Anda di halaman 1dari 12

1.

Kelas atas, kelas ini ditandai oleh besarnya kekayaan, pengaruh baik dalam sektor-sektor
masyarakat perseorangan ataupun umum, berpenghasilan tinggi, tingkat pendidikan yang
tinggi, dan kestabilan kehidupan keluarga.
2. Kelas menengah, kelas ini di tandai oleh tingkat pendidikan yang tinggi, penghasilan dan
mempunyai penghargaan yang tinggi terhadap kerja keras, pendidikan, kebutuhan
menabung dan perencanaan masa depan, serta mereka dilibatkan dalam kegiatan
komunitas.
3. Kelas bawah, kelas ini biasanya terdiri dari kaum buruh kasar, penghasilannya pun relatif
lebih rendah sehingga mereka tidak mampu menabung, lebih berusaha memenuhi
kebutuhan langsung daripada memenuhi kebutuhan masa depan, berpendidikan rendah,
dan penerima dana kesejahteraan dari pemerintah.

1. Latar Belakang
Hak asasi Manusia adalah hak yang telah dipunyai seseorang sejak manusia dalam kandungan.
HAM berlaku secara mendunia, hal ini dikarenakan karena semua dunia mengakui hak hak yang
dimiliki manusia, tak terkecuali Indonesia, hak asasi manusia di Indonesia tercantum pada
Undang Undang Dasar (UUD) 1945 yang secara gamblang dijelaskan pada pembukaan
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.[1]

Hak asasi manusia juga di perjuangkan dalam agama Islam, dalam Al Quran diterangkan pada
surat An Nahl ayat : 90

Artinya :

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada
kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.[2]

Pada Surat di atas mengartikan bahwa seseorang sebenarnya sama saja sehingga butuh
penghormatan, perlindungan dan penghargaan yang sama dari sesama manusia, tanpa terkecuali,
begitupun yang di terangkan dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945.

Namun, pesan yang tersimpan dalam dasar hidup dan dasar bernegara ini seolah tak
tersampaikan kepada kaum minoritas, ditambah Negara Indonesia adalah Negara hukum ,
Negara yang menandang semua orang sama, namun tetap saya kaum minoritas seolah terindas
dan juga dianak tirikan di mata hukum bahkan agama.
Banyak kiranya kaum minoritas di Negara kita ini, namun pada makalah kali ini penyusun
mengambil contoh kaum minoritas adalah kaum waria. Pengertian yang beredar dimasyarakat
waria berasal dari 2 kata yang digabungkan yaitu wa=wanita dan ria=pria sehingga dari kata ini
ditemukan arti waria adalah wanita yang aslinya pria.

Penekanan yang penyusun ambil tentang waria adalah sesuatu yang biologis dan berasal dari
naluri asli manusia. Jika demikian, maka menjadi waria bukanlah merupakan kehendak sendiri
yang disengaja, namun sesuatu yang berasal dari hati bahkan jiwa seseorang.

Namun sampai hari ini waria masih dianggap sebagai masalah sosial di Indonesia, sebagai
masalah, waria seolah hina dan harus disingkirkan. Penghinaan dan perlakuan tak senonoh masih
saja kaum waria dapatkan dari masyarakat, bahkan aparat. Oleh karena itu di makalah ini saya
akan memaparkan tentang waria sebagai salah satu kodrati namun dijadikan masalah sosial yang
tak kunjung usai dan cara waria dapat menunjukan eksistenasi dirinya sebagai bagian dari
masyarakat.

1. Rumusan Makalah
2. Apa itu waria secara umum dan dimata islam ?
3. Bagaimana tahapan menjadi waria secara umum dan dimata islam?
4. Faktor apa saja yang medorong seseorang menjadi waria?
5. Siapa saja pihak yang diuntungkan dan dirugikan oleh waria?
6. Bagaimana waria menunjukan eksistensi diri sebagai bagian dari masyarakat?
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang waria secara umum dan dimata islam ?


2. Untuk mengatahui Tahapan seseorang menjadi waria secara umum dan dimata islam?
3. Untuk mengetahui Faktor yang medorong seseorang menjadi waria?
4. Untuk mengetahui pihak yang diuntungkan dan dirugikan oleh waria?
5. Untuk mengetahui cara waria menunjukan eksistensi diri sebagai bagian dari masyarakat?

1. Pengertian Waria
Allah menciptakan manusia hanya 2 jenis, yaitu wanita dan pria. Dan pada hakikatnya memang
hanya ada dua kecenderungan itu. Bagaimanapun , Wanita adalah sesorang yang memiliki organ
reproduksi berupa vagina dan rahim, untuk mengandung, melahirkan dan menyusui, yang tidak
bisa dilakukan oleh pria, ini yang disebut dengan tugas perempuan/wanita/ibu.

Pria adalah lawan jenis dari wanita. Yaitu sesorang yang memproduksi sperma dan memiliki alat
reproduksi berupa penis.

Sedangkan Waria (portmanteau dari wanitapria) atau wadam (dari hawaadam) adalah laki-laki
yang lebih suka berperan sebagai perempuan dalam kehidupannya sehari-hari. Keberadaan waria
telah tercatat lama dalam sejarah dan memiliki posisi yang berbeda-beda dalam setiap
masyarakat. Walaupun dapat terkait dengan kondisi fisik seseorang, gejala waria adalah bagian
dari aspek sosial transgenderisme.
Seorang laki-laki memilih menjadi waria dapat terkait dengan keadaan biologisnya
(hermafroditisme), orientasi seksual (homoseksualitas), maupun akibat pengondisian lingkungan
pergaulan.

Bastaman dkk (2004:168) mengatakan bahwa transsexual yaitu keinginan untuk hidup dan
diterima sebagai anggota kelompok lawan jenis, biasanya disertai dengan rasa tidak nyaman atau
tidak sesuai dengan jenis kelamin, dan menginginkan untuk membedah jenis kelamin
serta menjalani terapi hormonal agar tubuhnya sepadan dengan jenis kelamin yang
diinginkan. Kartono (1989:226) mengatakan bahwa transsexual ialah gejala merasa memiliki
seksualitas yang berlawanan dengan struktur fisiknya[3].

Koeswinarno (2005:12) mengatakan bahwa seorang transsexual secara psikis merasa dirinya
tidak cocok dengan alat kelamin fisiknya sehingga mereka memakai pakaian atau atribut lain
dari jenis kelamin yang lain[4].

Dalam kitab Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al-Asqalan mengatakan bahwa waria atau dalam
bahassa arab di sebut Al-Mukhonats adalah laki-laki yang menyerupai wanita dalam gerakan,
gaya bicara dan lain sebagainya, yang bisa dari bawaan lahir maupun kehendaknya sendiri.

Disinggung diatas bahwa ada 2 jenis gender sama saja meniadakan waria, hal ini dikarenakan
waria sejatinya wanita, soul atau jiwa mereka manjadi wanita, namun kemasannya yang laki-laki
inilah yang kemudian masyarakat menganggap sebagai masalah sosial.

Jadi waria adalah seorang laki laki ataupun wanita yang mempunyai kecenderungan
untuk menjadi lawan jenis dengan mengubah dirinya menjadi sosok lawan jenis dan
meninggalkan atribut dirinya yang asli.

1. Tahapan Menjadi Waria


Psikolog Amerika Robert Epstein (2006) melakukan peneliian dengan 18.000 relawan di 12
negara sebagai pengisi kuesioner , hasilnya adalah kurang dari 10 % orang orang murni sebagai
heteroseksual ataupun homoseksual. Sedangkan sisanya yaitu 90% adalah biseksual atau
penyuka semuanya[5]. Inilah bisa menjadi modal utama orang orang mempunyai penyimpangan
suksual. Perlu diketahui bahhwa orientasi seksual manusia dibagi menjadi 3 yaitu heteroseksual,
homoseksual, dan biseksual.

Dari hasil pengamatan penyusun, sebelum menjadi waria seseorang akan menyadari ada
yang salah dengan dirinya. Dia tidak merasa nyaman dengan dirinya sendiri sebagai laki laki jika
perempuan dan perempuan jika laki laki.

Kemudian ketika dia bersama dengan teman lawan jenisnya dengan segala pernak pernik
lawan jenisnya, dia merasa nyaman. Berawal dari coba coba yang kemudian mulai mengubah
penampilanya menjadi seperti lawan jenisnya. Selain itu, orientasi cinta dan sexnya mulai
berubah. Pada tahapan ini seorang menjadi homosexual, baik itu gay ataupun lesbian.
Namun dalam Islam, fenomena waria dibagi menjadi 2, yaitu: Jenis pertama adalah yang
golongan yang diciptakan dalam keaadaan seperti itu, dan dia tidak memberat-beratkan dirinya
untuk berakhlaq dengan akhlaq wanita, berhias, bicara dan bergerak seperti gerakan wanita.
Bahkan hal tersebut merupakan kodrat yang Allah ciptakan atasnya, maka yang seperti ini tidak
ada ejekan, celaan, dosa dan hukuman baginya karena sesungguhnya dia diberi udzur karena
dia tidak membuat-buat hal tersebut.

Ketika dilahirkan, waria ini kebanyakan memiliki kelamin ganda, sehingga penentuannya dapat
dilihat saat pertama kali dia mengeluarkan air kencing, namun jika air kencing ini tidak keluar
atau keluar pada 2 alat kelaminnya, maka kebiasaanlah yang menentukan.

Jenis kedua dari Al-Mukhonats yaitu yang kodratnya tidak seperti itu, bahkan dia berusaha
berakhlak, bergerak, bertabiat dan berbicara seperti wanita dan juga berhias dengan cara
wanita berhias.dalam islam ini dilarang dan merupakan hal yang menyalahi kodrat ilahi.

Memang tahapan waria selalu mengalami kendala dan penolakan baik dari jenis yang pertama
maupun yang kedua. Penolakan masyarakat pada waria selama ini bukan saja karena penampilan
fisiknya yang aneh tapi terlebih lagi karena perilaku seksualnya yang dianggap menyimpang.
Mereka dianggap sebagai pendosa atau orang yang dikutuk Tuhan karena tertarik dengan sesama
jenis (homoseks).

Namun dorongan dari diri sendiri yang kuatlah yang menjadikan waria bisa bertahan, meski tak
jarang waria kembali menjadi laki laki tulen dan memadu kasih dengan lawan jenisnya.

C. Faktor Pendrorong Menjadi Waria

Hasil dari pengamatan penyusun[6], secara garis besar ada 2 faktor utama yang membuat
sesorang itu menjadi waria yaitu faktor intern dan faktorn ekstern.

1. Faktor Intern
Faktor ini berasal dari dalam diri seseorang yang merasa dirinya mempunyai jiwa perempuan
namun berada di dalam tubuh lelaki. Waria jenis ini memang kebanyakan dari waria yang ada,
dimana mereka merasa tidak sesuai dan merasa ada yang mengganjal dalam diri mereka ketika
mereka berperan menjadi lelaki.

Hal ilmiah yang menjelaskan fenomena adalah adanya kelaianan secara hoemonal dan
kromosom, ini karena terjadi mutasi gen dimana model gen lelaki seharusnya XYY, namun
kerena terjadi mutasi, gen wanita (Y) lebih mendominasi, sehingga pada lelaki tersebut
mempunyai model gen XXY, maka muncullah kelainan kelainan seperti laki laki yang timbul
buah dadanya, dan juga lelaki yang bernaluri seperti perempuan.

Jika mengutip isi dari kitab Fathul Bari di atas. Faktor ini seperti inilah yang islam
memperbolehkannya, intinya adalah tidak adanya keterpaksaan dari awal dia menentukan dirinya
menjadi waria.
seperti mami Vinolia Wakijo, waria yang menjadi ketua kebaya (Keluarga Besar Waria
Yogyakarta). mengaku awal awal dirinya menjadi waria adalah karena dalam dirinya memang
mempunyai jiwa wanita, namun tubuhnya lelaki.

1. Faktor Ekstern
Sedangkan faktor eksten dibagi menjadi 5 faktor :

b.1. Tuntutan Keluarga

Seorang yang sejak kecil sudah dibentuk menjadi karakter yang seperti lawan jenis oleh kedua
orang tuanya, akan menjadikan dirinya menjadi waria, hal tersebut bisa dipicu oleh keinginan
orang tuanya untuk memiliki anak dengan kelamin yang mereka inginkan.

Seperti Waria Mentul yang mengaku sejak kecil dia sudah dibentuk menjadi karakter seperti
perempuan oleh kedua orang tua. Dia juga menyatakan bahwa hal tersebut dipicu oleh keinginan
orang tuanya untuk memiliki anak perempuan.[7]

b.2. Faktor Ekonomi

Sebagai masalah klasik ekonomi memegang peranan penting dalam pembeniukan karakteristik
seseorang, orang akan melakukan apapun untuk memmenuhi kebutuhan ekonominya, tidak
terkecuali ketika tuntutan kebutuhan yang meningkat, dan lapangan pekerjaan tidak memadai.
Seseorang akan memilih jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan dengan cara yang mudah dan
cepat.

Sifat waria ini biasanya hanya unutk mendapatakan uang semata (kepura-puraan), namun hal ini
malah menjerat mereka menjadi keblabasan. Cara unutk memenuhi kebutuhannya pun beragam,
ada yang menjadi pengamen, penari, pelaku hiburan, hingga pekerja seks komersial(PSK).

Seperti Hendra Gunawan alias indah. Waria taman lawang berusia 26 ini sudah menjadi waria
sejak 3 tahun yang lalu, Indah mengaku alasanya merubah jati dirinya adalah karena keterbatasan
ekonomi.[8]

b.3. Traumatis

Faktor ini terjadi di masa lalu sesorang yang tidak bisa dilupakanya, sehingga ia merasa nyaman
saat menjadi waria, sebagai cara yang bisa membuatnya lupa (pelampiasan), penyebab trauma ini
biasanya berupa perlakuan tidak senonoh seperti tindak asusila, disakit, dihianati oleh lawan
jenisnya.

Seseorang dengan trauma karena tindak asusila merasa dirinya sudah ternoda, atau dalam istilah
lain sesorang merasa merasa sudah kepalang tanggung maka dari itu mereka mencari
pelampiasan dengan merubah penampilan, dan saat merubah penampilan itulah dia merasa
nyaman.

Seperti chacha, sejatinya dia sudah tunangan dan ada rencana menikah, namun, pacarnya main
serong dan hamil oleh orangg lain. Chacha pun frustasi dan trauma menjalin cinta dengan
perempuan sehingga dia kenal dengan dunia waria.

b.4. Faktor Lingkungan

Masyarakat di sekitar Tempat tinggal seseorang mempunyai peran yang cukup signifikan dalam
pembentukan karakter sesorang.

Seorang laki laki yang dari kecil tinggal dikawasan lokalisasi atau, salon waria, atau berteman
dengan perempuan dan bermain mainan perempuan menjadikan dirinya cenderung
menumbuhkan sikap feminim, inilah benih benih waria dalam diri lelaki.

Selain itu terlalu ketatnya aturan atau norma yang berlaku menyebabkan sesorang mempunyai
orientasi sex yang menyimpang.

Seperti Anwar yang merubah namanya menjadi bela karena statusnya menjadi waria, ia menjadi
waria karena lingkungan tempat tinggalnya yang banyak tinggal waria. Dan orang tuanya
sebagai penata rias di salon membolehakn bela berinteraksi tanpa batas dengan waria[9].

b.5. Faktor Budaya

Praktek waria sejatinya sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu berawal dari cerita paling terknal
di zaman nabi Luth, kemudian seorang raja Romawi Julius Caesar, (Alezander the great) Raja
Macedonia yang juga mempunyai kepribadian ganda , seorang waria.

Sedangkan di indonesia sendiri praktek waria ada bahkan di daerah yang terkesan
agamis. Daerah pertama yangg mempunyai budaya waria adalah Aceh. Ada sebuah tarian di
Aceh yang di sebut tarian roteb sadati, seorang anak laki laki dandani mirip dengan
perempuan[10].

Lebih parah di daerah Ponorogo. Ada sebuah budaya berbau mistis yang menjadikan seorang
lelaki muda sebagai budak sex seseorang untuk mencapai kesaktiannya. Budaya ini terkenal
dengan istilah warok[11].

1. Pihak yang diuntungkan dan Pihak yang dirugikan


1. Pihak Yang Diuntungkan
Waria sebagai anggota masyarakat yang bukan hanya 1 jumlahnya, mengindikasikan bahwa
waria memberi keuntungan pada pihak pihak tertentu. Pihak yang paling merasakan keuntungan
dari kehadiran waria adalah laki laki yang menjadikan waria sebagai objek sexnya, baik di bayar
maupun tidak, yang beberapa merupakan oknum yang hanya memanfaatkan waria[12].

Narasumber mengatakan banyak dari waria mempunyai pacar yang merupakan laki laki, dan
kebanyakan dari pacar pacar waria ini hanya mencari memanfaatkan waria demi uang, namun
waria tidak sadar dan menganggap bahwa pacarnya tulus mencintainya. Selain itu ada juga
oknum oknum yang menjual dirinya kepada waria.

Waria akan dibutuhkan ketika ada acara acara yang membutuhkan ketrampilan yang waria
miliki, seperti ketrampilan memake up ataupun merancang baju. Bayaran waria untuk kegiatan
seperti ini tidaklah sedikit dan juga banyak ordernya.

Selain itu, ada juga keluarga yang dihidupi oleh waria, adalah pihak yang diuntungkan
berikutnya. Meskipun keluarga tidak tahu bahwa anggota keluarganya waria, Karena banyak
waria yang menyembunyikan identitasnya.

Karena inilah banyak lembaga swadaya masyarakat bermunculan untuk mendukung keberadaan
waria, untuk menuntut penyamaan hak waria sebagai warga negara dimata hukum.

1. Pihak Yang Dirugikan


Pihak yang dirugikan adalah orang orang yang merasa mendapatkan hal hal buruk dari adanya
waria, biasanya orang orang ini merasa bahwa waria adalah hal yang tidak sesuai dengan norma
agama maupun norma adat yang berlaku.

Dalam kenyataannya pihak yang merasa dirugikana atas kehadiran waria adalah lembaga agama
yang menantang seperti Front pembela Islam, Majelis ulama Indonesia, dan lembaga lainya
seperti Satuan polisi pamong praja (Satpol PP) yang sering merazia waria.

Keluargapun akan menanggung malu jika tahu salah satu anggotanya menjadi waria. Meskipun
banyak waria yang di terima oleh keluarganya namun tak sedikit waria yang tidak diterima
bahkkan tidak dianggap sebagai anggota keluarga sampai ia meniggal.

1. Eksistensi Waria di Masyarakat Yogyakarta


UU No 39/1999 tentang Hak Azasi Manusia. Pasal 3 ayat (2) undang-undang tersebut
menyebutkan Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan perlakuan
hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum
dan ayat (3) berbunyi ,Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan
dasar manusia, tanpa diskriminasi. Bahkan Pasal 5 ayat (3) menyebut,berhak memperoleh
perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya[13].

Namun meskipun UU N0 39/1999 merupakan dasar hukum yang kuat bagi waria untuk
memperoleh perlakuan yang adil dari negara, waria belum diperlakukan sebagai warga negara
normal lainnya. Pelayanan publik dasar bagi waria belum diberikan secara adil oleh
pemerintah Indonesia. Bukan hanya masyarakat aparatpun masih menganak tirikan waria, seperti
kasus waria di daerah Kalasan yang dibunuh bulan maret lalu, sampai sekarang kasusnya belum
juga selesai.

Oleh karena waria lewat organisai kewariaan, menunut hak hak mereka agar sama seperti warga
negara lain. Langkah lain dari waria adalah dengan membantu program program yang
pemerintah canangkan sehingga lembaga atau organisasi yang didirikan oleh waria bersifat
resmi.

Program programnya adalah pemberantassan HIV/AIDS, pemeberantasan narkoba,


pemberantasan buta huruf, penyuluhan kesehatan, dan bergabung dengan ibu ibu PKK dengan
sebagai pengisi materi materi tentang kesehatan bahkan waria mengisi tentang kewanitaan
sekalipun audiensnya adalah wanita tulen. Selain itu waria aktif mengadakan kegiatan dalam
kegiatan kegiatan besar seperti mengadakan miss waria dari regional hingga internasional,
mengadakan lomba memperingati hari kemerdekaan, mengadakan penyuluhan kepada para waria
ataupun masyarakat, dan menggelar aksi pada hari kebesaran mereka seperti hari transgender
dunia (19 Nopember), hari HIV/AIDS (1 Desember) dan lain lain sebagainya.

Ini adalah kagiatan positif yang waria lakukan agar bisa merubah stigma buruk yang masyarakat
sandangkan kepada waria. Maskipun butuh waktu yang tidak singkat untuk mengubah stigma
negativ tersebut beberapa daerah secara luas mulai menerima keberadaan waria seperti
Yogyakarta, Jakarta, Bandung dan lain sebagianya.

Sutau kelompok atau grup merupakan bagian dari masyarakat karena adanya sistem interaksi
dengan para anggotanya, adat istiadat, serta sistem norma yang mengatur interaksi tersebut,
komunitas atau organisasi ini menumbuhkan rasa indentitas yang mempersatukan para waria.
Sehingga waria dapat dihimpun menjadi suatu kelompok yang solid dan memberi manfaat
kepada masyarakat sekitar.

Berikut bagan lembaga swadaya masyarakat kewariaan di Yogyakarta

No Nama Alamat

11 LSM Kebaya (Keluarga Besar Jl. Gowongan Lor No. 148 RT 11/02 Yogyakarta
Waria Yogyakarta)

22 LSM Iwayo (ikatan waria Jl. Taman Siswa Yogyakarta


Yogyakarta)

33 LSM Ebenezer (waria, gay, Jl. Taman Siswa MG II/558 Yogyakarta


lesbian, biseksual)
44 LSM/Yayasan Griya Siloam Perum Jati Mas Permai Blok H-5 , Kel : Balecatur
Kec.Gamping, Kab.Sleman

Dari ke 4 lembaga swadaya masyarakat (LSM) kewariaan tersebut tercatat ada 450 waria yang
menetap di Yogyakarta dan ada sekita 750 waria yang tidak berdomisili tetap. 70% waria di
yogyakarta bekerja sebagai pekerja seks komersial dan pengamen, 20% sebagai penjaga salon,
dan 10% waria pekerjaan lainnya[14].

Demikian adalah cara waria mengesksistensikan diri mereka di lingkungan masyarakat, bahwa
kehadiran waria tidak serta merta melanggar kodrat tuhan, dibagian ini penyusun akan mengutip
perkataan ketua waria se-D.I Yogyakarta Mami Violin Ada hal lebih dari apapun, bahwa hidup
adalah pilihan yang kita tidak bisa dipaksakan. Hati dan naluri tidak bisa di bohongi, dan jika
menjadi waria hanya karena uang maka uang pula yang akan mengembalikanya menjadi laki
laki, tapi jika menjadi waria karena hati dan naluri, maka kehendak Tuhanlah yang akan
menggubah mereka kembali menjadi laki laki.

BAB III

ANALISIS

Pada bab ini akan mengulas pandangan sosiologi tentang fenomena waria, pandangan
menggunakan analisis paradigma sosiologi yang kemudian akan di jelaskan lebih terperinci
menggunakan grand teori sosiologi.

1. Paradigma Sosiologi
Paradigma adalah pandangan mendasar tentangapa yang menjadi subject matter(pokok
persoalan) yang dipelajari suatu disiplin ilmu[15]. Menggolongkan, merusmuskan, dan
menghubungkan ekseplar, teori-teori, metode metode serta seluruh pengamatan. Sebagaimaan
ada 3 paradigma sosiologi, fenomena waria juga kan dikaji menggunakan ketiga paradigma
soisologi tersebut.

1. Paradigma Fakta Sosial


David mile Durkheim (lahir 15 April 1858) adalah orang pertama yang menunjukkan fakta
sosial (social fact) sebagai pokok persoalan yang harus dipelajari oleh disiplin sosiologi. Fakta
sosial berarti menempatkan sosiologi sebagai suatu disiplin yang bersifat empiris dan berdiri
sendiri. Menurut Durkheim, fakta sosial tak dapat dipelajari dan difahami hanya dengan melalui
kegiatan mental murni melainkan dengan eksperimen.

Paradigma ini menitik beratkan pada fakta fakta yang sebenarnya didukung oleh 2 hal, yaitu :
struktur sosial dan pranata sosial. Struktur sosial diartikan dengan adanya pola interaksi sosial
sebagai jaringan hubungan sosial dengan tujuan adanya suatu pola yang terstruktur dalam
masyarakat.pranata sosial adalah norma norma dan nilai yang berlaku dimasyarakat.
Dalam hal ini, dilihat dari sudut pandang fakta sosial, waria Yogyakarta sudah menciptakan pola
interaksi dengan masyarakat sekitar secara rutin(setiap bulan) baik dengan ibu ibu PKK, dinas
sosial, maupun dengan dinas kesehatan. interaksi sacara rutin ini dipandang sebagai suatu pola
interaksi. Keberadaan Wariapun akhirnya diterima olah masyarakat sehingga organisasi
kewariaan lebih mudah mengadakan kagiatan untuk merangkul waria lainya agar bisa mengikuti
norma norma dan nilai yang berlaku baik dari masyarakat umum ataupun norma norma dan nilai
dalam waria itu sendiri. Pola yang terstruktur dari organisasi kewariaan yang ada di Yogyakarta
tersebut menunjukan keberadaan waria sebagai fakta sosial.

1. Paradigma Definisi Sosial


Maximilian Weber (lahir 21 April 1864) sebagai tokoh paradigma ini mengartikan sosiologi
sebagai suatu studi tentang tindakan sosial antar hubungan sosial[16]. Tindakan ini merupakan
tindakan individu maupun kelompok yang ditujukan kepada orang lain, sehingga jika tindakan
tersebut ditujukan kepada benda mati bukan merupakan tindakan sosial.

Dalam paradigma ini max weber membagi menjadi 2 konsep, yaitu : Pertama konsep tindakan
sosial, kedua konsep tentang penafsiran dan pemahaman. Dua konsep ini intinya adalah
Tindakan yang nyata-nyata diarahkan kepada orang lain, tindakan yang bersifat subyektif terjadi
karena pengaruh positif dari situasi tertentu. Atau merupakan tindakan perulangan dengan
sengaja sebagai akibat dari pengaruh situasi yang serupa. Atau berupa persetujuan pasif dalam
situasi tertentu.

Waria dalam definisi sosial mengindikasikan kegiatan kegiatan yang waria lakukan untuk
menunjukan eksistensi mereka dimasyarakat. Seperti penyuluhan kesehatan kepada masyarakat,
bergabung dengan ibu ibu PKK sebagai pengisi materi materi tentang kesehatan bahkan waria
mengisi tentang kewanitaan sekalipun audiensnya adalah wanita tulen. Selain itu waria aktif
mengadakan kegiatan dalam kegiatan kegiatan besar seperti mengadakan miss waria dari
regional hingga internasional, mengadakan lomba memperingati hari kemerdekaan, mengadakan
penyuluhan kepada para waria ataupun massyarakat, dan menggelar aksi pada hari kebesaran
mereka seperti hari transgender dunia (19 Nopember), hari HIV/AIDS(1 Desember) dan lain lain
sebagainya.

Meski demikian penafsiran dalam masyarakat beragam menaggapi kegiatan yang dilakukan
waria ini, sehingga keberadaan waria di kalangan masyarakat masih sulit diterima.

1. Paradigma Perilaku Sosial


B.F. Skinner yang memegang peranan penting dalam pengembangan sosiologi behavior.
Paradigma perilaku sosial memusatkan perhatiaannya kepada hubungan antara individu dengan
lingkungannya yang mempertimbangkan tujuan mereka berinteraksi.

Metode ini memungkinkan pula untuk membuat penilaian dan pengukuran dengan
tingkat ketepatan yang tinggi terhadap efek dari perubahan-perubahan tingkah laku individu
yang ditimbulkan dengan sengaja di dalam eksprimen.
Waria dengan semua kegiatannya bertujuan untuk membentuk maupun merubah stigma
buruk dan perilaku kepada waria itu sendiri maupun masyarakat secara luas. Ekspektasi awal
yang waria harapkan sebagai tujuannya adalah berubahnya pandangan masyarakat terhadap
waria yang selama ini beredar, sehingga waria bisa diterima oleh masyarakat sebagai makhluk
hidup yang sama dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama.

Menjadi waria sebenarnya adalah mengejar kepuasan batin sebagai keuntungan bagi
dirinya sendiri.

1. Grand Theory Sosiologi


2. Teori Fungsionalisme Struktural
Robert K. Merton sebagai pencetus teori ini menekankan pada keteraturan, harmonisasi,
kemapanan, dan equilibrum, sehingga adanya konsep fungsi dan difungsi. Baik itu fungsi laten,
manifest , maupun fungsi keseimbangan.

Konsep fungsi mengindikatorkan bahwa waria mempunyai peranan dalam dirinya


maupun dalam maysrakat. Peran waria di yogyakarta lewat organisasi kewariaanya memang
udah terasa terutama dikalangan waria itu sendiri. Mwaria sadar bahwa waria adalah suatu hal
yang sah karena menjadi waria adalah kodarati yang tidak bisa dibuat buat.

1. Teori Interaksional Simbolik


Teori ini adalah buah dari pemikiran John Dewey, Charles Horton Cooley dan
Herbert Blumer. Inti dari teori ini adalah adanya pemahaman dari suatu tindakan karena interaksi
sosial. Seseorang yang melakukan suatu tindakan akan diterjemahkan oleh orang lain. Sehingga
dalam menggunakan simbol simbo akan mempengaruhi interpretasi seseorang, pemahaman
inilah yang digunakan dalam interaksi untuk menilai seseorang.

Dalam konteks waria masyarakat masih menganggap bahwa waria itu sesuatu yang
hina, karena stigma yang beredar bahwa waria adalah pelaku seks abnormal, namun lewat simbol
simbol berupa kegiatan positif dan memberi pemahaman tentang jiwa dan naluri kewariaan maka
pelan pelan masyarakat akan memahami waria seperti apa yang waria inginkan.

1. Teori Pertukaran Sosial


Goerge C. Homans mengemukakan toeri pertukaran sosial dengan menekankan
pertimbangan untung rugi sebagai tujuan dari sesorang berinteraksi sosial dnegan masyarakat.
Maski manusia tidak mungkin mecari keuntungan maksimal namun manusia akan senantiasa
mencari keuntungan, sehingga adanya kompetisi dan suatu jalan pintas untuk memenuhi
tujuannya mencari keuntungan baik itu material maupun nonmaterial.

Hal ini barangkali bisa kita kaitkan dengan realitas waria yang mencari kebahagian
menjadi waria , ini sebagai kepuasan batin orang tersebut sebagai keuntungan bagi dirinya
sendiri. Yang kadang tidak memperdulikan lingkungan sekitaer seperti keluarga dan orang orang
yang menaggung malu disekitarnya, maskipun waria yang baik pelan pelan bisa diterima
keberadaan di masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai