Dosen :
Ny. C. Tuhumury, S. Th. SH.MH
Oleh :
Glen Jacob
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
JUDUL BUKU
SOSIO EPISTEMOLOGI
(MEMBANGUN PENGETAHUAN BERWATAK SOSIAL)
PENGARANG :
Aholiab Watloly
PENERBIT :
Kanisius
TAHUN TERBIT :
2013
TEBAL :
439 Halaman
PENDAHULUAN
Buku Sosio-epistemologi (membangun pengetahuan
berwatak sosial ) memperkenalkan tentang pemikiran baru
dalam epistemologi ( filsafat pengetahuan ) yang menggagas
sebuah teori pengetahuan yang berwatak atau berkarakter
sosial, pengatahuan untuk berpikir inovatif dalam menyingkap
berbagai kemungkinan, baik dalam akal maupun pengalaman,
serta menata dan menguji argumen untuk menumbuhkan
aktivitas, dengan rasio dan nalar social sebagai sebuah tugas
insani yang berharga dan utama, serta mengembalikan hakikat
dan watak sejati kita sebagai mahkluk sosial.
Sosio-epistemologi bertujuan untuk menunjukan adanya
sebuah visi baru tentang hakikat pengetahuan dan keilmuan
yang terpancar dari ruang kedalaman hati dan hidup manusia
(inner vision). pengetahuan bersumber dari pikiran manusia,
bahkan dari kandungan pikir, rasa, karsa atau kehendak dan niat
hati dalam pergulatan hidup anak manusia sebagai anggota
masyarakat dengan kepentingan kepentingan kemanusiaan
dan tugas kemasyarakatannya yang ber-bhinneka tunggal ika.
Sosio-epistemologi berupaya mengembangkan sebuah sistem
pengetahuan yang berwatak atau berkarakter sosial yang
mendorong tindakan-tindakan emansipatif (pembebasan) demi
tugas pencerdasan, humanisasi, cinta kasih, dan kesejahteraan
hidup manusia.
ISI BUKU
BAB I
MENJELAJAHI ATMOSFER PENGETAHUAN
A. LANDASAN PENGETAHUAN.
1. Landasan Ontologi
Istilah Ontologi (Yunani = On ontos). Ontology adalah
cabang filsafat yang mempelajari ada dan
keberadaan. Tidak ada pengetahuan sejati tanpa
manusia dan masyarakat sebagai basis ontologisnya
yang bersifat normatif. Manusia dan masyarakat
menjadi sumber pengada bagi pemikiran dan
pengatahuan sehingga pengetahuan menjadi
sesuatu yang sangat dinamis (berkembang). Tanpa
landasan ontologis manusia dan kemasyarakatan,
3. Landasan Aksiologis
Aksiologi berasal dari akar kata yunani axios yang
berarti pantas atau wajar, misalnya bepikir yang
pantas. Jadi Aksiologi diartikan sebagai pikiran,
pengetahuan, atau ilmu tentang hal-hal yang pantas,
wajar, atau yang etis.
Masyarakat sebagai sebuah entitas budaya memiliki
sistem nilai berupa tanda kepribadian, kode
peradaban, dan martabat diri. Semua sistem yang
dimaksud tidak turun dari langit melainkan
terjemahan dan pemahaman yang didasarkan pada
orientasi komunitas masyarakat. Aksiologi
pengetahuan hendak menunjukan hal yang
sebaliknya yaitu asumsi-asumsi dasar dari pemikiran
teoritis tentang masyarakat yang bergantung pada
sistem nilai budayanya.
BAB V
TEORI KRITIS SEBAGAI PELETAK DASAR BANGUNAN
FILSAFAT SOSIO-EPITEMOLOGI
A. GAMBARAN UMUM TEORI KRITIS
Meskipun teori kritis belum menampilkan Sosioepistemologi di dalam ssebuah karya yang bersifat lengkap
dan sistematis, namun meraka telah menunjukan seratserat pemikiran Sosio-epistemologi itu secara ekslusif di
dalam struktur pemikiran dan semangat intelektualnya.
Istilah Teori Kritis ingin memperjelas basis
epistemologinya. Intinya adalah melakukan refleksi Kritis
atas proses persepsi yang terjadi pada subjek epistemologi
dan pertautan dialektisnya atas kepentingan-kepentingan
praxis. Penggunaan istilah teori kritis berhubungan
dengan inti ajaran atau pemikiran filsafatnya.
B. MENUMBUHKAN ENERGI KEBEBASAN
Maksud teori kritis adalah ingin memberikan kesadaran
untuk membebaskan manusia dari irasionalisme, secara
khusus rasionalitas pencerahan yang menurut mereka,
BAB X
SOSIO-EPISTEMOLOGI SEBAGAI KATEGGORI
EPISTEMOLOGI
A. KATEGORI RASIONAL
1. SOSIO-EPISTEMOLOGI SEBAGAI KRITIK RASIO
MODERN
Umumnya, dipandang bahwa ketegori pokok
epistemologi adalah tuntutan rasionalnya, apapun yang
dapat dilakukan baik mengenai proses kerja maupun isi
pengetahuan yang dihasilkan oleh sebuah bidang
epistemologi. Tuntutan rasional dalam epistemologi
sekurang-kurangnya telah dimulai sejak Rene Descartes
yang dipacu oleh situasi zamannya yang begitu kuat
memperjuangkan otonomi rasio dari belenggu kekuasaan
mitos dan teologi zaman abad ssebelumnya yang bersifat
deterministis. Pendekatan Descartes tersebut sekaligus
menandai ciri lahirnya epistemologi modern yang dasarnya
dibangun di atas rasio.
Melalui pandangan dualismenya (rasio terpisah dari
pengalaman),Descartes telah mengabaikan hakikat rasio
sebagai hal yang bereksistensi dan berada dalam dinamika
interaksi dengan kepenuhan realitasnya yang utuh dan
majemuk.
2. PEMBARUAN ATAS TUNTUTAN RASIO
Ciri rasionalitas ini dipandang sebagai jawaban Sosioepistemologi terhadap tuntutan sejarah dalam rangka
usaha untuk menjernihkan tuntutan-tuntutan rasio
zamannya yang bersifat irasional. Bibit kelahiranya sebagai
kritik rasio telah dimunculkan melalui pemikiran Teori
Kritis Awal yang kemudian dibarui dan dikembangkan
secara lebih luas oleh Habernas.
3. MEMBANGUN RASIONALITAS YANG UTUH DAN
MENDASAR
BAB XIII
TUNTUTAN TEORETIS, METODIS, VALIDITAS DALAM
SOSIO-EPISTEMOLOGI
A. ARTI TEORI
Secara khusus Sosio-epistemologi adalah tuntutan
atau klaim teoretisnya untuk membuktikan
kememmadaian diri sebagai sebuah teori pengatahuan
yang sejati.
1. VARIABEL TEORI
Sosio-epistemologi lebih dipahami sebagai
sebuah Program teori atau Kritik Teori bukan
sekadar sebuah teori sektoral dalam pengertian yang
final dan ketat. Jelasnya, istilah Teori itu sendiri telah
mengandung makna pembebasan atau emansipasi
manusia secara utuh di dalamnya.
2. VARIABEL PENGETAHUAN
Kiranya tidak lagi berpanjang lebar untuk
menjelaskan variabel pengetahuan ini karena hal ini
II.
KESIMPULAN
Buku Sosio-epistemologi ingin menegaskan sebuah
cabang filsafat pengetahuan sebagai jalan teoretis yang
berbasis pada sebuah rasio sosial untuk membelah misteri
pengetahuan, keilmuan, dan kepentingan manusia dan
masyarakat dalam sebuah pertautan dialektis. Pendeknya
buku ini dirancang untuk memperkenalkan kepada
pembaca, sketsa penalaran Sosio-epistemologi yang
berupa sebuah proyek pemikiran filosofis untuk terus
menyapa realitas sosial yang selalu mengalir dan menyapa
dengan aneka kepentingan untuk dikritisi dan dimaknai
bagi kehidupan itu sendiri.