat adalah
metode penyelidikannya, yang dikenal sebagai metode Erencus, yang telah
diterapkan secara luas pada penyelidikan konsep moral sentral. Oleh
karena itu, ia dikenal sebagai bapak dan sumber etika atau filsafat moral,
dan filsafat secara umum.
Tokoh besar lainnya pada masa itu adalah Plato (428-348 SM),
yang merupakan murid dan pengagum Socrates. Oleh karena itu tidak
mengherankan jika pandangan filsafat-filsafatnya sangat dipengaruhi oleh
gurunya. Namun demikian, dia lebih rajin daripada gurunya dalam hal
menulis. Dia sangat antusias menulis buku dengan gaya sastra yang tinggi.
Kebiasaan menulis ini berlanjut hingga akhir hidupnya. Ini terlihat dari
karangan terakhirnya yaitu Nomoi (undang-undang) yang tidak
diselesaikannya hingga wafatnya pada usia 80 tahun.

5
Plato menyumbangkan ajaran tentang ‘idea’. Dengan ajarannya
tersebut Plato tidak hanya berhasil menciptakan suatu sistem filsafat yang
merangkum dan merangkul berbagai persoalan filosofis sebelumnya,
melainkan juga membangun suatu kerangka pemikiran yang pengaruhnya
luar biasa besar pada pemikiran filosofis di Barat berabad-abad setelah
wafatnya.
Plato menyatakan adanya dua dunia, yakni dunia ide-ide yang
hanya terbuka bagi rasio kita (dunia rasional), dan dunia jasmani yang
hanya terbuka bagi panca indera kita (dunia inderawi). Dalam dunia
rasional tidak ada perubahan dan kenisbian. Perubahan dan kenisbian
hanya ada dalam dunia inderawi yang memang memperlihatkan
ketidakmantapan tanpa henti.
Ide-ide yang tertangkap oleh pikiran lebih nyata daripada objek-
objek material yang terlihat oleh mata. Keberadan bunga, pohon, burung,
manusia, dan sebagainya bisa berubah-ubah dan akan berakhir. Adapun
ide tentang bunga, pohon, burung, manusia, dan sebagainya tidak akan
berubah dan kekal adanya. Karena itu, hanya ide yang merupakan realitas
yang sesungguhnya dan abadi. Dunia inderawi adalah suatu realitas yang
tidak tetap dan berubah-ubah. Adapun dunia ide adalah suatu realitas yang
tidak bisa dilihat, dirasa, dan didengar, dunia yang benar-benar objektif
dan berada diluar pengamatan manusia. Apa yang disebut pengetahuan
sebenarnya hanya merupakan ingatan terhadap apa yang telah
diketahuinya di dunia ide, konon sebelum berada di dunia inderawi,
manusia pernah berdiam di dunia ide.
Ide tentang dua dunia tersebut membawa Plato pada pandangannya
mengenai pra-eksistensi dan pasca-eksistensi jiwa. Menurutnya, sebelum
berada dalam badan, jiwa sudah mengalami pra-eksistensi dimana ia
menatap ide-ide. Namun kemudia ia mengalami inkarnasi dan masuk
kedalam tubuh. Ia mengungkakan keadaan ini dengan dua kata Yunani
yaitu soma-sema yang artinya tubuh (soma) adalah kubur (sema) jiwa.
Kerinduan dan tujuan manusia sesudah kehidupannya di dunia adalah

6
terbebas dari penjara tubuh agar dapat kembali memasuki keadaan aslinya
yakni pulang ke kerajaan ide-ide. Untuk mencapai tujuan itu, rasio
mempunyai peranan besar. Kalimat terakhir ini mengantar kita memasuki
ajaran Plato tentang etika, yakni tentang bagaimana mencapai hidup yang
baik.
Pemikiran filosofis Yunani memuncak pada murid Plato,
Aristoteles. Dia adalah filosof pertama yang berhasil menemukan solusi
untuk masalah filosofis utama, termasuk logika, filsafat alam, psikologi,
metafisika (sebab utama), etika, dan ilmu politik. Dia mengatakan tugas
utama sains adalah menemukan penyebab objek yang diselidiki.
Kelemahan utama para filosof awal yang mempelajari alam adalah bahwa
mereka tidak mempelajari semua penyebab.
Menurutnya tiap kejadian mempunyai empat sebab yang semuanya
harus disebut, bila manusia hendak memahami segala sesuatu. Keempat
penyebab itu menurut Aristoteles adalah:
1. Penyebab material (material cause): inilah bahan darimana benda
dibuat. Misalnya kursi dibuat dari kayu.
2. Penyebab formal (formal cause): inilah bentuk yang menyusun bahan.
Misalnya bentuk kursi ditambah pada kayu, sehingga kayu menjadi
sebuah kursi.
3. Penyebab efisien (efficient cause): inilah sumber kejadian, factor yang
menjalankan kejadian. Misalnya tukang kayu yang membuat sendiri
sebuah kursi.
4. Penyebab final (final cause): inilah tujuan yang menjadi arah seluruh
kejadian. Misalnya kursi dibuat supaya orang dapat duduk diatasnya.
Dua metode yang dikemukakan oleh Aristoteles untuk menarik
kesimpulan demi memperoleh pengetahuan dan kebenaran baru yaitu
disebut induktif dan deduktif. Induktif adalah menarik konklusi yang
bersifat umum dari hal-hal yang khusus. Sedangkan deduktif adalah cara
menarik konklusi berdasarkan dua kebenaran yang pasti dan tidak
diragukan, yang bertolak dari sifat umum ke khusus. Induktif berangkat

7
dari pengamatan dan pengetahuan inderawi yang berdasarkan pengalaman,
sedangkan deduksi sebaliknya terlepas dari pengamatan dan pengetahuan
inderawi yang berdasarkan pengalaman itu. Salah satu dari contoh deduksi
adalah silogisme, yakni pengambilan kesimpulan berdasarkan dua
pernyataan yang telah diberitahukan sebelumnya, misalnya:
Semua manusia akan mati
Sokrates adalah seorang manusia
Maka: Socrates akan mati
Dalam silogisme diatas, pernyataan pertama adalah premis umum atau
mayor, pernyataan kedua adalah premis khusus atau minor, dan
pernyataan ketiga adalah kesimpulan.
Sama seperti gurunya, Aristoteles juga senang menulis. Tulisan-
tulisan Aristoteles cenderung lebih kaku dan kering, seperti ensiklopedi.
Apa yang ditulis pada umumnya merupakan hasil telaah lapangan.
Tulisan-tulisan yang sampai kepada kita kebanyakan berupa naskah-
naskah perkuliahan yang ia pergunakan dahulu. Dari tulisan-tulisan inilah,
berasal apa yang dikenal sebagai Corpus Aristotelicium, yakni kumpulan
karangan Aristoteles mengenai organon (kemudian dikenal dengan istilah
logika), tulisan mengenai ilmu pengetahuan alam, metafisika, berbagai
tulisan tentang etika, dan buku-buku mengenai estetika. Maka tidak heran
jika kemudian hari dia dikenal sebagai pelopor, penemu, atau bapa logika,
kendati itu tidak berarti sebelum Aristoteles belum ada logika.
Aristoteles membagi filsafat atau ilmu pengetahuan menjadi lima,
yaitu:
1. Logika: tentang bentuk susunan pikiran
2. Filosofia teoritika yang diperinci lagi menjadi:
a. Fisika : tentang dunia materiil (ilmu alam dan sebagainya)
b. Matematika : tentang barang menurut kualitasnya
c. Metafisika : tentang ‘ada’
3. Filosofia praktika: tentang kehidupan kesusilaan yang diperinci
menjadi:

8
a. Etika : tentang kesusilaan dalam hidup perseorangan.
b. Ekonomia : tentang kesusilaan dalam hidup kekeluargaan
c. Politika : tentang kesusilaan dalam hidup kenegaraan
4. Filosofia poetika/ aktiva (pencipta)
5. Filsafat kesenian
Sepeninggal Aristoteles, ajarannya dilanjutkan oleh murid-
muridnya yang dimasukkan ke dalam apa yang kemudian dikenal dengan
madzhab Paripathic. Dilihat dari pengaruh gagasannya terhadap sejarah
filsafat, Aristoteles tentu bersaing dengan Plato. Pada Abad Pertengahan,
filsafat Aristoteles menjadi dasar pengajaran Skolastik. Pada titik ini,
karya filsafat Aristoteles dianggap "tidak mungkin sesat". Namun,
kepercayaan ini kemudian didobrak pada zaman modern dengan
munculnya seorang filosof Jerman bernama Immanuel Kant (1724-1804)
dengan julukan der Alleszermalmer (Penghancur Segala Sesuatu).

B. Sejarah Perkembangan Filsafat pada Zaman Pertengahan


Filsafat abad pertengahan sering disebut scholastic, karena sekolah
yang ada sudah mengajarkan hasil pemikiran filosofis. Karena
perkembangan filsafat pada abad ini sangat dipengaruhi oleh agama, maka
penelitiannya terfokus pada pembahasan dan pembicaraan tentang
Theosentrisitas (Tuhan).
Secara historis, peradaban yang dibangun oleh Yunani mencapai
masa kejayaannya, berkembang pesat dan besar, serta mempengaruhi
pemikiran Eropa. Pada saat itulah peradaban Kristen muncul di Eropa.
Namun, bahkan setelah periode selanjutnya, dominasi aturan Gereja terus
berlanjut, dan kehidupan pemikiran manusia dibelenggu.
Gereja memberlakukan aturan yang sangat ketat terhadap
pemikiran manusia, termasuk pemikiran tentang teologi. Hanya pihak
Gereja yang berhak mengadakan penyelidikan terhadap agama. Kendati
demikian ada saja pihak-phak pemikir yang melanggar peraturan tersebut,
dan mereka dianggap orang yang murtad, dan kemudian diadakan

9
pengejaran. Pengejaran terhadap orang-orang yang murtad ini mencapai
puncaknya pada akhir abad XII dan yang paling berhasil di Spanyol.
Pada abad ke - IV, Agustinus (354-430) adalah seorang pemikir
besar yang mempengaruhi perkembangan pemikiran. Pemikiran Agustinus
merupakan sintesa teologi Kristen dan pemikiran filsafatinya. Dia sendiri
tidak setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa filsafat itu otonom
atau terpisah dari iman Kristen.
Pada pemikiran masa ini ada beberapa hal yang penting dan
sebagai maenstream yaitu rasio insani hanya dapat abadi jika medapatkan
penerangan dari rasio Ilahi. Tuhan adalah guru yang tinggal dalam batin
kita dan menerangi roh manusia. Abad pertengahan yang memasuki masa
keemasan filsafat masih dipelajari dalam hubugannya dengan teologi.
Namun wacana filsafat masih hidup dan dipelajari walaupun tidak secara
terbuka dan mandiri.
Periode ini dikenal sebagai Abad Pertengahan (400-1500). Filsafat
pada abad ini didominasi oleh pemikiran keagamaan (Kristen). Puncak
filsafat Kristen adalah Patristik (para Bapa Gereja), dan Skolastik Patristik
yang terbagi menjadi Patristik Yunani (atau Patristik Timur) dan Patristik
Latin (atau Patristik Barat).
Tokoh-tokoh Patristik Yunani tersebut antara lain Clemens dari
Alexsandria (150-215), Origenes (185-254), Gregorius dari Naziane (330-
390), dan Basilius (330-379). Tokoh - tokoh Patristik Latin antara lain
Hilarus (315-367), Ambrosius (339-397), Hieronymus (347-420) dan
Augustinus (354-430). Ajaran-ajaran dari para Bapa Gereja ini bersifat
filsafat dan teologis, dan pada intinya mereka ingin menunjukkan bahwa
iman sejalan dengan pemikiran terdalam manusia sangat dipengaruhi oleh
Plotinus. Pada masa ini dapat dikatakan era filsafat yang berlandaskan
akal-budi diabdikan untuk dogma agama.
Selama zaman Skolastik (sekitar tahun 1000), pengaruh Plotinus
digantikan oleh Aristoteles. Pemikiran Aristoteles muncul kembali dalam
karya beberapa filsuf Yahudi dan Islam, terutama melalui Avicena (Ibn.

10
Sina, 980-1037), Averroes (Ibn. Rusyd, 1126-1198), dan Maimonides
(1135-1204). Pengaruh Aristoteles begitu besar sehingga ia disebut
sebagai Sang Filsuf, sedangkan Averroes yang membahas banyak karya
Aristoteles disebut sebagai Sang Komentator.
Kristiani menghasilkan filsuf penting terutama dari ordo baru yang
muncul selama Abad Pertengahan: Dominikan dan Fransiskan. Filsafatnya
disebut skolastik, karena selama periode ini filsafat diajarkan di sekolah –
sekolah biara dan perguruan tinggi sesuai dengan kurikulum standar
internasional. Tema ajaran ini adalah bahwa ada hubungan antara iman
dan akal.
Pada masa ini, filsafat mulai menjauhkan diri dari agama. Agama
dan filsafat datang untuk melihat satu sama lain sebagai sama, bukan
mengabdi satu sama lain atau sebaliknya. Hingga akhir Abad Pertengahan
sebagai abad yang kurang memberikan kontribusi bagi perkembangan
ilmu pengetahuan, seseorang dapat mengingat kembali nasib astronom
Polandia N. Copernicus yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup oleh
otoritas Gereja ketika mengemukakan temuannya tentang pusat peredaran
benda-benda angkasa adalah matahari (Heleosentrisme).
Teori ini dianggap oleh otoritas Gereja bertentangan dengan teori
geosentrisme (Bumi sebagai pusat peredaran benda-benda angkasa) yang
dikemukakan oleh Ptolomeus semenjak zaman Yunani yang justru telah
mendapat mandat dari otoritas Gereja. Oleh karena itu, N. Copernicus
dihukum oleh pemerintah dengan keputusan Gereja, karena dianggap telah
menjatuhkan otoritas gereja.

C. Sejarah Perkembangan Filsafat pada Zaman Renaisans


Renaisans adalah suat zaman yang menaruh perhatian besar pada
bidang seni lukis, patung, arsitektur, musik, sastra, filsafat, serta ilmu
pengetahuan dan teknologi. Zaman Renaisans terkenal dengan era
kelahiran kembali kebebasan berpikir manusia.

11
Di zaman ini, manusia mulai berpikir dengan cara baru dan secara
bertahap dibebaskan dari otoritas gerejawi yang membatasi dirinya dalam
mengungkapkan kebenaran filsafat dan ilmiah. Proses regenerasi ini
terjadi pada abad ke-15 dan abad ke-16. Dan, yang melahirkan kembali
kebudayaan Yunani dan Romawi kuno ini adalah orang-orang yang biasa
disebut kaum humanis.
Renaissance dianggap sebagai periode transisi dari abad
pertengahan ke era modern, jadi ada unsur abad pertengahan dan modern,
unsur agama dan profesional, unsur otoriter dan individualistis, serta
sejarah budaya Barat. Tetapi ini semua tak berarti pengingkaran bahwa
Renaisans umumnya dianggap sebagai suatu titik peralihan di dalam
sejaeah kebudayaan barat.
Pada zaman renaisans ada banyak penemuan di bidang ilmu
pengetahuan. Di antara tokoh-tokohnya adalah:
1. Nicolaus Copernicus (1473-1543)
Ia lahir di Torun, Polandia dan belajar di Universitas Cracow.
Meskipun dia tidak mengambil studi astronomi, dia memiliki koleksi
buku tentang astronomi dan matematika. Ia sering disebut sebagai
pendiri astronomi (Founder of Astronomy). Ia mengembangkan teori
bahwa matahari adalah pusat jagad raya dan bumi mempunyai dua
macam gerak, yaitu: perputaran sehari-hari pada porosnya dan
perputaran tahunan mengitari matahari. Teori itu disebut heliocentric
menggeser teori Ptolemaic. Ini adalah perkembangan besar, tetapi yang
lebih penting adalah metode yang dipakai Copernicus, yaitu metode
mencakup penelitian terhadap benda-benda langit dan kalkulasi
matematik dari pergerakan benda-benda tersebut.
2. Galileo Galilei (1564-1642)
Galileo Galilei adalah salah satu penemu terbesar dalam bidang ilmu
pengetahuan. Dia menemukan bahwa peluru yang ditembakkan
memiliki gerakan parabola daripada gerakan horizontal, dan kemudian
berubah menjadi gerakan vertikal. Dia menerima pandangan bahwa

12
matahari adalah pusat alam semesta. Dia juga mengamati alam semesta
dengan teleskopnya dan menemukan bahwa Bimasakti terdiri dari
banyak bintang dan masing-masing berdiri sendiri. Selain itu, ia
mengamati bentuk Venus dan berhasil menemukan beberapa satelit
Jupiter.
3. Francis Bacon (1561-1626)
Francis Bacon adalah seorang filsuf dan politisi Inggris. Dia belajar di
Universitas Cambridge dan kemudian memegang jabatan penting di
pemerintahan dan terpilih sebagai Anggota Parlemen. Dia adalah
pendukung penggunaan metode ilmiah (Scientific Method), dengan
alasan persepsi pengetahuan kuno sebagian besar adalah kesalahan,
tetapi ia percaya bahwa orang dapat mengungkapkan kebenaran
dengan metode induktif (Inductive Method), tetapi lebih dahulu harus
membersihkan fikiran dari prasangka yang ia namakan idols (arca).
Bacon telah memberi kita pernyataan yang klasik tentang kesalahan-
kesalahan berpikir dalam Idols of the Mind.
Bacon menolak silogisme tersebut karena silogisme dianggap tidak
berarti dalam ilmu pengetahuan karena tidak mengajarkan kebenaran
baru. Ia juga menekankan bahwa pengetahuan hanya dapat dihasilkan
melalui pengamatan dan eksperimen harus berdasarkan data yang
terstruktur. Dia dapat dianggap sebagai pelopor sistematisasi logis dari
prosedur ilmiah. Dengan demikian Bacon dapat dipandang sebagai
peletak dasar-dasar metode induksi modern dan pelopor dalam usaha
sitematisasi secara logis prosedur ilmiah.
Di bidang filsafat pada zaman Renaisans menghasilkan karya-
karya yang kurang signifikan dibandingkan di bidang seni dan sains.
Filsafat berkembang bukan pada zaman itu, melainkan pada zaman
setelahnya yaitu zaman modern. Terlepas dari berbagai perubahan
mendasarnya, abad Renaisans tidak memberikan lahan subur bagi
pertumbuhan filsafat. Baru pada abad ke-17 dengan dorongan daya hidup
yang kuat sejak era renaisans, filsafat mendapatkan pengungkapannya

13
yang lebih jelas. Jadi, zaman modern filsafat didahului oleh zaman
renaisans. Ciri-ciri filsafat renaisans dapat ditemukan pada filsafat modern.
Ciri tersebut antara lain, menghidupkan kembali rasionalisme Yunani,
individualisme, humanisme, lepas dari pengaruh agama dan lain-lain.
Pemikiran Renaisans abad ke-17 disempurnakan oleh beberapa
tokoh besar. Abad ini telah mencapai kedewasaan pemikiran, sehingga ada
satu kesatuan untuk memberikan semangat yang diperlukan pada abad
berikutnya. Pada masa ini, yang dipandang sebagai sumber pengetahuan
hanyalah apa yang secara alamiah dapat dipakai manusia, yaitu akal (rasio)
dan pengalaman (empiri). Sebagai akibat dari kecenderungan berbeda
dalam memberi penekanan kepada salah satu dari keduanya, maka pada
abad ini lahir dua aliran yang saling bertentangan, yaitu rasionalisme yang
memberi penekanan pada rasio dan empirisme yang memberi penekanan
pada empirisme.

D. Sejarah Perkembangan Filsafat pada Zaman Modern


Zaman modern juga dikenal sebagai zaman Rasionalisme, dan
banyak penemuan telah dilakukan di bidang ilmiah. Perkembangan ilmu
pengetahuan di zaman modern telah dirintis sejak zaman Renaisans. Para
filsuf pada zaman modern berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari
manusia itu sendiri. Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber
pengetahuan adalah rasio: kebenaran harus berasal dari rasio (akal).
Filsafat zaman modern berfokus pada manusia, bukan kosmos
(seperti pada zaman yunani kuno), atau Tuhan (pada abad pertengahan).
Era ini berawal sekitar abad ke-15.
Pada masa inilah lahir filsafat dari berbagai aliran. Secara garis
besar, muncul tiga konsep yaitu: rasionalisme, empirisme, dan idealisme.
Tapi rasionalisme paling dominan di zaman ini.
1. Paham Rasionalisme
Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M).
Dalam bukunya Discourse de la Methode tahun 1637, dia menekankan

14
perlunya metode yang tepat sebagai dasar yang kuat untuk semua
pengetahuan. Descartes membuat perbedaan yang tegas antara realitas
pikiran dan realitas yang meluas.
Descartes menerima tiga realitas atau substansi bawaan yang telah ada
sejak kita lahir, yaitu sebagai berikut:
a. Realitas pikiran (res cogitan) : Pikiran sesungguhnya adalah
kesadaran, tidak mengambil ruang dan tak dapat dibagi-bagi
menjadi bagian yang lebih kecil.
b. Realitas perluasan (res extensa, "extention") atau materi : Materi
adalah keluasan, mengambil tempat dan dapat dibagi-bagi, dan tak
memiliki kesadaran.
c. Tuhan (sebagai Wujud yang seluruhnya sempurna, penyebab
sempurna dari kedua realitas itu) : Kedua substansi berasal dari
Tuhan, sebab hanya Tuhan sajalah yang ada tanpa tergantung pada
apapun juga.
2. Paham Empirisme
Paham empirisme menyatakan bahwa tidak ada apa pun dalam pikiran
kita selain pengalaman yang mendahuluinya. Pemahaman ini
bertentangan dengan paham rasionalisme. Pengalaman itu bisa bersifat
lahirilah (terkait dengan dunia) maupun batinia (terkait dengan pribadi
manusia). Menurut pandangan ini, pengenalan inderawi adalah bentuk
kognisi yang paling jelas dan paling lengkap, karena ada batasan-
batasan yang keras terhadap kesimpulan yang dapat ditarik dari
persepsi indra kita. Pelopor aliran ini adalah Francis Bacon, dan
dikembangkan oleh David Hume, Thomas Hubbes, John Lock, dan
David Hume.
3. Paham Idealisme
Pemahaman ini mengajarkan bahwa hakikat fisik adalah jiwa. Arus ini
berusaha menggabungkan pandangan rasionalisme dan empirisme.
Imanuel Kant berpendapat dengan kritik bahwa meskipun pengetahuan
kita tentang dunia berasal dari indera kita, ada faktor-faktor di dalam

15
pikiran kita yang menentukan bagaimana kita memahami dunia di
sekitar kita.
Menurut Kant, ada dua faktor yang berkontribusi pada pengetahuan
manusia tentang dunia, yaitu sebagai berikut:
a. Kondisi-kondisi lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita
ketahui sebelum kita menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan
waktu adalah cara pandang dan bukan atribut dari dunia fisik. Itu
materi pengetahuan.
b. Kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses
yang tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Ini
bentuk pengetahuan.

E. Sejarah Perkembangan Filsafat pada Zaman Kontemporer


Melihat sejarah perkembangan filsafat zaman kontemporer tidak
lain adalah mengamati lebih jauh pemanfaatan dan perkembangan sejarah
filsafat sebelumnya. Zaman sekarang adalah terakhir kali kita pernah
hidup. Yang dimaksud dengan zaman kontemporer adalah era tahun-tahun
terakhir yang kita jalani hingga saat sekarang ini. Karakteristik filsafat
kontemporer, yaitu sebagai berikut:
1. Membuat deskripsi tentang perkembangan filsafat di zaman
kontemporer berarti menggambarkan aplikasi ilmu dan teknologi
dalam berbagai sektor kehidupan manusia.
2. Filsafat pada zaman kontemporer tidak segan-segan melakukan
dekonstruksi (perbaikan) dan peruntuhan terhadap teori-teori ilmu
yang pernah ada untuk kemudian menyodorkan pandangan-pandangan
baru dalam rekonstruksi ilmu yang mereka bangun.
Di antara ilmu-ilmu khusus, bidang fisika menempati posisi tertinggi dan
banyak diperdebatkan oleh para filsuf. Menurut Trout, fisika adalah
fondasi ilmu pengetahuan, dan subjeknya mencakup elemen fundamental
yang membentuk alam semesta. Secara historis, hubungan antara fisika
dan filsafat dilihatnya dalam dua cara, yaitu sebagai berikut:

16
1. Diskusi filosofis mengenai metode fisika dan dalam interaksi antara
pandangan substansial tentang fisika misalnya tentang materi, kuasa,
konsep ruang, dan waktu.
2. Ajaran filsafat tradisional yang menjawab tentang materi, kuasa, ruang
dan waktu.
Fisikawan Albert Einstein menyatakan alam itu tidak berhingga besarnya
dan tidak terbatas, tetapi juga tidak berubah status totalitasnya atau bersifat
statis dari waktu ke waktu. Einstein percaya akan kekekalan materi, berarti
alam semesta itu kekal, dengan kata lain tidak mengakui adanya
penciptaan alam.
Zaman kontemporer ini juga ditandai dengan ditemukannya berbagai
teknologi canggih, seperti teknologi komunikasi, komputer, satelit
komunikasi, dan internet.
Bidang sains lainnya juga mengalami kemajuan pesat, dan pengetahuan
menjadi semakin terspesialisasi. Ilmuwan kontemporer hanya tahu sedikit,
tetapi mereka tahu secara mendalam.
Selain kecenderungan ke arah spesialisasi, kecenderungan lain adalah
mengintegrasikan pengetahuan dari satu bidang ke bidang lain. Seperti
menciptakan bidang ilmu baru.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Runtuhnya mitos dan dongeng yang telah digunakan untuk
menjelaskan setiap kejadian alam, menandakan dimulainya pemikiran
filosofis Barat pada abad ke-6 SM. Sebelumnya, sering diklaim bahwa
kekuatan supernatural, atau kekuatan para dewa, bertanggung jawab atas
penciptaan kosmos dan peristiwa yang terjadi di dalamnya. Para Ilmuwan
merangkap sebagai filsuf di periode Yunani Kuno. Berbeda dengan
periode Pra-Yunani, periode Yunani Kuno memiliki ciri-ciri seperti:
ketidakpercayaan pada mitos, kebebasan berpendapat, penolakan untuk
menerima pengalaman secara mutlak, dan penyelidikan kritis terhadap
objek. Persoalan filsafat yang diajukan pada zaman ini adalah tentang
keberadaan alam semesta, termasuk apa yang menjadi asal muasal alam
raya ini. Walaupun demikian, untuk sampai pada kesimpulan tersebut
masing-masing filsuf melakukan kontemplasi yang tidak singkat.
Filsafat abad pertengahan sering disebut scholastic, karena sekolah
yang ada sudah mengajarkan hasil pemikiran filosofis. Secara historis,
peradaban yang dibangun oleh Yunani mencapai masa kejayaannya,
berkembang pesat dan besar, serta mempengaruhi pemikiran Eropa. Hanya
pihak Gereja yang berhak mengadakan penyelidikan terhadap agama. Pada
masa ini dapat dikatakan era filsafat yang berlandaskan akal-budi
diabdikan untuk dogma agama.
Renaisans adalah suat zaman yang menaruh perhatian besar pada
bidang seni lukis, patung, arsitektur, musik, sastra, filsafat, serta ilmu
pengetahuan dan teknologi. Di zaman ini, manusia mulai berpikir dengan
cara baru dan secara bertahap dibebaskan dari otoritas gerejawi yang
membatasi dirinya dalam mengungkapkan kebenaran filsafat dan ilmiah.
Di bidang filsafat pada zaman Renaisans menghasilkan karya-karya yang

18
kurang signifikan dibandingkan di bidang seni dan sains. Pemikiran
Renaisans abad ke-17 disempurnakan oleh beberapa tokoh besar. Abad ini
telah mencapai kedewasaan pemikiran, sehingga ada satu kesatuan untuk
memberikan semangat yang diperlukan pada abad berikutnya.
Zaman modern juga dikenal sebagai zaman Rasionalisme, dan
banyak penemuan telah dilakukan di bidang ilmiah. Perkembangan ilmu
pengetahuan di zaman modern telah dirintis sejak zaman Renaisans.
Filsafat zaman modern berfokus pada manusia, bukan kosmos (seperti
pada zaman yunani kuno), atau Tuhan (pada abad pertengahan). Era ini
berawal sekitar abad ke-15. Secara garis besar, muncul tiga konsep yaitu:
rasionalisme, empirisme, dan idealisme. Tapi rasionalisme paling dominan
di zaman ini. Paham empirisme menyatakan bahwa tidak ada apa pun
dalam pikiran kita selain pengalaman yang mendahuluinya. Pemahaman
ini mengajarkan bahwa hakikat fisik adalah jiwa.
Melihat sejarah perkembangan filsafat zaman kontemporer tidak
lain adalah mengamati lebih jauh pemanfaatan dan perkembangan sejarah
filsafat sebelumnya. Karakteristik filsafat kontemporer yaitu membuat
deskripsi tentang perkembangan filsafat dan filsafat pada zaman
kontemporer tidak segan-segan melakukan dekonstruksi (perbaikan) dan
peruntuhan terhadap teori-teori ilmu yang pernah ada. Fisikawan Albert
Einstein menyatakan alam itu tidak berhingga besarnya dan tidak terbatas,
tetapi juga tidak berubah status totalitasnya atau bersifat statis dari waktu
ke waktu. Ilmuwan kontemporer hanya tahu sedikit, tetapi mereka tahu
secara mendalam.

B. Saran
Pada makalah ini diharapkan semua generasi dapat memahami,
mempelajari, dan mendalami semua arus dari Sejarah Filsafat mulai dari
zaman Yunani Kuno, zaman Pertengahan, zaman Renaisans, zaman
Modern, hingga ke zaman Kontemporer. Agar kedepannya ilmu ini dapat
dimanfaatkan dan terus berkembang pada generasi selanjutnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, K., 2013. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU. Fiat


Justisia Jurnal Ilmu Hukum, VII(2), pp. 1-13.

Bakhtiar, A., 2014. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers.

Musakkir, 2021. FILSAFAT MODERN DAN PERKEMBANGANNYA. Jurnal


Pemikiran Keislaman dan Kemanusiaan , V(1), pp. 1-12.

Mariyah, A. S. B., 2021. Filsafat dan Sejarah Perkembangan Ilmu. Jurnal Filsafat
Indonesia, IV(3), pp. 242-246.

Saifullah, 2014. Renaissance dan Humanisme Sebagai Jembatan Lahirnya


Fiksafat Modern. Jurnal Ushuluddin, XXII(2), pp. 113-144.

Taufik, M., 2020. FILSAFAT BARAT ERA SKOLASTIK. Ilmu Ushuluddin,


XIX(2), pp. 185-199.

20

Anda mungkin juga menyukai