Anda di halaman 1dari 25

FILSAFAT ILMU: SUATU KAJIAN KRITIS

Oleh: Emmi Kholilah Harahap, M.Pd.I

Abstrak

Filsafat adalah usaha untuk memahami atau mengerti dunia dalam hal
makna dan nilai-nilainya. Bidang filsafat sangat luas dan mencakup keseluruhan
sejauh dapat dijangkau oleh pikiran. Filsafat berusaha untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dan sifat dasar alam semesta tempat
manusia hidup serta apa yang merupakan tujuan hidupnya. Hakikat filsafat ilmu
selain sebagai patokan, penentu, sekaligus petunjuk arah kemana ilmu
pengetahuan akan berlayar atau berjalan juga filsafat ilmu menentukan kemana
ilmu pengetahuan akan diantarkan atau dikembangkan. Filsafat ilmu adalah untuk
memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori
sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah.

Kata Kunci: Filsafat Ilmu dan Kajian Kritis

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Belajar filsafat dapat dikatakan semakin menjadikan orang mampu
menangani berbagai pertanyaan mendasar manusia yang tidak terletak dalam
wewenang metodis ilmu-khusus. Berfilsafat membantu untuk mendalami berbagai
pertanyaan asasi manusia tentang makna realitas dan lingkup tanggung jawabnya.
Secara sistematik filsafat menawarkan berbagai metode untuk menangani
masalah-masalah mendalam manusia, tentang hakikat kebenaran pengetahuan,
baik biasa maupun ilmiah, tentang tanggung jawab dan keadilan, dan sebagainya.
Secara sejarah, belajar berfilsafat berarti belajar untuk mendalami, menanggapi,
serta belajar dari jawaban-jawaban yang sampai sekarang ditawarkan oleh para
pemikir dan filsuf terkemuka.1
Al-Qur‟an yang merupakan sumber rujukan semua pengetahuan dalam
Islam secara lengkap terakumulasi dalam semua kupasan filsafat yang meliputi
persoalan alam wujud (langit dan bumi), benda-benda yang bersifat ke-rohanian
(spirtual) dan kebendaan (materil), lahir dan batin, serta dunia ukhrowi. Al-Qur‟an

1
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hal.
18-19.

1
menghubungkan dan mengumpulkan antara materi dan spirit, iman dan akal,
agama dan dunia, usaha dan ibadah, idealisme dan realisme, manusia dan alam
semesta, serta alam dan penciptanya. Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa Islam
adalah agama yang kompleks dan universal. Dalam hal ini, Syed Quthb
mengatakan bahwa Islam merupakan suatu sistem kehidupan yang sempurna. Di
dalamnya terdapat masalah-masalah aqidah, perundang-undangan, sitem
kemasyarakatan dan politik.2
Dalam al-Qur‟an banyak terdapat ayat-ayat yang menyeru dan
menganjurkan supaya menggunakan akal fikiran dan filsafat. Di antara ayat-ayat
tersebut adalah yang artinya: “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi,
dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu. Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah
Kami dari siksa neraka. (Ali Imran: 189-191).3
Semua cabang ilmu pegetahuan hakikatnya berdasarkan filsafat,
seringkali disebut oleh sejumlah pakar sebagai induk semang dari ilmu-ilmu.4
Filsafat merupakan disiplin ilmu yang berusaha untuk menunjukkan batas-batas
dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat dan lebih memadai. Filsafat
telah mengantarkan pada sebuah fenomena adanya siklus pengetahuan sehingga
membentuk sebuah konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana pohon ilmu
pengetahuan telah tumbuh mekar dan bercabang secara subur sebagai sebuah
fenomena kemanusiaan. Masing-masing cabang pada tahap selanjutnya
melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing
mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.5

2
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), hal. 7-8.
3
Departemen Agama, Al Qur’an Tajwid dan Terjemah, (Bandung: Dipenogoro, 2010), hal. 75.
4
Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal.
10.
5
Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Filsafat Ilmu (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014),
hal. 17-18.

2
Perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan
munculnya ilmu-ilmu baru dengan berbagai disiplin yang akhirnya memunculkan
pula sub-sub ilmu pengetahuan baru kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus
lagi seperti spesialisasi. Ilmu pengetahuan hakekatnya dapat dilihat sebagai suatu
sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang
sifat benar-tidaknya dapat ditentukan dengan patokan-patokan serta tolok ukur
yang mendasari kebenaran masing-masing bidang.6 Pengetahuan ilmiah atau ilmu
merupakan a higher level of knowledge, maka lahirlah filsafat ilmu sebagai
penerusan pengembangan filsafat umum. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat
menempatkan objek sasarannya Ilmu (pengetahuan).
Dalam kajian sejarah dapat dijelaskan bahwa perjalanan manusia telah
mengantarkan dalam berbagai fase kehidupan.7 Sejak zaman kuno, pertengahan
dan modern sekarang ini telah melahirkan sebuah cara pandang terhadap gejala
alam dengan berbagai variasinya. Proses perkembangan dari berbagai fase
kehidupan primitip–klasik dan kuno menuju manusia modern telah melahirkan
lompatan pergeseran yang sangat signifikan pada masing-masing zaman.
Disinilah pemikiran filosofis telah mengantarkan umat manusia dari mitologi
oriented pada satu arah menuju pola pikir ilmiah ariented, perubahan dari pola
pikir mitosentris ke logosentris dalam berbagai segmentasi kehidupan.8
Corak dari pemikiran bersifat mitologis (keteranganya didasarkan atas
mitos dan kepercayaan saja) terjadi pada dekade awal sejarah manusia. Namun
setelah adanya demitologisasi oleh para pemikir alam seperti Thales (624-548
SM), Anaximenes (590-528 SM), Phitagoras (532 SM), Heraklitos (535-475 SM),
Parminides (540-475 SM) serta banyak lagi pemikir lainnya, maka pemikiran
filsafat berkembang secara cepat kearah kemegahanya diikuti oleh proses
demitologisasi menuju gerakan logosentrisme.9 Demitologisasi tersebut

6
Ibid.
7
Juraid Abdul Latif, Manusia Filsafat dan Sejarah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal. 13.
8
Amsal Bakhtiar, FIlsafat ilmu, (Jakarta: Raja Grafindo, 2012), hal. 1.
9
M. Solihin, Perkembangan Pemikiran Filsafat dari Klasik Hingga Modern, (Bandung: Pustaka
Setia, 2007), hal. 23.

3
disebabkan oleh arus besar gerakan rasionalisme,10 empirisme11 dan positivisme12
yang dipelopori oleh para pakar dan pemikir kontemporer yang akhirnya
mengantarkan kehidupan manusia pada tataran era modernitas yang berbasis pada
pengetahuan ilmiah.
Secara historis, hal-hal yang mendorong timbulnya filsafat ini
sebagaimana yang dijelaskan Moh. Hatta dalam bukunya Alam Pikiran Yunani
sebagaimana yang dikutip Susanto, ada dua hal. Pertama, dongeng dan tahayul
yang dimiliki suatu masyarakat atau suatu bangsa. Di antara masarakat tersebut
ada saja orang-orang yang tidak percaya begitu saja. Kemudian ia kritis dan ingin
mengetahui kebenaran dongeng tersebut, lalu dari situlah muncul filsafat. Kedua,
keindahan alam yang besar, terutama ketika malam hari. Hal tersebut
menyebabkan keingintahuan orang-orang Yunani untuk mengetahui rahasia alam
tersebut. Keingintahuan untuk mengetahui rahasia alam berupa pertanyaan-
pertanyaan ini akhirnya menimbulkan filsafat juga.13
Banyak anggapan bahwa belajar filsafat sangat sulit dilakukan dan
dipahami. Padahal sesungguhnya tidak, belajar filsafat bisa sangat menyenangkan
asalkan dalam memulai mempelajari filsafat diawali dengan mempelajari
pengantar filsafat, lalu mengetahui sistematikanya, setelah itu baru membaca
buku-buku filsafat. Filsafat itu tidak sulit karena filsafat adalah pemikiran, dan
setiap orang memiliki alat untuk berfikir.

2. Pokok Masalah
Beberapa hal yang harus dipahami dalam mengkaji filsafat. Berfilsafat
berarti harus mengoptimalkan seluruh daya pikir yang ada pada diri manusia.
Dengan berfilsafat seseorang akan mengembangkan pengetahuan yang merupakan

10
Pelopor rasionalisme diantaranya Rene Descartes(1596-1650) dengan konsep co gito ergu sum,
Spinoza (1632-1677) ia merumuskan definisi, aksioma-aksioma, proposisi dan penyimpulan dalam
bidang kajian logika ilmu dan Leibniz(1646- 1716) ia menulis tentang Monadology
11
Tokoh pemikiran Empirisme adalah F. Bacon (1210-1292) T.Hobbes (1588-1679) john lock
(1632-1704) dan David Hume (1711-1776) dan herbert Spencer (1820-1903).
12
Tokoh aliran positivisme ini ialah Agus compte (1798 – 1857) konsepsinya mengatakan bahwa
indera itu alat penting dalam proses pengetahuan ilmu dan harus dipertajam dengan eksperimen.
13
Susanto, Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epitimologis, dan Aksiologis,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hal. 10-11.

4
rahasia-rahasia kekuasaan Allah SWT. Filsafat yang merupakan disiplin ilmu
yang membutuhkan refleksi dan pemikiran sistematis logis dengan secara aktif
menggunakan intelek dan rasio akan membantu manusia untuk mengembangkan
seluruh potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Dalam tulisan ini, penulis ingin
mengangkat tema mengenai filsafat ilmu, karena banyaknya anggapan bahwa
mengkaji filsafat adalah hal yang sangat sulit, dan membutuhkan waktu, tenaga
dan pikiran yang ekstra untuk mengkajinya.
3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengkaji mengenai filsafat yang
menyangkut pengertian filsafat, cakupan filsafat, metode dalam berfilsafat, dan
tujuan dari filsafat itu sendiri sebagai ilmu pengetahuan yang harus dipahami
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang ada.

B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Filsafat Ilmu
a. Filsafat
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata
serapan dari bahasa Arab, yang juga diambil dari bahasa Yunani yaitu
philosophia. Dalam bahasa Yunani, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal
dari kata-kata philia yang berarti persahabatan, cinta dan sophia yang berarti
kebijaksanaan atau cinta kearifan.14
Filsafat mengandung sebahagian ilmu etika dan estetika, ideologi dan
logika untuk memberi arahan kepada dan menyelaraskan interaksi-interaksi
masing-masing, menyusun sistem-sistemnya sesudah diteliti dan dikritik,
dianalisis dan dibuat sintesis.15
Menurut Mujib dan Jusuf Muzakkir ilmu filsafat merupakan sebagai
pedoman memberi kemampuan memilih terbaik, memberi arah suatu system,
mengontrol dan memberi arah kepada semua komponen-komponennya. Bagi
masyarakat sekuler, ilmu itu menjadi acuan terpenting dalam pendidikan sebab

14
Ibid., hal. 1.
15
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2013), hal. 46.

5
filsafat bagi mereka merupakan dasar utama pendidikan. sementara bagi
masyarakat religius, seperti halnya masyarakat muslim, ilmu filsafat hanya
sekedar menjadi bagian dari cara berpikir di bidang pendidikan secara sistematik,
radikal, dan universal yang asas-asasnya diturunkan dari ilmu filsafat untuk
pembentukan ilmu pendidikan. Dalam pembentukan tersebut diperlukan suatu
perhitungan yang matang dan hati-hati berdasarkan pandangan dan rumusan-
rumusan yang jelas dan tepat.16
Ada juga yang mengurainya dengan kata philare17 atau philo yang
berarti cinta dalam arti yang luas yaitu ingin dan karena itu lalu berusaha untuk
mencapai yang diinginkan itu. Kemudian dirangkai dengan kata sophia artinya
kebijakan, pandai dan pengertian yang mendalam.
Istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, karena bangsa Arab lebih dulu
datang dan sekaligus mempengaruhi bahasa Indonesia dibanding dengan bahasa-
bahasa lain ke tanah air Indonesia. Oleh karena itu, konsistensi yang patut
dibangun adalah penyebutan filsafat dengan kata falsafat.18
Kajian filsafat dalam wacana muslim juga sering menggunakan kalimat
padanan Hikmah sehingga ilmu filsafat dipadankan dengan ilmu hikmah. Hikmah
digunakan sebagai bentuk ungkapan untuk menyebut makna kearifan,
kebijaksanaan, sehingga dalam berbagai literatur kitab-kitab klasik dikatakan
bahwa orang yang ahli kearifan disebut Hukama’. Seringkali pula ketika dikaji
dalam berbagai literatur kitab-kitab pesantren muncul ungkapan-ungkapan dalam
sebuah tema dengan konsep yang dalam bahasa Arab misalnya kalimat „wa qala

16
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Group,
2008), hal. 26.
17
Op. Cit., Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, hal. 11.
18
Op. Cit., Amsal Bakhtiar, hal. 5.

6
min ba’di al hukama….”19 dan juga sejajar dengan kata al-hakim yang
mengandung arti bijaksana. Misalnya ayat: (Q.S. Al-Baqarah: 32).20

             

Dalam (Q.S. An Nahl: 125).21

               

         

Sementara dalam Al-Jurjani, sebagaimana dikutip Amsal Bakhtiar


memberikan penjelasan tentang hikmah, yaitu ilmu yang mempelajari segala
sesuatu yang ada menurut kadar kemampuan manusia.22
Kata filsafat dalam bahasa Inggris juga menggunakan istilah philosophy
yang juga berarti filsafat, yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Unsur
pembentuk kata ini adalah kata philos dan sophos. Philos maknanya gemar atau
cinta dan sophos artinya bijaksana atau arif (wise).23 Menurut pengertiannya yang
semula dari zaman Yunani Kuno, filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan
pengertian sophia ternyata luas sekali, sophia tidak hanya berarti kearifan saja,
melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan
intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan
kecerdikan dalam memutuskan soal-soal praktis yang bertumpu pangkal pada

19
Pada kajian pesantren banyak kitab-kitab klasik mengungkapkan kalimat-kalimat tersebut,
misalnya kitab Al-Hikam, kitab Nashoihul Ibad, kitab Tanbihul Ghofilin, Al Ghunyah,
Ihya’ulumuddin dan lain sebagainya. Dalam kajian-kajian kitab-kitab tersebut sering kali disebut
dengan ilmu hikmah, dengan menggunakan kalimat yang sama dapat ditemukan juga sebuah buku
dengan judul ilmu hikmah yang dikarang oleh Kharisudin Aqib, yang merupakan hasil tesis yang
didalamnya merupakan penelitian konsep-konsep akhlaq-tasawwuf thareqah sufistik pesantren
Suryalaya Tasikmalaya.
20
Op. Cit., Departemen Agama, hal. 6.
21
Ibid., hal. 281.
22
Op. Cit., Amsal Bakhtiar, hal. 1.
23
Prasetyo, Filsafat Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hal. 10.

7
konsep-konsep aktivitas-aktivitas awal yang disebut pseudoilmiah dalam kajian
ilmu.24
Di sini, makna Sophia, bersifat integralistik-holistik: bukan hanya
kearifan tentang kehidupan dengan segala perkakasnya, melainkan juga kearifan
tentang Sang Pencipta Kehidupan manusia yakni Tuhan. dengan kata
(philosophia) filsafta itu juga menyingkap dua kutub, yaitu kutub aktivitas (yang
ditunjuk oleh kata kerja philo yang mengungkapkan aspirasi dan keterahana
kepada sasaran yang belum dimiliki secara utuh dan kutub objek yang padanya
pikiran manusia mengarahkan dirinya yaitu kebijaksanan atau kbenaran (yang
diwakili atau dituju oleh kata sophia).25
Kita semua sebagai manusia bukanlah sophos, sang pemilik
kebijaksanaan dan kebenaran utuh; melainkan hanya philosophos, sang pencinta
kebijaksanaan dan pencari kebenaran. Dengan kata lain, philosophos adalah orang
yang mencinta kebijaksanaan dan mencari kebenaran, bukan orang yang sudah
memiliki kebijaksanaan dan keebnaran secara lengkap. Dengan demikian,
mencintai kebijaksanaan bukanlah sebuah situasi, melainkan sebuah aktivitas;
bukan sebuah pencapaian melainkan sebuah dambaan. Filsafat adalah sebuah
dambaan, dan dambaan (kerinduan) hanya mungkin hadir jika masih ada sesuatu
yang belum selesai; masih ada sesuatu yang belum tuntas; masih ada sesuatu yang
dicari; masih ada sesuatu kekurangan atau defisit. Yang Paripurna tidak akan
pernah mendamba karena tidak ada lagi yang dicari, semuanya sudah utuh dan
lengkap. Namun, yang defisit dan yang senantiasa merasa kekurangan selalu
merindukan karena masih ada rongga di dalamnya yang membuatnya tidak pebuh,
tidak utuh, dan tidak cukup.26

b. Pengertian Filsafat Secara Terminologi


Filsafat merupakan pendekatan yang menyeluruh terhadap kehidupan dan
dunia. Suatu bidang yang berhubungan erat dengan bidang-bidang pokok

24
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberty, 2007), hal. 29.
25
Zaprulkhan, Filsafat Umum (Sebuah Pendekatan Teoritik), (Jakarta: Raja GrafindoPersada,
2013), hal. 4.
26
Budi Hardiman, Filsafat Fragmentaris, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hal. 13-14.

8
pengalaman manusia. Filsafat berusaha menyatukan hasil-hasil ilmu dan
pemahaman tentang moral, estetika, dan agama. Para filsuf telah mencari suatu
pandangan tentang hidup secara terpadu, menemukan maknanya serta mencoba
memberikan suatu konsepsi beralasan tentang alam semesta dan tempat manusia
di dalamnya.27
Sekelompok cendikiawan bernama “Ikhwan As-Shafa” dalam Adian
menambahkan: “filsafat itu berangkat dari rasa ingin tahu. Adapun puncaknya
adalah berkata dan berbuat sesuai dengan apa yang adan tahu (al-falsafat
awwaluha mahbbatul-‘ulum... wa akhiruha al qawl wal-‘amal bi-na yuwafiqul –
‘ilm).28
Langeveld dalam Surajiyo mengungkapkan bahwa filsafat adalah berfikir
tentang masalah-masalah yang akhir dan yang menentukan, yaitu masalah-
masalah yang mengenai makna keadaan, Tuhan, keabadian, dan kebebasan.
Immanuel Kant dalam Surajiyo juga mengungkapkan bahwa filsafat adalah ilmu
(pengetahuan) yang menjadi pokok pangkal dari segala pengetahuan, yang di
dalamnya tercakup masalah epistimologi (filsafat pengetahuan) yang menjawab
persoalan apa yang dapat kita ketahui.29
Filsafat, dalam konteks budaya tradisional dalam pencarian kebenaran
dalam semua aspeknya, khususnya pengetahuan primordional (fitrah), bersifat
transhistoris dan supraindividual. Hal ini kurang lebih sama dengan istilah shopia
dalam bahasa Yunani atau sapientia, kebijaksanaan perensial (abadi) yang
dipahami oleh kaum bijak. Bekomitmen untuk mencari kebenaran absolut, orang
bijak tidak memperbolehkan dirinya sendiri membuat inovasi yang mengorbankan
kebenaran. Hal inilah yang membuat alasan adanya pandangan baru dalam apa
yang kita sebut mazhab filsafta islam, yang memiliki batasan sesuai hakikat
filsafat, yaitu hikmah atau shopia itu sendiri.30

27
Adian Husaini, et. al. Filsafat Ilmu Persfektif Barat dan Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2013),
hal. xvi
28
Ibid., hal. 14-15.
29
Op. Cit., Surajiyo, hal. 4.
30
Ghulam Reza Awani, dkk, Islam, Iran dan Peradaban (peran dan Kontribusi Intelektual Iran
dalam Peradaban Islam, (Yogyakarta: RausyanFikr Institute, 2012), hal. 296.

9
Dari beberapa defenisi di atas penulis menggaris bawahi bahwa orang
berfilsafat adalah orang yang mempunyai pandangan yang menyeluruh dan
sistematis, yang mana pengetahuan itu adalah pengetahuan yang dapat menembus
di balik pengetahuan itu sendiri dan yang dapat menembus saling hubungan dan
pertalian (implication) dari semua unsur yang dipertinggikan. Orang yang
berfilsafat adalah adalah orang yang berfikir rasional, spekulatif, sistematis,
radikal, dan universal dan menghendaki daya fikir yang sadar, teliti dan teratur.
Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran.
Pada tahap awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala
alam. Dalam perkembangan lebih lanjut, karena persoalan manusia makin
kompleks. Sekalipun bertanya tentang seluruh realitas, filsafat selalu bersifat
filsafat tentang sesuatu; tentang manusia, tentang alam, tentang Tuhan (akhirat),
tentang kebudayaan, kesenian, bahasa, hukum, agama dan sejarah. Semua selalu
dikembalikan ke-empat bidang sebagai sumbernya, yaitu:
1) Filsafat tentang pengetahuan. Objek materialnya yaitu pengetahuan
(episteme) dan kebenaran. Epistemologi yaitu logika dan kritik ilmu-ilmu.
2) Filsafat tentang seluruh keseluruhan kenyataan, objek materialnya yaitu
eksistensi (keberadaan) dan esensi (hakekat), metafisika umum (ontologi),
antropologi (tentang manusia), kosmologi (tentang alam semesta), dan teologi
(tentang tuhan).
3) Filsafat tentang nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah tindakan. Objek
material yaitu kebaikan dan keindahan, etika dan estetika.
4) Sejarah filsafat menyangkut dimensi ruang dan waktu dalam sebuah kajian.31
Jika dikelompokkan secara kerakterisitik bahwa cara pendekatannya
dalam filsafat dikenal ada banyak aliran filsafat.32 Ciri pemikiran filsafat
mengacu pada tiga konsep pokok yakni persoalan filsafat bercorak sangat umum,
persoalan filsafat tidak bersifat empiris dan menyangkut masalah-masalah asasi.33

31
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Popular, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2001), hal. 32.
32
Aliran-aliran filsafat sangat banyak sekali, masing-masing literature sangat beragam dalam
menjelaskan jumlah aliran dalam filsafat misalnya aliran eksistensialisme, fenomenologi,
nihilisme, materialisme dan sebagainya.
33
Op. Cit., Ahmad Syadali dan Mudzakir, hal. 12.

10
Kemudian Kattsoff menyatakan karakteristik filsafat dapat diidentifikasi sebagai
berikut, yaitu: 34
1) Filsafat adalah berpikir secara kritis.
2) Filsafat adalah berpikir dalam bentuknya yang sistematis.
3) Filsafat menghasilkan sesuatu yang runtut.
4) Filsafat adalah berpikir secara rasional.
5) Filsafat bersifat komprehensif.
Jadi berfikir filsafat mengandung makna berfikir tentang segala sesuatu
yang ada secara kritis, sistematis, tertib, rasional dan komprehensif. Rosenberg
dalam bukunya Philosophy Deals with Two Sets of Questions: First, the Questions
that Science-Physical, Biological, Social, Behavioral-Second, the Questions
About why the Sciences Cannot Answer the first lot of Questions”.35 Dikatakan
bahwa filsafat dibagi dalam dua buah pertanyaan utama, pertanyaan pertama
adalah persoalan tentang ilmu (fisika, biologi, social dan budaya) dan yang kedua
adalah persoalan tentang duduk perkara ilmu yang itu tidak terjawab pada
persoalan yang pertama. Dari narasi ini ada dua buah konsep filsafat yang
senantiasa dipertanyakan yakni tentang apa dan bagaimana. Apa itu ilmu dan
bagaimana ilmu itu disusun dan dikembangkan. Hal ini sangat mendasar dalam
kajian dan diskusi ilmiah dan ilmu pengetahuan pada umumnya yang satu
terjawab oleh filsafat dan yang kedua dijawab oleh kajian filsafat ilmu.
Pertanyaan yang timbul dalam filsafat mengenai penjelasan tentang
pengetahuan adalah seperti; Apa itu pengetahuan? Dari mana asalnya? Apa ada
kepastian dalam pengetahuan, atau semua hanya hipotesis atau dugaan belaka?
Teori pengetahuan menjadi inti diskusi, apa hakekat pengetahuan, apa unsur-
unsur pembentuk pengetahuan, bagaimana menyusun dan mengelompokkan
pengetahuan, apa batas-batas pengetahuan, dan juga apa saja yang menjadi
sasaran dari ilmu pengetahuan.36 Disinilah filsafat ilmu memfokuskan kajian dan
telaahnya. Yakni pada sebuah kerangka konseptual yang menyangkut sebuah

34
Loc. Cit., M. Solihin.
35
Alex Rosenberg, Philosophy of Science A contemporary Iintroduction, (New york: Routledge,
2010), hal. 4.
36
Muhdhor Achmad, Ilmu dan Keingintahuan, (Bandung: Trigendakarya,1994), hal. 61-85.

11
system pengetahuan yang di dalamnya terdapat hubungan relasional antara
pengetahuan yang mengetahui (the Knower) dan yang terketahui, yang diketahui
(the known) dan juga antara pengamat (the observer) dengan yang diamati (the
observed).37

c. Pengertian Filsafat Ilmu


Filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan.
Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu
itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan. Pengetahuan lama
menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Untuk memahami arti dan
makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan oleh Endang Komara dalam
Mukhtar Latif yang mengemukakan beberapa pendapat ahli yaitu: 38
1) Robert Ackerman: philosophy of science in one aspect as a critique of current
scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy
of science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”.
2) Lewis White Beck: Philosophy of science questions and evaluates the methods
of scientific thinking and tries to determine the value and significance of
scientific enterprise as a whole.
3) Cornelius Benjamin: That philosopic disipline which is the systematic study of
the nature of science, especially of its methods, its concepts and
presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual discipines.
4) Michael V. Berry: The study of the inner logic if scientific theories, and the
relations between experiment and theory of scientific methods.
5) May Brodbeck: Philosophy of science is the ethically and philosophically
neutral analysis, description, and clarifications of science.
6) Peter Caws: Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do
for science what philosophy in general does for the whole of human
experience. Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs
theories about man and the universe, and offers them as grounds for belief and
37
Jerome R. Ravertz, Filsafat Ilmu: Sejarah dan Ruang lingkup Bahasan, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004), hal. 86.
38
Op. Cit., Mukhtar Latif, hal. 23-25.

12
action; on the other, it examines critically everything that may be offered as a
ground for belief or action, including its own theories, with a view to the
elimination of inconsistency and error.
7) Stephen R. Toulmin: As a discipline, the philosophy of science attempts, first,
to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry
observational procedures, patens of argument, methods of representation and
calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the
grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical
methodology and metaphysics. Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu
mencoba pertama-tama
Dari sejumlah pengertian filsafat ilmu yang dikemukakan para pakar di
atas, selanjutnya dapat kita pahami secara lebih konkret posisi filsafat ilmu yaitu
untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan yang menyangkut: apa perbedaan
ilmiah karakteristik tipe masing-masing ilmu. Kamudian prosedur apa yang harus
dilakukan secara ilmiah dalam melakukan penelitian. Apa yang semestinya
dilakukan dalam mendapatkan penjelasan ilmiah untuk melakukan penelitian dan
eksperimen. Selanjutnya apakah teori itu dapat diambil sebagai konsep dari
prinsip-prinsip ilmiah. Pemahaman yang berbeda mengenai kesimpulan dari
paparan pakar di atas mengandung konsepsi dasar yang mencakup hal-hal sebagai
berikut: 1). Sikap kritis dan evaluatif terhadap kriteria-kriteria ilmiah. 2). Sikap
sitematis berpangkal pada metode ilmiah. 3). Sikap analisis objektif, etis dan
falsafi atas landasan ilmiah. 4). Sikap konsisten dalam bangunan teori serta
tindakan ilmiah
John Losee dalam bukunya yang berjudul A Historical Introduction to
the Philosophy of Science, Fourth edition, mengungkapkan bahwa: The
philosopher of science seeks answers to such questions as: 1). What
characteristics distinguish scientific inquiry from other types of investigation. 2).
What procedures should scientists follow in investigating nature. 3). What

13
conditions must be satisfied for a scientific explanation to be correct?. 3). What is
the cognitive status of scientific laws and principles?.39
Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya secara umum, dari
ungkapan tersebut terdapat sebuah konsep bahwa tugas dari pemikir filsafat ilmu
itu untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan persoalan yang menyangkut:
pertama, apa yang menjadi perbedaaan ilmiah karakteristik type masing-masing
ilmu ntara satu ilmu dengan ilmu lainnya melalui penelitian. Kedua Prosedur apa
yang harus dilakukan secara ilmiah dalam melakukan penelitian atas kenyataan
yang terjadi di alam?, Ketiga apa yang mesti dilakukan dalam mendapatkan
penjelasan ilmiah untuk melakukan penelitian dan eksperimen itu? Dan keempat
apakah teori itu dapat diambil sebagai konsep dan prinsip-prinsip ilmiah?.

2. Hakikat Filsafat Ilmu


Filsafat ilmu merupakan kreativitas seorang filsuf dengan keilmuannya
yang menggunakan logika berpikir dalam melahirkan ilmu pengetahuan yang
beragam pada sebuah pohon ilmu kemudian mengantarkan dan
mengembangkannya menjadi cabang yang banyak secara mandiri.40
Pada kajian sejarah dapat dijelaskan bahwa perjalanan manusia telah
mengantarkan dalam berbagai fase kehidupan.41 Sejak zaman kuno, pertengahan
dan modern sekarang ini telah melahirkan sebuah cara pandang terhadap gejala
alam dengan berbagai variasinya. Proses perkembangan dari berbagai fase
kehidupan primitif-klasik dan kuno menuju manusia modern telah melahirkan
lompatan pergeseran yang sangat signifikan pada masing-masing zaman.
Disinilah pemikiran filosofis telah mengantarkan umat manusia dari mitologi
oriented pada satu arah menuju pola pikir ilmiah ariented, perubahan dari pola
pikir mitosentris ke logosentris dalam berbagai segmentasi kehidupan.42

39
John Losee, A Historical Introduction to the Philosophy of Science, Fourth edition, (London:
Oxford University Press, t.th), hal. 2.
40
Loc. Cit., Mukhtar Latif.
41
Loc. Cit., Juraid Abdul Latif.
42
Amsal Bakhtiar, FIlsafat ilmu, (Jakarta: Raja Grafindo, 2012), hal. 1.

14
Para filosof mengartikan filsafat berbeda-beda, Pytagoras mengartikan
filsafat sebagai pecinta kebijaksanaan. Plato mengartikan filsafat sebagai ilmu
pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang hakiki lewat dialektika.
Aristoteles mendefenisikan filsafat sabagai kumpulan ilmu pengetahuan tentang
Tuhan, alam dan manusia. Al-Farabi mengartikan filsafat sebagai ilmu
pengetahuan aam wujud dan haikat alam yang sebenarnya. Sayyid Ar-Rhadi
menyatakan guru dari semua filsuf Islam ialah Imam Ali bin Abi Thalb r.a. Ini
tercermin dalam bukunya yang berjudul Nahjul Balaghah yang berisi kumpulan
khotbah Ali bi Abi Thalib dengan muatan filsafat ketuhanan, metafiska, etika,
estetika dan filsafat ilmu.43
Problem filsafat Ilmu dibicarakan sejajar dengan diskusi yang berkaitan
dengan landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis,
epistemologis dan aksiologis. Untuk Telaah tentang problema substansi Filsafat
Ilmu yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1) fakta atau kenyataan, (2)
kebenaran (truth), (3) konfirmasi dan (4) logika inferensi.44 Permasalahan atau
problema filsafat ilmu mancakup: pertama problem ontologi ilmu;
perkembangan dan kebenaran ilmu sesungguhnya bertumpu pada landasan
ontologis (apa yang terjadi yaitu eksistensi suatu entitas) Kedua, Problem
epistemologi adalah bahasan tentang asal muasal, sifat alami, batasan
(konsep), asumsi, landasan berfikir, validitas, reliabilitas sampai soal
kebenaran (bagaimana ilmu diturunkan dan metode untuk menghasilkan
kebenaran) Ketiga, Problem aksiologi yaitu implikasi etis, aspek estetis,
pemaparan serta penafsiran mengenai peranan (manfaat) ilmu dalam peradaban
manusia. Ketiganya digunakan sebagai landasan penelaahan ilmu.45

43
Op. Cit. Mukhtar Latif, hal. 18-20.
44
Lukkisno CW, Pengantar Filsafat Ilmu, Bahan Presentasi kuliah Filsafat di Fakultas
Ushuluddin IAIN Sunan Ampel. Download Document 25 September 2015.
45
Made Pramono, Filsafat Ilmu, Bahan Presentasi Pascasarjana UNESA. Dowload Document 9
September 2014.

15
3. Hubungan Filsafat dengan Ilmu
Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat pernah merupakan suatu
kesatuan, namun dalam perkembangannya mengalami divergensi, di mana
dominasi ilmu lebih kuat mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi ini
mendorong pada upaya untuk memposisikan keduanya secara tepat sesuai dengan
batas wilayahnya masing-masing, bukan untuk mengisolasinya melainkan untuk
lebih jernih melihat hubungan keduanya dalam konteks lebih memahami
khazanah intelektuan manusia.
Adapun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat
adalah bahwa keduanya menggunakan berfikir reflektif dalam upaya menghadapi
dan memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik
filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berfikiran terbuka serta sangat konsern pada
kebenaran, disamping perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisisr dan
sistematis.
Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik
tekan, dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan
deskriptif dalam pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan
klasifikasi data pengalaman indra serta berupaya untuk menemukan hukum-
hukum atas gejala-gejala tersebut, sedangkan filsafat berupaya mengkaji
pengalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif dan mencakup
hal-hal umum dalam berbagai bidang pengalaman manusia, filsafat lebih bersifat
sintetis dan sinoptis dan kalaupun analitis maka analisanya memasuki dimensi
kehidupan secara menyeluruh dan utuh, filsafat lebih tertarik pada pertanyaan
kenapa dan bagaimana dalam mempertanyakan masalah hubungan antara fakta
khusus dengan skema masalah yang lebih luas, filsafat juga mengkaji hubungan
antara temuan-temuan ilmu dengan klaim agama, moral serta seni.
Dengan demikian, Ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan dapat
dibuktikan, filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang
tidak bisa dijawab oleh Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan
Agama merupakan jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab
oleh filsafat dan jawabannya bersifat mutlak atau dogmatis. Menurut Sidi Gazlba,

16
Pengetahuan ilmu lapangannya segala sesuatu yang dapat diteliti (riset atau
eksperimen), batasnya sampai kepada yang tidak atau belum dapat dilakukan
penelitian. Pengetahuan filsafat : segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh budi
(rasio) manusia yang alami (bersifat alam) dan nisbi; batasnya ialah batas alam
namun demikian ia juga mencoba memikirkan sesuatu yang di luar alam, yang
disebut oleh agama Tuhan. Sementara itu Oemar Amin Hoesin mengatakan bahwa
ilmu memberikan kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmat. Dari
sini nampak jelas bahwa ilmu dan filsafat mempunyai wilayah kajiannya sendiri-
sendiri.46

4. Cakupan Filsafat Ilmu


Filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab
pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis,
epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan
bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji
hakikat ilmu, seperti :
a. Objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek
tersebut?. Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap
manusia yang membuahkan pengetahuan? (Landasan ontologis)
b. Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa
ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar
mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut
kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara atau teknik atau sarana apa yang
membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?
(Landasan epistemologis)
c. Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana
kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral?
Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi

46
Uhar Suharsaputra, Filsafat Ilmu Jilid I, (Jakarta: Universitas Kuningan, 2008), hal. 91-92.

17
metode ilmiah dengan norma-norma moral atau profesional? (Landasan
aksiologis). 47
Sedangkan di dalam introduction-nya Stathis Psillos and martin Curd
menjelaskan bahwa filsafat ilmu secara umum menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang meliputi :
a. Apa tujuan dari ilmu dan apa itu metode? jelasnya apakah ilmu itu bagaimana
membedakan ilmu dengan yang bukan ilmu (non science) dan juga
pseudoscience?
b. Bagaimana teori ilmiah dan hubungannya dengan dunia secara luas? bagaiman
konsep teoritik itu dapat lebih bermakna dan bermanfaat kemudian dapat
dihubungkan dengan penelitian dan observasi ilmiah?
c. Apa saja yang membangun struktur teori dan konsep-konsep seperti misalnya
causation(sebab-akibat dan illat), eksplanasi (penjelasan), konfirmasi, teori,
eksperimen, model, reduksi dan sejumlah probabilitas-probalitasnya?.
d. Apa saja aturan-aturan dalam pengembangan ilmu? Apa fungsi eksperimen ?
apakah ada kegunaan dan memiliki nilai (yang mencakupkegunaan epistemic
atau pragmatis) dalam kebijakan dan bagaimana semua itu dihubungkan
dengan kehidupan social, budaya dan factor-faktor gender? 48
Berdasarkan paparan di atas dipertegas bahwa filsafat ilmu itu memiliki
lingkup pembahasan yang meliputi: cakupan pembahasan landasan ontologis
ilmu, pembahasan mengenai landasan epistemologi ilmu, dan pembahasan
mengenai landasan aksiologis dari sebuah ilmu.

5. Objek Filsafat Ilmu


Ilmu filsafat memiliki objek material dan objek formal. Objek material
adalah apa yang dipelajari dan dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan.
Objek material adalah objek yang di jadikan sasaran menyelidiki oleh suatu ilmu,
atau objek yang dipelajari oleh ilmu itu. Objek material filsafat illmu adalah
pengetahuan itu sendiri, yakni pengetahuan ilmiah (scientific knowledge)
47
Op. Cit., Jujun S. Suriasumantri, hal. 33.
48
Stathis Psillos and Martin Curd, Introduction: Historical and Philosophical Context, Canada:
Routledge, 2008) XIX

18
pengetahuan yang telah di susun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu,
sehingga dapat di pertanggung jawabkan kebenarannya secara umum.49
Objek formal adalah cara pendekatan yang dipakai atas objek material,
yang sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang kegiatan
yang bersangkutan. Jika cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka
dihasilkanlah sistem filsafat ilmu.
Jadi, dapat dikatakan bahwa Objek formal adalah sudut pandang dari
mana sang subjek menelaah objek materialnya, yang menyangkut asal usul,
struktur, metode, dan validitas ilmu.50 Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat
(esensi) ilmu pengetahuan artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap
problem mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu pengetahuan,
bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fungsi ilmu itu bagi
manusia.

6. Metode Filsafat Ilmu


Fuad Ikhsan mengemukakan pendapat Runes dalam Dictionary of
Philosophy sebagaimana dikutip Anton Baker, dia mengatakan sepanjang sejarah
filsafat telah dikembangkan sejumlah metode filsafat yang berbeda dan jelas.
Setidaknya dalam sejarah tercatat palinng penting yang dapat disusun menurut
garis historis sedikitnya sepuluh metode yang digunakan dalam filsafat termasuk
dalam filsafat ilmu, yaitu:51
a. Metode kritis yang dikembangkan oleh Socrates dan Plato. Metode ini bersifat
analisis terhadap istilah dan pendapat. Metode ini dikenal merupakan metode
hermeneutika.
b. Metode intuitif yang dikembangkan oleh Plotinos dan Bergson dengan jalan
intropeksi bersama dengan persucan moral, sehingga tercapai suatu
penerangan atau pencerahan pikiran.

49
Mohammad Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan logika Ilmu
Pengetahuan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 53.
50
JB. Blikolong, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Seri diktat kuliah (Jakarta: Universitas
Gunadarma), hal. 7. Download Document 25 September 2015.
51
Op. Cit., Mukhtar Latif, hal. 35-36.

19
c. Metode skolastik yang dikembangkan oleh Aristoteles, Thomas Aquinas dan
termasuk aliran filsafat abad pertengahan yang bersifat sintesis deduktif.
Karakter filsafat abad pertengahan ini yaitu dengan bertitik tolak dari defenisi
atau prinsip yang jelas kemudian ditarik kesimpulan.
d. Metode filsafat Rene Descartes dan pengikutnya yang dikenal metode yang
bertolak dari analisis mengenai hal-hal kompleks kemudian dicapai intuisi
akan hakikat yang sederhana dan lebih terang.
e. Metode geometri yang dikreasikan Rene Descartes dan pengikutnya.
Menurutnya hanyalah pengalaman yang menyajikan pengertian benar, maka
semua pengertia dan ide dalam intropeksi kemudian dibandingkan dengan
serapan-serapan atau impresi dan kemudian disusun bersama secara
geometris.
f. Metode transedental yang dikreasikan Immanuel Kant, metode ini dikenal
juga dengan metode neo-skolastik yang bertitik tolak dari tepatnya pengertian
tertentu yaitu jaan analisis yang diselidiki syarat-syarat apriori bagi pengertian
yang sedemikian rumit atau kompleks.
g. Metode fenomenologis dari Husserl yaitu eksistensialisme yaitu metode
dengan jalan beberapa pemotongan sistematis (reduction), refleksi atas
fenomena dalam kesadaran sehigga mencapai penglihatan hakikat yang murni.
h. Metode dialektis dari Hegel dan Marx yakni metode yang digunakan dengan
jalan mengikuti dinamika pikiran atau alam berpikir sendiri.
i. Metode neopositivistis yaitu bahwa kenyataan dipahami menurut hakikatnya
dengan jalan menggunakan aturan-aturan seprti berlaku dalam ilmu
pengetahuan positif (eksakta).
j. Metode analitika yang dikreasikan oleh Wittgenstein. Metode ini digunakan
dengan jalan analisis pemakaian bahasa sehari-hari menentukan sah tidaknya
ucapan filosofis, menurutnya bahasa merupakan bola permainan makna si
pemiliknya.

20
7. Tujuan Filsafat Ilmu
Salah satu yang terpenting dalam filsafat termasuk filsafat ilmu yaitu
menyangkut pertanyaan dan jawaban atas pertanyaan itu, baik pertanyaan yang
bersifat komperhensif maupun spesifik. Hal ini sepandangan dengan Stathis
Psillos and Martin Curd, dia mengatakan bahwa filsafat ilmu secara umum yaitu
bertujuan menjawab pertanyaan seputar ilmu yang meliputi: menjelaskan bahwa
filsafat ilmu secara umum menjawab pertanyaan-pertanyaan yang meliputi:
a. Apa tujuan dari ilmu dan apa itu metode? Jelaskan apakah ilmu itu bagaimana
membedakan ilmu dengan yang bukan ilmu (non science) dan juga
pseudoscience?
b. Bagaimana teori ilmiah dan hubungannya dengan dunia secara luas?.
Bagaimana konsep teoritik itu dapat lebih bermakna dan bermanfaat kemudian
dapat dihubungkan dengan penelitian dan observasi ilmiah?
c. Apa saja yang membangun struktur teori dan konsep-konsep seperti misalnya
causation (sebab-akibat dan illat), eksplanasi (penjelasan), konfirmasi, teori,
eksperimen, model, reduksi dan sejumlah probabilitasnya?.
d. Apa saja aturan-aturan dalam pengembangan ilmu? Apa fungsi eksperimen?
Apakah ada kegunaan epistemic atau pragmatis dalam kebijakan dan
bagaimana semua itu dihubungkan dengan kehidupan social, budaya dan
factor-faktor gender?52
Cara kerja filsafat ilmu memiliki pola dan model-model yang spesifik
dalam menggali dan meneliti dalam menggali pengetahuan melalui sebab
musabab pertama dari gejala ilmu pengetahuan. Di dalamnya mencakup paham
tentang kepastian, kebenaran dan objektifitas. Cara kerjanya bertitik tolak pada
gejala-gejala pengetahuan mengadakan reduksi ke arah intuisi para ilmuwan,
sehingga kegiatan ilmu-ilmu itu dapat dimengerti sesuai dengan kekhasannya
masing-masing.53 Di sinilah akhirnya kita dapat mengerti fungsi dari filsafat
ilmu. Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu,
fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara
52
Stathis Psillos and Martin Curd, Introduction: Historical and philosophical Context (Canada:
Routledge, 2008), hal. xix.
53
C. Verhaak dkk, FIlsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Gramedia, 1995), hal. 107-108.

21
keseluruhan, yakni:54 1). Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena
yang ada. 2). Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral
terhadap pandangan filsafat lainnya. 3). Memberikan pengertian tentang cara
hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia. 4). Memberikan ajaran tentang
moral dan etika yang berguna dalam kehidupan. 5). Menjadi sumber inspirasi dan
pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti
ekonomi, politik, hukum dan sebagainya.
Filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu: sebagai confirmatory
theories yaitu berupaya mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan
evidensi dan theory of explanation yakni berupaya menjelaskan berbagai
fenomena kecil ataupun besar secara sederhana. Manfaat lain mengkaji filsafat
ilmu adalah:55 1). Tidak terjebak dalam bahaya arogansi intelektual. 2). Kritis
terhadap aktivitas ilmu atau keilmuan. 3). Merefleksikan, menguji, mengkritik
asumsi dan metode ilmu terus-menerus sehingga ilmuwan tetap bermain dalam
koridor yang benar (metode dan struktur ilmu). 4). Mempertanggungjawabkan
metode keilmuan secara logis-rasional. 5). Memecahkan masalah keilmuan secara
cerdas dan valid. 6). Berpikir sintetis-aplikatif (lintas ilmu-kontesktual).

C. PENUTUP
Hakikat filsafat ilmu selain sebagai patokan, penentu, sekaligus petunjuk
arah kemana ilmu pengetahuan akan berlayar atau berjalan juga filsafat ilmu
menentukan kemana ilmu pengetahuan akan diantarkan atau dikembangkan.
Filsafat ilmu merupakan kreativitas seorang filsuf dengan keilmuannya yang
menggunakan logika berpikir dalam melahirkan ilmu pengetahuan yang beragam
pada sebuah pohon ilmu kemudian mengantarkan dan mengembangkannya
menjadi cabang yang banyak secara mandiri.
Filsafat ilmu yaitu untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan yang
menyangkut: apa perbedaan ilmiah karakteristik tipe masing-masing ilmu.
Kamudian prosedur apa yang harus dilakukan secara ilmiah dalam melakukan

54
Ibid.
55
Muhlisin, Filsafat dan Filsafat Ilmu, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2010), hal. 12-13.

22
penelitian. Apa yang semestinya dilakukan dalam mendapatkan penjelasan ilmiah
untuk melakukan penelitian dan eksperimen. Selanjutnya apakah teori itu dapat
diambil sebagai konsep dari prinsip-prinsip ilmiah.
Pada dasarnya filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu merupakan upaya
pengkajian dan pendalaman mengenai ilmu (Ilmu Pengetahuan atau Sains), baik
itu ciri substansinya, pemerolehannya, ataupun manfaat ilmu bagi kehidupan
manusia. Pengkajian tersebut tidak terlepas dari acuan pokok filsafat yang
tercakup dalam bidang ontologi, epistemologi, dan axiologi dengan berbagai
pengembangan dan pendalaman yang dilakukan oleh para akhli.
Peter Angeles mengemukakan ada empat bidang konsentrasi utama
dalam filsafat ilmu yaitu: (a) telaah mengenai berbagai konsep, pra-anggapan dan
metode ilmu berikutnya ada analisis, perluasan dan penyusunannya untuk
mencapai atau memperoleh pengetahuan yang lebih cermat. (b) Telaah dan
pembenaran mengenai proses penalaran dalam ilmu berikut struktur
perlambangannya. (c) Telaah mengenai keterkaitan antar berbagai ilmu. (d)
Telaah mengenai akibat pengetahuan ilmiah bagi hal-hal yang berkaitan dengan
penyerapan dan pemahaman manusia terhadap realitas, entitas, teoritis, sumber
dan keabsahan pengetahuan serta sifat dasar pengetahuan.
Ilmu filsafat memiliki objek material dan objek formal, sedangkan fungsi
filsafat ilmu adalah untuk memberikan landasan filosofik dalam memahami
berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk
membangun teori ilmiah.

23
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana
Prenada Group, 2008.
Adian Husaini, et. al. Filsafat Ilmu Persfektif Barat dan Islam, Jakarta: Gema
Insani, 2013.
Alex Rosenberg, Philosophy of Science A contemporary Iintroduction, New york:
Routledge, 2010..
Amsal Bakhtiar, FIlsafat ilmu, Jakarta: Raja Grafindo, 2012.
Amsal Bakhtiar, FIlsafat ilmu, Jakarta: Raja Grafindo, 2012.
Budi Hardiman, Filsafat Fragmentaris, Yogyakarta: Kanisius, 2007.
C. Verhaak dkk, FIlsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Gramedia, 1995.
Departemen Agama, Al Qur’an Tajwid dan Terjemah, Bandung: Dipenogoro,
2010.
Ghulam Reza Awani, dkk, Islam, Iran dan Peradaban (peran dan Kontribusi
Intelektual Iran dalam Peradaban Islam, Yogyakarta: RausyanFikr
Institute, 2012.
Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam Bandung: Pustaka
Setia, 2007.
JB. Blikolong, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Seri diktat kuliah (Jakarta:
Universitas Gunadarma), hal. 7. Download Document 25 September
2015.
Jerome R. Ravertz, Filsafat Ilmu: Sejarah dan Ruang lingkup Bahasan,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
John Losee, A Historical Introduction to the Philosophy of Science, Fourth
edition, London: Oxford University Press, t.th.
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Popular, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 2001.
Juraid Abdul Latif, Manusia Filsafat dan Sejarah, Jakarta: Bumi Aksara, 2010.

24
Lukkisno CW, Pengantar Filsafat Ilmu, Bahan Presentasi kuliah Filsafat di
Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel. Download Document 25
September 2015.
M. Solihin, Perkembangan Pemikiran Filsafat dari Klasik Hingga Modern,
Bandung: Pustaka Setia, 2007.
Made Pramono, Filsafat Ilmu, Bahan Presentasi Pascasarjana UNESA. Dowload
Document 9 September 2014.
Mohammad Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan logika
Ilmu Pengetahuan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Muhdhor Achmad, Ilmu dan Keingintahuan, Bandung: Trigendakarya,1994.
Muhlisin, Filsafat dan Filsafat Ilmu, Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2010.
Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Filsafat Ilmu, Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group, 2014.
Prasetyo, Filsafat Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2002.
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia,
2010.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2013.
Stathis Psillos and Martin Curd, Introduction: Historical and Philosophical
Context, Canada: Routledge, 2008.
Stathis Psillos and Martin Curd, Introduction: Historical and philosophical
Context Canada: Routledge, 2008.
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta: Bumi
Aksara, 2013.
Susanto, Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epitimologis, dan
Aksiologis, Jakarta: Bumi Aksara, 2013.
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty, 2007.
Uhar Suharsaputra, Filsafat Ilmu Jilid I, Jakarta: Universitas Kuningan, 2008.
Zaprulkhan, Filsafat Umum (Sebuah Pendekatan Teoritik), Jakarta: Raja
GrafindoPersada, 2013.

25

Anda mungkin juga menyukai