PENDAHULUAN
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan di atas maka permasalah yang akan dibahas berikut bertujuan untuk:
1. Menjelaskan bagaimana filsafat kontemporer
2. Menjelaskan apa saja aliran-aliran filsafat kontemporer
BAB II
PEMBAHASAN
2. Fenomonologi
Edmun Husserl (1859-1938) menjadi pelopor filsafat fenomenologi. Ia adalah
seorang filosof dan matematikus mengenai intensionalisme atau pengarahan melahirkan filsafat
fenomenologi berdasarkan pemikiran Brentano. Ia selalu berupaya ingin mendekati realitas tidak
melalui argumen-argumen, konsep-konsep atau teori umum. “Zuruck zu den sachen selbst”-
kembali kepada benda-benda itu sendiri merupakan inti dari pendekatan yang dipakai untuk
mendeskripsikan realitas menurut apa adanya. Setiap objek memiliki hakikat, dan hakikat itu
berbicara kepada kita jika kita membuka diri kepada gejala-gejala yang kita terima. Kalau kita
“mengambil jarak” dari objek itu melepaskan objek itu dari pandangan-pandangan lain, dan
gejala-gejala itu kita cermati, maka objek itu berbicara sendiri mengenai hakikatnya, dan kita
memahaminya berkat intuisi dalam diri kita.
Fenomen atau fenomenon memiliki berbagai arti, yaitu: gejala semu atau lawan
bendanya sendiri (penampakan). Menurut para pengikut fenomenologi, suatu fenomen tidak
perlu harus dapat diamati dengan indera, sebab fenomen dapat juga di lihat secara rohani, tanpa
melewati indera. Untuk sementara dapat dikatakan, bahwa menurut para pengikut filsafat
fenomenologi, fenomen adalah “apa yang menampakkan diri dalam dirinya sendiri”, apa yang
menampakkan diri seperti apa adanya, apa yang jelas di hadapan kita.
Secara harfiah fenomenologi atau fenomenalisme adalah aliran atau faham yang
menganggap bahwa fenomenalisme (gejala) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran.
Fenomenalisme bergerak di bidang yang pasti. Hal yang menampakkan dirinya dilukiskan tanpa
meninggalkan bidang evidensi yang langsung. Fenomenalisme adalah suatu metode pemikiran,
“a way of looking at things”. Fenomenalisme adalah tambahan pada pendapat Brentano bahwa
subjek dan objek menjadi satu secara dialektis. Tidak mungkin ada hal yang melihat. Inti dari
fenomenalisme adalah tesis dari “intensionalisme” yaitu hal yang disebut konstitusi.
Filsafat Fenomenologi berusaha untuk mencapai pengertian yang sebenarnya yang
dinamakan untuk mencapai “hakikat segala sesuatu”. Untuk mencapai hakikat segala sesuatu itu
melalui reduksi.
Para ahli tertentu mengartikan Fenomenologi sebagai suatu metode dalam
mengamati, memahami, mengartikan, dan memaknakan sesuatu sebagai pendirian atau suatu
aliran filsafat.
Dalam pengertian suatu metode, Kant dan Husserl, mengatakan bahwa apa yang
diamati hanyalah fenomena, bukan sumber gejala itu sendiri. Dengan demikian, terhadap sesuatu
yang diamati terdapat hal-hal yang membuat pengamatannya tidak murni. Tiga hal yang perlu
disisihkan dari usaha menginginkan kebenaran yang murni, yaitu:
a. Membebaskan diri dari anasir atau unsur subjektif,
b. Membebaskan diri dari kungkungan teori, dan hipotesis, serta
c. Membebaskan diri dari doktrin-doktrin tradisional.
Setelah mengalami reduksi yang pertama tingkat pertama, yaitu reduksi
fenomenologi atau reduksi epochal, fenomena yang dihadapi menjadi fenomena yang murni,
tetapi belum mencapai hal yang mendasar atau makna sebenarnya. Oleh karena itu, perlu
dilakukan reduksi kedua yang disebut reduksi eiditis. Melalui reduksi kedua, fenomena yang kita
hadapi mampu mencapai inti atau esensi. Kedua reduksi tersebut adalah mutlak. Selain kedua
reduksi tersebut terdapat reduksi ketiga dan yang berikutnya dengan maksud mendapatkan
pengamatan yang murni, tidak terkotori oleh unsur apa pun, serta dalam usaha mencari
kebenaran yang tertinggi.
Tokoh-tokoh fenomenologi yang lain adalah, Max Scheller (1874-1928), Maurice
Merleau-Ponty (1908-1961).
3. Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma yang artinya guna. Pragma berasal dari bahasa
Yunani. Maka Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah apa
saja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan akibat-akibat yang bermanfaat secara
praktis. Misalnya, berbagai pengalaman pribadi tentang kebenaran mistik, asalkan dapat
membawa kepraktisan dan bermanfaat. Artinya, segala sesuatu dapat diterima asalkan
bermanfaat bagi kehidupan. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asal saja membawa
akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai
kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan
demikian, patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis”
William James (1842-1910 M), mengemukakan, bahwa tiada kebenaran yang
mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang
mengenal. Sebab pengalaman kia berjalan terus, dan segala yang kita anggap benar dalam
perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa yang benar
dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Menurutnya, pengertian atau putusan itu benar, jika
pada praktek dapat dipergunakan. Putusan yang tak dapat dipergunakan itu keliru.
John Dewey (1859-1952 M), menyatakan bahwa, manusia itu bergerak dalam
kesunguhan yang selalu berubah. Jika Ia sedang menghadapi kesulitan, maka mulailah ia berpikir
untuk mengatasi kesulitan itu. Jadi, berpikir tidaklah lain daripada alat untuk bertindak.
Pengertian itu lahir dari pengalaman. Pandangannya mengenai filsafat sangat jelas bahwa filsafat
memberi pengaruh global bagi tindakan dalam kehidupan secara riil. Filsafat harus bertitik tolak
pada pada pengalaman, penyelidikan, dan mengolah pengalaman secara aktif dan kritis.
BAB III
SIMPULAN
Filsafat modern telah dianggap lebih sempurna dalam sisi pemikirannya, tapi pada
faktanya masih ada sisi kekurangannya sehingga muncul pemikiran baru dalam asas pemikiran
yang disebut Fisafat Kontemporer.
Ada dua kekurangan pemikiran filsafat moderen: pertama, merasa bahwa penilaian
terhadap apa yang digolongkan sebagai kebijaksanaan lebih didasari perasaan (feelings) dan
keinginan atau gairah (desires) ketimbang pengetahuan (knowledge). Kedua, penilaian itu
didasari oleh intuisi yang sulit dipertahankan dengan argumentasi logis.
Secara harfiah fenomenologi atau fenomenalisme adalah aliran atau faham yang
menganggap bahwa fenomenalisme (gejala) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran.
Fenomenalisme bergerak di bidang yang pasti. Hal yang menampakkan dirinya dilukiskan tanpa
meninggalkan bidang evidensi yang langsung. Tokoh-tokoh fenomenologi adalah Edmund
Husser, Max Scheller, dan Maurice Merleau-Ponty.
Eksistensialisme merupakan suatu aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan pada
manusia yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara
mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Manusia juga dipandang sebagai suatu
mahluk yang harus bereksistensi, mengkaji cara manusia berada di dunia dengan kesadaran. Jadi
dapat dikatakan pusat renungan eksistensialisme adalah manusia konkret. Tokoh-tokoh aliran
eksistensialisme antara lain: Soren Aabye Kiekeegaard, Friedrich Nietzsche, Karl Jaspers, Martin
Heidegger, dan Jean Paul Sartre.
Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah apa
saja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan akibat-akibat yang bermanfaat secara
praktis. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asal saja membawa akibat praktis.
Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran dan
dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan demikian,
patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis”
Teori Marxist dikemukakan oleh Karl Marx (1818-1883). Idea dasar daripada teori
ini adalah penentangan terhadap adanya sistem hirarki kelas, karena ianya adalah penyebab yang
paling utama didalam sosial problem dan ianya mesti diakhiri oleh revolusi proletariat (buruh).
Dengan lain perkataan, boleh dijelaskan bahawa Marx mencoba mencari kesamarataan, yaitu
kesamarataan antara kaum borjuis (golongan ekonomi kelas atas) dengan kaum buruh / pekerja
(golongan ekonomi kelas rendah). Marx menganggap selama ini golongan pekerja atau kaum
buruh telah ditindas oleh kaum elit, sehingga perlu diadakan sebuah evolusi secara drastis.