Anda di halaman 1dari 18

1 BAB II

1 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum

2.1.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah

Lokasi penelitian merupakan daerah operasi penambangan batuan

andesit milik PT. Agung Jaya Mining terletak di Kelurahan Buluri

Kecamatan Ulujadi, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk

mencapai lokasi penambangan tersebut ditempuh melalui rute sebagai

berikut :

1. Jalur Darat : (Makassar – Maros- Pangkep – Barru – Pare-Pare –

Pinrang – mamuju – Palu.)

Perjalanan rute ini menggunakan bus dari Makassar ke Palu

dengan waktu tempuh 24 jam. Selanjutnya dari Palu ke Watusampu

menggunakan motor selama 20 Menit.

2. Jalur Udara : (Makassar – Palu)

Perjalanan rute ini menggunakan pesawat udara dengan waktu

tempuh 1 jam dari Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin ke

Bandar Udara Mutiara Sis Al-jufri Palu. Dilanjutkan dari Palu ke

Kelurahan Buluri ( PT. Agung jaya mining ) menggunakan mobil

selama 35 Menit.

2-1
(Sumber : PT. Agung Jaya Mining)
Gambar 1.1 Peta Tunjuk Lokasi

2.1.2 Geografi Daerah Penelitian

Secara geografis, wilayah izin Usaha Pertambangan PT. Agung

Jaya Mining terletak pada 119° 48’ 13.30” – 119° 48’ 28.33” BT dan 0°

49’ 13.16 - 0° 49’ 35.44” LS dan secara administratif terletak di Kelurahan

Buluri, Kecamatan Ulujadi, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.

2-2
(Sumber : PT. Agung Jaya Mining)
Gambar 1.2 Peta IUP PT. ASgung Jaya Mining

2.1.3 Topografi

a. Peruntukan Lahan

Lahan yang digunakan untuk kegiatan penambangan, operasi

produksi dan fasilitas penunjang berasal dari tanah masyarakat setempat

yang telah dibebaskan oleh perusahaan PT.Agung Jaya Mining.

b. Morfologi

2-3
Lokasi kegiatan operasi PT. Agung Jaya Mining mempunyai bentuk

topografi yang cukup variatif, yakni datar, landai dan perbukitan terjal.

Sebahagian besar diantaranya dalam kategori perbukitan yang relative

terjal. Ketinggiannya bervariasi antara 0-90 m dpl. Secara fisiografi lokasi

operasi produksi PT. Agung Jaya Mining Utama meliputi permukiman dan

perkebunan masyarakat disepanjang ruas jalan Palu – Donggala. Kondisi

lahan di sekitar lokasi secara visual kurang subur.

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Palu (Sukamto, 1973), secara

regional wilayah studi tersusun oleh Formasi Tinombo yang mempunyai

litologi serpih, batu pasir, konglomerat, batu gamping dan rijang termasuk

fillit, sabak, dan kuarsit dekat pada intrusi-intrusi (terutama batuan

vulkanik). Sedangkan yang dijumpai dilapangan didominasi oleh batuan

intrusi diorit dan batuan lelehan andesit. Sedangkan menurut Murtolo

(1993), batuan ini telah mengalami pelapukan yang inensif. Kenampakan

lapangan menunjukkan bahwa batuan tersebut telah terkekar kuat dan

telah mengalami pelapukan sehingga mudah mengalami longsoran (rock

fall) terutama pada tebing-tebing yang terjal. Struktur geologi yang

terdapat di wilayah studi adalah kekar (rekahan) dan sesar turun. Sesar

turun ditandai dengan penjajaran mata air sepanjang zona sesar, tebing

yang terjal, gawir sesar (triangular face dan cermin sesar), hancuran

batuan dan pada pada peta topografi dicirikan oleh adanya kontur yang

rapat dan pelurusan kontur sepanjang zona sesar.

2-4
2.1.4 Stratigrafi

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Palu (Sukamto, 1973), secara

regional wilayah studi tersusun oleh Formasi Tinombo yang mempunyai

litologi serpih, batu pasir, konglomerat, batu gamping dan rijang termasuk

fillit, sabak, dan kuarsit dekat pada intrusi-intrusi (terutama batuan

vulkanik). Sedangkan yang dijumpai dilapangan didominasi oleh batuan

intrusi diorit dan batuan lelehan andesit. Sedangkan menurut Murtolo

(1993), batuan ini telah mengalami pelapukan yang inensif. Kenampakan

lapangan menunjukkan bahwa batuan tersebut telah terkekar kuat dan

telah mengalami pelapukan sehingga mudah mengalami longsoran (rock

fall) terutama pada tebing-tebing yang terjal. Struktur geologi yang

terdapat di wilayah studi adalah kekar (rekahan) dan sesar turun. Sesar

turun ditandai dengan penjajaran mata air sepanjang zona sesar, tebing

yang terjal, gawir sesar (triangular face dan cermin sesar), hancuran

batuan dan pada pada peta topografi dicirikan oleh adanya kontur yang

rapat dan pelurusan kontur sepanjang zona sesar.mengalami longsoran

(rock fall) terutama pada tebing-tebing yang terjal.

2.1.5 Geologi Regional Daerah Penelitian

Daerah penelitian batu gamping Kelurahan Buluri adalah salah satu

daerah yang terletak di pematang barat, yang secara topografi terbagi

kedalam 2 satuan geomorfologi. Kedua satuan tersebut adalah :

a. Satuan perbukitan bergelombang

2-5
Satuan ini penyebarannya cukup luas yaitu menempati kurang lebih

75% dari luas seluruh daerah penelitian.

Ciri dari satuan ini adalah berelief sedang hingga besar dengan

elevasi antara 50 hingga 600 m diatas permukaan laut, lembah – lembah

perbukitan berbentuk V dengan bentuk perbukitan bergelombang dan

lereng yang terjal.

Batuan penyusun satuan ini terdiri dari satuan batu gamping, batu

pasir, dan satuan batu lempung. Sebaran satuan ini terutama menempati

daerah bagian selatan, mulai dari G.Batiro ( 446 m ) ke arah timur hingga

G.Lamporo ( 550 m ) dan kearah utara G.Patidu ( 604 m ) hingga ke

daerah lampoloan.

b. Satuan pedaratan rendah

Satuan ini menempati kurang lebih 25% dari luas seluruh daerah

penelitian. Umumnya merupakan daerah pemukimam penduduk, tagelan

dan sebagian kecil merupakan daerah persawahan. Satuan ini terletak

diantara satuan geomorfologi yang telah diuraikan, yaitu membentang

mulai dari daerah Maleni di utara menerus ke arah barat daya hingga

daerah Salubomba.

Satuan geomorfologi ini bercirikan antara lain elevasi tidak lebih dari 30 m

di atas permukaan laut dengan scope lereng di bawah 5°.

Batuan penyusunnya terdiri dari material – material lepas seperti

pasir, kerikil – kerikil lempung dan fragmen – fragmen batuan basal,

gamping koral dan batuan batuan lain yang umumnya telah berubah.

2-6
2.2 Landasan Teori

2.2.1 Produksi Alat Mekanis

Aktivitas produksi alat mekanis pada pengupasan material

overburden dibagi dalam tiga tahap kegiatan, yaitu pembongkaran,

pemuatan, dan pengangkutan. Penggunaan alat-alat mekanis pada setiap

tahap kegiatan memerlukan pertimbangan yang matang, oleh karena

setiap tahap akan memengaruhi tahap kegiatan selanjutnya, bahkan

seluruh rangkaian kegiatan penambangan, begitu juga dengan pemilihan

jenis dan kapasitas produksi alat yang akan digunakan perlu disesuaikan

dengan target produksi yang ingin dicapai.

Produksi alat-alat mekanis secara teoritis merupakan kemampuan

produksi alat yang masih mungkin dicapai oleh alat tersebut. Namun pada

kenyataannya hal ini sangat sukar dicapai, oleh karena adanya faktor-

faktor yang menyebabkan alat tersebut tidak dapat berproduksi secara

maksimal, baik oleh kondisi material, kondisi alat, maupun kondisi alam.

Faktor-faktor yang memengaruhi produksi alat mekanis adalah :

1. Faktor Pengembangan

Faktor pengembangan merupakan penambahan volume material dari

keadaan semula yang terkonsolidasi dengan baik sebagai akibat adanya

pembongkaran atau penggalian, maka semakin banyak ruang yang

kosong dan terisi udara diantara butir-butir material tersebut. Persamaan

yang biasa digunakan untuk menghitung faktor pengembangan suatu

material adalah

2-7
..........................................................

2. Faktor Pengisian

Faktor pengisian merupakan perbandingan antara kapasitas nyata

suatu alat dengan kapasitas teoritis alat tersebut. Besarnya faktor

pengisian suatu alat muat sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

ukuran butir material, kondisi material, dan jumlah stock material yang

sedang dikerjakan (angle of refuse), serta keterampilan dan pengalaman

operator. Untuk menentukan “Fill Factor” (faktor pengisian) dapat juga

digunakan metode Caterpillar, yaitu dengan cara pengamatan dan

perbandingan langsung pada saat kegiatan pemuatan sedang

berlangsung

Untuk menentukan besarnya faktor pengisian (fill factor) dapat

dihitung berdasarkan pengamatan dengan mengacu pada persentase

isian bucket

2-8
Sumber : Caterpillar Performance Handbook Edition 33

Gambar 1.2 Peta presentase isian bucket

3. Efektifitas Alat Mekanis

Efektifitas kerja merupakan tingkat keberhasilan suatu alat dalam

menggunakan waktu kerja yang tersedia. Efektifitas kerja akan

dipengaruhi oleh kondisi mekanis peralatan, kondisi fisik dan efisiensi

operatornya. Untuk menentukan efektifitas kerja digunakan pendekatan :

a. Mechanichal Availability

Merupakan cara untuk mengetahui tingkat kemampuan alat untuk

beroperasi yang dipengaruhi oleh faktor mekanis. Persamaan yang

digunakan adalah :

............................................................

Dimana :

W = Jumlah jam kerja, didefenisikan sebagai waktu yang

dibebankan kepada operator untuk mengoperasikan alat

yang berada dalam kondisi siap pakai.

R = Jumlah jam perbaikan atau waktu yang hilang selama

operasi yang digunakan untuk perbaikan, perawatan dan

menunggu suku cadang.

b. Physical Availibility

Merupakan kemampuan kerja dari suatu alat yang dipengaruhi

oleh, misalnya cuaca dan kemampuan operator. Persamaan yang

2-9
digunakan adalah

............................................................

Dimana :

S = Waktu standby atau jumlah jam kerja alat yang tidak

terpakai disaat tambang dalam keadaan siap operasi,

sedangkan alat tersebut tidak dioperasikan

W = jumlah jam kerja, didefenisikan sebagai waktu yang

dibebankan kepada operator untuk mengoperasikan alat

yang berada dalam kondisi siap pakai.

R = Jumlah jam perbaikan atau waktu yang hilang selama

operasi yang digunakan untuk perbaikan, perawatan dan

menunggu suku cadang.

c. Use of Availability

Merupakan faktor yang menunjukkan tingkat pemakaian dari suatu

alat dalam kondisi siap pakai. Persamaan yang digunakan adalah

.........................................................................

Dimana

W = Jumlah jam kerja, yaitu waktu yang dibebankan kepada

operator untuk mengoperasikan alat yang berada dalam

kondisi siap pakai.

2-10
S = Waktu standby atau jumlah jam kerja alat yang tidak terpakai

disaat tambang dalam keadaan siap operasi, sedangkan alat

tersebut tidak dioperasikan.

d. Effective Utilization

Merupakan tingkat keberhasilan dalam penggunaan waktu kerja

yang tersedia. Persamaan yang digunakan adalah :

.............................................................

Dimana

W = Jumlah jam kerja, yaitu waktu yang dibebankan kepada

operator untuk mengoperasikan alat yang berada dalam

kondisi siap pakai

R = Jumlah jam perbaikan atau waktu yang hilang selama

operasi yang digunakan untuk perbaikan, perawatan dan

menunggu suku cadang.

S = Waktu standby atau jumlah jam kerja alat yang tidak

terpakai disaat tambang dalam keadaan siap operasi,

sedangkan alat tersebut tidak dioperasikan

e. Efisiensi kerja

Merupakan perbandingan antara waktu efektif dengan total waktu

yang tersedia. Dalam menghitung efisiensi kerja ada tiga komponen

waktu yang harus diperhatikan yaitu:

2-11
1). Waktu kerja (W) yaitu waktu yang digunakan alat untuk berproduksi

sampai akhir operasi. Dalam waktu kerja terdapat beberapa

variabel yaitu:

a) Waktu efektif (We) yaitu waktu yang benar-benar digunakan oleh

alat untuk berproduksi.

b) Waktu delay (Wd) yaitu waktu hambatan yang terdiri dari waktu

pemanasan dan melumasi kendaraan, pengisian bahan bakar,

pemindahan alat, pemeriksaan mesin serta keadaan cuaca.

2). Waktu standby (Ws) yaitu waktu yang tidak dapat dipergunakan

sedangkan alat tersebut tidak rusak dan dalam keadaan siap

operasi.

3). Waktu repair (Wr) yaitu waktu perbaikan pada saat jam operasi

berlangsung.

Persamaan yang digunakan untuk menghitung efisiensi kerja adalah :

..............................................................

....................................................................

.............................

Dimana :

Eff = Efisiensi kerja (%)

We = Total waktu kerja efektif (menit)

T = Total jam kerja (menit)

2-12
Wk = Total kehilangan waktu kerja (menit)

Wd = Waktu delay

Ws = Waktu standby

Wr = Waktu repair

Efisiensi Kerja

Kondisi Pengolahan (Manajemen)

Kondisi Kerja Bagus Bagus Sedang Buruk

sekali

Bagus sekali (Excellent) 0,84 0,81 0,76 0,70

Bagus (Good) 0,78 0,75 0,71 0,65

Sedang (Fair) 0,72 0,69 0,65 0,60

Buruk (Poor) 0,63 0,61 0,57 0,52

Sumber : Buku Pemindahan Tanah Mekanis

Seperti pada (tabel ) diatas effisiensi kerja adalah perbandingan

antara waktu efektif (We) dengan waktu kerja yang tersedia (T). Hal ini

merupakan salah satu factor yang dapat mempengaruhi besar kecilnya

produksi alat, semakin banyak waktu efektif yang digunakan untuk alat

maka semakin besar pula produksi yang dicapai.

4. Faktor Material

2-13
Material yang dikerjakan merupakan batuan beku yang dibongkar

dan digali dengan peralatan mekanis dibandingkan dengan batuan

sedimen atau batuan metamorf.

5. Kemiringan, Jarak, Dan Keadaan Jalan Pengangkutan

Kemiringan jalan akan mempengaruhi waktu edar alat angkut

dalam melakukan pengangkutan. Sedangkan kondisi jalan yang baik akan

memperbesar kapasitas angkut dan alat angkut dapat bergerak lebih

cepat dalam melakukan siklus pengangkutan.

6. Iklim

Tingginya curah hujan yang terjadi pada lokasi penambangan akan

memperkecil jumlah hari kerja atau jam kerja yang produktif. Bila hujan

yang terjadi cukup lebat, maka jalan pengangkutan menjadi sangat licin

sehingga alat tidak dapat bekerja dengan baik.

7. Suasana Kerja

Hal ini secara khusus mempengaruhi kondisi psikologi karyawan

yang bekerja, dimana ketika karyawan bekerja dengan semangat dan

motivasi tinggi mereka akan mengoptimalkan operasi alat-alat yang

dijalankan. Sebaliknya jika mereka bekerja dalam kondisi kurang

bersemangat, maka alat tidak dapat bekerja sesuai dengan produktifitas

yang diharapkan.

8. Faktor Keserasian (Match Factor)

Untuk mencapai target produksi yang diinginkan maka keserasian

kerja antara alat muat dan alat angkut perlu mendapatkan perhatian,

2-14
sehingga nantinya tidak terjadi kekurangan alat maupun kelebihan alat

angkut yang dilayani dalam satu alat muat sehingga dapat mengganggu

aktivitas penambangan.

Keserasian kerja yang dimaksud adalah bagaimana pengaturan

pola kerja antara satu alat muat dengan beberapa alat angkut yang

berbeda sehingga dapat kerja sama dengan baik sehingga tercapai

keserasian kerja alat. Besarnya harga faktor keserasian kerja dari setiap

sistem kombinasi kerja alat mekanis dapat ditentukan berdasarkan data

waktu edar dan jumlah alat muat yang dikombinasikan dengan alat

angkut. Untuk mengetahui faktor keserasian (Match Factor) dari suatu

kombinasi alat digunakan persamaan :

.......................................................................

Dimana :

MF = Faktor keserasian (Match factor)

nH = Jumlah alat angkut

Lt = Waktu muat (jumlah waktu yang dibutuhkan oleh alat muat untuk

mengisi penuh satu alat angkut)

nL = Jumlah alat muat

ctH = Cycle time alat angkut

2.2.2 Produksi pemuatan material batuan

2-15
Proses pembongkaran material batuan dilakukan dengan

menggunakan alat gali Excavator komatsu PC-200. Kemampuan

membongkar material dari alat tersebut tergantung pada kemampuan

bucket untuk masuk (penetrating) ke dalam batuan serta kekuatan alat

yang menarik bucket tersebut, sedangkan volume material yang dapat

digali oleh alat tersebut tergantung pada ukuran bucketnya.

Produksi alat muat pada pemuatan material batuan ke atas alat

angkut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain keseragaman ukuran

butir material yang akan dimuat, kemampuan operator, ketersediaan stok

material yang akan dimuat (hasil pembongkaran).

Untuk menghitung kemampuan produksi alat muat tersebut

digunakan persamaan :

................................................

Dimana :

P = Produksi alat muat (m3 / Jam)

Kb = Kapasitas bucket (m3)

SF = Swell Factor (%)

FF = Fill Factor (%)

Ct = Cycle Time (menit)

Eff = Efisiensi kerja (%)

2.2.3 Produksi pengangkutan

2-16
Pengangkutan adalah serangkaian pekerjaan yang dilakukan untuk

mengangkut material dari tempat pemuatan ketempat penampungan.

Untuk menghitung produksi alat angkut persamaan yang digunakan

adalah :

....................................................

KB = (Kb x Ff x Sf) x n ........................................................

Dimana :

P = Produksi alat angkut (m3 / Jam)

KB = Kapasitas bak (m3)

Eff = Efisiensi kerja (%)

Kb = Kapasitas bucket (m3)

Sf = Swell factor (%)

Ff = Fill factor (%)

n = Jumlah pengisian

CT = Cycle time (menit)

2.2.4 Faktor Keserasian (Match Factor)

Untuk mengetahui harga match factor dari suatu system kombinasi

alat muat dan alat angkut digunakan rumus sebagai berikut :

MF =

2-17
Dimana :

MF = Match Factor

NH = Jumlah alat angkut

LT = Loading Time alat muat (Menit)

NL = Jumlah alat muat

Ct = Cycle time alat angkut (menit)

Harga match factor yang didapatkan untuk setiap kombinasi kerja

alat dapat berfariasi dengan jarak angkut dengan kapasitas alat yang

digunakan. Ada tiga criteria dari harga match factor yaitu :

 MF < 1 : Berarti kerja alat muat kurang dari 100 % dan factor kerja

alat angkut kurang 100 %. Jadi kemampuan alat muat lebih besar dari

pada alat angkut, sehingga terjadi waktu menunggu pada alat muat.

 MF > 1 : Berarti kerja alat muat kurang dari 100 % dan kerja alat

angkut kurang dari 100 %. Jadi kemampuan alat angkut lebih besar

dari pada alat muat, sehingga terjadi waktu menunggu pada alat

angkut.

 MF = 1 : Berarti kerja alat muat dan alat angkut sama besar atau

serasi, sehingga tidak terjadi waktu terjadi waktu menunggu pada alat

muat dan alat angkut.

2-18

Anda mungkin juga menyukai