Anda di halaman 1dari 11

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by Ejournal UIN Imam Bonjol Padang
Murabby: Jurnal Pendidikan Islam Print ISSN:
Vol x No x, September 2020, (173 – 183) 2615-2061
Available Online at: Online ISSN:
https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/murabby 2622-4712

Filsafat Positivisme dan Pendidikan Islam di Indonesia


Imroati Karmillah
Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang
karmillah.imroati@gmail.com

DOI: 10.15548/mrb.v3i2.2014
Received: 7 Juni 2020 Revised: 14 Juni 2020 Approved: 1 September 2020
Abstrak: Artikel ini mengkaji filsafat positivism yang digagas oleh pemikir Perancis
Auguste Comte dan melacak bagaimana ide-ide filsafatnya berpengaruh terhadap
perkembangan paradigma Pendidikan Islam di Indonesia. Melalui analisis deskriptif atas
rujukan-rujukan filsafat Eropa dan diperkaya dengan sejarah perkembangan Pendidikan
Islam di Indonesia, artikel ini berargumen bahwa filsafat positivism ternyata tidak
berhasil mencampakkan agama dari kehidupan manusia di dunia. Namun demikian,
paradigma berpikir yang ia perkenalkan secara substansial cukup berkontribusi dalam
mereorientasi paradigma Pendidikan Islam di Indonesia dari orientasi teologis ke
orientasi integrative.
Kata kunci: Positivisme, Auguste Comte, Agama, Pendidikan Islam

Abstract: This article discusses the philosophy of positivism that was proposed by a
French philosopher, Auguste Comte, and traces how his philosophical ideas influence the
development of the Islamic education paradigm in Indonesia. Through a descriptive
analysis towards the literature of European philosophy and the history of Islamic
education in Indonesia, this article argues that the philosophy of positivism has failed to
marginalize the role of religion in human’s life. Nevertheless, the positivism has arguably
marked a substantial shift in the orientation of Islamic education in Indonesia, from a
theologically exclusive approach to the integrative one.
Keywords: Positivism, Auguste Comte, religion, Islamic education

PENDAHULUAN Pada sisi lain, positivisme juga


Era modern yang kental dengan bersinggungan secara langsung dengan isu
ilmu pengetahuan dan penemuan-penemuan mengenai peran agama dalam hidup
teknologi tidak bsia dilepaskan dari peran manusia. Kelahiran aliran-aliran filsafat
atau pengaruh filsafat positifisme. Pada Eropa yang tidak bisa dipisahkan dari
kenyataannya, memang aliran ini muncul pengalaman kelam mereka terhadap
salah satunya disebabkan semangat yang determinasi gereja juga berlaku untuk aliran
besar terhadap sains dan teknologi (Adian, positivisme ini. Oleh sebab itu,
2006, p. 24). Hal ini tidak terlepas dari pembicaraan mengenai positivisme dan
kenyataan bahwa abad XIX merupakan studi Agama merupakan lahan yang tidak
abad yang sangat dipengaruhi oleh fisafat pernah lekang.
positivisme. Oleh sebab itu, abad XIX juga Artikel ini adalah upaya deskriptif
disebut sebagai abad positivism dan analitis untuk memperkenalkan filsafat
(Siswomiharjo, 1996, p. 1). positivism dan pengaruhnya terhadap
perkembangan pemikiran Pendidikan Islam
di Indonesia. Melalui literatur filsafat Eropa
173
© 2020 by Murabby All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
174| Murabby: Jurnal Pendidikan Islam Volume 3 Nomor 2, September 2020
dan sejarah perkembangan Pendidikan Kehidupan Eropa abad pertengahan
Islam di Indonesia, artikel ini berupaya ditandai dengan kekuatan besar otoritas
menjelaskan sejauh mana filsafat positivism keagamaan dengan gereja dan kekuasaan
memberi bekas terhadap perkembangan politik dari kerajaan. Hegemoni tersebut
Pendidikan Islam di Indonesia. Melalui begitu kuat, sehingga tidak mengherankan
artikel ini, penulis berargumen bahwa jika respons terhadapnya juga luar biasa.
meskipun cita-cita positivism yang Tokoh-tokoh atheisme, sebagai contoh,
digaungkan oleh Auguste Comte tidak memiliki ketidakpercayaan yang begitu
sepenuhnya terwujud, paradigm berpikir besar terhadap agama. Freud menyebut
positivis cukup banyak mempengaruhi bahwa musuh terbesarnya adalah agama
perkembangan Pendidikan Islam di PTAIN dan bukan Nazi, Nietzche mengklaim telah
di Indonesia. membunuh Tuhan, dan Feuerbach
menyangkal keberadaan Tuhan (Adian,
AUGUSTE COMTE KONTEKS SOSIO- 2006, pp. 1–20). Pertumbuhan pemikiran
POLITIK PERANCIS XVII-XIX anti-agama ini tentu saja merisak kekuasaan
Nama lengkapnya adalah Isidore gereja. Konflik tidak terhindarkan, dan
Marie Auguste François Xavier Comte. Ia banyak nyawa yang terenggut dalam
dilahirkan di Montpellier, Perancis, 17 konflik ‗kebolehan berpikir‘ ini. Giordano
Januari 1798 dan meninggal di Paris, 5 Bruno dibakar hidup-hidup, Galileo dua
September 1857 pada umur 59 tahun dan kali diadili di pengadilan dan dipaksa
dimakamkan di Cimetière du Père Lachaise. dengan tekanan psikis untuk menyangkal
Riwayat pendidikannya adalah di École pandangannya sendiri, Rene Descartes
Polytechnique, Paris dan di fakultas harus lari ke Belanda untuk menghindari
kedokteran di Montpellier. Pada bulan ancaman rezim serta bukunya dilarang
Agustus 1817 dia menjadi murid sekaligus beredar, dan sebagainya (Putro, 2011, p.
sekretaris dari Claude Henri de Rouvroy, 11).
Comte de Saint-Simon, yang kemudian
membawanya masuk ke dalam lingkungan Kebangkitan sains dan teknologi
intelek. Pada tahun 1824, Comte kemudian diiringi oleh kebangkitan
meninggalkan Saint-Simon karena ia ekonomi di Eropa ketika itu. Pasar-pasar
merasa ada ketidakcocokan dalam menjadi ramai, dan menjadi tonggak
hubungannya. Saat itu, Comte melakukan pertumbuhan ekonomi. Salah satu produksi
penelitian tentang filsafat positivisme. paling penting pada era itu adalah cotton.
Rencananya penelitian ini kemudian akan ia Untuk menjamin produksi besar dan cepat,
publikasikan dengan nama Plan de travaux para ilmuan berlomba menciptakan mesin-
scientifiques nécessaires pour réorganiser mesin pengolah kain. Keberhasilan
la société (1822). Ia pernah menikah dua teknologi ini melahirkan sikap optimisme
kali dengan Caroline Massin dan Clotilde yang tinggi akan kemajuan manusia (Adian,
de Vaux yang keduanya berakhir dengan 2006, p. 23). Sebagai akibatnya, tatanan
perceraian. Karyanya yang terkenal adalah sosial berubah dan kelas-kelas masyarakat
Le Cours de Philosophie Positivistic dan terbentuk. Selain penguasa dan bangsawan
Système de politique positive (1851 - 1854) lama, ada kelas menengah yang bertumbuh.
(Auguste Comte, n.d.) Mereka adalah pengusaha-pengusaha yang
sedang berkembang, pemilik mesin-mesin

© 2020 by Murabby All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
Imroati Karmillah, Filsafat Positivisme dan Pendidikan Islam di Indonesia |175
pabrik, penanam modal, pedagang, dan Auguste Comte mendefinisikan
sebagainya. Selain itu, juga dikenal kelas terminology positive dengan beberapa
lainnya yang disebut working class. Mereka makna: a) Sebagai lawan dari sesuatu yang
adalah pekerja yang dipekerjakan enam jam bersifat khayal. Maka positif merupakan
seminggu dengan jam kerja dari 12 hingga suatu hal yang nyata; ajaran positivis
16 jam sehari (Sherman, 2006, pp. 587– menyatakan bahwa objek sasaran
615). penyelidikan haruslah sesuatu yang
didasarkan pada kemampuan akal, jika
Terdapat kesenjangan besar antara tidak mampu dijangkau oleh akal, maka
kelas-kelas tersebut. Untuk konteks bukanlah sasaran penyelidikan; b) Sebagai
geografis yang lebih sempit, pemerintahan lawan dari sesuatu yang tidak bermanfaat.
tirani Prancis yang bersifat monarki tidak Di dalam positivism selalu ditekankan
lepas dari problem ini (Hollister & Benneth, optimism terhadap kemajuan yang datang
2006, p. 282). Konflik politis antara Louis dari kemanfaatan suatu hal; c) Lawan dari
XVI, bangsawan aristocrat, dan middle suatu hal yang meragukan. Positivism
class bermuara pada situasi yang carut merupakan pengidentifikasian sesuatu yang
marut. Terjadi penindasan terhadap para telah bersifat pasti, yang memiliki
buruh, nilai pajak melambung tinggi, keseimbangan logis; d) Lawan dari suatu
penggajian tidak pantas, tidak ada jaminan yang bersifat kabur. Positif merupakan sifat
kesehatan, kriminalitas meningkat, dan bagi sesuatu yang jelas dan tepat; pemikiran
sebagainya. Pencurian, pemerkosaan, dan positivism mengajarkan untuk selalu
tindak kriminal lainnya tumbuh berpikir jelas dan tepat mengenai gejala-
berkembang tak terbendung. Untuk konteks gejala dari suatu hal; e) Lawan dari suatu
yang lebih luas, Prancis terkekang oleh yang bersifat negatif. Positivisme selalu
lilitan hutang luar negeri yang besar. diarah kepada penataan dan penertiban ke
Kondisi sosial waktu itu sangat tidak sehat arah yang lebih baik (Siswomiharjo, 1996,
dan memprihatinkan (Mathews & Platt, p. 39).
2004, pp. 468–472). Adapun ciri dari positivisme adalah:
Auguste Comte hidup dalam ranah a) Objektif/bebas nilai. Positivisme
sosio-politk seperti ini. Konflik yang mengajarkan dikotomi yang jelas antara
meluas di Prancis menimbulkan kekacauan fakta dan nilai. Hal ini mengharuskan
sosial, pemberontakan rakyat, perombakan peneliti mengambil jarak dari objek
kekuasaan politik akibat revolusi, yang kajiannya. Hanya melalui cara seperti itulah
semuanya menyebabkan implikasi massif sebuah penelitian akan menemukan hasil
dalam kehidupam masyarakat waktu itu. yang diakui dan objektif; b)
Pada awalnya, Comte berharap revolusi Fenomenalisme, yang menyatakan bahwa
akan menjadi jalan keluar dari masalah- realitas terdiri dari impresi-impresi, dan
masalah yang ada, akan tetapi ia justru ilmu pengetahuan berbicara mengenai
menjadi antipatik terhadap revolusi, setelah realitas dalam konteks impresi-impresi ini.
melihat kegagalan yang dan kerusakan Substansi metafisis yang berada di belakang
tatanan social (Siswomiharjo, 1996, p. 16). gejala-gejala tersebut ditolak; c)
Nominalisme, yang memberikan penekanan
POSITIVISME DAN HUKUM TIGA kepada konsep umum yang mengatasi
TAHAP (LAW OF THREE STAGES) realitas particular; d) Reduksionisme, yang

© 2020 by Murabby All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
176| Murabby: Jurnal Pendidikan Islam Volume 3 Nomor 2, September 2020
berarti realitas direduksi pada fakta-fakta tetapi, Auguste Comte lah yang pertama
yang bisa diamati; f) Naturalisme, tesis kali menguraikan secara sistematis dan
tentang keteraturan peristiwa-peristiwa konsisten dalam kerangka filsafat, yang
yang terjadi di alam semesta meniadakan kemudian ia namai dengan filsafat
kekuatan adikodrati. Alam semesta positivism (Adian, 2006, p. 24;
memiliki strukturnya sendiri; g) Siswomiharjo, 1996, p. 11). Tiga tahap ini
Mekanisme, tesis yang menyatakan bahwa dipandangan bergerak maju, dari ‗kanak-
semua gejala dapat dijelaskan dengan kanak‘ menuju ‗dewasa‘; dari nuansa yang
prinsip-prinsip yang dapat digunakan untuk kuno kepada modernitas. Comte memang
menjelaskan mesin. Alam semesta menganalogikan tiga tahap perkembangan
diibaratkan sebagai the giant clock work sejarah tersebut dengan masa kanak-kanak,
(Adian, 2006, p. 29). remaja, dan dewasa. Dalam pada itu, titik
Comte menemukan landasan kedewasaanlah yang ia idamkan; era
filsafatnya dari empirisme yang didukung positifistik yang maju dan bermanfaat yang
oleh Locke, Berkeley, dan Hume (Adian, telah meninggalkan masa teologis dan
2006, p. 23). Ia meyakini bahwa metafisika.
pengetahuan yang pasti dan berguna adalah Teologis merupakan tahap pertama.
yang berkaitan dengan hal yang nyata. Pada tahap ini, manusia memahami gejala-
Tolok ukur yang digunakan untuk hal ini gejala alam sebagai hasil dari tindakan yang
adalah panca indera; selama suatu hal bisa berasal dari kekuasaan ilahi. Manusia
diakses dan diverifikasi menggunakan meyakini bahwa terdapat ‗kekuatan lain‘ di
panca indera, maka ia dianggap suatu hal luar fisik manusia dan kekuatan lain
yang nyata dan pasti. tersebut adalah realitas yang mengendalikan
Oleh sebab itu, pemikiran-pemikiran segala hal yang terjadi di dunia ini. Tahap
filsafat spekulatif sebelumnya ia tentang. pertama ini masih dipecah lagi oleh Comte
Filsafat-filsafat metafisika yang sibuk kepada tiga bagian: animisme, politheisme,
mencari kemutlakan realitas—asal mula dan monotheisme. Animisme adalah cara
dan tujuan akhir yang sebenarnya dari berpikir manusia yang menganggap segala
realitas—dipandang sebelah mata oleh sesuatu memiliki jiwa, terutama benda-
Comte. Baginya, pemikiran semacam itu benda yang dianggap suci dan keramat.
tidak diperlukan lagi. Lingkungan dan Pada tahap politheisme, manusia meyakini
kondisi sosial pada masanya, telah bahwa terdapat banyak dewa di balik
membawanya untuk meyakini, bahwa satu- peristiwa-peristiwa yang terjadi di bumi ini,
satunya hal yang bermanfaat adalah hal sehingga dikenallah dewa angin, dewa laut,
yang empiris, sehingga segala sesuatu yang dewa api, dan sebagainya. Terakhir, tahap
bersifat metafisika harus ditinggalkan. monotheisme merupakan tahap terakhir
Dalam hal itu, Comte telah pada era teologis. Pada tahap ini, manusia
membagi tahap-tahap perkembangan memercayai ada kekuatan tunggal yang luar
pemikiran manusia. Teori ini kemudian biasa di balik semua gejala-gejala alam
dikenal dengan hukum tiga tahap (law of tersebut.
three stages). Hukum ini sebenarnya Tahap kedua disebut tahap
bukanlah hukum yang baru, melainkah metafisis. Pada tahap ini, perilaku personal
telah dilontarkan oleh Saint Simon, guru Tuhan, zat tunggal yang memiliki kekuatan
Comte, sebelumnya pada tahun 1813. Akan untuk mengendalikan semua gejala yang

© 2020 by Murabby All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
Imroati Karmillah, Filsafat Positivisme dan Pendidikan Islam di Indonesia |177
terjadi di dunia, digantikan oleh prinsip- deterministik. Manusia hidup di bawah
prinsip metafisika berupa kekuatan abstrak, kebenaran dogmatis dari Gereja, yang pada
seperti ‘nature.’ perkembangannya mendapatkan
Terakhir, tahap positif-ilmiah, perlawanan-perlawanan dari ilmu-ilmu
merupakan tahap ideal yang dicita-citakan alam yang berkembang (Siswomiharjo,
oleh Comte dalam sejarah. Pada tahap ini, 1996, p. 13). Sebagai satu dari beberapa
manusia berhenti mencari penyebab absolut ilmuan yang mengemuka ketika sudah
dan tujuan akhir yang sebenarnya dari munculnya keberanian untuk menggugat
realitas. Satu-satunya hal yang penting bagi determinasi Gereja, positivism Comte
manusia pada tahap ini adalah menjadi puncak perkembangannya dengan
berkonsentrasi untuk melakukan observasi teori perkembangannya ini.
terhadap dunia sosial dan mencari hukum- Setelah berakhirnya masa teologis,
hukum umum yang mampu membawa muncullah tahap metafisik. Usaha-usaha
mereka pada kemajuan. Tahap ini untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
digambarkan dengan dunia yang penuh seputar gejala alam mulai menemukan
dengan teknologi (Adian, 2006, pp. 25–26; hasilnya. Sebagai akibatnya, manusia mulai
Hadiwijono, 1988, pp. 110–111; Putro, bisa melepaskan diri dari kekuatan
2011, pp. 13–14; Siswomiharjo, 1996, pp. adikodrati yang berada di luar manusia.
11–16). Manusia sudah menyadari bakat alaminya
Dengan teori development ini, untuk mengabstraksikan gejala-gejala yang
Comte tampak berusaha merumuskan mereka hadapi dengan menggunakan akal
perubahan sosial bagi lingkungannya. pikiran. Akhirnya, kemampuan
Kehidupan Eropa abad tengah yang menggunakan akal ini dianggap sebagai
ditandai dengan hegemoni Gereja dalam kekuatan yang membebaskan
segala bidang kehidupan merupakan (Siswomiharjo, 1996, p. 14). Periode ini
representasi dari tahap pertama, fase juga dikenal dengan periode pencerahan,
teologis. Dalam pola piker teologis, aufklarung, atau renaissance. Usaha untuk
manusia mempercayai adanya kekuatan menyadarkan manusia untuk menggunakan
supranatural yang mengendalikan gejala- akal pikirannya dimulai oleh Descartes,
gejala yang terjadi di dunia. Manusia yang kemudian dilanjutkan oleh nama-
menghadapi alam dengan ketakutan nama besar seperti Francis Bacon, John
terhadap kuburan, halilintar, angin, batu Locke, dan sebagainya.
atau pohon kayu besar, makhluk halus serta Sebagai pengganti kekuatan-
benda-benda yang dikeramatkan lainnya. kekuatan adikodrati pada masa teologis,
Untuk aspek ilmu pengetahuan, kebenaran nalar manusia pada tahap metefisik mulai
merupakan hak otoritas agama dan pemuka mengenal kekuatan-kekuatan yang lebih
agama. Pola pemerintahan berbentuk abstrak, seperti konsep ‗alam,‘ bukan lagi
feodalisme yang meyakini bahwa raja kekuatan milik jiwa-jiwa pada setiap benda,
merupakan wakil Tuhan di dunia, yang Dewa-dewa, atau Tuhan. Contoh yang
mengendalikan kehidupan sosial sederhana bisa dilihat dari paham ‘Deisme’
masyarakat. Sebagai akibatnya, manusia yang disampaikan oleh Eduard Herbert.
tidak tampil sebagai subjek terhadap dirinya Menurut Herbert, akal memiliki kekuatan
sendiri; mereka berada dibawah superioritas mutlak di bidang Agama. Sebagai naluri
Gereja dan power Kerajaan yang bersifat alamiah manusia, akal memiliki potensi

© 2020 by Murabby All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
178| Murabby: Jurnal Pendidikan Islam Volume 3 Nomor 2, September 2020
untuk menilai sesuatu baik atau buruk. diarahkan kepada tujuan-tujuan teologis,
Paham Deisme masih mengakui adanya yaitu mencari penyebab absolut realitas dan
Tuhan yang menciptakan alam semesta. tujuan akhir yang ideal darinya. Akan
Akan tetapi, Tuhan hanyalah pencipta tetapi, pada akhirnya Comte juga mengakui
pertama, dan selanjutnya Tuhan bahwa kebenaran the law of three stages-
menyerahkan perkembangan alam pada nya tidak bersifat rigit; ada ketumpang-
nasibnya sendiri. Maka semenjak saat itu, tindihan pada masing-masing tahap
kekuatan adikodrati Tuhan telah digantikan terhadap tahap yang lainnya. Auguste
dengan konsep abstrak mengenai kekuatan Comte mengakui bahwa sesuatu tidak dapat
‗alam‘ (Hadiwijono, 1988, p. 49). bebas sama sekali dari pengaruh tahap
Kedewasaan sejarah pada akhirnya sebelumnya (Siswomiharjo, 1996, p. 16).
mengalami kematangan pada masa positif. Selain itu, teori tiga tahap Auguste
Manusia tidak lagi merasakan pentingnya Comte juga bersifat tertutup, dalam artian
memikirkan sebab mutlak segala sesuatu ketika kemajuan sebagaimana dicita-citakan
dan tujuan akhir yang ideal. Satu-satunya telah tercapai, maka ia akan statis pada
yang penting pada tahap positif adalah tahap itu. Ramalan Comte memang
realitas-realitas faktual yang sensible, dan berakhir pada tahap positifis ini. Jika pada
bagaimana memanfaatkannya untuk masa teologis masyarakat ia beri karakter
kemajuan teknologi. Teknologi ini dengan agresif, pada masa metafisik dengan
kemudian mampu menciptakan tatanan defensive, maka pada tahap positif
kehidupan yang lebih baik. Jika pada tahap masyarakat akan menjadi pasif. Kegiatan
teologis kehidupan dikendalikan oleh industry sebagai buah dari kemajuan ilmu
kekuatan ‗wakil Tuhan‘ di muka bumi, dan pengetahuan telah mendominasi pola
Negara dengan konsep demokrasi untuk tingkah dan pola pikir masyarakat. Oleh
tahap metafisik, maka pada tahap positif, sebab itu, mereka akan hidup tengan
kehidupan manusia dikendalikan oleh dengan kegiatan itu, tanpa harus melakukan
praktisi-praktisi sains dan teknologi dengan tindakan-tindakan offensive terhadap
kemampuan-kemampuan kreatif mengolah golongan lainnya. Meskipun perkembangan
sektor ekonomi dan industri untuk pada tataran ilmu dan teknologi cenderung
pembangunan (Siswomiharjo, 1996, p. 16). value-free (bebas nilai), Comte meramalkan
Sejauh manakah kebenaran objektif kehidupan manusia pada era positif akan
hukum tiga tahap ini? Jika dilihat kembali didasari dengan cinta kasih dan ketertiban.
pengalaman sejarah manusia pada zaman Jelaslah, bahwa tahap positif merupakan
Yunani kuno, apa yang disebut dengan tahap yang sangat ideal yang diidam-
matematika, fisika, dan kegiatan spekulatif- idamkan seluruh manusia, berdasarkan
metafisik sebenarnya telah berlangsung. ramalan Comte (Siswomiharjo, 1996, p.
Padahal, masa ini disebut oleh Comte 18).
sebagai masa teologis, belum sampai pada Bagi Comte, ilmu merupakan
tahap metafisik. Comte berargumen bahwa gerbang untuk mencapai cita-citanya demi
meskipun pada masa tersebut telah ada mewujudkan masyarakat ideal yang
matematika, fisika, dan cara berpikir positivistik. Dalam ajaran positivisme,
spekulatif-metafisik, akan tetapi cara puncak pengetahuan ada pada ilmu-ilmu
berpikir teologis masih mendominasi. positif dan sains (Adian, 2006, p. 23).
Kegiatan-kegiatan spekulatif manusia Sebagai aspek yang sangat penting, ia

© 2020 by Murabby All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
Imroati Karmillah, Filsafat Positivisme dan Pendidikan Islam di Indonesia |179
melakukan klasifikasi ilmu-ilmu. Pada Realitas dan data inderawi adalah satu.
dasarnya, penggolongan ilmu pengetahuan Pandangan dunia ini dilembagakan oleh
yang dikemukakan oleh Comte sejalan positivism dengan doktrin kesatuan ilmu
dengan sejarah ilmu pengetahuan itu (unified sciences). Doktrin ini menyatakan
sendiri. Ia melakukan penggolongan ilmu bahwa seluruh ilmu pengetahuan, baik yang
dari gejala-gejala yang paling umum dan berkaitan dengan alam maupun manusia,
sederhana hingga ilmu pengetahuan yang harus berada di bawah payung paradigma
memperlihatkan gejala-gejala yang lebih positivistik. Paradigm ini mengajukan
rumit, kompleks, dan semakin kongkrit. criteria-kriteria ilmu sebagai berikut: a)
Bagi Comte, ini merupakan metode yang Bebas nilai, pengamat harus bebas dari
paling tepat untuk melakukan klasifikasi kepentingan, nilai emosi yang mengamati
terhadap Ilmu, karena dengan objeknya, agar diperoleh pengetahuan
kesederhanaan dan kerumitan suatu ilmu objektif; b) Ilmu pengetahuan harus
menentukan kemudahan dan kesulitan menggunakan metode verivikasi-empiris; c)
fasilitas yang dibutuhkan untuk memahami Bahasa yang digunakan harus analitik (bisa
gejala-gejala yang ada. dibenarkan dan disalahkan secara logis) dan
Sebagai hasilnya, Comte membagi bisa diperika secara empiris; d) Bersifat
ilmu dengan urutan ilmu pasti eksplanasi. Ilmu pengetahuan hanya
(matematika)—yang ia kategorikan sebagai diperbolehkan melakukan penjelasan atas
dasar dari segala ilmu pengetahuan, ilmu keteraturan yang ada di alam semesta. Ilmu
perbintangan (astronomi), ilmu alam hanya menjawab pertanyaan how, bukan
(fisika), ilmu hayat (biologi), dan fisiko why (Adian, 2006, pp. 27–28).
sosial (sosiologi) (Siswomiharjo, 1996, p.
25). Sebagai ilmu yang berkembang dalam KRITIK TERADAP POSITIVISME
kerangka berpikir positivistik, maka semua Pada beberapa sisi, cita-cita Comte
ilmu tersebut menggunakan metode-metode tentang determinasi sains dalam kehidupan
positivis, yaitu pengamatan, percobaan, dan modern memang tercapai. Metode ilmiah
perbandingan. Meskipun begitu, khusus yang empiris-verifikatif telah bermuara
untuk fisika sosial, soiologi, Auguste kepada perkembangan sains dengan sangat
Comte masih berkeyakinan bahwa ilmu ini pesat. Akan tetapi, cita-cita tentang
masih terus berkembang dan belum bagaimana manusia hidup pada masa
mencapai tahap positif. Oleh sebab itu, ia positivisme ini, dengan segala ilmu dan
menambahkan satu metode lainnya, yaitu teknologinya, tidak tercapai. Seorang
historis (Siswomiharjo, 1996, p. 39). kritikus menyatakan, jika Comte hidup
Selain pembagian ilmu seperti di pada era ini, maka ia akan terkejut
atas, satu hal lainnya yang harus menyaksikan bahwa teknologi yang bebas
dikemukakan adalah ciri ilmu ala nilai ternyata mereduksi nilai-nilai
positivism. Pandangan dunia positivism kemanusiaan. Metode ilmiah yang terilhami
adalah pandangan dunia objektivistik. dari pemikiran Comte ternyata juga
Pandangan objektivistik adalah pandangan dimanfaatkan untuk menciptakan senjata,
dunia yang menyatakan bahwa objek-objek yang pada akhirnya digunakan untuk
fisik hadir independen dari mental, oleh perang. Pembangunan pabrik-pabrik
sebab itu menghadirkan properti-properti industri mengabaikan kelestarian
objek tersebut menggunakan data inderawi. lingkungan. Semua kekacauan itu bukanlah

© 2020 by Murabby All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
180| Murabby: Jurnal Pendidikan Islam Volume 3 Nomor 2, September 2020
apa yang diharapkan oleh Comte untuk (Giddens, 2001, p. 13). Sementara menurut
terjadi bersama masa positivistik yang ia Huston Smith, modernitas lebih tampak
idamkan. sebagai nafsu untuk menanjakkan karir
daripada sikap hati-hati dalam mengontrol
Hingga batas tertentu, positivisme keadaan (Smith, 2001).
berhasil menciptakan kehidupan modern
yang optimis dengan perkembangan sains Bagaimanakah cara kerja nalar
dan teknologi. Pengaruhnya dalam instrumental? Nalar instrumental adalah
paradigma ilmu pengetahuan pada akhirnya nalar yang mengedepankah how to,
menjadikan positivisme sebagai dogma ketimbang why. Artinya, nalar instrumental
baru, atau disebut oleh Ian Hacking sebagai adalah wujud dari manifestasi ilmu sebagai
―agama humanis modern.‖ Dogma tersebut power. Bagaimana cara membangun
berjalan dalam bentuk pelembagaan apartemen elit, bagaimana cara
pandangan objektivistik dalam doktrin memenangkan persaingan di pasar global,
kesatuan ilmu (unified science) (Cf. Adian, bagaimana cara menjual senjata, dan
2006, p. 27). bagaimana cara yang lainnya. Dari itu, nalar
instrumental mengabaikan bahwa lahan
Pada perkembangannya, positivisme yang ditargetkan merupakan lahan
tidak berkembang tanpa kritik. Baik kritik pengendap air yang bisa mencegah banjir,
yang bersifat teoritis seperti yang banyak pedagang kecil yang bergantung
dikemukakan oleh Saussure dengan dari pasar tradisional, nilai-nilai
strukturalisme linguistic, Derrida dengan kemanusiaan yang merindukan perdamaian,
dekonstruksi, atau Giddens (2001) dan dan sebagainya.
Huston Smith (2001) yang menyoroti
kegagalan saintisme dalam menciptakan
FILSAFAT POSITIVISME DAN
kehidupan aman dan nyaman bagi manusia.
PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Akan tetapi, makalah ini tidak akan Bagaimanakah positivisme
mengemukakan kritik mereka yang rumit memandang agama? Hal ini sebenarnya
tersebut, melainkan hanya menyoroti sudah dibahas semenjak awal. Posisi agama
beberapa poin utama dalam positivisme. merupakan salah satu bagian yang penting
Kritik-kritik tersebut bermuara pada untuk memahami bagaimana positivisme
karakter positivisme yang bebas nilai dan secara keseluruhan. Dalam teori
menggunakan nalar instrumental. perkembangan tiga tahap, Auguste Comte
Sebagaimana positivism memandang ilmu menempatkan agama pada tahap pertama.
harus bebas nilai, ilmu harus terlepas dari Tahap ini merupakan tahap yang harusnya
subjektifisme manusia; ilmu harus berdiri ditinggalkan, sembari mencita-citakan
sendiri tanpa keberpihakan. Ilmu hanya lahirnya tahap ketiga, yaitu tahap
bertugas untuk menjelaskan impresi- positivism.
impresi dari realitas. Anthony Gidden Untuk memahami posisi agama
menjabarkan dalam kumpulan esaynya dalam pemikiran Auguste Comte bisa
tema-tema seputar kegagalan modernitas. dilihat dari dua sisi; sisi latar belakang
Menurutnya, Lahan-lahan yang luput dari kemunculan positivisme dan akibat yang
perhatian positivistic diantaranya ekologi, ditimbulkannya. Mengenai latar belakang,
militer, perang dunia, industrialisasi perang

© 2020 by Murabby All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
Imroati Karmillah, Filsafat Positivisme dan Pendidikan Islam di Indonesia |181
kemunculan pemikiran positivis Auguste Jika pada sisi pertama, agama
Comte tidak bisa dilepaskan dari traumatika cenderung dituduh sebagai ‗biang kerok‘
mendalam masyarakat Eropa abad tengah kehidupan yang primitive dan terbelakang,
terhadap hegemoni Gereja yang untuk sisi kedua, para praktisi agama bisa
deterministik. Nilai-nilai kemanusiaan sedikit bernapas lega, karena apa yang
direduksi oleh mitos-mitos yang diciptakan diramalkan oleh Comte tidak sepenuhnya
gereja. Kerajaan-kerajaan memanfaatkan terkabul. Jika ia cenderung meramalkan
system yang telah berlangsung lama dengan manusia akan meninggalkan agama pada
pola pemerintahan yang feodalisme, era modern dengan pola pikir yang
mengandaikan raja sebagai wakil Tuhan di positivis, pada kenyataannya di level
muka bumi. Hal ini berlangsung hingga ontologis hingga saat ini agama masih
muncullah sekelompok masyarakat yang menjadi aspek penting dalam hidup
berani menggugat determinasi ini. Ciri manusia. Hingga batas tertentu, positivism
pokok para pemberontak ini adalah justru dianggap gagal dalam proyeknya,
memiliki pola pikir yang liberal dan dan solusinya, menurut beberapa kalangan,
membebaskan. Mereka menggunakan ilmu adalah dengan menggali kembali nilai dan
pengetahuan untuk melawan Gereja. norma-norma agama dalam jiwa manusia.
Penemuan-penemuan saintifik yang
bertentangan dengan ajaran yang Bukannya ditinggalkan, ajaran
disampaikan Gereja mulai meruntuhkan positivisme sedikit-banyak berkontribusi
kepercayaan masyarakat terhadap Gereja. kepada agama dalam ranah akademis. Pola
pikir positifis yang mendasarkan kebenaran
Auguste Comte merupakan salah dan pengetahuan kepada data-data empiris
satu sarjana yang melanjutkan estafet yang bisa diverifikasi dengan bahasa logis-
mempelajari pengalaman tersebut. Ia sistematis, telah memberikan pemetaan
menilai bahwa keterkekangan manusia baru dalam ranah studi Agama.
terhadap mitos-mitos telah membuat
mereka terbelakang. Wajar jika kemudian Untuk konteks Indonesia, Perguruan
Comte menempatkan cara berpikir teologis Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) adalah
pada tahap awal dalam teori tiga tahap salah satu infrastruktur pendidikan yang
perkembangannya. Baginya, cara berpikir mendapatkan pengaruh dari positivism.
teologis seperti ini harus ditinggalkan. Perintisan system Pendidikan Islam di
Manusia harus berpikir positif, berpikir Indonesia pada awalnya mengadaptasi Al-
maju, untuk menciptakan kehidupan yang Azhar University di Mesir. Struktur
lebih baik. Manusia harus terbebas dari fakultas dan kurikulum menyesuaikan
belenggu-belenggu yang menghambat dengan al-Azhar, meliputi Fakultas Syariah,
kehidupan. Ketika sampai pada tahap Ushuluddin, dan Adab. Untuk memenuhi
positif, manusia akan hidup dengan nyaman kebutuhan di dalam negeri, dua fakultas
di bawah kreatifitas dan modernitas ilmu ditambahkan, yaitu Fakultas Tarbiyah dan
dan teknologi. Konsepsi ala Comte ini Dakwah (Lukens-Bull, 2013, p. 62). Pola
membawa konsekuensi hilangnya agama Pendidikan di periode awal ini adalah
dan teologi sebagai model perilaku dan Pendidikan keagamaan untuk orientasi
keyakinan dalam masyarakat modern teologis; Muslim belajar di institusi
(Nothcott, 2002, p. 270). Pendidikan untuk dapat menjadi Muslim

© 2020 by Murabby All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
182| Murabby: Jurnal Pendidikan Islam Volume 3 Nomor 2, September 2020
yang lebih baik dengan pemahaman atas Sosiologi (Siswomiharjo, 1996, p. 49). Saat
ajarannya yang mendalam. ini, sosiologi telah menjadi salah satu
pendekatan alternative dalam studi Agama
Pada masa Orde Baru, pemerintah selain teologis. Meskipun sarjana yang
melakukan reorientasi Pendidikan Islam di diakui sebagai pencetus sosiologi Agama
Indonesia. Melalui tokoh-tokoh seperti A. adalah E. Durkheim, posisi Durkheim
Mukti Ali dan Harun Nasution, pemerintah sebagai penyokong positivism Comte
menjalankan agenda integrasi Pendidikan menjadikan hubungan ini tidak bisa
Islam. Yang dimaksud dengan integrasi diabaikan. Begitu juga, meskipun studi
adalah mempertahankan Pendidikan Agama juga mendapatkan pengaruh dari
keagamaan dengan orientasi teologis, dan perkembangan ilmu setelah positivisme,
memperkenalkan pendekatan keilmuan secara sederhana, sosiologi Agama tidak
sekuler. Di sini lah, lebih kurang positivism bisa dilepaskan dari positivisme Auguste
masuk ke system Pendidikan Islam di Comte itu sendiri. Sebagai sebuah disiplin
Indonesia. Sebagai hasilnya, studi tersendiri, Comte telah berjasa membuka
keislaman di Indonesia mulai mengadopsi wilayah studi sosiologis terhadap
pendekatan-pendekatan yang berdiri atas kehidupan beragama masyarakat.
data-data empiris factual seperti pendekatan
historis. Salah satu momen pergeseran ini Oleh sebab itu, tidak berlebih jika
adalah penerbitan buku Islam Ditinjau dari dikatakan bahwa teori living Qur’an atau
Berbagai Aspeknya oleh Harun Nasution living Hadis yang dikembangkan salah
(1974) (Lukens-Bull, 2013, pp. 47–61; satunya di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Saeed, 1999, p. 185). terilhami dari sosiologi Auguste Comte.
Hal ini terbukti dengan kerapnya sosiologi
Pada perkembangan selanjutnya, dijadikan sebagai pendekatan dalam
integrasi keilmuan Islam di PTAIN semakin penelitian-penelitian living Qur’an atau
berkembang. Masing-masing universitas living hadis. Jika sebelumnya Q.S. al-Anfal
memperkenalkan paradigman integrasi ayat dua selalu ditinjau dari segi teologis,
masing-masing. Salah satu contohnya umpanya, dengan memperhatikan diksi-
adalah Amin Abdullah ketika ia menjabat diksi nahnu, al-zikra, hafizun dilanjutkan
sebagai Rektor di UIN Sunan Kalijaga. dengan analisis-analisis kebahasaan, maka
Ketika itu, ia memisahkan konsep dengan pendekatan ilmiah baru, Nasr
nomativitas dan historisitas dalam studi Hamid Abu Zayd telah menjelaskan
agama. Pola pikir yang normative bagaimana cara Muslim menjaga Alquran
merupakan pola pikir yang teologis, yang dalam konsep al-Qur’an in Everyday Life
ini merupakan gambaran dari tahap pertama (Zayd, 2002). Begitu juga dengan
dalam teori perkembangan Comte. eksplanasi Cliffort Geertz terhadap
Sementara Islam historis adalah Islam yang keberagamaan masyarakat santri dan
empiris, yang bisa diverivikasi dengan data- abagan di Jawa (Geertz, 2002). Dua contoh
data yang pasti (Abdullah, 1995, p. 25). tersebut hanyalah sedikit dari sejumlah
Sebagai poin yang paling jelas, kajian studi Agama yang telah
sebutlah sosiologi. Selain cita-cita menggunakan pendekatan Ilmiah, dimana
mewujudkan masyarakat yang positif, hal ini tidak bisa dilepaskan dari pengaruh
Comte juga diakui sebagai perintis ilmu

© 2020 by Murabby All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
Imroati Karmillah, Filsafat Positivisme dan Pendidikan Islam di Indonesia |183
perkembangan epistemology keilmuan, Hadiwijono, H. (1988). Sari Sejarah
termasuk positivism (Martin, 1985). Filsafat Barat 2. Kanisius.
Hollister, C. W., & Benneth, J. M. (2006).
Medieval Europe: A Short History.
McGraw-Hill Companies, Inc.
KESIMPULAN Lukens-Bull, R. A. (2013). Islamic Higher
Dari penjabaran di atas, dapat Education in Indonesia: Continuity
disimpulkan beberapa hal. Pertama, aliran and Conflict. Palgrave Macmillan.
positivisme Auguste Comte ditopang oleh Martin, R. C. (1985). Approaches to Islam
in Religious Studies. The University
hukum tiga tahap, teologis, metafisik, dan
of Arizona Press.
positivis. Kedua, Comte juga melakukan Mathews, R. T., & Platt, F. D. (2004). The
klasifikasi ilmu pengetahuan berdasarkan Western Humanity. McGraw-Hill
criteria kesedehanaan dan kerumitan kajian Companies, Inc.
dari ilmu terkait. Ketiga, ciri utama dari Nasution, H. (1974). Islam Ditinjau dari
positivisme adalah melandaskan pemikiran Berbagai Aspeknya. Bulan Bintang.
filosifisnya kepada empirisme, dan oleh Nothcott, M. S. (2002). Pendekatan
Sosiologis. In P. E. Connoly (Ed.),
sebab itu sesuatu baru bisa disebut nyata
Aneka Pendekatan Studi Agama.
apabila ia bisa diverivikasi secara inderawi. LKiS.
Dan terakhir, selain menuduh dan Putro, W. D. (2011). Kritik Terhadap
meninggalkan agama, positivisme pada sisi Paradigma Positivisme Hukum.
lain justru memiliki pengaruh dalam studi Genta Publishing.
Agama. Untuk konteks Indonesia, pengaruh Saeed, A. (1999). Towards Religious
Tolerance Through Reform in
filsafat positivsme bisa dilihat dalam
Islamic Education: The Case of The
perkembangan paradigma integrative di State Institute of Islamic Studies of
pergurua tinggi keislaman. Indonesia. Indonesia and the Malay
World, 27(79), 177–191.
DAFTAR RUJUKAN Sherman, D. (2006). The West in The
Abdullah, A. (1995). Studi Agama: World: A Mid-Length Narrative
Normativitas atau Historisitas? History. McGraw-Hill Companies,
Pustaka Pelajar. Inc.
Adian, D. G. (2006). Percik Pemikiran Siswomiharjo, K. W. (1996). Arti
Kontemporer: Sebuah Pengantar Perkembangan Menurut Filsafat
Komprehensif. Jalasutra. Positivisme Auguste Comte. Gadjah
Auguste Comte. (n.d.). Wikipedia. Mada University Press.
Retrieved November 3, 2020, from Smith, H. (2001). Kebenaran yang
http://id.wikipedia.org/wiki/August_ Terlupakan: Kritik atas Sains dan
Comte Modernitas (I. R. Munzir, Trans.).
Geertz, C. (2002). The Religion of Java (I. IRCiSod.
Khoiri, Trans.). LKiS. Zayd, N. Ḥāmid A. (2002). Qurʾān in
Giddens, A. (2001). Tumbal Modernitas: Everyday Life. In J. D. McAuliffe
Ambruknya Pilar-pilar Keimanan (Ed.), Encyclopaedia of the Qur’ān
(I. R. Munzir, Trans.). IRCiSod. (Vol. 2, pp. 80–97). Brill.

© 2020 by Murabby All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)

Anda mungkin juga menyukai