Anda di halaman 1dari 21

Makalah Sejarah Fisika

FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN

Disusun oleh :
Kelompok 2
1. Hasfiyah ( 4152121051 )
2. Riska Indri Yanti ( 4152121055 )
3. Soraya Najiha ( 4153121058 )
4. Triwahyu Ramadhani ( 4151121071 )
5. Yuni Choirun Nisa Siregar ( 4151121079 )

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan yang bersifat ekstential yang artinya sangat
erat hubungannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Bahkan, dapat dikatakan filsafatlah yang
menjadi penggerak kehidupan kita sehari-hari sebagai manusia pribadi maupun sebagai manusia
kolektif dalam bentuk masyarakat atau bangsa. Ilmu pengetahuan pun tidak bisa dilepaskan dari
filsafat, sejarah perkembangan ilmu pengetahuan menarik sekali untuk dikaji, hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya fakta yang salah satunya berisi hukum-hukum alam yang diperoleh
dari sains juga tidak bisa dianggap memiliki kebenaran kekal.
Ada satu hal yang patut dicatat dalam setiap bentangan historisitas bahwa tiap zaman
memiliki ciri dan nuansa refleksi yang berbeda, tak terkecuali dalam bentangan sejarah filsafat
barat. Lihat saja, misalnya, dalam yunani diletakkan sendi-sendi pertama rasionalitas barat,
kemudian zaman patrialistik dan skolastik ditandai oleh usaha yang gigih untuk mencari
keselarasan antara iman dan akal, karena iman dihati, dan akal ada di otak. Tidak cukuplah sikap
credo quia absurdum “aku percaya justru karena tidak masuk akal”. Dalam zaman modern
direfleksikan berbagai hal tentang rasio, manusia dan dunia. Jejak pergumulan itu terdapat dalam
aliran-aliran filsafat dewasa ini.
Salah satu ciri khas manusia adalah sifatnya yang selalu ingin tahu tentang sesuatu hal.
Rasa ingin tahu ini tidak terbatas yang ada pada dirinya, juga ingin tahu tentang lingkungan
sekitar, bahkan sekarang ini rasa ingin tahu berkembang ke arah dunia luar. Rasa ingin tahu ini
tidak dibatasi oleh peradaban. Semua umat manusia di dunia ini punya rasa ingin tahu walaupun
variasinya berbeda-beda. Orang yang tinggal di tempat peradaban yang masih terbelakang,
punya rasa ingin yang berbeda dibandingkan dengan orang yang tinggal di tempat yang sudah
maju.
Rasa ingin tahu tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam sekitarnya dapat bersifat
sederhana dan juga dapat bersifat kompleks. Rasa ingin tahu yang bersifat sederhana didasari
dengan rasa ingin tahu tentang apa (ontologi), sedangkan rasa ingin tahu yang bersifat kompleks
meliputi bagaimana peristiwa tersebut dapat terjadi dan mengapa peristiwa itu terjadi
(epistemologi), serta untuk apa peristiwa tersebut dipelajari (aksiologi).
Ke tiga landasan tadi yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi merupakan ciri spesifik dalam
penyusunan pengetahuan. Ketiga landasan ini saling terkait satu sama lain dan tidak bisa
dipisahkan antara satu dengan lainnya. Berbagai usaha orang untuk dapat mencapai atau
memecahkan peristiwa yang terjadi di alam atau lingkungan sekitarnya. Bila usaha tersebut
berhasil dicapai, maka diperoleh apa yang kita katakan sebagai ketahuan atau pengetahuan.
Awalnya bangsa Yunani dan bangsa lain di dunia beranggapan bahwa semua kejadian di
alam ini dipengaruhi oleh para Dewa. Karenanya para Dewa harus dihormati dan sekaligus
ditakuti kemudian disembah. Adanya perkembangan jaman, maka dalam beberapa hal pola pikir
tergantung pada Dewa berubah menjadi pola pikir berdasarkan rasio.
Ditinjau secara sejarah, proses kemenangan akal manusia dari kekuatan mistis dimulai
sejak dari zaman Yunani Kuno. Setelah periode ini perkembangan ilmu berkembang semakin
pesat. Bahkan pada masa sekarang ini, ilmu pengetahuan berkembang dengan cepat dalam
dinamika yang semakin cepat lagi karena penemuan yang satu sering menyebabkan penemuan-
penemuan lainnya. Perkembangan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini tidak terpusat pada satu
tempat atau wilayah tertentu saja. Selain di Eropa , Dunia Timur juga terbukti memberikan
sumbangsih yang besar bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Banyak penemuan yang terjadi di
Dunia Timur yang baru dikembangkan belakangan di Dunia Barat. Oleh karena itu untuk
memahami sejarah perkembangan ilmu, perlu dilakukan periodesasi. Periodisasi perkembangan
ilmu yang disusun di sini dimulai dari perkembangan pemikiran dan kebudayaan masyarakat di
wilayah Babilonia, Mesir, Cina dan India. Hal ini sangat penting karena pemikiran dan
kebudayaan yang berkembang di wilayah-wilayah tersebut pada masa itu juga merupakan
rangkaian panjang sejarah peradaban umat manusia, yang dengan kemampuan akal pikirannya
selau berusaha melangkah maju.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Filsafat
Filsafat merupakan satu istilah yang berasal dari bahasa Yunani kuno yang kemudian
dalam bahasa Arab disebut falsafah, di sini kemungkinan terjadi pengadopsian bahasa yang
sedikit berbeda dalam cara membacanya. Filsafat merupakan istilah yang digunakan oleh orang
Indonesia. Jika kita perhatikan satu kata ini tidak jauh berbeda dalam penyebutannya dalam
berbagai bahasa, sebagaimana yang telah diketahui. Kemudian perlu kita ketahui apa sebenarnya
arti filsafat tersebut.
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia yang terbentuk dari dua unsur
kata, yaitu philo yang berarti cinta dan sophia yang berarti kearifan, hikmah, kebijaksaan,
keputusan atau pengetahuan yang benar, secara dasar arti filsafat adalah cinta kebijaksanaan.
Dari pengertian di atas menghendaki bahwa filsafat merupakan suatu kegiatan yang menuntut
untuk melakukan sesuatu dengan kualitas terbaik. Ini merupakan kerja pikiran, sehingga sering
sekali berfilsafat diartikan sebagai berpikir mendalam atau radikal untuk menemukan realitas
kebenaran sejati dari sesuatu. Sulit ditemukan arti filsafat secara hakiki, namum setidaknya
berfilsafat itu merupakan berfikir sistematis dan penuh kehati-hatian untuk membuktikan
kebenaran atau hakikat suatu yang dipikirkan.
Menurut Mukhtar filsafat adalah telaah kefilsafatan yang mengandalkan penalaran atau
logika dengan mengedepankan berpikir secara radic dan spekulatif. Filsafat tidak melakukan
pengujian secara empiris seperti halnya ilmu pengetahuan, tetapi telaah filsafat kebenarannya
persis seperti halnya ilmu pengetahuan karena dia memiliki kriteria dan karakter berfikir tertentu.
Kebenaran yang dihasilkan filsafat berbeda dengan yang dihasilkan ilmu pengetahuan.
Ini dikarenakan kajian filsafat lebih bersifat unviersal sedangkan ilmu pengetahuan bersifat
parsial dan terpisah-pisah sesuai dengan kajiannya masing-masing dalam disiplin ilmu tertentu
dengan ketentuan sistematis, logis, dan empiris.
Jika kita renungi, seolah-olah kajian yang kita pelajari adalah tentang hasil pemikiran-pemikiran
para filosof sepanjang masa. Tujuan yang diinginkan adalah bagaimana mengatasi
permasalahan-permasalahan hidup manusia di dunia ini, karena dalam kehidupan manusia selalu
melekat berbagai problematika baik secara individu maupun kelompok. Dari sinilah mulai
munculnya aliran-aliran filsafat, dan hal ini juga terjadi dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan
karena bersumber dari filsafat.

B. Sejarah Perkembangan Filsafat


Filsafat, terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke-7 SM.
Filsafat muncul ketika orang-orang mulai memikirkan dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia,
dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk
mencari jawaban atas pertanyaan.
Dalam sejarah perkembangannya sebagaimana yang terjadi di dunia Islam dengan
kelahiran mu’tazilah yang mengedepankan akal (rasio) sekitar (abad 2H/8M), di dunia Eropa
juga lahir gerakan Aufklarung (abad 11 H/17 M). Kedua sisi ini hendak merasionalkan agama.
Mu’tazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan dan Aufklarung menolak trinitas sebagai sifat
Tuhan. Alam Aufklarung inilah dalam perkembangannya telah membuat peradaban Eropa
menjurus pada pemujaan akal. Mereka berpendapat bahwa antara ilmu dan agama terjadi
pertentangan yang keras, ilmu pengetahuan berkembang pada dunianya dan agama pada dunia
yang lain.
Dalam persoalan ini lahirlah sikap sekuleristik dalam ilmu pengetahuan. Liberalisasi,
emensipasi, otonomi pribadi, dan otoritas rasio yang begitudiagungkan merupakan nilai-nilai
kejiwaan yang selalu mewarnai sikap mentalmanusia Barat semenjak zaman renaissance (abad
15) dan Aufklaerung (abad ke18) yang memungkinkan mereka melakukan tinggal landas
mengarungi dirgantara ilmu pengetahuan yang tiada bertepi dengan hasil-hasil sebagaimana
mereka miliki hingga sekarang ini. Zaman perkembangan ilmu yang paling menentukan dasar
kemajuan ilmu sekarang ini ialah sejak zaman sekarang ini ialah sejak abad ke 17 dengan
dorongan beberapa hal: pertama : untuk mengembalikan keputusan danpernyataan-pernyataan
ilmiah lalu menonjolkan peranan matematik sebagai sarana penunjang pemikiran ilmiah. Dalam
angka inilah mulainya menonjol peranan penggunaan angka Arab di Eropa (angka yang kita
kenal di dunia sekarang)karena dinilai lebih sederhana dan praktis dari pada angka –angka
Romawi. Adapun angka Arab itu sendiri dikembangkan dan berasal dari kebudayaan India.
Faktor yang kedua dalam revolusi ilmu di abad ke 17, ialah makin gigihnya parailmuwan
menggunakan pengamatan dan eksperimen, dalam membuktikankebenaran-kebenaran preposisi
ilmu.Namun J.B.Bury menyangkal bahwa kemajuan ilmu tidak terdapat padaabad pertengahan
bahkan tidak terdapat pada awal Renaissance, tetapi baru abadke -17, sebagai hasil dari rumusan
Cartesius tentang dua aksioma yaitu :1) berkuasanya akal manusia dan 2) tak berubah-ubahnya
hukum alam. Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban
Yunani. Oleh karena itu periodesasi perkembangan ilmu disusun mulai dari peradaban Yunani
kemudian diakhiri pada penemuan-penemuan pada zaman kontemporer. Secara singkat
periodesasi perkembangan filsafat dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Pra Yunani Kuno (abad 15-7 SM)


Bangsa Yunani merupakan bangsa yang pertama kali berusaha menggunakan akal untuk
berpikir. Kegemaran bangsa Yunani merantau secara tidak langsung menjadi sebab meluasnya
tradisi berpikir bebas yang dimiliki bangsa Yunani. Kebebasan berpikir Yunani disebabkan
sebelumnya tidak pernah ada agama yang didasarkan pada kitab suci.
Dalam sejarah perkembangan peradaban manusia, yakni ketika belum mengenal
peralatan seperti yang dipakai sekarang ini. Pada masa itu manusia masih menggunakan batu
sebagai peralatan. Masa zaman batu berkisar antara 4 juta tahun sampai 20.000 tahun sebelum
masehi. Sisa peradaban manusia yang ditemukan pada masa ini antara lain: alat-alat dari batu,
tulang belulang dari hewan, sisa beberapa tanaman, gambar-gambar digua-gua, tempat-tempat
penguburan, tulang belulang manusia purba. Evolusi ilmu pengetahuan dapat diruntut melalui
sejarah perkembangan pemikiran yang terjadi di Yunani,Babilonia, Mesir, China, Timur Tengah
dan Eropa.

2. Zaman Yunani Kuno (abad 7-2 SM)


Zaman Yunani kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada masa ini
orang memiliki kebebasan untuk mengeluarkan ide-ide atau pendapatnya, Yunani pada masa itu
dianggap sebagai gudangnya ilmu dan filsafat, karena Yunani pada masa itu tidak mempercayai
mitologi-mitologi. Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman-pengalaman yang
didasarkan pada sikap menerima saja (receptive attitude) tetapi menumbuhkan anquiring attitude
(senang menyelidiki secara kritis). Sikap inilah yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai
ahli-ahli pikir yang terkenal sepanjang masa. Beberapa tokoh yang terkenal pada masa ini antara
lain : Thales, Demokrates dan Aristoteles.
3. Zaman Pertengahan (Abad 2SM- 14 M)
Zaman pertengahan (middle age) ditandai dengan para tampilnya theolog di lapangan
ilmu pengetahuan. Ilmuwan pada masa ini adalah hampir semuanya para theolog, sehingga
aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Atau dengan kata lain kegiatan ilmiah
diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan pada masa ini adalah Anchila
Theologia (abdi agama).
Peradaban dunia Islam terutama abad 7 yaitu Zaman bani Umayah telah menemukan
suatu cara pengamatan astronomi, 8 abad sebelum Galileo Galilie dan Copernicus. Sedangkan
peradaban Islam yang menaklukan Persia pada abad 8 Masehi, telah mendirikan Sekolah
kedokteran dan Astronomi di Jundishapur. Pada masa keemasan kebudayaan Islam, dilakukan
penerjemahan berbagai karya Yunani. Dan bahkan khalifah Al_Makmun telah mendirikan rumah
Kebijaksanaan (House of Wisdom) / Baitul Hikmah pada abad 9. Pada abad ini Eropa
mengalami zaman kegelapan (dark age).

4. Masa Renaissance (14-17 M)


Renaisance merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang
mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Zaman yang menyaksikan dilancarkannya tantangan
gerakan reformasi terhadap keesaan dan supremasi gereja katolik Roma, bersamaan dengan
berkembangnya humanisme. Zaman ini juga merupakan penyempurnaan kesenian, keahlian, dan
ilmu yang diwujudkan dalam diri si jenius serba bisa, Leonardo Da Vinci. Penemuan percetakan
(kira-kira 1440 M) oleh kolumbus memberikan dorongan lebih keras untuk meraih kemajuan
ilmu. Kelahiran kembali sastra di Inggris, Prancis, dan Spanyol diwakili Shakespeare, Spencer,
Rabelais, dan Ronsard. Pada masa itu, seni musik juga mengalami perkembagan. Adanya
penemuan para ahli perbintangan seperti Copernicus dan Galileo menjadi dasar munculnya
astronomi modern yang merupakan titik balik dalam pemikiran ilmu dan filsafat.
Tidaklah mudah membuat garis batas yang tegas antara zaman Renaisance dengan zaman
modern. Sementara orang menganggap bahwa zaman modern hanyalah perluasan Renaisance.
Akan tetapi, pemikiran ilmiah membawa manusia lebih maju kedepan dengan kecepatan yang
besar, berkat kemampuan-kemampuan yang dihasilkan oleh masa-masa sebelumnya. Manusia
maju dengan langkah raksasa dari zaman uap ke zaman listrik, kemudian ke zaman atom,
elektron, radio, televisi, roket dan zaman ruang angkasa.
5. Perkembangan Filsafat Zaman Modern (17-19 M)
Zaman ini ditandai dengan adanya berbagai bidang ilmiah, serta filsafat dari berbagai
aliran yang muncul. Pada dasarnya corak secara keseluruhan bercorak sufisme Yunani. Paham –
paham yang muncul dalam garis besarnya adalah Rasionalisme, Idialisme, dengan Empirisme.
Paham Rasionalisme mengajarkan bahwa akal itulah alat terpenting dalam memperoleh dan
menguji pengetahuan. Ada tiga tokoh penting pendukung rasionalisme ini, yaitu Descartes,
Spinoza, dan Leibniz. Sedangkan aliran Idialisme mengajarkan hakekat fisik adalah jiwa, spirit.
Ide ini merupakan ide Plato yang memberikan jalan untuk memperlajari paham idealisme zaman
modern. Para pengikut aliran/paham ini pada umumnya, sumber filsafatnya mengikuti filsafat
kritisisismenya Immanuel Kant. Fitche (1762-1814) yang dijuluki sebagai penganut Idealisme
subyektif merupakan murid Kant. Sedangkan Scelling, filsafatnya dikenal dengan filsafat
Idealisme Objektif . Kedua Idealisme ini kemudian disintesakan dalam Filsafat Idealisme Mutlak
Hegel.
Pada Paham Empirisme mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu dalam pikiran kita selain
didahului oleh pengalaman. ini bertolak belakang dengan paham rasionalisme. Mereka
menentang para penganut rasionalisme yang berdasarkan atas kepastian-kepastian yang bersifat
apriori. Pelopor aliran ini adalah Thomas Hobes Jonh locke,dan David Hume.

6. Zaman Kontemporer
Yang dimaksud dengan zaman kontemporer adalah era tahun-tahun terakhir yang kita
jalani hingga saat sekarang. Hal yang membedakan pengamatan tentang ilmu pada zaman
sekarang adalah bahwa zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar
abad ke-17, sedangkan kontemporer memfokuskan sorotannya pada berbagai perkembangan
terakhir yang terjadi hingga saat sekarang. Beberapa contoh perkembangan ilmu kontemporer
adalah : Santri, Priyayi, dan Abangan. Lebih lanjut semenjak tahun 1960 filsafat ilmu mengalami
perkembangan yang sangat pesat, terutama sejalan dengan pesatnya perkembangan ilmu dan
teknologi yang ditopang penuh oleh positivisme-empirik, melalui penelaahan dan pengukuran
kuantitatif sebagai andalan utamanya.
Berbagai penemuan teori dan penggalian ilmu berlangsung secara mengesankan. Pada
periode ini berbagai kejadian dan peristiwa yang sebelumnya mungkin dianggap sesuatu yang
mustahil, namun berkat kemajuan ilmu dan teknologi dapat berubah menjadi suatu kenyataan.
Bagaimana pada waktu itu orang dibuat tercengang dan terkagum-kagum, ketika Neil Amstrong
benar-benar menjadi manusia pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan. Begitu juga
ketika manusia berhasil mengembangkan teori rekayasa genetika dengan melakukan percobaan
cloning pada kambing, atau mengembangkan cyber technology, yang memungkinkan manusia
untuk menjelajah dunia melalui internet. Semua keberhasilan ini kiranya semakin memperkokoh
keyakinan manusia terhadap kebesaran ilmu dan teknologi. Memang, tidak dipungkiri lagi
bahwa positivisme-empirik yang serba matematik, fisikal, reduktif dan free of value telah
membuktikan kehebatan dan memperoleh kejayaannya, serta memberikan kontribusi yang besar
dalam membangun peradaban manusia seperti sekarang ini. Namun, dibalik keberhasilan itu,
ternyata telah memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak sederhana, dalam bentuk
kekacauan, krisis dan chaos yang hampir terjadi di setiap belahan dunia ini.
Alam menjadi marah dan tidak ramah lagi terhadap manusia, karena manusia telah
memperlakukan dan mengexploitasinya tanpa memperhatikan keseimbangan dan kelestariannya.
Berbagai gejolak sosial hampir terjadi di mana-mana sebagai akibat dari benturan budaya yang
tak terkendali. Kesuksesan manusia dalam menciptakan teknologi-teknologi raksasa ternyata
telah menjadi bumerang bagi kehidupan manusia itu sendiri. Raksasa-raksasa teknologi yang
diciptakan manusia itu seakan-akan berbalik untuk menghantam dan menerkam si penciptanya
sendiri, yaitu manusia. Berbagai persoalan baru sebagai dampak dari kemajuan ilmu dan
teknologi yang dikembangkan oleh kaum positivisme-empirik, telah memunculkan berbagai
kritik di kalangan ilmuwan tertentu. Kritik yang sangat tajam muncul dari kalangan penganut
“Teori Kritik Masyarakat”.
Kritik terhadap positivisme, kurang lebih bertali temali dengan kritik terhadap
determinisme ekonomi, karena sebagian atau keseluruhan bangunan determinisme ekonomi
dipancangkan dari teori pengetahuan positivistik. Positivisme juga diserang oleh aliran kritik dari
berbagai latar belakang dan didakwa berkecenderungan meretifikasi dunia sosial. Selain itu
Positivisme dipandang menghilangkan pandangan aktor, yang direduksi sebatas entitas pasif
yang sudah ditentukan oleh “kekuatan-kekuatan natural”. Pandangan teoritikus kritik dengan
kekhususan aktor, di mana mereka menolak ide bahwa aturan aturan umum ilmu dapat
diterapkan tanpa mempertanyakan tindakan manusia. Akhirnya “ Teori Kritik Masyarakat”
menganggap bahwa positivisme dengan sendirinya konservatif, yang tidak kuasa
menantangsistem yang eksis. Senada dengan pemikiran di atas, Nasution (1996:4) mengemukan
pula tentang kritik post-positivime terhadap pandangan positivisme yang bercirikan free of value,
fisikal, reduktif dan matematika. Aliran post-positivime tidak menerima adanya hanya satu
kebenaran,. Rich (1979) mengemukakan “There is no the truth nor a truth – truth is notone
thing, -or even a system. It is an increasing completely” Pengalaman manusia begitu kompleks
sehingga tidak mungkin untuk diikat oleh sebuahteori. Freire (1973) mengemukakan bahwa tidak
ada pendidikan netral, maka tidak ada pula penelitian yang netral. Usaha untuk menghasilkan
ilmu sosial yang bebas nilai makin ditinggalkan karena tak mungkin tercapai dan karena itu
bersifat “self deceptive” atau penipuan diri dan digantikan oleh ilmu sosial yang berdasarkan
ideologi tertentu. Hesse (1980) mengemukakan bahwa kenetralan dalam penelitian sosial selalu
merupakan problema dan hanya merupakan suatu ilusi. Dalam penelitian sosial tidak ada apa
yang disebut “obyektivitas”.“ Knowledge is a’socially contitued’, historically embeded, and
valuationally. Namun ini tidak berarti bahwa hasil penelitian bersifat subyektif semata-mata,
oleh sebab penelitian harus selalu dapat dipertanggung- jawabkan secara empirik, sehingga dapat
dipercaya dan diandalkan.

C. Pengertian Ilmu Pengetahuan


Secara etimologi, ilmu pengetahuan terdiri dari dua kata, yakni ilmu dan pengetahuan.
Ilmu dalam bahas Arab, berasal dari kata Alama artinya mengecap atau memberi tanda.
Sedangkan ilmu berarti pengetahuan. Sedangkan dalam bahasa Inggris ilmu berarti science, yang
berasal dari bahasa latin scientia, yang merupakan turunan dari kata scire, dan mempunyai arti
mengetahui (to know), yang juga berarti belajar (to learn). Dalam Webster’s
Dictionary disebutkan bahwa;
(1) Possession of knowledge as distinguished from ignorance or misunderstanding; knowledge
attain trough study or practice, (2) A departemen of sistematiced knowledge as an object of study
(the science of tiology), (3) Knowledge covering general truths of the operasion laws esp. As
obtained and tested through scientific method; such knowledge concerned with the physical word
an its phenomena (natural science), (4) a system or method based or purporting to be based an
scientific principles.
(1) Pengetahuan yang membedakan dari ketidak tahuan atau kesalah pahaman; pengetahuan
yang diperoleh melalui belajar atau praktek, (2) suatu bagian dari pengetahuan yang disusun
secara sistematis sebagai salah satu objek studi (ilmu teologi), (3) pengetahuan yang mencakup
kebenaran umum atau hukum-hukum operasinal yang diperoleh dan diuji melalui metode ilmiah;
pengetahuan yang memperhatikan dunia pisik dan gejala-gejalanya (ilmu pengetahuan alami),
(4) suatu sistem atau metode atau pengakuan yang didasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah.
Sedangkan pengetahuan merupakan arti dari kata knowledge yang mempunyai arti;
(1) the fact or conditioning of knowing something whit familiriality gained through experience or
association, (2) the fact or conditioning of being aware of something.
(3) the fact or condition of having information or of being learned, (4) the sum of is known; the
body of truth, information, and principels acquired by mankind.
(1) kenyataan atau keadaan mengetahui sesuatu yang diperoleh secara umum melalui
pengalaman atau kebenaran secara umum, (2) kenyataan atau kondisi manusia yang menyadari
sesuatu, (3) kenyataan atau kondisi memiliki informasi yang sedang dipelajari, (4) sejumlah
pengetahuan; susunan kepercayaan, informasi dan prinsip-prinsip yang diperoleh manusia.
Konklusi dari pernyataan tersebut diatas, Ilmu diinterpretasikan sebagai salah satu dari
pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah yang sistematis. Sedangkan pengetahuan
diperoleh dari kebiasaan atau pengalaman sehari-hari. Dengan demikian ilmu lebih sempit dari
pegetahuan, atau ilmu merupakan bagian dari pengetahuan.
Pengertian tersebut tidak jauh berbeda dari definisi yang dikemukakan oleh para ahli -
terminologi-. Kata ilmu diartikan oleh Charles Singer sebagai proses membuat pengetahuan.
Definisi yang hampir sama dikemukakan John Warfield yang mengartikan ilmu sebagai
rangkaian aktivitas penyelidikan.Sedangkan pengetahuan menurut Zidi Gazalba merupakan hasil
pekerjaan dari tahu yang merupakan hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai.
Pengetahuan menurutnya adalah milik atau isi fikiran. Sedangkan pengertian ilmu pengetahuan
sebagai terjemahan dari science, seperti dikatakan oleh Endang Saefuddin Anshori ialah;
Usaha pemahaman manusia yang disusun dalam satu sistem mengenai kenyataan,
struktur, pembagian, bagian-bagian dan hukum-hukum tentang hal-ihwal yang diselidiki (alam,
manusia, dan agama) sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran yang dibantu penginderaan
itu, yang kebenarannya diuji secara empiris, riset dan eksprimental.
Dari definisi tersebut diperoleh ciri-ciri ilmu pengetahuan yaitu;
sistematis, generalitas (keumuman), rasionalitas, objektivitas, verifibialitas dankomunitas.
Sistematis, ilmu pengetahuan disusun seperti sistem yang memiliki fakta-fakta penting yang
saling berkaitan. Generalitas, kualitas ilmu pengetahuan untuk merangkum fenomena yang
senantiasa makin luas dengan penentuan konsep yang makin umum dalam pembahasan
sasarannya.Rasionalitas, bersumber pada pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah
logika. Verifiabilitas, dapat diperiksa kebenarannya, diselidiki kembali atau diuji ulang oleh
setiap anggota lainnya dari masyarakat ilmuan. Komunitas, dapat diterima secara umum, setelah
diuji kebenarannya oleh ilmuwan.
Sedangkan yang menjadi objek ilmu pengetahuan dapat dibagi dua yaitu objek materi
(material objek) dan objek fomal (formal objek). Objek materi adalah sasaran yang berupa materi
yang dihadirkan dalam suatu pemikiran atau penelitian. Didalamnya terkandung benda-benda
materi ataupun non-materi. Bisa juga berupa hal-hal, masalah-masalah, ide-ide, konsep-konsep
dll. Objek formal yang berarti sudut pandang menurut segi mana suatu objek diselidiki. Objek
formal menunjukkan pentingnya arti, posisi dan fungsi-fungsi objek dalam ilmu pengetahuan.
Sebagai contoh pembahasan tentang objek materi “manusia”. Dalam diri manusia terdapat
beberapa aspek, seperti: kejiwaan, keragaan, keindividuaan dan juga kesosialan. Aspek inilah
yang menjadi objek forma ilmu pengetahuan. Manusia dengan objek formalnya akan
menghasilkan beberapa macam ilmu pengetahuan, misalnya biologi, fisikologi, sosiologi,
antropologi dll. Dengan kata lain ilmu pengetahuan adalah pengetahuan tentang suatu objek yang
diperoleh dengan metode ilmiah yang disusun secara sistematik sebagai sebuah kebenaran.

D. Periodesasi Perkembangan Ilmu


1. Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Babilonia dan Mesir
Sekitar tahun 3000 SM di daerah Mesopotamia, orang mulai bertani dalam jumlah besar,
menggunakan binatang dan bajak, memiki perahu dan kendaraan beroda sebagai sarana
transportasi. Mereka juga sudah mampu mengolah logam dan membuat barang dari keramik.
Tahun 2500 SM bangsa Sumeria telah mengenal matematika. Tahun 2000 SM dinasti
Hammurabi mengembangkan kemajuan kebudayaan. Matematika semakin berkembang. Banyak
sekolah didirikan. Orang Babilonia telah mampu membagi hari dalam jam serta menyatakan
bahwa satu tahun terdiri atas 365 hari.
Di bidang astronomi para pemuka agama melakukan pengamatan terhadap angkasa dan
memberi nama bintang-bintang dengan Pisces, Gemini, Scorpio dan lain-lain yang sekarang
disebut zodiac. Kemudian melalui pengamatan tersebut , mereka mencoba meramalkan nasib
seseorang dikaitkan dengan hari kelahirannya.
Pengetahuan tentang kedokteran juga telah lama dikenal di Babilonia. Pada tahun 2350
SM telah ada dokter di Babilonia Selatan. Akan tetapi pada saat itu pengetahuan yang
dikembangkan bercampur dengan anggapan bahwa penyakit itu dibawa oleh roh jahat. Oleh
karena itu pengobatannya pun dilakukan melalui obat dan mantra. Yang diketahui dari buku-
buku kedokteran yang memuat tulisan yang berisi campuran antara resep dan mantra. Dalam
bidang ekonomi orang Babilonia juga telah mengenal perdagangan dalam bentuk barter.
Kerajinan tangan membuat sepatu, menyamak kulit, memotong batu, textil.dll.
Kebudayaan Mesir di Zaman Purba lebih maju. Di bidang transportasi orang Mesir sudah
berhasil menemukan kereta beroda dan perahu layer. Juga mengenal timbangan yang
memungkinkan mereka mengetahui berat suatu benda. Pembuatan textile dengan cara menenun
telah dilakukan dengan alat tenun.
Pada tahun 2500 SM di Mesir telah dibangun Piramid yang sisi-sisinya tepat menghadap
Barat, Timur, Utara dan Selatan. Pembangunan Piramid menunjukan telah dipergunakannya
Matematika untuk menghitung sudut elevasi Piramid.
Dalam bidang kedokteran ditemukan tulisan tentang cara-cara pengobatan orang sakit . Pada
papyrus ebers misalnya, terdapat keterangan tentang denyut nadi pada beberapa bagian badan,
mekanisme pernafasan, daftar penyakit, resep obat untuk penyakit mata, telinga dan perut dan
lain-lain. Pengobatan suatu penyakit selain menggunakan obat-obatan yang terdiri dari ramuan
tumbuhan dan bahan kimia seperti minyak jarak, soda, garam, timbale dan garam tembaga, juga
menggunakan mantera. Lemak harimau, buaya, ular dan angsa digunakan sebagai obat
penumbuh rambut. Dalam papyrus ini ditulis pula cara-cara mengawetkan makanan dengan
menggunakan garam, cuka dll. Dokter pertama kali dikisahkan bernama Imhotep dan kemudian
dianggap sebagai dewa pengobatan pada tahun 3000 SM sedangkan gambar-gambar tentang
suatu operasi atau pembedahan telah ada pada tahun 2500 SM.Gambar tersebut terdapat sebagai
ukiran dalam suatu makam di Mesir. Akan tetapi pada orang yang menderita penyakit jiwa,
pengobatannya tidak melalui dokter, akan tetapi diserahkan pada ahli mengusir roh jahat.
Dalam bidang pengolahan logam orang Mesir telah lama mengenal cara-cara pemurnian
emas, pengolahan besi serta bijih logam lainnya. Hal ini dapat diketahui dengan ditemukannya
benda-benda dari logam yang berupa perhiasan atau senjata. Emas, perak dan tembaga
diperkirakan telah ada pada tahun 3000 SM. Perunggu telah dipergunakan orang pada tahun
2500 SM dan pada waktu itu besi dan timbal telah ditemukan .raksa telah dikenal orang pada
tahun 1500 SM. Timbale terdapat sebagai bijih timbal sulfide di suatu tempat dekat laut Merah.
Tambang emas terletak di sebelah timur sungai Nil di daerah yang disebut Nubia.
Selain logam, orang Mesir juga mengenal cara pembuatan gelas dan keramik. Mereka
telah menggunakan alat yang berupa roda yang berputar pada sumbu tegak untuk memberi
bentuk kepada tanah liat yang digunakan, misalnya bentuk suatu bejana kemudian dibakar dalam
sebuah tungku atau tanur tinggi yang tertutup. Pembuatan gelas secara besar-besaran baru
dilakukan pada tahun 1370 SM dengan menggunakan netron yang dilebur bersama kwarsa.
Senyawa-senyawa tembaga dipakai untuk memberi warna hijau atau biru pada gelas. Kira-kira
pada tahun 4000 SM orang-orang Mesir juga telah mengenal zat warna indigo yang digunakan
untuk memberi warna pada tekstil .

2. Perkembangan Pengetahuan di India


Pada zaman kuno, pengetahuan yang telah dikenal di daerah lembah sungai Indus ini
adalah astronomi, matematika dan kedokteran. Walaupun tidak dapat menyamai perkembangan
astronomi di Babilonia, namun para pengamat benda-benda angkasa telah mengamati posisi
matahari, bulan dan beberapa bintang. Dari pengamatan itu ditentukan banyaknya waktu dalam
satu tahun dan satu bulan, Trigonometri serta lambang-lambang bilangan juga dikembangkan
dengan baik. Berhitung dengan menggunakan angka nol dan angka satu sampai sembilan
berkembang dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan kedokteran telah dikenal di India beberapa ratus tahun Sebelum Masehi. Tulisan
tentang pengetahuan kedokteran memuat beberapa cara pengobatan yang bebas dari pengaruh
mistik. Menurut teori kedokteran pada jaman kuno, tubuh manusia terdiri atas lima unsure alami
yaitu : tanah, air, api, angin dan ruang kosong. Air, api dan angin adalah unsur yang aktif.
Apabila ketiga unsur tersebut berada dalam keseimbangan dan keserasian maka orang akan
sehat. Kelebihan atau kekurangan salah satu unsure tadi menyebabkan adanya
ketidakseimbangan dan ketidakserasian yang mengakibatkan orang menjadi sakit. Tumbuh-
tumbuhan digunakan untuk keperluan pengobatan. Pengobatan penyakit dengan cara
pembedahan juga telah lama dikenal.

3. Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Cina


Perkembangan Ilmu pengetahuan di Cina dapat diketahui dari penemuan arkeologi, yaitu
pada masa Dinasti Shang ( 1523-1028 SM ) dan Dinasti Chin ( 1027 – 256 SM ). Pada masa –
masa tersebut orang telah mengenal tulisan, pembuatan keramik, kendaraan beroda, cara
bertanam padi, pembuatan sutera alam, dan pembuatan alat-alat dari perunggu.perunggu telah
lama dikenal pada abad ke -10 SM. Pengolahan besi dikenal abad ke-6 SM. Pada masa Dinasti
Shang dan Chin, teknologi di Cina mencapai kemajuan besar. Dalam bidang kedokteran bangsa
Cina juga telah mengenal bentuk pengobatan dengan menggunakan tusuk jarum ( akupuntur )
pada beberapa abad sebelum masehi.
Di samping itu dalam sebuah buku kuno yang ditulis pada tahun 1200 SM terdapat
tulisan tentang asal mula benda-benda. Disebutkan bahwa benda berasal dari dua macam
kekuatan yaitu Yin dan Yang. Yin membawa cirri buruk, sedangkan Yang membawa ciri baik.
Sifat suatu benda tergantung dari jumlah Yin dan Yang yang terkandung dalam benda tersebut.
Karena itu mereka percaya bahwa satu benda dapat berubah menjadi benda lain apabila jumlah
Yin dan Yang dalam benda tersebut diubah, misalnya suatu logam dapat diubah menjadi logam
mulia dengan mengurangi Yin dan menambah jumlah Yang. Dalam buku lian yang ditulis pada
tahun 2200 SM disebut adanya lima unsur yang membentuk benda yaitu air, api, kayu, logam
dan tanah. Menurut Jerome R. Ravertz, dalam bukunya Filsafat Ilmu, hingga zaman Renaissans
teknologi Cina lebih maju dari Eropa.

E. Sekilas Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Zaman Islam


Klasik
Mengenai zaman Islam klasik, Harun Nasution menyebutkan antara 650-1250 M. ini
terjadi semenjak Rasul Muhammad SAW menyebarkan risalahnya sampai hancurnya Baghdad
pada abad XIII M.
Dalam dunia Islam, ilmu bermula dari keinginan untuk memahami wahyu yang
terkandung dalam Al-Qura’an dan bimbingan Nabi Muhammad SAW mengenai wahyu tersebut.
Al-‘ilm itu sendiri dikenal sebagai sifat utama Allah SWT. Dalam bentuk kata yang berbeda.
Allah SWT disebut juga sebagai al-‘Alim, yang artinya “Yang Maha Mengetahui”. Ilmu adalah
salah satu dari sifat utama Allah SWT dan merupakan satu-satunya kata yang komprehensif serta
bisa digunakan untuk menerangkan pengetahuan Allah SWT.
Keterangan tafsir sering kali ditekankan sehubungan dengan kelima ayat Al-Qur'an yang paling
pertama diwahyukan (QS.96:l-5), antara lain bahwa ajaran Islam sejak awal meletakkan
semangat keilmuan pada posisi yang amat penting. Banyaknya ayat Al-Qur'an dan hadis Nabi
SAW tentang ilmu antara lain memberi kesan bahwa tujuan utama hidup ini ialah memperoleh
ilmu tersebut.
Dalam hubungan ini, sebagian ahli menerangkan perkembangan ilmu dalam Islam
dengan melihat cara pendekatan yang ditempuh kaum muslimin terhadap wahyu dalam
menghadapi suatu situasi di mana mereka hidup, dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Menurut pendekatan ini, generasi pada masa Nabi Muhammad SAW telah menangkap semangat
ilmu yang diajarkan oleh Islam yang disampaikan oleh Nabi SAW tetapi semangat itu baru
menampakkan dampak yang amat luas setelah Nabi SAW wafat. Hadirnya Nabi SAW di tengah-
tengah kaum muslimin pada generasi pertama sebagai pimpinan dan tokoh sentral menyebabkan
semua situasi dan persoalan-persoalan yang muncul dipulangkan kepada dan diselesaikan oleh
Nabi SAW.
Generasi sesudah Nabi SAW wafat, yang menyaksikan proses berlangsung dan turunnya
wahyu sehingga berhasil menginternalisasi dan menyerapnya ke dalam diri mereka, menilai
situasi yang mereka hadapi dengan semangat wahyu yang telah mereka serap. Penilaian terhadap
situasi baru yang lebih bercorak intelektual berlangsung pada generasi tabiin dan tabiit tabiin
(tabi'at-tabi'in) karena metode yang dipakai menyerupai metode ilmu yang dikenal kemudian,
bahkan sebagian metode ilmu yang dikenal sekarang berasal dari generasi tersebut. Metode
tersebut adalah metode nass, yaitu mencari rujukan kepada ayat-ayat Al-Qur'an dan teks-teks
hadis yang sifatnya langsung, jelas, dan merujuk pada situasi yang dihadapi, atau mencari teks
yang cukup dekat dengan situasi atau masalah yang dihadapi bila teks langsung tidak diperoleh.
Metode yang lainnya disebut metode kias atau penalaran analogis.
Menurut pendekatan ini, pemikiran tentang hukum adalah ilmu yang paling awal tumbuh
dalam Islam. Munculnya sejumlah hadist yang digunakan untuk keperluan pemikiran hukum, di
samping ayat-ayat Al-Qur'an, menjadikan hadist pada masa-masa.
tersebut tumbuh menjadi ilmu tersendiri. Dengan alasan yang berbeda dengan lahirnya ilmu
hukum, teologi atau ilmu kalam muncul menjadi ilmu yang berpangkal pada persoalan-persoalan
politik, khususnya pada masa kekhalifahan Usman bin Affan dan Ali bin Abi Talib. Ilmu kalam
semakin menegaskan dirinya sebagai disiplin ilmu tersendiri ketika serangan yang ditujukan
kepada Islam memakai pemikiran filsafat sebagai alat. Oleh karena itu, dirasakan bahwa
penyerapan filsafat merupakan suatu keharusan untuk dipakai dalam membela keyakinan-
keyakinan Islam.
Perkembangan ilmu paling pesat dalam Islam terjadi ketika kaum muslimin bertemu
dengan kebudayaan dan peradaban yang telah maju dari bangsa-bangsa yang mereka taklukkan.
Perkembangan tersebut semakin jelas sejak permulaan kekuasaan Bani Abbas pada pertengahan
abad ke-8. Pemindahan ibukota Damsyik (Damascus) yang terletak di lingkungan Arab ke
Baghdad yang berada di lingkungan Persia yang telah memiliki budaya keilmuan yang tinggi dan
sudah mengenal ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani, menjadi alat picu semaraknya semangat
keilmuan yang telah dimiliki oleh kaum muslimin. Pada masa ini umat islam telah banyak
melakukan kajian kritis tentang ilmu pengetahuan sehingga ilmu pengetahuan baik aqli ( rasional
) maupun yang naqli mengalami kemajuan dengan sangat pesat. Proses pengalihan ilmu
pengetahuan dilakukan dengan cara penerjemahan berbagai buku karangan bangsa-bangsa
terdahulu, seperti bangsa yunani, romawi, dan persia, serta berbagai sumber naskah yang ada di
timur tengah dan afrika, seperti mesopotamia dan mesir.
Diantara banyak ahli yang berperan dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan
adalah kelompok Mawali atau orang-orang non arab, seperti orang persia. Pada masa itu, pusat
kajian ilmiah bertempat di masjid-masjid, misalnya masjid Basrah. Di masjid ini terdapat
kelompok studi yang disebut Halaqat Al Jadl, Halaqad Al Fiqh, Halaqad Al Tafsir wal Hadist,
Halaqad Al Riyadiyat, Halaqad lil Syi’ri wal adab, dan lain-lain. Banyak orang dari berbagai
suku bangsa yang datang ke pertemuan ini. Dengan demikian berkembanglah kebudayaan dan
ilmu pengetahuan dalam islam.
Pada permulaan Daulah Abbasiyah, belum terdapat pusat-pusat pendidikan formal,
seperti sekolah-sekolah, yang ada hanya beberapa lembaga non formal yang disebut Ma’ahid.
Baru pada masa pemerintahan Harun Al Rasyid didirikanlah lembaga pendidikan formal seperti
Darul Hikmah yang kemudian dilanjutkan dan disempurnakan oleh Al Makmun. Dari lembaga
inilah banyak melahirkan para sarjana dan ahli ilmu pengetahuan yang membawa kejayaan
Daulah Abbasiyah dan umat islam pada umumnya. Masa ini dicatat oleh sejarah sebagai masa
kaum muslimin menyerap khazanah ilmu dari luar tanpa puas-puasnya. Akan tetapi prestasi
terbesar al-Makmun adalah pembangunan Bait al-hikmah.
Pada mulanya, suatu karya diterjemahkan dan dipelajari karena alasan praktis. Misalnya,
ilmu kedokteran dipelajari untuk mengobati penyakit khalifah dan keluarganya; untuk
mendapatkan kesempurnaan pelaksanaan ibadah, ilmu falak berkembang dalam menentukan
waktu shalat secara akurat. Akan tetapi, motif awal dipelajarinya ilmu-ilmu tersebut ternyata
pada perkembangan selanjutnya mengalami pertumbuhan sedemikian rupa, sehingga tidak lagi
terbatas untuk keperluan-keperluan praktis dan ibadah tetapi juga untuk keperluan yang lebih
luas, misalnya, untuk pengembangan ilmu itu sendiri. Dengan demikian, ilmu yang diserap itu
ditambah dan dikembangkan lagi oleh kaum muslimin dengan hasil-hasil pemikiran dan
penyelidikan mereka.
Beberapa disiplin ilmu yang sudah berkembang pada masa klasik Islam adalah: ilmu
fikih, ilmu kalam, ilmu hadis, ilmu tafsir, ilmu usul fikih, ilmu tasawuf, yang biasa pula disebut
sebagai bidang ilmu naqli, ilmu-ilmu yang bertolak dari nas-nas Al-Qur'an dan hadis. Adapun
dalam bidang ilmu 'aqli atau ilmu rasional, yang berkembang antara lain ilmu filsafat, ilmu
kedokteran, ilmu farmasi, ilmu sejarah, ilmu astronomi dan falak, ilmu hitung, dan lain-lain.
Pada masa ini dikenal banyak sekali pakar dari berbagai ilmu, baik orang Arab maupun muslim
non-Arab. Sejarah juga mencatat, bahwa untuk pengembangan ilmu-ilmu tersebut para pakar
muslim bekerja sama dengan pakar-pakar lainnya yang tidak beragama Islam. Muhammad bin
Ibrahim al-Fazari dipandang sebagai astronom Islam pertama. Muhammad bin Musa al-
Khuwarizmi (wafat 847M) adalah salah seorang pakar matematika yang mashyur. Ali bin
Rabban at-Tabari dikenal sebagai dokter pertama dalam Islam, di samping Abubakar Mu-
hammad ar-Razi (wafat 925M) sebagai seorang dokter besar. Jabir bin Hayyan (wafat 812M)
adalah "bapak" ilmu kimia dan ahli matematika. Abu Ali al-Hasan bin Haisam (wafat 1039M)
adalah nama besar di bidang ilmu optik. Ibnu Wazih al-Yakubi, Abu Ali Hasan al-Mas'udi
(wafat 956M), dan Yakut bin Abdillah al-Hamawi adalah nama-nama tenar untuk bidang ilmu
bumi (geografi) Islam dan Ibnu Khaldun untuk kajian bidang ilmu sejarah. Disamping nama-
nama besar diatas, masih banyak lagi pakar-pakar ilmu lainnya yang sangat besar peranannya
dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Besarnya pengaruh bidang keilmuan yang ditinggalkan kaum ilmuwan muslim pada
abad-abad yang lampau tidak hanya tampak pada banyaknya nama-nama pakar muslim yang
disebut dan ditulis dalam bahasa Eropa, tetapi juga pada pengakuan yang diberikan oleh dan dari
berbagai kalangan ilmuwan. Zaman Kebangkitan atau Zaman Renaisans di Eropa, yang di
zaman kita telah melahirkan ilmu pengetahuan yang canggih, tidak lahir tanpa andil yang sangat
besar dari pemikiran dan khazanah ilmu dari ilmuwan muslim pada masa itu.
BAB III
KESIMPULAN
Perkembangan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini tidak terpusat pada satu tempat atau
wilayah tertentu saja. Selain di Eropa , Dunia Timur juga terbukti memberikan sumbangsih yang
besar bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Banyak penemuan yang terjadi di Dunia Timur yang
baru dikembangkan belakangan di Dunia Barat.
Beberapa disiplin ilmu yang sudah berkembang pada masa klasik Islam adalah: ilmu
fikih, ilmu kalam, ilmu hadis, ilmu tafsir, ilmu usul fikih, ilmu tasawuf, yang biasa pula disebut
sebagai bidang ilmu naqli, ilmu-ilmu yang bertolak dari nas-nas Al-Qur'an dan hadits. Adapun
dalam bidang ilmu 'aqli atau ilmu rasional, yang berkembang antara lain ilmu filsafat, ilmu
kedokteran, ilmu farmasi, ilmu sejarah, ilmu astronomi dan falak, ilmu hitung, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

A.W.Munawar. (1997). Kamus Arab Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif.

Abdullah, A. (2002). Studi Agama Normativitas Atau Historivitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bachtiar, A. (2010). Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Press.

Louis, K. (1996). Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wicana Yogya.

Mukhtar. (2014). Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu. Jakarta: Kencana Prenadamedia.

Mulyadi, K. (2005). Integrasi Ilmu, Sebuah Rekonstruksi Holistic. Jakarta: UIN Press.

R.Ravertz, J. (2009). Fiklsafat Ilmu. aktif: Pustaka .

S., S. J. (1999). Filsafat Ilmu . Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Suharsono. (1997). Filsafat Ilmu Pen9tahuan. Makassar: Pascasarja Universitas .

Sunanto, M. (2007). Jakarta: Kencana prenada .

Supalan, S. (1997). Filsafat Ilmu Pengetahuan. Makassar.

Supriyadi, D. (2009). Pengatar Fisika Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Surajiyo. (2005). Ilmu Filsafat Suatu Pengantaar. Jakarta: Bumi Aksara 2005.

Anda mungkin juga menyukai