Anda di halaman 1dari 11

PARADIGMA POSITIVISME DAN POST POSITIVISME

Rosyaida Fadilah
Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Universitas Islam Bunga Bangsa Cirebon, Jl. Widarasari III, Tuparev, Cirebon

E-mail: rosyaidafadilah@gmail.com

Abstract

Paradigms are born from the thought processes of philosophical scholars that have
developed over centuries. The positivism and post-positivism paradigms have had a major
influence on science development and human civilization's progress. This article aims to: 1)
Describe the history of the development of the positivism and post-positivism paradigm, 2)
Understand the contradictions of positivism from Thomas Kuhn's point of view, and 3)
Understand the contribution of positivism and post-positivism to human civilization. The
method used in writing this article is a literature study with a descriptive-qualitative
approach. The data used is secondary data in the form of thoughts expressed in books and
journals, which contain topics on philosophy, positivism, and post-positivism.

Keywords: Paradigm, positivism, post-positivism

Abstrak

Paradigma lahir dari proses berpikir dari cendikiawan filsafat yang sudah berkembang
berabad-abad lamanya. Paradigma positivisme dan post positivisme telah memberikan
pengaruh yang besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan peradaban
manusia. Artikel ini bertujuan untuk: 1) Mendeskripsikan sejarah berkembangnya paradigma
positivisme dan post positivisme, 2) Mengetahui pertentangan positivisme dari sudut pandnag
Thomas Kuhn, dan 3) Mengetahui kontribusi positivisme dan post positivisme terhadap
peradaban manusia. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah studi literatur
dengan pendekatan deskriptif-kualitatif. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa
hasil-hasil pemikiran yang dituangkan dalam buku dan jurnal baik nasional yang memuat
topik tentang filsafat, positivisme dan post positivisme.

Kata kunci: Paradigma, positivisme, post positivisme

1
PENDAHULUAN

Positivisme dan Post positivisme sebagai macam paradigma telah memberikan


pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Paradigma membantu
merumuskan tentang apa dan bagaimana persoalan harus dipelajari dan mesti di jawab. Cara
pandang atau disebut juga dengan paradigma adalah asumsi-asumsi dasar yang diyakini
ilmuwan dan menentukan cara dia memandang gejala yang ditelaahnya (Sulaiman, 2018).

Dalam sejarah ilmu pengetahuan, paradigma dipengaruhi oleh filsafat yang dalam
periodesasi perkembangannya sudah di mulai sejak abad ke 6 SM. Sejarah panjang filsafat
telah memberikan pengaruh luar biasa dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang
mendorong kemajuan peradaban manusia.

PEMBAHASAN

Dalam sejarahnya, ilmu pengetahuan telah melawati berbagai tahapan perkembangan


yang tercermin dari perkembangan peradaban manusia. Dalam proses tersebut banyak
pemikir- pemikir besar yang telah memberikan pengaruh terhadap jalannya perkembangan
kemajuan ilmu pengetahuan hingga saat ini. Sampai dengan abad 17 M, yang dimaksud
dengan ilmu pengetahuan adalah filsafat. Awal mula kemunculan filsafat (barat) adalah pada
sekitar abad ke 6 SM di Yunani. Dalam sejarah filsafat, dikenal beberapa kategorisasi dan
filsuf yang hidup pada kurun waktu yang berbeda. Kategorisasi tersebut adalah filsafat klasik,
filsafat abad pertengahan, dan filsafat modern. (Agriyanto & Rohman, 2015:40 dalam Fadli,
2021).

Periode filsafat klasik berlangsung pada sekitar abad 6 SM sampai abad 6 M (Karim,
2014). Puncak kejayaan filsafat pada periode filsafat klasik adalah pada masa Aristoteles
(Ravertz, 2004). Perkembangan filsafat periode abad pertengahan di eropa erat kaitannya
dengan kondisi sosial politik masa itu yang ditandai dengan dominasi dan hegemoni gereja.
Filsafat masa itu lebih pada pengejawantahan doktrin gereja (Anchila Teologiae). Periode
abad pertengahan dikenal sebagai abad kegelapan. Periode ini berlangsung sejak sekitar abad
7 M hingga 14 M. (Karim, 2014). Periode abad kegelapan yang panjang menyebabkan
kemunduran besar di eropa dan mendorong munculnya gerakan renaisance dan aufklarung
yang berlangsung sepanjang abad ke 15 M dan 16 M (Karim, 2014).

2
Pada masa renaisance ilmu pengetahuan dan seni berkembang dengan pesat. Era itu
sekaligus menandai dimulainya periodesasi filsafat abad modern pada sekitar abad 17 M.
Pada periode ini, pemikiran-pemikiran filsafat mengalami masa kejayaan dengan munculnya
berbagai aliran filsafat seperti rasionalisme, empirisme, kritisisme, idealisme, dan
positivisme. Era filsafat dalam pengertiannya sebagai ilmu pengetahuan berakhir pada sekitar
abad 17 M atau awal abad 18 M. Pada era ini pula kedudukan filsafat sebagai induk ilmu
pengetahuan mulai mendapatkan kritik yang mendorong berpisahnya ilmu pengetahuan dari
filsafat dan lahirnya berbagai disiplin ilmu baru yang lebih spesifik seperti biologi, astronomi,
ekonomi, matematika, fisika, kimia, sosiologi dsb.

Banyaknya ragam ilmu pengetahuan menandakan di mulainya abad kontemporer yang


berlangsung sejak berpisahnya ilmu pengetahuan dengan filsafat pada akhir abad 17 M
hingga saat ini. Perkembangan ilmu pengetahuan paling kontemporer adalah terkait dengan
penemuan fiber optic yang mendorong penggunaan teknologi informasi dan artificial
inteligent hingga melahirkan revolusi industri ke 4 yang memicu terjadinya disrupsi di

berbagai bidang

kehidupan.

Sumber :

Gambar 1: Periodesasi Sejarah Perkembangan Filsafat dan Ilmu Pengetahuan

A. Sejarah Perkembangan Paradigma Positivisme dan Post Positivisme

1) Sejarah Perkembangan Paradigma Postivisme

Dalam paradigma ilmu, ilmuwan telah mengembangkan sejumlah perangkat

3
keyakinan dasar yang mereka gunakan dalam mengungkapkan hakikat ilmu yang

4
sebenarnya dan bagaimana cara untuk mendapatkannya. Tradisi pengungkapan ilmu
ini telah ada sejak adanya manusia, namun secara sistematis dimulai sejak abad ke-17,
ketika Descartes (1596-1650) dan para penerusnya mengembangkan cara pandang
positivisme, yang memperoleh sukses besar sebagiamana terlihat pengaruhnya dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Paradigma ilmu pada
dasarnya berisi jawaban atas pertanyaan fundamental proses keilmuan manusia, yakni
bagaimana, apa, dan untuk apa. Tiga pertanyaan dasar itu kemudian dirumuskan
menjadi beberapa dimensi.

Positivisme merupakan paradigma ilmu pengetahuan yang paling awal muncul


dalam dunia ilmu pengetahuan. Keyakinan dasar aliran ini berakar dari paham
ontologi realisme yang menyatakan bahwa realitas ada (exist) dalam kenyataan yang
berjalan sesuai dengan hukum alam (natural laws). Dengan kata lain, Positivisme
merupakan suatu aliran filsafat yang menolak aktifitas yang berkenaan dengan
metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.
Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk
memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme khususnya
idealisme Jerman Klasik). Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi
tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja
merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada
spekulasi dapat menjadi pengetahuan.

Istilah ini digunakan pertama kali oleh Saint Simon (sekitar tahhun 1825).
Positivisme berakar pada empirisme. Prinsip filosofik tentang positivisme
dikembangkan pertama kali oleh empirist Francis Bacon. Tesis positivise adalah :
bahwa ilmu adalah satu-satunya pengetahuan valid, dan fakta-fakta sajalah yang
mungkin dapat menjadi obyek pengetahuan. Dalam perkembangannya ada tiga
positivisme, yaitu positivisme sosial, positivisme evolusioner dan positivisme kritis.

Sejalan dengan ajaran filsafat Auguste Comte (1798-1857) yang dikenal sebagai
bapak positivisme yang digagas oleh dirinya, merupakan model epistemologi yang di
dalamnya terdapat langkah-langkah progresinya menempuh jalan melalui observasi,
eksperimentasi dan komparasi mendapatkan apresiasi yang berlebihan sehingga model
ini juga mulai dikembangkan dalam penelitian ilmu-ilmu sosial.

5
a. Positivisme Sosial

Posivisme sosial merupakan penjabaran lebih jauh dari kebutuhan


masyarakat dan sejarah. August Comte dan John Stuart Mill merupakan tokoh-
tokoh utama positisme sosial. Sedangkan para perintisnya adalah Saint Simon
dan para penults sosialistik dan utilitarian; yang karyanya Juga dekat dengan
tokoh besar dalam ekonomi: Thomas Malthus dan David Ricardo.

- Filsafat Positivistik August Comte


August Comte (1798-1875) terkenal dengan penjenjangan sejarah alam piker
manusia, yaitu: teologi, metafisik dan positif. Comte percaya bahwa masyarakat
merupakan bagian dari alam dimana metode-metode penelitian empiris dapat
dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial memasyarakatan. Aliran
ini tentunya mendapat pengaruh dari kaum empiris dan mereka sangat optimis
dengan kemajuan dari revolusi Perancis.
- Positivisme Jeremy Bentham dan John Stuart Mill
Jeremy Bentham (1748-1832) dan John Stuart Mill (1806-1873) adalah dua
orang tokoh yang memberikan landasan positivisme. Menurut keduanya ilmu
yang valid adalah ilmu yang dilandaskan pada fakta. Etik tradisional vang
dilandaskan pada moral, diganti dengan etik yang dilandaskan pada motif
perilaku, pada kepatuhan manusia terhadap aturan. Sebagat seorang utilitarian
Mill menolak kekuasaan absolute dari agama. Mill berpendapat bahwa
kebebasan manusia itu bagaikan a sacred fortress (benteng suci) yang aman dari
penyusupan otoritas apapun. Wawasan yang menjadi marak pada, akhir abad 20
ini. Sistem positivis dipergunakan Mill untuk segala ilmu, baik logika, psikologi
maupun etika.

b. Positivisme Evolusioner
Positivisme evolusioner berangkat dari fisika dan biologi. Digunakan doktrin
evolusi biologik (perubahan pada sifat-sifat terwariskan suatu populasi
organisme dari satu generasi ke generasi berikutnya perubahan pada sifat-sifat
terwariskan suatu populasi organisme dari satu generasi ke generasi berikutnya).

c. Positivisme kritis

6
Richard Avenarius dan Ernst Mach, dua tokoh yang dianggap sebagai pelopor
kaum neopositivisme, mencoba memberikan fundamen bagi kepastian filsafat
dengan derajat kepastian yang sama dengan ilmu pasti. Caranya adalah dengan
menggunakan metode matematik yang dikombinasikan dengan eksperimen.
Penggunaan proposisi matematik ini dapat menjauhkan filsafat dari segala
suasana perasaan, subyektivitas dan metafisika (Beerling, 1994: 96). Di akhir
abad 19 positivisme menampilkan bentuk yang lebih kritis dalam beberapa
karya Mach dan Avenarius, yang lebih dikenal dengan empiriocritistme. Bagi
keduanya fakta adalah satu-satunva unsur untuk membangun realitas. Realitas
baginya adalah sejumlah rangkaian hubungan beragam hal indrawi yang relative
stabil. Unsur indrawi itu bisa berupa fisik dan bisa pula psikis. Dengan demikian
sesuatu itu adalah serangkaian relasi indrawi, dan pemikiran kita adalah persepsi
kita atau representasi dari sesuatu itu.

2) Sejarah Perkembangan Paradigma Post Postivisme

Munculnya gugatan terhadap positivisme di mulai tahun 1970-1980an.


Pemikirannya dinamai “post-positivisme”. Tokohnya; Karl R. Popper, Thomas
Kuhn, para filsuf mazhab Frankfurt (Feyerabend, Richard Rotry). Paham ini
menentang positivisme, alasannya tidak mungkin menyamaratakan ilmu-ilmu
tentang manusia dengan ilmu alam, karena tindakan manusia tidak bisa di prediksi
dengan satu penjelasan yang mutlak pasti, sebab manusia selalu berubah.

Post-positivisme merupakan perbaikan positivisme yang dianggap memiliki


kelemahan-kelemahan, dan dianggap hanya mengandalkan kemampuan
pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti.

Secara ontologis aliran post-positivisme bersifat critical realism dan


menganggap bahwa realitas memang ada dan sesuai dengan kenyataan dan hukum
alam tapi mustahil realitas tersebut dapat dilihat secara benar oleh peneliti. Secara
epistomologis: Modified dualist/objectivist, hubungan peneliti dengan realitas yang
diteliti tidak bisa dipisahkan tapi harus interaktif dengan subjektivitas seminimal
mungkin. Secara metodologis adalah modified experimental/ manipulatif.

7
Asumsi dasar post positivisme

- Fakta tidak bebas nilai, melainkan bermuatan teori.


- Falibilitas Teori, tidak satupun teori yang dapat sepenuhnya dijelaskan dengan
bukti-bukti empiris, bukti empiris memiliki kemungkinan untuk menunjukkan
fakta anomali.
- Fakta tidak bebas melainkan penuh dengan nilai.
- Interaksi antara subjek dan objek penelitian. Hasil penelitian bukanlah reportase
objektif melainkan hasil interaksi manusia dan semesta yang penuh dengan
persoalan dan senantiasa berubah.
- Asumsi dasar post-positivisme tentang realitas adalah jamak individual.
- Hal itu berarti bahwa realitas (perilaku manusia) tidak tunggal melainkan hanya
bisa menjelaskan dirinya sendiri menurut unit tindakan yang bersangkutan.
- Fokus kajian post-positivis adalah tindakan-tindakan (actions) manusia sebagai
ekspresi dari sebuah keputusan.

Postpositivisme adalah aliran yang ingin memperbaiki kelemahan pada


Positivisme. Satu sisi Postpositivisme sependapat dengan Positivisme bahwa
realitas itu memang nyata ada sesuai hukum alam. Tetapi pada sisi lain
Postpositivisme berpendapat manusia tidak mungkin mendapatkan kebenaran dari
realitas apabila peneliti membuat jarak dengan realitas atau tidak terlibat secara
langsung dengan realitas. Hubungan antara peneliti dengan realitas harus bersifat
interaktif, untuk itu perlu menggunakan prinsip trianggulasi yaitu penggunaan
bermacam-macam metode, sumber data, data, dan lain-lain.

B. Pertentangan Thomas Khun dengan Paradigma Positivisme

Revolusi ilmiah dalam perspektif Kuhn terjadi melalui beberapa lompatan-lompatan


radikal dan revolusioner sebagai berikut: Model yang dikembangkan Thomas Kuhn pada
paradigm I berlangsung normal science. Pada periode ini terjadi akumulasi ilmu pengetahuan
yang mana para ilmuan berusaha mengembangkan paradigma yang sedang menjadi
mainstream atau yang paling banyak berpengaruh. Kemudian dalam perkembangannnya
paradigma lama mengalami kelumpuhan analitik atau tidak mampu memberi jawaban dan
penjelasan terhadap banyaknya persoalan yang timbul. Pada fase ini, para ilmuan tidak
mampu lagi mengelak dari pertentangan karena terjadi banyak penyimpangan. Fase inilah
yang disebut fase anomalies.
8
Akibat yang muncul karena banyaknya anomali, maka timbullah crisis. Pada fase krisis
ini, paradigma mulai diragukan kebenarannya. Krisis tersebut terjadi dengan hebatnya,
kemudian mengantarkan jalan untuk menuju fase revolusi (revolution). Pada fase revolusi
inilah kemudian muncul paradigm II yang memiliki jawaban atas persoalan yang
muncul dari paradigma sebelumnya.

Paradigm I -> Normal -> Anomalies -> Crises -> Revolution Paradigm II Science

Menurut Thomas Kuhn Positivisme memandang perkembangan ilmu pengetahuan bersifat


kumulatif. Dalam hal ini, ilmu pengetahuan mengalami perkembangan terus sebagai
akumulasi yang terjadi sebagai akibat riset para ilmuan sepanjang sejarah dan
perkembangannya. Positivisme juga memvonis kriteria ilmiah dan tidak ilmiahnya satu teori
atau proposisi melalui prinsip verifikasi. . Thomas Kuhn juga tidak sepakat dengan
pandangan positivisme bahwa perkembangan ilmu pengetahuan berdasarkan cara kumulatif
dan evolusioner.

Thomas Kuhn membagi paradigma dalam beberapa tipe paradigma, yaitu paradigma
metafisik, paradigma sosiologis dan paradigma konstruk. Berikut penjelasan ringkasnya.

1. Paradigma Metafisik
Paradigma metafisik merupakan paradigma yang menjadi konsesus terluas dan
membatasi bidang kajian dari satu bidang keilmuan saja, sehingga ilmuan akan lebih
terfokus dalam penelitiannya. Paradigma metafisik ini memiliki beberapa fungsi:

a. Untuk merumuskan masalah ontologi (realitas/ objek kajian) yang menjadi objek
penelitian ilmiah
b. Untuk membantu kelompok ilmuan tertentu agar menemukan realitas/objek kajian
(problem ontologi) yang menjadi fokus penelitiannya
c. Untuk membantu ilmuan menemukan teori ilmiah dan penjelasannya tentang objek
yang diteliti.

2. Paradigma Sosiologi

Pengertian paradigma sosiologi ini dikemukakan Masterman sebagai konsep


eksemplarnya Kuhn. Eksemplar dalam hal ini berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan,
keputusan-keputusan dan aturan umum serta hasil penelitian yang dapat diterima secara
umum di masyarakat.

9
3. Paradigma Konstruk

Paradigma konstruk adalah konsep yang paling sempit dibanding kedua paradigma di
atas. Contoh pembangunan reaktor nuklir merupakan paradigma konstruk dalam fisika
nuklir dan mendirikan laboratorium menjadi paradigma konstruk bagi ilmu psikologi
eksperimental.

C. KONTRIBUSI POSITIVISME DAN POST POSITIVISME

Berikut kontribusi positivisme dalam peradaban :

1. Positivisme menghasilkan suatu pengetahuan yang mana manusia akan mampu


menjelaskan realitas kehidupan tidak secara spekulatif, melainkan konkrit, pasti, mutlak,
teratur dan valid;
2. Dengan kemajuan dan dengan semangat optimisme, orang akan didorong untuk
bertindak aktif dan kreatif, dalam artian tidak hanya terbatas menghimpun fakta, tetapi
juga meramalkan masa depannya;
3. Positivisme telah mampu mendorong lajunya kemajuan disektor fisik dan teknologi;
4. Positivisme sangat menekankan aspek rasionali-ilmiah, baik pada epistemologi ataupun
keyakinan ontologik yang dipergunakan sebagai dasar pemikirannya.
Paradigma post-positivisme memberikan kontribusi penting terhadap perkembangan
peradaban manusia, termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan dan perencanaan kota.
Beberapa kontribusi tersebut antara lain:

Berikut kontribusi post positivisme dalam peradaban :

1. Pemahaman yang lebih holistik, Paradigma post-positivisme mengakui bahwa realitas


sosial dan alam bersifat subyektif dan jamak. Hal ini membantu kita memahami fenomena
manusia dan lingkungannya dengan lebih komprehensif, melampaui batasan-batasan
objektivitas yang ditekankan oleh positivisme.

2. Penjelasan kualitatif yang lebih mendalam, Post-positivisme lebih fokus pada penjelasan
kualitatif daripada kuantitatif. Hal ini memungkinkan kita untuk memahami konteks
sosial, budaya, dan historis yang mempengaruhi fenomena yang diteliti.

1
0
3. Pengakuan terhadap nilai-nilai, Paradigma post-positivisme mengakui bahwa pengetahuan
tidak bebas nilai. Ini berarti bahwa dalam memahami dan menjelaskan fenomena sosial,
kita harus mempertimbangkan nilai-nilai yang mendasari pandangan dunia kita.

KESIMPULAN

Positivisme merupakan Aliran pemikiran yang membatasi pikiran pada segala hal yang dapat
dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisis definisi dan relasi antara istilah-istilah. Dalam
perkembangannya ada tiga positivisme, yaitu positivisme sosial, positivisme evolusioner dan
positivisme kritis.

- Positivisme sosial adalah paradigma yang berdasarkan kebutuhan masyarakat dan sejarah
- Positivisme evolusioner adalah paradigma yang berdasarkan phisika dan biologi dan
digunakan doktrin evolusi biologik
- Positivisme kritis adalah paradigma yang berdasarkan pada Fakta yang menjadi satu-satunya
jenis unsur untuk membangun realitas

Post-positivisme merupakan perbaikan positivisme. Secara ontologis aliran pos positivisme


bersifat critical realism artinya realitas itu memang ada, tetapi tidak akan pernah dapat dipahami
sepenuhnya artinya.post positivisme bergantung pada konteks value, kultur, tradisi, kebiasaan,
keyakinan, natural dan lebih manusiawi. Indikator yang membedakan antara Paradigma positivisme
dan postpositivism adalah post positivisme lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu
temuan hasil observasi melalui berbagai macam metode.

DAFTAR PUSTAKA

Hendrianto Sundaro, 2022, Positivisme Dan Post Positivisme : Refleksi Atas Perkembangan
Ilmu Pengetahuan Dan Perencanaan Kota Dalam Tinjauan Filsafat Ilmu Dan Metodologi
Penelitian, Universitas Semarang

Inayatul Ulya Dan Nushan Abid, 2015, Pemikiran Thomas Kuhn Dan Relevansinya Terhadap
Keilmuan Islam, Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah Dan Studi Keagamaan Volume 3

M. Fahri Husin M. Fauzan Rina Suprian, 2022, Paradigma Positivisme Dan Postpositivisme,
Universitas Muhammadiyah Tangeran

Wilopo, Lingkaran Wina


https://parlindunganpardede.wordpress.com/class-assignment/research/articles/paradigma-
penelitian/

Anda mungkin juga menyukai