Anda di halaman 1dari 12

FILSAFAT MODEREN

Muhammad Zhidny Khoiron 1 , Mella Oktavia2, Dika Oktaviana3


zhidnymuhammad@gmail.com1, mellaokta242@gmail.com2,
oktadika816@gmail.com3
Program Studi Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
IAIN Kediri
Abstrak :

Peradaban manusia merupakan hasil dari adanya implikasi kajian filsafat sebagai bagian dari
jalan menemukan pengetahuan dan kebijaksanaan dalam diri seorang manusia. Perkembangan
filsafat modern masa ranaissance dianggap menjadi momentum tumbuhnya peradaban manusia
modern berpangkal pada kajian filsafat rasionalisme dan filsafat emperisme dalam menemukan
konklusi kebenaran pengetahuan.Dalam hal ini, repsosisi pengetahuan dalam filasafat aliran
rasionalisme menekankan tentang usaha manusia untuk memberi kemandirian kepada akal
sebagaimana yang telah dirintis oleh para pemikir renaisans. Sekaligus menjadil era dimulainya
pemikiran-pemikiran kefilsafatan dalam artian yang sebenarnya. Bahkan diyakini bahwa
dengan kemampuan akal segala macam persoalan dapat dijelaskan, semua permasalahan dapat
dipahami dan dipecahkan termasuk seluruh masalah kemanusiaan. Sedangkan filsafat aliran
empirisme merupakan doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan. Bahkan doktrin filsafat aliran empirisme merupakan lawan doktrin
rasionalisme dalam kerangka kefilsafatan manusia.
Kata Kunci: Filsafat Modern, Ranaissance, Aliran Rasionalisme Dan Aliran Emperisme.

Abstract :
Human civilization is the result of the implications of philosophical studies as part of the way
to find knowledge and wisdom in a human being. The development of modern philosophy of
the time of Ranaissance is considered to be a momentum for the growth of modern human
civilization which stems from the study of philosophy of rationalism and philosophy of
emperism in finding the conclusion of the truth of knowledge. Renaissance thinkers. At the
same time, the era of the start of philosophical thoughts in the true sense. It is even believed
that with the ability of reason all kinds of problems can be explained, all problems can be
understood and solved including all humanitarian problems. While the philosophy of
empiricism is a doctrine of philosophy that emphasizes the role of experience in gaining
knowledge. Even the philosophical doctrine of empiricism is opposed to the doctrine of
rationalism within the framework of human philosophy.
Keywords: Modern Philosophy, Ranaissance, Rationalism and Emperism Flow.

PENDAHULUAN

Usia filsafat dalam sejarah ilmu pengetahuan sudah cukup panjang. Filsafat lebih tua
usianya daripada semua ilmu dan kebanyakan agama. Walaupun demikian, bagi kebanyakan
orang awam, bahkan sebagian ilmuwan beranggapan bahwa filsafat itu merupakan sesuatu
yang kabur atau sesuatu yang sepertinya tidak ada gunanya. Filsafat adalah studi mengenai
ilmu pengetahuan tentang kebijaksanaan untuk mencari dan menemukan kebenaran yang
hakiki. Kata philsophia berarti cinta kepada pengetahuan mengenai kebenaran yang hakiki,
yakni kebijaksanaan (kearifan, wisdom, dan hikmatmakna filsafat dapat ditinjau dari dua segi
etimologi yang terdiri atas kata philos yang juga berarti mencari dan mencintai; sedangkan
sophia artinya kebenaran dalam arti kebijaksanaan (hikmat).1
Filsafat artinya ajaran atau orang yang mencapai taraf tertinggi pengetahuan dan
mencintai kebenaran dalam arti kebijaksanaan. Makna kedua ialah suatu proses terus- menerus
mengenai aktivitas pikiran murni yang menghasilkan kebenaran dalam arti kebijaksanaan yang
kemudian menjadi pandangan hidup seseorang atau suatu kelompok manusia tertentu
Sumber dari filsafat yang ada di dunia ini sesuai dengan istilahnya ialah manusia. Dalam hal
ini, akal dan kalbu manusia berusaha keras dengan sungguh-sungguh untuk senantiasa mencari
kebenaran dan akhirnya mencapai kebenaran yang hakiki (ultimate truth).2 Manusia adalah
makhluk Tuhan yang diciptakan secara sempurna.
Meski manusia itu tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk lain, tidak ada
manusia yang sempurna. Karena itu, kebenaran yang dapat dicapai oleh akal pikiran manusia
tak sempurna adanya. Kebenaran yang dicapai manusia bersifat relatif atau nisbi. Ini tidak
berarti bahwa semua hasil pemikiran manusia itu tak ada yang benar. Hasil pemikiran manusia
itu kebenarannya bertingkat-tingkat dan berbeda-beda atau tidak mutlak.
Filsafat adalah bentuk-bentuk pengetahuan yang terkait dengan bentu-bentuk
kehidupan zaman berubah ubah bentuk-bentuk filsafat pun juga berubah yang tetap berkaitan
dengan perubahan praktik-praktik kehidupan baru dalam kehidupan bermasyarakat.

1
Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu (Cet. VII; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 58-59.
2
Juhaya S Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika (Jakarta: Kencana, 2013), 96.
Apa yang kemudian akan kita kenal dengan istilah Filsafat modern ini dirintis oleh tahapan
tahapan zaman yang tak luput dari gerakan-gerakan sosial-politis yang sangat kritis terhadap
zaman sebelumnya.
Kapankah kelahiran periode yang disebut zaman modern?. Banyak ahli sejarah
menyepakati bahwa tahun 1500 adalah lahirnya zaman modern di Eropa. Kata modern itu
sendiri berasal dari kata latin “moderna” yang mempunyai arti (sekarang,baru, saat kini). Sejak
itu kesadaran masyarakat akan waktu kekinian terjadi di mana mana.3
Pengertian Filsafat modern itu sendiri adalah filsafat yang lahir sebagai respon terhadap
suasana filsafat sebelunya. Lahirnya filsafat modern juga menjadi tanda berakhirnya era
skolatisisme yaitu sebuah periode di abad pertengahan yang ditandai dengan munculnya
banyak sekolah (dalam bahasa latin schola).4

PENELITI TERDAHULU
A. Plato (427—348 SM)
Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang berupaya mencapai kebenaran asli.
B. Aristoteles (382—322 SM)
Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terdapat ilmu-
ilmu metafisika, logika, retorika, etika, politika, dan estetika.
C. AI Farabi (870—950 M)
Filsafat ialah ilmu pengetahuan tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya.
D. Immnuel Kant (1724—1804)
Filsafat ialah segala pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal segala pengetahuan
yang mencakup empat persoalan berikut :
1) Apakah yang dapat kita ketahui? (Jawabannya metafisika).
2) Apa yang seharusnya kita kerjakan? (Jawabannya etika).
3) Sampai di manakah harapan kita? (Jawabannya agama).
4) Apakah yang dinamakan manusia? (Jawabannya antropologi).5

3
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif (Cet. XVI; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), 100-101.
4
Bambang Q-Anees dan Radea Juli A. Hambali, selanjutnya disebut Bambang, Filsafat Untuk Umum (Cet. I;
Jakarta: Prenada Media, 2003), 334
5
Musakkir, FILSAFAT MODERN DAN PERKEMBANGANNYA,” Jurnal Pemikiran Keislaman dan
Kemanusiaan”, Vol. 5 No. 1 April 2021,5-7.
KAJIAN TEORI
A. Filsafat Renaisance
Jembatan antara abad pertengahan dan zaman modern disebut dengan istilah
Renaissance yang berarti kelahiran kembali. Secara etimologi Renaissance berasal dari
bahasa Latin yaitu kata Re berarti kembali dan naitre berarti lahir. Secara bebas kata
Renaissance dapat diartikan sebagai masa peralihan antara abad pertengahan ke abad
modern yang ditandai dengan lahirnya berbagai kreasi baru yang diilhami oleh kebudayaan
Eropa Klasik (Yunani dan Romawi) yang lebih bersifat duniawi. Renaissance awalnya
dimulai di Italia. Setelah runtuhnya Romawi Barat tahun 476 M, Italia mengalami
kemunduran, kota-kota pelabuhan menjadi sepi. Selama abad 8-11 M perdagangan di laut
Tengah dikuasai oleh pedagang muslim. Sejak berlangsung perang salib (abad 11-13)
pelabuhan-pelabuhan di Italia menjadi ramai kembali untuk pemberangkatan pasukan
perang salib ke Palestina.
Setelah perang salib berakhir pelabuhan-pelabuhan tersebut berubah menjadi kota
dagang yang berhubungan kembali dengan dunia timur. Muncullah Republik dagang di
Italia seperti Genoa, Florence, Venesia, Pisa di Milano. Kota-kota ini dikuasai oleh para
pengusaha serta pemilik modal yang kaya raya disebut golongan borjuis antara lain
keluarga Medicci dari Florence. Mereka mendorong terjadinya pendobrakan terhadap pola-
pola tradisional dari abad pertengahan.6
B. Filsafat Rasionalisme
Rasionalisme adalah faham filsafat yang menyatakan bahwa akal (reason)adalah alat
terpenting untuk memperoleh pengetahuan dan menetes pengetahuan. Jikaempirisme
mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami objek empiris, maka
rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahu an diperoleh dengandengan cara berpikir. Alat
dalam berpikir itu adalah kaidah-kaidah logis atau aturan-aturan logika. Rasionalisme tidak
mengingkari kegunaan indera dalam memperolehpengetahuan. Pengalaman indera
diperlukan untuk merangsang akal dan memberikanbahan-bahan yang menyebabkan akal
dapat bekerja. Akan tetapi, untuk sampainyamanusia kepada kebenaran, adalah semata-
mata dengan akal. Laporan indera menurutrasionalisme merupakan bahan yang belum jelas
dan kacau. Bahan ini kemudiandipertimbangkan oleh akal dalam pengalaman berpikir.
Akal mengatur bahan itusehingga dapatlah terbentuk pengetahuan yang benar. Akal dapat

6
Saifullah, Renaissance dan Humanisme Sebagai Jembatan Lahirnya Filsafat Modern, “JURNAL
USHULUDDIN”,Vol. XXII No. 2, Juli 2014,h.98.
bekerja denganbantuan indera, tetapi akal juga dapat menghasilkan pengetahuan
yang tidakberdasarkan bahan inderawi sama sekali, jadi, akal dapat menghasilkan
pengetahuantentang objek yang betul-betul abstrak.

Sejarah rasionalisme sudah tua sekali, pada zaman Thales (624-546 SM)
telahmenerapkan rasionalisme pada filsafatnya. Rasionalisme lahir adalah sebagai
reaksiterhadap dominasi Gereja pada Abad Pertengahan Kristen di Barat.
Munculnyarasionalisme ini menandai perubahan dalam sejarah filsafat, karena aliran
yangdibawa Descartes ini adalah cikal bakal Zaman Modern dalam sejarah
perkembanganfilsafat. Kata modern disini hanya digunakan untuk menunjukkan suatu
filsafat yangmempunyai corak yang amat berbeda, bahkan berlawanan dengan corak
filsafat padaAbad Pertengahan Kristen. Corak berbeda yang dimaksud disini adalah
dianutnyakembali rasionalisme seperti pada masa Yunani Kuno. Gagasan itu disertai
argumenyang kuat oleh Descartes. Oleh karena itu, pemikiran Descartes sering juga
disebutbercorak renaissance, yaitu kebangkitan rasionalisme seperti pada masa
Yunaniterulang kembali. Pengaruh keimanan Kristen yang begitu kuat pada
AbadPertengahan, telah membuat para pemikir takut mengemukakan pemikiran
yangberbeda dengan tokoh Gereja. Descartes telah lama merasa tidak puas
denganperkembangan filsafat yang sangat lamban dan memakan banyak korban. Ia
melihattokoh-tokoh Gereja yang mengatasnamakan agama telah menyebabkan
lambannyaperkembangan itu. Ia ingin filsafat dilepaskan dari dominasi agama Kristen. Ia
inginfilsafat dikembalikan pada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis
padaaka.7

C. Filsafat Empirisme
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman
dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal.Empirisme secara
etimologis berasal dari kata bahasa Inggris empiricism dan experience. Kata-kata ini berakar
dari kata bahasa Yunani έμπειρία (empeiria) dan dari kata experietia yang berarti
“berpengalaman dalam”, “berkenalan dengan”, “terampil untuk”. Sementara menurut A.R.
Lacey berdasarkan akar

7
Asmoro Akhmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: Raja grafido Prsada, 2007), h. 11
katanya empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan
secara keseluruhan atau parsial didasarkan kepada pengalaman yang menggunakan indera.

Selanjutnya secara terminologis terdapat beberapa definisi mengenai Empirisme, di


antaranya: doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman,
pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksiyang dibentuk dengan menggabungkan
apa yang dialami, pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan
bukan akal (Bagus (2000:197-198), Edwards (1967:499), Lacey (2000:88)). Tokoh-tokoh
yang membangun dan mengembangkan aliran empirisme ini antara lain: FrancisBacon
(1210-1292), Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704), George Berkeley
(1665-1753), David Hume (1711-1776) dan Roger Bacon (1214-1294).

Menurut aliran ini adalah tidak mungkin untuk mencari pengetahuan mutlak dan
mencakup semua segi, apalagi bila di dekat kita terdapat kekuatan yang dapat dikuasai untuk
meningkatkan pengetahuan manusia, yangmeskipun bersifat lebih lambat namun lebih
dapat diandalkan. Kaum empiris cukup puas dengan mengembangkan sebuah sistem
pengetahuan yang mempunyai peluang besar untuk benar, meskipun kepastian mutlak tidak
akan pernah dapat dijamin.

PEMBAHASAN

A. Filsafat Renaisance
Istilah modern berasal dari kata latin "moderna" yang artinya sekarang, baru atau
saat ini. Atas dasar pengertian asli ini dapat dikatakan bahwa manusia senantiasa hidup di
zaman modern, banyak ahli sejarawan menyepakati bahwa sekitar tahun 1500 adalah tahun
kelahiran zaman modern di eropa. Modernitas bukan hanya menunjuk pada periode,
melainkan juga suatu bentuk kesadaran yang terkait dengan kebaruan. Karena itu, istilah
perubahan, kemajuan, revolusi, pertumbuhan adalah istilah-stilah kunci kesadaran modern.
Renaisans berasal dari istilah bahasa Prancis renaissance yang berarti kelahiran
kembali (rebirth). Istilah ini biasanya digunakan oleh para ahli sejarah untuk menunjuk
berbagai periode kebangkitan intelektual yang terjadi di Eropa, khususnya di Italia
sepanjang abad ke 15 dan ke 16. Istilah ini mula-mula digunakan oleh seorang ahli sejarah
terkenal yang bernama Michelet, kemudian dikembangkan oleh J. Burckhardt (1860) untuk
konsep sejarah yang menunjuk kepada periode yang bersifat individualisme, kebangkitan
kebudayaan antik, penemuan dunia dan manusia, sebagai periode yang dilawankan dengan
periode Abad Pertengahan.8
Pemikiran abad pertengahan ditandai oleh kesatuan, keutuhan dan totalitas yang
koheren dan sistematis yang tampil dalam bentuk metafisika atau ontologi. Oleh pemikir
abad pertengahan kenyataan dilukiskan sebagai sebuah tatanan sistematis yang hirarkial:
mulai dari kenyataan yang tertinggi sampai yang terendah, dari yang abstrak sampai yang
konkrit. Pemikiran modern lalu dapat dipahami sebagai suatu pemborontakan terhadap
alam pikir abad pertengahan itu. Sejarah filsafat modern, lalu, bisa dilukiskan sebagai
pemberontakan intelektual terus menerus terhadap metafisika tradisional. 9
Dari pemborontakan itu, cara berfikir filosofis yang mendasarkan diri pada rasio
menjadi otonom dari teologi berlanjut pada abas ke-18 dan 19 menjadi pemisahan ilmu
pengetahuan dari filsafat.
B. Filsafat Raisonalisme
Pada zaman modern filsafat, tokoh pertama rasionalisme adalah Rene Descartes
(1595-1650). Tokoh rasionalisme lainnya adalah Baruch Spinoza (1632-1677) dan
Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716). Descartes dianggap sebagai Bapak Filsafat
Modern. Menurut Bertrand Russel, kata "Bapak" pantas diberikan kepada Descartes karena
dialah orang pertama pada zaman modern itu yang membangun filsafat berdasarkan atas
keyakinan diri sendiri yang dihasilkan oleh pengetahuan akliah. Dia pula orang pertama di
akhir abad pertengahan yang menyusun argumentasi yang kuat dan tegas yang
menyimpulkan bahwa dasar filsafat haruslah akal, bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat
suci dan bukan yang lainnya. Hal ini disebabkan perasaan tidak puas terhadap
perkembangan filsafat yang amat lamban dan banyak memakan korban.10
Descartes sangat menyadari bahwa tidak mudah meyakinkan tokoh-tokoh Gereja bahwa
dasar filsafat haruslah rasio. Tokoh-tokoh Gereja waktu itu masih berpegang teguh pada
keyakinan bahwa dasar filsafat haruslah iman sebagaimana tersirat dalam jargon credo ut
intelligam yang dipopulerkan oleh Anselmus. Untuk meyakinkan orang bahwa dasar
filsafat haruslah akal, ia menyusun argumentasinya dalam sebuah metode yang sering

8
Musakkir, FILSAFAT MODERN DAN PERKEMBANGANNYA, “Jurnal Pemikiran Keislaman dan
Kemanusiaan
“, Vol. 5 No. 1 April 2021,h.3
9
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif (Cet. XVI; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), 100-101.
10
Bambang Q-Anees dan Radea Juli A. Hambali, selanjutnya disebut Bambang, Filsafat Untuk Umum (Cet. I;
Jakarta: Prenada Media, 2003), 334.
disebut cogito Descartes, atau metode cogito saja. Metode tersebut dikenal juga dengan
metode keraguan Descartes (Cartesian Doubt).
Atas dasar aturan-aturan itulah Descartes mengembangkan pikiran filsafatnya. Ia
meragukan segala sesuatu yang dapat diragukan. Pertama-tama ia mulai meragukan hal-hal
yang berkaitan dengan panca indera. Ia meragukan adanya badannya sendiri. Keraguan itu
dimungkinkan karena pada pengalaman mimpi, halusinasi, ilusi dan pengalaman tentang
roh halus, ada yang sebenarnya itu tidak jelas. Pada keempat keadaan itu seseorang dapat
mengalami sesuatu seolah-olah dalam keadaan yang sesungguhnya. Di dalam mimpi,
seolah-olah seseorang mengalami sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi, persis seperti
tidak mimpi.
Begitu pula pada pengalaman halusinasi, ilusi dan hal gaib. Tidak ada batas yang tegas
antara mimpi dan jaga. Oleh karena itu, Descartes berkata "Aku dapat meragukan bahwa
aku di sini sedang siap untuk pergi ke luar; ya, aku dapat meragukan itu karena kadang-
kadang aku bermimpi persis sepeti itu, padahal aku Ada di tempat tidur sdang bermimpi".
Jadi siapa yang dapat menjamin bahwa yang sedang kita alami sekarang adalah kejadian
yang sebenarnya dan bukan mimpi.11
Dalam usaha untuk menjelaskan mengapa kebenaran yang satu (saya berpikir, maka
saya ada) adalah benar, Descartes berkesimpulan bahwa dia merasa diyakinkan oleh
kejelasan dan ketegasan dari ide tersebut. Di atas dasar ini dia menalar bahwa semua
kebenaran dapat kita kenal karena kejelasan dan kejelasan dan ketegasan yang timbul
dalam pikiran kita: "Apa pun yang dapat digambarkan secara jelas dan tegas adalah benar.
C. Filsafat Empirisme
Kebimbangan orang kepada sains dan agama pada Zaman modern filsafat ditimbulkan
oleh berbagai hal, antara lain oleh ajara empirisme. Beberapa tokoh dalam aliran ini , antara
lain John Locke, Berkeley, dan Hume. Pemikiran empirisme berpendapat bahwa dasar
pengetahuan itu adalah sensasi yang berasal dari rangsangan-rangsangan yang berdasar
pada pengalaman.Adapun alasanya adalah bahwa sekarang atau disini tidak akan selalu
sama dengan besok atau disitu. Lebih penting dari semua itu, bahwa ilmu pengetahuan
harus berkembang, karena perkembangan tidak dapat ditolak. Bukan Apriori yang dituntut
oleh ilmu pengetahuan, melainkan aposteriori (setelah pengalaman).

11
F. Budi Hardiman, filsafat Modern : Dari Machiavelli sampai Nietzsche(Cet. I; Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2004),2.
Empirisme sendiri diuraikan sebagai berikut. Empirisme adalah suatau doktri filsafat
yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan
itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme diambil dari bahasa Yunani
empiria Yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai doktrin empirisme adalah lawan
rasionalisme. Untuk memahami isi doktrin ini perlu dipahami terlebih dahulu dua ciri
pokok empirisme yaitu mengenai teori tentang makna dan teori tentang pengetahuan.
Teori makna pada aliran empirisme biasanya dinyatakan sebagai teori tentang asal
pengetahuan, yaitu asal-usul idea atau konsep. Pada abad pertengahan teori ini diringkaskan
dalam rumus Nihil est in intellectu quod non prius fuerit in sensu (Tidak ada sesuatu dalam
pikiran kita selain didahului oleh pengalaman). Sebenarnya pernyataan ini ada tesis John
Locke yang terdapat dalam bukunya An Essat Concerning Human Understanding, yang
dilekuarkan John Locke saat menentang ajaran idea bawaan (innate idea) pada orang-orang
rasionalis. Jiwa (mind) itu, tatkala orang dilahirkan,keadaanya kosong,laksana kertas putih
atau tabula rasa yang belum ada tulisan diatasnya dan setiap idea yang diperolehnya
mestinya datang dari sebuah pengalaman, yang dimaksud dengan pengalam disini adalah
inderawi. Atau pengetahuan itu datang dari Observasi yang kita lakukan terhadap jiwa
(mind) kita sendiri dengan alat yang oleh John Locke disebut dengan inner sense
(pengindera dalam).12
David Hume yang mempertegas teori ini dalam bab pembukaan bukunya Treatise of
Human Nature (1793), dengan cara membedakan antara idea dan kesan (impression).
Semua idea yang kita miliki, dengan demikian Hume datang dan kesan-kesan itu mencakup
penginderaan, passion, dan emosi.
Sanggahan orang-orang rasionalis tampak jelas pada karya Descrates. Descrates
membedakan dua fungsi akal: Pertama fungsi diskrusif yang menjadikan kita mampu
membuat kongklusi dari premis, dan kedua fungsi intuitif yang menjadikan kita mampu
menangkap kebenaran terakhir dan menangkap konsep secara langsung. Namun, banyak
pengetahuan yang kita peroleh lewat pengalaman indera, tetapi banyak pula indera lainya,
seperti idea tentang jiwa, tentang substansi materi, yang mesti ditangkap dengan cara
apriori yang menggunakan intuisi rasional.
Pada abad ke-20 kaum empiris cenderung menggunakan teori makna mereka pada
penentuan apakah suatu konsep diterapkan dengan benar atau tidak, bukan pada asal-usul
pengetahuan. Salah satu contoh penggunaan empirisme secara pragmatis ini ialah pada

12
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum(Cet. VI; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998), 109.
Charles Sanders Pierce dalam kalimat “tentukanlah apa pengaruh konsep itu pada praktek
yang dapat dipahami kemudian konsep tentang pengaruh itu,itulah konsep tentang objek
tersebut”.
Filsafat empiris yang pertama adalah tentang teori makna yangmana amat berdekatan
deangan aliran positivime logis (logical posivitism) dan filsafat Lidwig Wittgenstein. Akan
tetapi, teori makna dan empirisme selalu harus dipahami lewat penafsiran pengalaman.
Oleh karena itu dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi sebagai pola
(pattern) jumlah yang dapat diindera, dan hubungan kausalitas sebagai urutan peristiwa
yang sama
Teori yang kedua, yaitu teori pengetahuan, dapat diringkaskan sebagai berikut.
Menurut orang rasionalis ada beberapa kebenaran umum seperti “setiap kejadian tentu
mempunyai sebab”, dasar-dasar matematika, dan kebenaran-kebenaran itu benar dengan
sendirinya yang dikenal dengan istilah kebenaran apriori yang diperoleh dari intuisi
rasional. Empirisme menolak pendapat itu, tidak ada kemampuan intuisi rasional itu.
Semua kebenaran yang disebut tadi adalah kebenaran yang diperoleh dari hasil observasi
jadi ia kebenaran aposteriori. 13
KESIMPULAN
Renaisans berasal dari istilah bahasa Prancis renaissance yang berarti kelahiran
kembali (rebirth). Istilah ini biasanya digunakan oleh para ahli sejarah untuk menunjuk
berbagai periode kebangkitan intelektual yang terjadi di Eropa, khususnya di Italia sepanjang
abad ke 15 dan ke 16. Istilah ini mula-mula digunakan oleh seorang ahli sejarah terkenal yang
bernama Michelet, kemudian dikembangkan oleh J. Burckhardt (1860) untuk konsep sejarah
yang menunjuk kepada periode yang bersifat individualisme, kebangkitan kebudayaan antik,
penemuan dunia dan manusia, sebagai periode yang dilawankan dengan periode Abad
Pertengahan.
Tokoh pertama rasionalisme adalah Rene Descartes (1595-1650). Tokoh rasionalisme
lainnya adalah Baruch Spinoza (1632-1677) dan Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716).
Descartes dianggap sebagai Bapak Filsafat Modern. Menurut Bertrand Russel, kata "Bapak"
pantas diberikan kepada Descartes karena dialah orang pertama pada zaman modern itu yang
membangun filsafat berdasarkan atas keyakinan diri sendiri yang dihasilkan oleh
pengetahuan akliah. Dia pula orang pertama di akhir abad pertengahan yang menyusun
argumentasi yang kuat dan tegas yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat haruslah akal,

13
Juhaya S Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika (Jakarta: Kencana, 2003),96
bukan perasaan, bukan iman, bukan ayat suci dan bukan yang lainnya. Hal ini disebabkan
perasaan tidak puas terhadap perkembangan filsafat yang amat lamban dan banyak memakan
korban.
Empirisme sendiri diuraikan sebagai berikut. Empirisme adalah suatau doktri filsafat
yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan
itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme diambil dari bahasa Yunani
empiria Yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai doktrin empirisme adalah lawan
rasionalisme. Untuk memahami isi doktrin ini perlu dipahami terlebih dahulu dua ciri pokok
empirisme yaitu mengenai teori tentang makna dan teori tentang pengetahuan.
DAFTAR RUJUKAN
Akhmadi Asmoro. 2007.Filsafat Umum, (Jakarta: Raja grafido Prsada).
Hardiman F. Budi.2004.filsafat Modern : Dari Machiavelli sampai Nietzsche(Cet. I; Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama)
Juhaya S Praja.2003.Aliran-aliran Filsafat dan Etika (Jakarta: Kencana)
Musakkir. 2021. FILSAFAT MODERN DAN PERKEMBANGANNYA,” Jurnal Pemikiran
Keislaman dan Kemanusiaan”, Vol. 5 No. 1.
Mustansyir Rizal.2008. Filsafat Ilmu.Cet. VII; Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Q-Anees Bambang dkk.2003.elanjutnya disebut Bambang, Filsafat Untuk Umum (Cet. I;
Jakarta: Prenada Media).
Saifullah, Renaissance.2014. dan Humanisme Sebagai Jembatan Lahirnya Filsafat Modern,
“JURNAL USHULUDDIN”,Vol. XXII No. 2.
S Praja Juhaya.2013. Aliran-aliran Filsafat dan Etika (Jakarta: Kencan)
S. Suriasumantri Jujun.2003. Ilmu dalam Perspektif (Cet. XVI; Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia).
Tafsir Ahmad,1998. Filsafat Umum(Cet. VI; Bandung: PT Remaja Rosdakarya)

Anda mungkin juga menyukai