Anda di halaman 1dari 8

ANGGOTA KELOMPOK 7 :

1. Putri Yunita Lestari (204140314111075)


2. Octaviana Alaysyah (204140314111082)
3. Akram Syawaludina W (204140314111089)
4. Anni Maylisa (204140314111096)

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA ILMU PENGETAHUAN

a. Ilmu Pengetahuan dan Perkembangannya di Abad Modern

Secara garis besar ilmu pengetahuan terbagi atas tiga kelompok, yaitu :

1. Ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural science)


Meliputi : biologi, antropologi fisika, ilmu pasti, dan lain-lain.
2. Ilmu pengetahuan kemasyarakatan (social science)
Meliputi: ilmu hukum, ilmu ekonomi, sosiologi, antropologi budaya, sosial, dan
lain sebagainya.
3. Humaniora (Studi Humanitas, Humanities studies)
Meliputi : ilmu agama, filsafat bahasa, dan lain sejenisnya.

Pada abad modern, disiplin-disiplin tersebut menjadi semakin terspesialisasi


dan semakin jauh dari akar-akar pengetahuannya. Dampak dari spesialisasi keilmuan
tersebut yaitu menyebabkan manusia menjadi semakin berada dalam pandangan sempit
dan tertutup dikarenakan antara disiplin yang satu dengan disiplin yang lain tidak saling
berkaitan. Pada akhirnya realitas kemanusiaan terpilah-pilah atas dasar keilmuan
(Verhaak dan Imam, 1989)

Klasifikasi ilmu berdasarkan pada model keilmuuannya terbagi menjadi dua


pola, yaitu :

- Ilmu teoritis : secara epistemologi bagunan ilmu-ilmu teoristis muncul dan


berkembang sebagai akibat dari problem-problem yang timbul karena hubungan
timbal balik antara perumusan teori dan pengujinya
- Ilmu praktis : problem-probmemnya berangkat dari realitas konkrit, maka ilmu
teoristis justru bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan praktis. Pada
umumnya ilmu praktis multidisipliner meskipun juga ada yang bersifat
monodisipliner atau interdisipliner.

Perbedaan yang cukup tegas dijelaskan oleh Gie, menurutnya

- Ilmu murni mengajar pengetahuan atau keberanian demi pengetahuan/ keberadaan


itu sendiri, dan sebaliknya
- Ilmu terapan mengajarkan pengetahuan yang bermaksud untuk memenuhi
kebutuhan manusia/ mengatasi masalah.

Habermas adalah filsuf kontemporer yang secara epistempologis mempertautkan


ketiga disiplin keilmuan, yaitu :

1) Ilmu empiris-analitis, yaitu sebagai ilmu yang didasarkan pada ‘tindakan-


rasional-bertujuan’. Pada tingkat metodologis ilmu-ilmu empiris-analitis
mendasarkan diri pada logika induksi-deduksi dan abduksi.
2) Ilmu historis-hermeneutis, yaitu termasuk ilmu agama, filsafat, bahasa, seni,
dan budaya. Metode hermeneutis berfungsi menghindarkan dari bahaya-bahaya
kemacetan komunikasi yang mencakup dimensi vertikal dan sosial.
3) Ilmu ilmu sosial-kritis. Pada tahap metodologis, kepentingan emansipatoris
membimbing seluruh refleksi sistematis pada kelompok ilmu ketiga ini,
termasuk filsafat dan kritik ideologi, yang kemudian disebut Habermas dengan
ilmu-ilmu kritis. Tujuan ilmu-ilmu kritis adalah memudahkan proses refleksi
diri dan menghancurkan kendala-kendala proses pembentukan diri manusia
sebagai makhluk sosial maupun individual.

b. Ilmu pengetahuan berparadigma bebas nilai (positivistik)


Positivistik/ positivisme dirintis oleh Ilmuwan Sosiologi Barat, Agus Comte
(1798-1857). Positivisme adalah cara pandang dalam memahami dunia berdasarkan
ilmu sains. Positivisme merupakan suatu pandangan yang menganggap bahwa yang
dapat diselidiki atau dipahami adalah data-data yang nyata, atau yang dinamakan
positif. Positivisme comte berkembang memberi corak positivistik dalam paradigma
kuantitatif berupa kajian teori antropologi-sosial-historik. Menurut Donny Gahral Adin
ciri-ciri positivisme yaitu :
1) Bebas nilai/ objektif : dikotomi yang tegas antara nilai dan fakta yang
mengharuskan subjek peneliti mengambil jarak dari realitas dengan bersikap
pada bebas nilai.
2) Fenomenalisme, tesis bahwa realitas terdiri dari impresi-impresi, ilmu
pengetahuan hanya berbicara tentang realitas berupa impresi-impresi tersebut.
3) Nasionalisme, menurut positivisme hanya konsep yang mewakili realitas
partikultural yang nyata.
4) Reduksionisme, realitas reduksi menjadi fakta yang dapat diamati
5) Naturalisme, tentang tesis keteraturan peristiwa di alam semesta yang
meniadakan penjelasan supranatural.
6) Mekanisme, tesis bahwa semua gejala dapat dijelaskan dengan prinsip yang
dapat digunakan untuk menjelaskan sistem mekanis.

Positivisme merupakan peruncingan tren pemikiran sejarah barat modern.


Positivsme adalah sorotan yang khususnya terhadap metodologi dan refleksi
filsafatnya. Positivisme juga merupakan paradigma ilmu pengetahuan yang paling awal
muncul dalam dunia ilmu pengetahuan pada abad ke-19 oleh sosiologi Aguste Comte.

Untuk mengatakan bahwa positivisme telah memiliki pembawaan reduksionis


adalah memang cukup besar dan kuat, berdasarkan yang dijelaskan Comte berdasar arti
“positif” dengan membuat beberapa diskripsi (pembedaan), yaitu :

- Yang nyata (riil) dengan yang khayal (chimerique)


- Yang pasti (certitude) dengan yang meragukan (indecion)
- Yang tepat (precise) dengan yang kabur (vague)
- Yang berguna (utile) dengan yang sia-sia (oisenx)
- Klaim yang memiliki keseharian relatif (relative) dengan yang mengklaim memiliki
keseharian mutlak (absolut).

Jadi positivistic adalah “apa yang berdasar pada subjektif”. (Menurut


kepentingan dan sudut pandang peneliti bukan menurut pelaku ekonomi yang terlibat
langsung dengan masalah yang dialami): Pendekatan positivistic lebih mengena
diperuntukan fenomena perkembangan sains/fisika, kimia, biologi, tetapi sama sekali
tidak dapat mewadahi persepsi dan makna pesan yang terdapat pada domain ilmu-ilmu
sosial.
c. Ilmu Pengetahuan berparadigma tidak bebas nilai (non positivistik)

Filsafat non-positivistik kebenaran didasarkan pada esensi idea (sesuai dengan


hakikat objek) dan kebenarannya bersifat holistik. Pengertian fakta maupun data dalam
filsafat non-positivistik juga memiliki cakupan selain yang empiri sensual (fenomena)
adalah lebih melacaki apa yang ada di balik empiri sensual (nomena). Non-positivistik
menemukan makna pada empiri idea. Paradigma non-positivistik dalam penelitian
berkembang menjadi penelitian dengan paradigma kualitatif. Noeng Muhadjir
(2000:79), yang menyebut non-positivistik dengan post-positivistik, memiliki
karakteristik utama pada pencarian makna di balik data. Paradigma non-positivistik jika
diimplementasikan dalam penelitian tujuannya adalah untuk membangun sesuatu teori,
bukan membuktikan benarnya sebuah teori. Sementara dilain sisi, non-positivistik
adalah satu cara pandang open mind untuk mendapatkan ke-uniq-an informasi serta
tidak untuk generalisasi yang entry point pendekatannya berawal dari pemaknaan untuk
menghasilkan teori dan bukan untuk mencari pembenaran terhadap sesuatu teori
ataupun menjelaskan suatu teori; dikarenakan kebenaran yang diperoleh adalah
pemahaman terhadap teori yang dihasilkannya.

Untuk ini dalam non-positivistik terdapat tiga hal penyikapan, yaitu (1)
memusatkan perhatian pada interaksi antara aktor dengan dunia nyata, (2) aktor
manusia pelaku ekonomi maupun dunia ekonomi senyatanya perlu dipandang sebagai
proses dinamis dan bukan sebagai struktur yang statis, (3) arti penting yang terkait
dengan kemampuan aktor pelaku ekonomi untuk mentafsirkan kehidupan (sosial) nya.
Dalam interaksi sosial, non-positivistik mengakomodir perhatian pada kajian
penjelasan aktor pelaku maupun cara penjelasannya dapat diterima atau ditolak oleh
fihak lain. Dalam konteks kekinian jurisprudensi Indonesia telah diwarnai pertarungan
yang sengit antara praktisi hukum yang berparadigma positivistik (legal-formal hukum)
dan non-positivistik (substansi-moral hukum). Kritik terhadap kecenderungan
positivistik telah diikuti dengan usaha untuk melakukan pembaruan hukum lewat
gerakangerakan sosial yang akan mendesakkan opini ke badan-badan legislatif agar
merespons realitas sosial yang ada. Gerakan sosial kaum realis yang semula berangkat
dari kesadaran akan realitas kemajemukan konfigurasi sosio-kultural dalam kehidupan
nasional ini pada saatnya akan semakin jelas.
d. Pancasila sebagai orientasi dasar nilai pengembangan ilmu di Indonesia

Pengertian Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu dapat mengacu


pada bebarapa jenis pemahaman. Salah satunya adalah bahwa setiap ilmu pengetahuan
dan teknologi yang dikembangkan di Indonesia haruslah tidak bertentangan dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Nilai Ketuhanan Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu

Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu dalam mengamalkan komitmen etis


ketuhanan ini, Pancasila harus didudukan secara proporsional, bahwa ia bukanlah agam
yang berpretensi mengatur sister keyakinan, sistem peribadatan, sistem norma dan
identitas keagamaan dalam ranah privat dan ranah komunitas agama masing-masing.

Nilai Kemanusiaan Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu

Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan
perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati
nurani masing-masing, dengan memperlakukan sesuatu hal dengan sebagaimana
semestinya.

a. Memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan iptek


haruslah secara beradab, membangan iptek harus berdasarkan kepada usaha-usaha yaitu
untuk mencapai kesejateraan umat manusia.

Nilai Persatuan Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mewujudkan negara persatuan


itu diperkuat dengan budaya gotong royong dalam kehidupan masyarakat sipil dan
politik dengan terus mengembangkan pendidikan kewargaan dengan dilandasi prinsip -
prinsip kehidupan publik yang lebih partisipatif dan non-diskriminatif.

Nilai Kerakyatan Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

Nilai kerakyatan mendasari pengembangan ilmu pengetahuan dan secara demokratis,


yang artinya setiap ilmuwan haruslah memiliki kebebasan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan tetapi juga harus saling menghormati dan menghargai kebebasan orang
lain. Ilmu pengetahuan yang telah teruji kebenarannya harus dapat dipersembahkan
untuk kepentingan masyarakat.
Nilai Keadilan Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

Berdasarkan nilai keadilan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus


menjadi keseimbangan dan keadilan dalam kehidupan manusia, yaitu keseimbangan
dan keadalian dalam hubungan antara manusia dengan sesamanya, manusia dengan
penciptanya, dan manusia dengan lingkungan di mana meraka berada.

Pengembangan ilmu pengetahuan yang berkeadilan harus dapat teraktualisasi dalam


pengelolaan kekayaan alam sebagai milik bersama bangsa Indonesia untuk
kemakmuran rakyat.

Pentingnya Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

Seiring dengan kemajuan iptek nilai yang berkembang dalam kehidupan bangsa
Indonesia menimbulkan perubahan dalam cara pandang manusia tentang kehidupan.
Hal ini membutuhkan renungan dan refleksi yang mendalam agar bangsa Indonesia
tidak terjerumus ke dalam penentuan keputusan nilai yang tidak sesuai dengan
kepribadian bangsa.

e. Studi Kasus

Dasar Teori :

Kemajuan ilmu dan teknologi (Iptek) adalah suatu gejala yang tidak dapat kita
hindari dalam kehidupan ini. Karena kemajuan teknologi berjalan seiring dengan
kemajuan ilmu pengetahuan. Kemajuan Iptek yang amatlah pesat ini menjadikan
peradaban manusia pun ikut berkembang dengan cepat.

Iptek telah banyak memberikan kita kemudahan serta berbagai macam cara baru
dalam melakukan beragam aktivitas. Iptek tidak lagi hanya bermanfaat dalam sarana
kehidupan, tetapi juga untuk kebutuhan kehidupan manusia. Dengan perkembangan
Iptek yang sangat pesat, manusia semakin mudah untuk berkomunikasi dalam jarak
jauh, bahkan dalam lingkup dunia.

Hal ini dapat dilihat dengan munculnya berbagai teknologi canggih yang dapat
membantu aktivitas kita dalam kehidupan sehari-hari. Namun, pesatnya kemajuan Iptek
tersebut juga memungkinan terjadinya penyimpangan dalam penggunaannya. Hal ini
dikarenakan begitu mudahnya segala informasi masuk tanpa adanya proses
penyaringan yang ketat.

Maka dari itu kita harus memaknai pancasila dengan benar bukan hanya
mengerti arti pancasila. Kita harus menjadikan pancasila sebagai pondasi moral etika
atas apa yang kita lakukan sehari-hari. Kemudian ada peran lain yang lebih khusus,
yaitu peran langsung mahasiswa Indonesia, sebagai agent of change yang membawa
nama baik Indonesia dalam percaturan dunia internasional.

Contoh kasus :

munculnya hate speech di media sosial yang tidak disikapi dengan bijak-
rasional. Hal ini tentunya menimbulkan keprihatinan, mengingat kampus seharusnya
menjadi tempat membuka wawasan, bergaul dengan segala kalangan dan
mengembangkan Iptek yang dapat bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dampak yang ditimbulkan :

Dampak negatif yang ditimbulkan kemajuan Iptek terhadap lingkungan hidup


berada dalam ancaman membahayakan eksistensi hidup manusia di masa yang akan
datang. Maka sangat penting tuntunan moral bagi para ilmuwan dan cendekiawan
dalam pengembangan Iptek di Indonesia.

Tidak hanya dampak negatif, tetapi ada dampak positifnya juga. Yaitu dengan
kita semakin cepat dan mudah mengakses segala hal untuk kepentingan pendidikan,
inovasi dalam pembelajaran semakin berkembang dengan adanya inovasi e-learning
yang semakin memudahkan proses pendidikan, kemajuan TIK juga akan
memungkinkan berkembangnya kelas virtual yang berguna bagi peningkatan SDM
Indonesia.

Kesimpulan / saran :

Akhirnya, kita sebagai rakyat harus menjaga, merawat, memberdayakan sarana


teknologi informasi berbasis etika Pancasila, serta dapat memanfaatkannya dengan
sebaik baiknya agar bermanfaat untuk setiap orang Indonesia. Karena segala suatu yang
kita lakukan sekarang pasti akan berdampak besar di masa depan, begitu juga dengan
teknologi di era globalisasi sekarang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Khofifah, N. (2016). Studi Analisis Berdasarkan Paradigma Positivistik. Kediri:


Pascasarjana PAI STAIN Kediri
2. Leksono, S. (2008). Diametrika Paradigma Penelitian Ilmu Ekonomi. Malang: E-
Journal Universitas Wisnuwardhana.
3. Monoarfa, V. (2020). Iptek, Gaya Anak Muda dan Etika Pancasila. Diakses 22 Mei
2021, dari https://binus.ac.id/character-building/2020/03/iptek-dalam-konteks-
pancasila-sebuah-refleksi/
4. Nugroho, I. (2016). Analisa Epistemologis dan Nilai Etisnya terhadap Sains.
Semarang: E-Journal Undip.
5. Subhanudin, R. (2020). Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu. Diakses
22 Mei 2021, dari https://kumparan.com/rullysubhanudin23/pancasila-sebagai-dasar-
nilai-pengembangan-ilmu-1ub8ZEmMv3X/full
6. Tim Dosen Pancasila UB. (2019). Buku Ajar Pendidikan Pancasila. Malang : Pusat
Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Universitas Brawijaya.

Anda mungkin juga menyukai