Anda di halaman 1dari 4

Nama : Rikky Vebrianto Sitinjak

NIM : 16.01.1438
Mata Kuliah : Pengantar Filsafat
Dosen Pengampu : Sri Rejeki Ulina Br. Kaban M.th

LAPORAN BACAAN
POSITIVISME DAN PRAGMATISME

Judul Buku : Sari Sejarah Filsafat Barat 2


Pengarang : Dr. Harun Hadiwijono
Penerbit : Kanisius
Halaman : Positivisme (109-114)
Pragmatisme (130-135)

I. APA YANG DIBAHAS DALAM BAB INI


Di dalam bab ini kita akan membicarakan aliran positivism dan beberapa tokoh penting
yang ada didalamnya, dan juga aliran filsafat pragmatisme yang meragukan kekuasaan akal dan
ilmu positif dan beberapa tokoh penting yang berperan didalamnya.

II. POSITIVISME
Aliran positivisme merupakan salah satu aliran dalam filsafat modern. Positivisme
merupakan suatu aliran filsafat yang berpangkal pada sesuatu yang pasti, faktual, nyata, dan
berdasarkan data empiris yang berarti aliran filsafat ini beranggapan bahwa pengetahuan itu
semata-mata berdasarkan pengalaman dan ilmu yang pasti. Pada dasarnya, positivisme adalah
sebuah filsafat yang menempatkan pengetahuan yang benar jika didasarkan pada pengalaman
aktual-fisikal. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa aliran
positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa ilmu alam merupakan
satusatunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktivitas yang berkenaan dengan
metafisik. Positivisme tidak mengenal adanya spekulasi dan ilmu gaib. Positivisme dianggap
bisa memberikan sebuah kunci pencapaian hidup manusia dan dikatakan sebagai satu-satunya
formasi sosial yang benar-benar bisa dipercaya kehandalan dan akurasinya dalam kehidupan dan
keberadaan masyarakat. Sejarah menjelaskan pada abad ke 19 muncullah aliran filsafat
positivisme yang diprakarsai oleh August Comte (1798-1857) yang mana merupakan kelanjutan
dari aliran empirisme tapi dalam bentuk yang lain yang lebih objektif. Auguste Comte
merupakan tokoh aliran positivisme yang lahir di Montpellier, Perancis dari sebuah keluarga
yang beragama Katolik dan merupakan tokoh yang paling terkenal. Pendiri aliran filsafat
positivisme yang sesungguhnya adalah Henry de Saint Simon yang sekaligus menjadi guru dan
teman diskusi A. Comte. Menurut Simon untuk memahami sejarah orang harus mencari
hubungan sebab akibat dan hukumhukum yang menguasai proses perubahan. Selanjutnya Simon
juga merumuskan 3 tahap perkembangan masyarakat yaitu: 1) tahap Teologis, (periode
feodalisme), 2) tahap metafisis (periode absolutisme dan 3) tahap positif yang mendasari
masyarakat industri. A. Comte sering disebut sebagai bapak positivisme dengan sebuah karyanya
yang terkenal yaitu “Cours de Philosophia Positive” (Kursus tentang filsafat tahap positif) dan
berjasa dalam menciptakan ilmu sosiologi. Positivisme adalah aliran nyata, bukan khayalan yang
artinya menolak metafisika (pengetahuan non fisik/tidak kelihatan) dan teologik (pengetahuan
agama dan kitab suci). Pengetahuan positivisme mengandung arti sebagai pengetahuan yang
nyata (real), berguna (useful), tertentu (certain) dan pasti (extact). Kaidah-kaidah alam tidak
pernah disederhanakan menjadi satu kaidah tunggal dan kaidah itu terdiri dari perbedaan-
perbedaan. Akal dan ilmu menurutnya harus saling dihubungkan karena ilmu yang menurutnya
serapan dari sesuatu yang positif tetaplah harus memakai akal dalam pembandingannya dan etika
dianggap tinggi dalam hirarki ilmu-ilmu. Tokoh A. Comte menyatakan bahwa ilmu pengetahuan
tidak bisa melampaui fakta sehingga positivisme benar-benar menolak metafisika dan menerima
adanya "das Ding an Sich" atau objek yang tidak dapat diselidiki oleh pengetahuan ilmiah. A.
Comte menggaris bawahi perkembangan penting yang terjadi dalam perjalanan ilmu ketika
pemikiran manusia beralih dari fase teologis, menuju fase metafisis dan terakhir pada fase
positif. Menurut pendapatnya, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap:
tahap teologis. Tahap metafisis, dan tahap ilmiah/positif. Fase teologis (tahapan agama/religi dan
ketuhanan) menjelaskan bahwa manusia mengarahkan pandangan kepada hakikat batiniah (sebab
pertama) semua fenomena yang terjadi kemungkinan adanya sesuatu yang mutlak dan
merupakan kehendak Tuhan. Fase ini dibagi menjadi tiga yaitu animisme, politeisme dan
monoteisme.
Tokoh A. Comte membagi ilmu pengetahuan berdasarkan gejala-gejala dan penampakan-
penampakan, yang mana ilmu pengetahuan harus disesuaikan oleh itu semua. A. Comte
membagi-bagikan segala gejala ilmu pengetahuan dalam dua hal gejala yang bersifat organis dan
anorganis. Gejala bersifat organis yaitu segala hal yang bersifat makhluk hidup. Ajaran organis
dibagi menjadi dua bagian yaitu: proses-proses yang berlangsung dalam individuindividu dan
proses-proses yang berlangsung dalam jenisnya yang lebih rumit. Ilmu yang diusahakan disini
adalah ilmu biologi, yang menyelidiki proses dalam individu. Kemudian muncul sosiologi yang
menyelidiki gejala-gejala dalam hidup kemasyarakatannya dan ilmu social baru harus dibentuk
atas dasar pengamatan dan pengalaman (pengetahuan positif). Gejala yang bersifat anorganis
yaitu yang tidak bersifat hidup. Ajaran tentang segala sesuatu yang anorganis dibagi menjadi dua
hal yaitu tentang astronomi, yang mempelajari segala gejala umum yang ada dijagat raya dan
tentang fisika serta kimia yang mempelajari segala gejala umum yang terjadi dibumi.
Menurutnya, pengetahuan tentang fisika harus didahulukan, sebab prosesproses kimiawi lebih
rumit dibanding dengan proses alamiah dan tergantung daripada proses alamiah.
Menurutnya dalam mempelajari yang organis harus terlebih dahulu mempelajari hal-hal yang
bersifat anorganis, karena dalam makhluk hidup terdapat hal-hal yang kimiawi dan mekanis dari
alam yang anorganis, contoh: manusia yang makan, yang mana didalamnya terdapat proses
kimiawi dari sesuatu yang anorganis yaitu makanan. Berdasarkan pembagian tersebut, A. Comte
menyebutkan enam ilmu-ilmu yang bersifat fundamental artinya dari ilmu-ilmu tersebut
diturunkan ilmu-ilmu lain yang bersifat terapan, diantaranya; 1) matematika, 2) fisika dan
astronomi, 3) kimia, 4) fisiologi, 5) biologi dan 6) ilmu sosial (sosiologi). Positivisme dianggap
sebagai tonggak kemajuan sains di dunia. Sebagai aliran filsafat, positivisme mendasarkan diri
pada pengetahuan empiris (pengetahuan yang diangkat dari pengalaman nyata dan dapat diuji
kebenarannya). Ilmu pengetahuan kemudian diarahkan untuk membangun peradaban manusia
dengan cara penguasaan terhadap alam semesta. Teknologiteknologi canggih diciptakan,
penelitian-penelitian besar dilakukan dan omong kosong yang tidak berguna akan dijauhi.
III. PRAGMATISME
Pragmatisme berasal dari kata bahasa yunani yaitu pragma yang berarti tindakan,
perbuatan. Pragmatisme adalah aliran filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran
sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Oleh sebab itu
kebenaran sifatnya menhadi relatif tidak mutlak. Suatu konsep atau peraturan sama sekali tidak
memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat. Aliran
pragmatisme adalah aliran yang bersedia menerima segala hal, asalkan hal tersebut berakibat
baik atau berguna. Aliran ini mementingkan kegunaan suatu pengetahuan dan bukan kebenaran
objektif dari pengetahuan. Pragmatisme akan menguji suatu pengetahuan dan akan mengetahui
kebenaran pengetahuan tersebut melalui konsekuensi dari pelaksanaan pengujiannya. Dengan
demikian, aliran pragmatisme tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyan seputar
kebenaran yang bersifat metafisik. Pragmatisme merupakan gerakan filsafat yang lahir di
amerika pada abad 19SM
Tokoh-tokoh pragmatism dan pendapatnya mengenai pragmatism
• Charles sandre piere (1839) Charlesberpendapat bahwa apapun yang berpengaruh bila
dikatan praktis. Dibeberapa waktu yang lain ia juga mengutarakan bahwa pragmatisme bukanlah
sebuah filsafat, bukan teori kebenaran, dan bukan metafisika, melainkan adalah suatu cara untuk
manusia dalam memecahkan masalah. Dari dua pendapat diatas bisa disimpulkan bahwasannya
pragmatisme bukan hanya sekedar teori pembelajaran filsafat dan mencari kebenaran, akan tetapi
pragmatism lebih kearah pada tataran ilmu kepraktisan guna membantu menyelesaikan masalah
yang dihadapi manusia.
• John Dewey (1859-1952) Dewey berpendapat bahwasannya berfilsafat guna memperbaiki
kehidupan manusia dan lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia. Ia juga menyatakan
bahwa filsafat memberikan pengarahan dan filsafat tidak diperkenankan kebawa arus dalam ide-
ide metafisis yang tidak praktis.
• William James (1842-1910) Dia mengatakan secara singkat bahwa pragmatism adalah realitas
yang sudah kita ketahui berguna untukmengukur suatu kebenaran konsep seseorang yang harus
mempertimbangkan konsekuensi yang akan diterapkan paa konsep tersebut.
Pandangan pragmatism
• Metafisika Pragmatisme seluruhnya ber beberkan paa penedekatan empiris yaitu semua apa
apa yang dapat dirasakan itu benar artinya akal, jiwa, dan materi adalah hal yang tidak dapat di
pisahkan. Karena itu para cendekiawan pragmatism tidak pernah mendasarkan satu hal
kebenaran. Dan menurut mereka pengalaman yang di alami di setiap manusia akan berubah juka
realita manusia itu berubah. Realita bukanlah hal yang abtrak dan hanya pengalaman biasa yang
dapat berubah ubah dan terus berubah seiring berjalannya waktu.setiap manusia mempunyai
tanggung jawab atas lingkungan dan realitas hidup akan lebih indah jika kita sebagai manusia
banyak mempelajari isu makna yang terkan dung dalam realitas kehidupan. Tema pokok filsafat
pragmatism : 1. Esensi realitas adalah perubahan 2. Hakikat social dan biologis manusia yang
esensial 3. Realitas value 4. Penggunaan intergrasi secara terus menerus Pragmatism menyetujui
pendapat- pendapat manusia adalah tolak ukur segala tujuan dan alat pendukung harus terbuka
untuk diperbaiki secara terus menerus.
• Epistimologi Corak dari pragmatism adalah konsep kegunaan. Mengarah kepada sains dan
bukan metafisik. Dan pragmatism cenderung kepada kepercayaan. Hal yang perlu di ketahui oleh
pragmatism adalah bersifat pribadi dan tidak diberitakan, dan jika ada hal yang sangat
dibutuhkan untuk di beritakan, maka harus diberitakan akan tetapj tidak ada yang sepihak hingga
kebenaran akan selalu bersifat valid dan jujur. Pragmatism mengklaim bahwasannya manusia
selalu mempunyai rasa keinginan untuk meneliti dan tidak mau menerima suatu produk yang
belum teruji. Untuk memecahkan masalah manusia harus memiliki penagalam pengalaman
dalam meneliti dan meliki alat guna mencari sebuah solusi dari akar masalah-masalah penelitian.
Pragmatism menunjukkan kedapa kita bahwa tujuan berfikir adalah kemajuan hidup, yaitu untuk
memajukan dan memperbanyak capital dengan cara sepragtis mungkin. metode intelegen adalah
guna memperoleh informasi, dan ketika kita mengetahui informasi maka kita dapat
menyelesaikan masalah. Intelegensi nengacu pada hipotesa yang dimana hipotesa untuk
memecahkan masalah, dan hipotesa ini menjelaskan masalah masalah terkait. Untuk
memecahkan masalah itu, ada lima cara menurut dewey dalam wini rosyidin yaitu 1.
Indeterminate situation, atau situasi tegang 2. Diagnosis, mencari penyebab timbulnya masalah
3. Hypothesis, gagasan atau ide ide informasi untuk dikumpulkan 4. Hypothesis testing,
membandingkan informasi untuk di praktik kana tau di uji 5. Evaluation, mengkaji ulang apakah
ada kesalahan pada point point sebelumnya Dari konsep di atas, dewey sangat berusaha membuat
konsep,pertimbangan, dan kesimpulan dalam rupa yang beragam dan gampang. Menurut dewey,
yang benar berate di setujui dan di terima dikalangan semua orang.
• Aksiologi Pandangan pragmatisme tentang nilai itu adalah relatif atau situasional. Kaidah
moral dan etika itu tidak tetap, selalu berubah sesuai situasi, waktu , tempat, persepsi masyarakat
dan juga pengaruh kemajuan IPTEK. Pendekatan pragmatisme terhadap nilai benar salah, baik
buruk itu didasarkan pada kemanfaatan dalam kehidupan masyarakat dan bukan didasarkan pada
teori.

Anda mungkin juga menyukai