Anda di halaman 1dari 8

Filsafat Gerbong Kontemporer

Disusun oleh :
Zuhairi, SP

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas Studi Filsafat dan Pendekatan Ilmu


Keislaman
Magister Ekonomi Syariah
Program Studi Ekonomin Syariah

Dosen Pengampu : Prof. DR. Mujiono Abdillah, MA

Universitas Islam Negeri Wali Songo


Semarang
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas
dua kata : philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan
shopia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan). Jadi secara etimologi
filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Secara umum filsafat
berarti upaya manusia untuk memahami segala sesuatu secara sistematis,
radikal dan kritis.
Istilah kontemporer pada umumnya berarti saat ini, sekarang, atau
zaman pada saat penutur/pembicaraan/pendengar sedang mengalami.
Arti lain dari kontemporer adalah zaman saat suatu masalah muncul dan
kemudian mendapat jawabannya.
Filsafat Barat Kontemporer berarti berkaitan dengan isu-isu kekinian
yang mendasar yang dicarikan jawabannya oleh para filsuf.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Filsafat Kontemporer?
2. Bagaimana perkembangan Filsafat Kontemporer?

C. Tujuan Penulisan
Ada dua tujuan penulisan makalah ini, yang pertama untuk memenuhi
tugas mata kuliah Ilmu Filsafat, yang kedua yaitu untuk menambah
pengetahuan dan pemahaman tentang Ilmu Filsafat.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami segala
sesuatu secara sistematis, radikal dan kritis (Inggriani, Filsafat
Kontemporer, filsafatatlaskebenaran.blogspot.com).
Istilah kontemporer pada umumnya berarti saat ini, sekarang, atau
zaman pada saat penutur/pembicaraan/pendengar sedang mengalami.
Arti lain dari kontemporer adalah zaman saat suatu masalah muncul dan
kemudian mendapat jawabannya (Syarifuddin, 2011. Konstruksi Filsafat
Barat Kontemporer, Jurnal Subtantia, Vol 13, No 2,).

B. Modernisasi menuju Filsafat Kontemporer


Filsafat adalah dialog. Setiap pembahasan tentang pemikiran filsul-
filsuf atau aliran filsafat tertentu dimasa silam harus selalu memperhatikan
relasinya dengan pemikiran filsuf lain sezaman atau zaman sebelumnya.
Sebab setiap filsuf membangun pemikiran filosofinya dalam dialog dengan
pemikir yang lainnya. Itulah salah satu karakter dasar filsafat yang
membedakannya dari disiplin ilmu pengetahuan yang lainnya.
Dalam filsafat, seseorang tidak mungkin disebut filsuf jika tidak
mengetahui dengan baik pemikiran para filsuf besar seperti Platon,
Aristoteles, Kant dan lain-lain. Karena itu sejarah filsafat merupakan
sesuatu yang substansial dalam studi filsafat. Dalam studi sejarah filsafat
biasanya dikenal empat tahapan periodisasi. Pertama, filsafat Yunani dan
Romawi kuno bermula dari masa lahirnya filsafat pada abad ke 6 SM
hingga tahun 529 M. Pada tahun ini Kaiser Justianus dari dari Byzantium
yang dekat dengan agama Kristen menutup semua sekolah filsafatb kafir
di Athena. Kedua, filsafat abad pertengahan yang meliputi pemikiran
Boethius (abad ke-6) sampai dengan Nicolaus Cusanus (abad ke-15),
dengan puncaknya abad ke-13 dan permulaan abad ke-14. Ketiga, filsafat
modern yang diawali oleh pemikiran para filsuf Renaissance tetapi mekar
secara meyakinkan dengan filsafat Rene Descartes (1596-1650) dan
berakhir dengan pemikiran Friedrich Nietzsche (1844-1900). Keempat,
filsafat kontemporer yang berawal dari periode setelah abad ke-19 hingga
sekarang.
Filsafat abad ke-20 adalah puncak 2500 tahun sejarah filsafat,
ditandai dengan diferensiasi disiplin ilmu dan pendidikan filsafat serta
proses radikalisasi kritik rasionalitas pada segala bidang. Radikalisasi kritik
akal budi bergerak dari persoalan ketaksadaran menuju eksistensi
manusia dan bahasa hingga masyarakat dan ilmu pengetahuan. Proses
radikalisasi didorong oleh sejumlah bencana kemanusiaan yang menimpa
manusia awal abad ke-20 yaitu dua perang dunia, holocaust, Hiroshima.
Dalam konteks ini modernitas tidak hanya dibangun di atas singgasana
prestasi inovatif teknologi, sosial dan ilmu pengetahuan, melainkan juga
ditandai pelbagai fenomena destruktif. Jadi filsafat abad ke-20 dapat juga
dibaca sebagai kritik radikal atas modernitas. Karena itu pembicaraan
tentang filsafat abad ke-20 atau komtemporer mengandalkan pemahaman
tentang modernitas (www.stfkledalero.ac.id, Sejarah Filsafat Kontemporer
dan Postmodern).

C. Periodisasi Filsafat Kontemporer


Periodisasi filsafat kontemporer ini masih mengacu pada kurun waktu
abad XIX sampai sekarang (Munir, tt : 1, dalam Jurnal Subtantia, Vol 13, No
2, Syarifuddin: Konstruksi Filsafat Barat Kontemporer). Sesuai dengan
dinamika tuntutan rasionalitas, filsafat mengalami beberapa pergeseran
yang khas. Pergeseran pertama adalah dari paradigma yang cosmosentris
lewat paradigma theosentris ke paradigma antroposentris. Wawasan
kosmosentris adalah wawasan filsafat Yunani, dimana alam raya berada
dipusat perhatian para filsuf saat itu. Lewat paradigma theosentris dalam
Filsafat Islam dan Kristiani Abad Pertengahan Allah ada dipusat perhatian,
semua dilihat dari sudut pandang Allah. Dalam paradigma anthroposentris
manusia menempati center court. Paradigma anthroposentris ini muncul
dengan terang benderang di panggung filsafat dalam abad XVII dengan
cogito-ergo-sum-nya Rene Descrates (1596-1650) (Suseno, 2005:37,
dalam Jurnal Subtantia, Vol 13, No 2, Syarifuddin: Konstruksi Filsafat Barat
Kontemporer). Selanjutnya di abad kontemporer dikenal dengan istilah
paradigma logosentris, dimana wacana menjadi sudut pandang tersendiri
dalam pengembangan filsafat.
Perkembangan Filsafat Barat Kontemporer tentu saja tidak dapat
dilepaskan dari perkembangan filsafat sebelumnya, yaitu filsafat Barat
Modern atau dikatakan juga sebagai pematangan lebih lanjut dari filsafat
zaman modern. Pada zaman kontemporer ini ditandai oleh beberapa
gerakan pemikiran yang dalam filsafat abad XIX dan abad XX (Shidarta,
2004:73, dalam Jurnal Subtantia, Vol 13, No 2, Syarifuddin: Konstruksi
Filsafat Barat Kontemporer).
Dalam perkembangan abad XIX manusia masih tetap dianggap
sebagai pusat kenyataan, walaupun perhatian utama tidak lagi dipusatkan
pada rasio, empiri, dan ide-ide manusia, melainkan lebih kepada unsur
irasional, yaitu kebebasan atau kehendak sebagai motor tindakan
manusia.

D. Antropologi Filsafat
Antropolgi filsafat adalah filsafat hakikat manusia. Ada 3 mazhab
utama yang secara mendasar membicarakan mengenai hakikat manusia
yaitu Idealism, Materialism dan Vitalisme. Dari isme yang berkembang
baik dari zaman Yunani Kuno sampai zaman kontemporer semuanya
bertumpu pada salah satu dari ketiga isme tersebut atau mensintesis dua
diantaranya atau ketiga-tiganya.
1. Idealisme
Idealisme sering diidentikan dengan idealism Jerman. Hal ini
karena Idealisme Jerman pernah mendominasi filsafat Jerman yang
berusaha melengkapi projek revolusioner Kant yaitu derivative prinsip
pengetahuan dan etika dari sprutanitas dan otonomi pikiran dan spirit.
Misalnya idealisme Hegel. Namun sebenarnya idealism sudah ada
sejak zaman Yunani kuno, setidaknya dari Plato. Idealisme memandang
roh sebagai kenyataan yang sejati. Dengan demikian, aliran ini disebut
juga Spritualisme. Manusia primer dipandang sebagai makhluk rohani.
Manusia juga dapat disebut sebagai makhluk rasional Ianimal
rationale), artinya makhluk berbudi atau dipersempit lagi sebagai
makhluk berakal. Dengan perkataan lain, bahwa manusia disebut juga
makhluk berbudi atau rohani yang berbudaya atau lebih menunjuk
pada intelektualisme. Pada dasarnya manusia memandang idealism
sebagai makhluk yang berbudi atau rohani yang membudaya.
Sejarah merupakan proses rohaniah khuluk (nature). Dengan
demikian, natur manusia menjadi kultur, atau sesuatu yang rohaniah.
Itulah pendirian humanismen (Idealisme). Selanjutnya, kenyataan
sejati yang rohaniah bersifat impersonalitas atau personalitas.
Impersonalitas menunjuk kenyataan rohani yang tidak sadar terhadap
dirinya, sedangkan personalisme bercirikan kesadaran terhadap diri.
Sebagian orang memandang, bahwa seluruh kenyataan terdiri
atas kesatuan-kesatuan psikis atau immaterialistis. Pandangan ini
disebut Panpsikisme atau Monadisme sesuai teori Leibnitz (1646-
1716) tentang monade. Jika materialisme menekankan yang beruang
(berleluasan) yang sensual, tergambarkan, normatif dan factual.
Idealisme meletakkan tekanan pada yang tidak beruang, suprasensual,
tidak tergambarkan, normative dan bertujuan. Oleh karena itu
idealisme mempersoalkan roh, jiwa (psyche) dan idea pribadi
(persona).
Ada 4 macam idealisme yaitu idealisme rasional, etis, estetis, dan
relegius. Menurut idealisme rasional, hakikat manusia adalah
kesanggupan untuk berpikir. Aristoteles (380-322 SM) menggolongkan
jiwa vegetatif, animal, dan human kedalam jiwa manusia.
Pada asasnya Descartes (1596-1650), cogito ergo sum berarti
bahwa hakikat saya sebagai manusia adalah berpikir. Pemikir prancis
yang dikenal sebagai seorang arsitek abad pemikiran modern ini
mengajukan dua doktrin prinsip dunia filsafat. Doktrin pertama adalah
reduksionisme fisikomatematis yang komprehensif menyatakan bahwa
semua gejala yang terobservasi terutama harus diterangkan dengan
referensi terhadap interaksi partikel-partikel yang dapat diuraikan
tersendiri dalam hal ukuran, bentuk dan gerakan. Doktrin kedua adalah
konsepsi tentang jiwa yang berada diluar pandangan murni (purview
fisika) yang pada hakikatnya hanya dapat dikuasai dari dalam melalui
refleksi intropeksi. Pada masa pencerahan, pendirian tersebut
diperuncing menjadi pemujaan terhadap akal.
Menurut Hegel (1770-1831), arti, makna atau nous (budi)
bukanlah sesuatu yang dimiliki tiap-tiap manusia, melainkan manusia
menjadi alat nous yang meliputi seluruh alam semesta. Perbuatan
seseorang bukan berdasar kecakapannya sebagai individu, melainkan
merupakan perbuatan nous yang mempergunakannya sebagai alat.
Filosof yang meniti karir filsafatnya dimulai dari seminari, yaitu suatu
pendidikan tinggi keagamaan. Dalam karya pertamanya, hegel
berusaha untuk mendampingkan filsafat dengan kristianitas.
Hakikat manusia menurut idealisme etis, ialah kemauannya.
Manusia primer dipandang sebagai makhluk sosial. Kant (1724-1804)
pernah mengatakan bahwa segala sesuatu dialam semesta ini dapat
diperalat, kecuali manusia sebagai makhluk berbudi merupakan tujuan
terhadap dirinya sendiri. Dengan perkataan lain, manusia bukan
diperalat melainkan memperalat.. menurut Kant, hukum kesusilaan
tidak datang dari luar diri manusia, tetapi datang dari budinya sendiri.
Idealisme estetis memandang perasaan sebagai hakikat manusia.
Menurut Goethe (1749-1832), kenyataan merupakan karya kesenian,
demikian pula kehidupan manusia. Berdasakan pembawaannya yang
wajar, manusia harus menjadi kepribadian yang selaras dengan
seluruh kosmos.
Idealisme religius memandang kepercayaan sebagai hakikat
manusia. Menurut Plato (427-347 SM), manusia dengan erosnya,
senantiasa menuju pada idea-idea yang bersifat rohani. Sebenarnya
kehidupan didunia adalah maya. Kehidupan yang sejati hanya
ditemukan didalam alam idea yaitu, Tuhan merupakan idea tertinggi.
Agustinus (354-430) memandang Tuhan sebagai roh yang menciptakan
idea-idea itu.
Saat ini, idealisme tidak memegang peranan yang penting. Pada
abad 19, idealisme hidup dalam aliran neo-Kantianisme dan neo-
Hegelianisme. Neo-Kantianisme merupakan gerakan Jerman yang
bangkit sebagai reaksi terhadap kecenderungan yang berkembang
pada abad ke-19, ialah materialisme metafisika yang ilmiah dan
materialisme ilmiah yang dogmatis.
2. Materialisme
Terdapat 3 aliran filsafat yang tidak sekedar memandang manusia
tetapi manusia sebagai kajian utama, yaitu materialisme (Demokritos),
Idealisme (Plato), dan Vitalisme (Aristoteles). Aliran yang lain yang juga
berkembang yaitu psikomonisme, tetapi karena batas-batasnya
dengan idealism tidak tegas, banyak orang tidak memandangnya
sebagai suatu aliran tersendiri. Aliran yang paling tua dan paling
banyak berpengaruh adalah idealisme. Pada abad ke-18 dan ke-19,
materialisme mulai berpengaruh, sedangkan akhir abad ke-19 muncul
pula Vitalisme.
Materialisme sudah ditemukan dalam filsafat Yunani Purba.
Menurut Demokritos, (460-370), kenyataan itu terdiri dari atas atom,
yakni benda kecil yang tidak dapat dibagi, tidak dapat diamati serta
bersifat menetap. Atom-atom itu saling berbeda dalam besar, bentuk,
berat dan susunan dan senantiasa bergerak tanpa tujuan. Namun,
kenyataan itu berdasarkan hukum-hukum yang bersifat mutlak.
Terdapat perbedaan antara Demokritos dan Aristoteles. Menurut
Demokritos, benda-benda itu tunduk hukum alam, sedangkan
Aristoteles, benda-benda bergerak menurut causan finalis, digerakkan
oleh intellechie. Meskipun demikian, Aristoteles kerap disebut sebagai
tokoh materialisme pada zaman Yunani Kuno, sedangkan Plato sebagai
peletak dasar idealisme.
Segala perubahan dalam dunia gejala berdasarkan perbedaan-
perbedaan dan gerak. Menurut Demokritos, hakiki yang berubah,
sedangkan menurut Perminides, hakiki yang tetap. Aliran metrialisme
membatasi kenyataan sejati pada daerah ontis dunia anorganis (dunia
materi). Segala sesuatu, yaitu kehidupan, jiwa dan roh dikembalikan
pada materi. Aliran ini disebut meterimonisme, yaitu materi yang
terdiri dari atas bagian-bagian yang disebut molekul. Dengan kata lain,
materi itu tunduk pada hukum-hukum tertentu sehingga kenyataan itu
dipandang sebagai suatu mesin (mekanisme).
3. Vitalisme
Vitalisme adalah suatu aliran yang menolak materialisme. Pada
abad sekarang, aliran yang berkembang adalah neo postivisme dan
eksistensialisme. Eksistensialisme tumbuh dan berkembang di
Perancis, sedangkan neo positivisme yang semula tumbuh dan
berkembang di Eropa, kemudian menyebar ke Inggris dan Amerika
Serikat.
Vitalisme secara umum diartikan sebagai pandangan bahwa
pemahaman terhadap kehidupan menuntut keterangan dasar yang
menyangkut perbedaan dari apa yang terjadi pada ilmu-ilmu alam.
Sebagai tambahan terhadap substansi dan kekuatan-keuatan yang
dikenal dalam ilmu-ilmu fisik terhadap kekuatan hidup yang khusus.
Pandangan ini dikemukakan Hans Driesch (1867-1941) (Muhammad
Suhadak, 2012. Antropologi Filsafat, m.suhadak.blogspot.co.id).

DAFTAR PUSTAKA

Inggriani, Filsafat Kontemporer, filsafatatlaskebenaran.blogspot.com


Muhammad Suhadak, 2012. Antropologi Filsafat, m.suhadak.blogspot.co.id
Syarifuddin, 2011. Konstruksi Filsafat Barat Kontemporer, Jurnal Subtantia, Vol 13,
No 2
www.stfkledalero.ac.id, Sejarah Filsafat Kontemporer dan Postmodern

Anda mungkin juga menyukai