FILSAFAT UMUM
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Kelompok
Tiada kata yang paling indah selain mengucapkan Alhamdulillah, puji dan
syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala nikmat, berkah dan
rahmat serta hidayah-Nya yang senantiasa selalu diberikan kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“EKSISTENSIALISME ( FILSAFAT BERBASIS KEMERDEKAAN )”. Dalam
penyusunan makalah ini, semua yang penulis lakukan tidak lepas dari doa dan
dukungan beberapa pihak yang telah memberikan bantuan baik secara moril
maupun materil.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan kepada
para pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata, besar harapan penulis semoga makalah ini dapat memberi
manfaat, khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pihak-pihak yang terkait.
Penulis
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ............................................................................................... 10
B. Saran ......................................................................................................... 12
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai salah satu aliran besar dalam filsafat, secara khususnya dalam
periodisasi filsafat barat yang juga pernah menjadi salah satu aliran sangat
penting di abad ke-20. Eksistensialisme merupakan filsafat yang memandang
segala gejala dengan berpangkal pada eksistensi, yang secara umum diartikan
sebagai keberadaan. Paham ini memusatkan perhatiannya kepada manusia,
maka kerena itulah filsafat ini bersifat humanitis, yang mempersoalkan
seputar keber-Ada-an manusia dan keber-Ada-an itu dihadirkan lewat
kebebasan. Dalam studi sekolahan filsafat eksistensialisme paling dikenal
hadir lewat Jean-Paul Sartre, yang terkenal dengan diktumnya “human is
condemned to be free”, manusia dikutuk untuk bebas, maka dengan
kebebasannya itulah kemudian manusia bertindak. Pertanyaan yang paling
sering muncul sebagai derivasi kebebasan eksistensialis adalah, sejauh mana
kebebasan tersebut bebas? atau “dalam istilah orde baru”, apakah
eksistensialisme mengenal “kebebasan yang bertanggung jawab”? Bagi
eksistensialis, ketika kebebasan adalah satu-satunya universalitas manusia,
maka batasan dari kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan individu
lain. Eksistensi adalah cara manusia berada dalam dunia, yang mana cara
berada manusia di dunia ini amatlah berbeda dengan cara berada benda-benda
yang tidak sadar akan keberadaannya, juga benda yang satu berada di
samping lainnya, tanpa hubungan. Namun, disamping itu semua manusia
berada bersama-sama dengan sesama manusia. Maka, untuk membedakan
antara benda dengan manusia dapat kita katakan bahwa benda “berada” dan
manusia “bereksistensi”. Sehubungan dengan itu semua maka, dalam
makalah pengantar filsafat kali ini, penulis ingin membahas tentang
Eksistensialisme.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemikiran Eksistensialisme menurut Sartre ?
2. Apa saja basis ontologis eksistensi manusia ?
3. Siapa saja tokoh-tokoh Eksistensialis ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pemikiran Eksistensialisme menurut Sartre.
2. Untuk mengetahui basis ontologi eksistensi manusia.
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh Eksistensialis.
BAB II
PEMBAHASAN
1
K. Bertens, Sejarah Filsfat Kontemporer Prancis, (Jakarta: Gramedia, 2013), h. 90.
2
Ibid, h, 91.
itself yaitu kehadiran manusia dirinya sendiri sebagai Ada yang
menyebabkan ketiadaan muncul di bumi ini, ketiadaan yang muncul di
dunia menyebabkan manusia memeluk kebebasanya, suatu kebebasan
yang membuat kecemasan.3 Kesadaran itu sebagai kebebasan mengatasi
obyek yang disebut in-itslef, maka manusia dapat mengatur dan memilih
serta memberikan makna alam kepadatan, dan memberikan bentuk tertentu
sebagai dunia yang cocok bagi dirinya. Dengan demikian Sartre
menjelaskan struktur langsung dari for-itslef, diantaranya: penghadiran
diri, faktisitas dari for-itslef, for-itslef dan nilai-nilai, for-itslef dan adanya
kemungkinan-kemungkinan, diri dan lingkungan kedirian.
b. Being-in-itslef (etre-en-soi)
Ada yang tidak berkesadaran, in-itslef adalah suatu imanensi yang tidak
dapat merealisasikan dirinya sendiri, tidak pernah terpisahkan baik dalam
refleksi maupun temporalitas, maka disebut dengan “Ada dalam dirinya
sendiri” (in-itslef).4 Sederhananya, Ada tidak ada hubungan keluar karena
tidak berkesadaran, tidak pernah dan tidak akan bisa menempatkan
dirinya, tidak pernah terpengaruh dengan masalah keberadaanya. Manusia
terus menerus berbuat, mencari tempat dimana ia dapat berdiri, berusaha
untuk dapat “berada dalam diri”, akan tetapi hal demikian tidak mungkin.
Pada hakekatnya manusia bukan hanya memiliki kesadaran dan
kebebasan, tetapi hidupnya dihubungkan dengan sesamanya juga, ia
“berada untuk orang lain” (l’etre pour autrui). Hal demikian menurut
Sartre disebut dengan kata “malu”.5 Pendapat Sartre, psikonalisa
membuktikan bahwa manusia pada ahirnya hanya menginginkan satu hal,
yaitu “berada”. Yang diinginkanya ia “berada dalam diri” yang dapat
bersandar pada diri sendiri. jadi bukan entre en soi, melainkan entre en soi
pour soi “berada dalam diri untuk diri”. Namun yang berada demikian
hanyalah Allah semata, tapi Sartre tidak mengakui adanya Allah.6
Akhirnya Sartre memberi nasehat agar kita jangan memandang ke dalam,
3 Muzairi, Eksistensialieme Jean Paul Sartre (Sumur Tanpa Dasar Kebebasan Manusia), (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2002), h. 111-112.
4 Ibid, h.113
5 Harun Hadiwijiono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), h. 162.
6 Ibid, h. 164.
sebaiknya memandang keluar saja, yaitu kepada pekerjaan dan masa depan
yang kita rencanakan. Dan pada ahir bukunya Sartre mengatakan bahwa
manusia merupakan une passion inutile.7Istilahnya manusia adalah suatu
gaerah yang sia-sia. Maka terlihat jelas, aliran eksistesialisme dikatakan
sebagai aliran pesimisme.
3. Tokoh-tokoh Eksistensialis
1. Soren Kiekegaard
Soren Kierkegaard lahir di Kopenhagen, Denmark, 5 Mei 1813 dan
meninggal di Kopenhagen, Denmark, 11 November 1855 pada umur 42
tahun. Menurut Kiekegaard, filsafat tidak merupakan suatu sistem, tetapi
suatu pengekspresian eksistensi individual. Karena ia menentang filsafat yang
bercorak sistematis, dapat dimengerti mengapa ia menulis karyanya dengan
menggunakan nama samaran. Dengan cara demikian, ia mencoba
menghindari anggapan bahwa bukunya merupakan gambaran tentang fase-
fase perkembangan pemikiranya. Dengan menggunakan nama samaran,
mungkinlah ia menyerang pendapat-pendapatnya di dalam bukunya yang lain.
Menurut Kiekegaard, manusia tidak pernah hidup sebagai suatu “aku umum”,
tetapi sebagai “aku individual” yang sama sekali unik dan tidak dapat
dijabarkan ke dalam sesuatu yang lain. Dengan demikian, Kiekegaard
memperkenalkan istilah “eksistensi” dalam suatu arti yang mempunyai peran
besar pada abad ke-20.
Menurut Kiekegaard filsafat harus mengutamakan manusia individual.
Kiekegaard mengemukakan kritik tajam terhadap gereja Lutheran yang
merupakan Gereja Kristen resmi di Denmark. Ia menganggap Gereja di tanah
airnya itu telah menyimpang dari Injil Kristus. Masalah yang di kritiknya
ialah karena orang mengaku kristen disana, tetapi kebanyakan tidak benar.
Kristen tidak melekat di hati, tidak dianut dengan sepenuh kepribadian, ada
kemunafikan. Bahkan ketika itu, iman Kristen menjadi sikap borjuis dan
lahiriah saja. Sedangkan menurut Kiekegaard iman Kristen haruslah
merupakan salah satu cara hidup radikal yang menuntut seluruh kepribadian.
Pengaruh Kiekegaard belum nampak di kenal orang di luar negerinya, itu
9
Poedjawijatna, Pembimbing Ke Arah Alam Filsfat, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 147-148.
10
Muzairi, Eksistensialieme Jean Paul Sartre (Sumur Tanpa Dasar Kebebasan Manusia), (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2002) h. 85-89.
karena dengan menderita orang akan berfikir lebih aktif dan akan menemukan
dirinya sendiri.
4. Karl Jaspers
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Tafsir, Ahmad. 2005. FILSAFAT UMUM (Akal dan Hati Sejak Thales Sampai
Capra). Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.