Anda di halaman 1dari 5

PERAWAT

PERBEDAAN METODE ILMU PENGETAHUAN ALAM


(POSITIVISME) DENGAN METODE ILMU SOSIAL DAN
HUMANIORA
 Bie One

9 tahun lalu
Iklan

Pendahuluan
Pada perkembangan ilmu pengetahuan memungkinkan pemahaman-pemahan dari asal
ilmu pengetahuan itu sendiri. Dari perkembangnya pandangan filsafat yang
merupakan dasar dari ilmu pengetahuan memberikan warna yang berbeda dari
padangan-pandangan terhadap ilmu pengetahuan.

Sesuai perkembangannya yang dimulai dari masa plato, aristoteles dan lainnya dari
tradisional dampai modern dan saat ini pada masa post modern, memberi banyak
pandangan dan perbedaan dari ilmu pengetahuan itu sendiri. Dimulai dari obyek dan
suyek orientasi dan tujuan metodelogi yang dilakukan membedakan diantara ilmu-ilmu
tersebut.

Pada paper singkat ini penulis mencoba sedikit menguraikan secara singkat tentang salah satu
metode ilmu positivisme dan metode ilmu social-humaniora dan menyakut perbedaan
diantara keduannya.

Metode Ilmu Pengetahuan Alam (Positifisme)


Istilah ‘positif” sering digunakan dalam penulis-penulis yang terkenal, seperti Durkhein dan
lainnya bahwa maksudnya adalah filsafat positifisme. Fakta positivis adalah fakta real atau
yang nyata. Hal positif (a positive fact) adalah sesuatu yang dapat dibenarkan oleh setiap
orang yang mau membuktikannya. Fakta positivis yang diolah melalui metode ilmu-ilmu
alam diterima sebagai fondasi pengetahuan yang valid, filsafat social yang berkembang sejak
dari plato, aristoteles dan pemikir-pemikir lain telah spekulatif, sehingga tidak memenuhi
syarat keilmuan dan dianggap tidak bermanfaat oleh pendukuung positivisme.

Positisme bertujuan dalam menjadikan ilmu pengetahuan dengan fondasi yang kuat dan
terpercaya, ajaran dari positivisme antara lain:
1. Dalam alam terdapat hukum-hukum yang dapat diketahui
2. penyebab adanya benda-benda dalam alam tidak dapat diketahui (bandingkan dengan teori
evolusi Darwin, karena ilmuwan tidak dapat melihat penyebabnya)
3. Setiap penyataan yang secara prinsip tidak dapat dikembalikan pada fakta tidak
mempunyai arti nyata dan tidak masuk akal
4. Hanya hubungan antara fakta-fakta saja yang dapat diketahui
5. Perkembangan intelektual merupakan sebab utama perubahan sosial (Osborne, 2001,134-
135 dalam Akhyar, 2004)

Positivisme sebagai paham filsafat membatasi pengetahuan yang benar pada hal-hal yang
dapat diperoleh dengan memakai metode ilmu-ilmu alam (induksi). Hal yang positif (a
positive fact) adalah fenomena yang mesti dibenarkan oleh setiap orang yang mempunyai
kesempatan yang sama untuk menilai (membuktikan). Positivisme menerima dan
membenarkan gejala empiris sebagai kenyataan (naturalisme) dan berfikir bahwa berfikir
ilmiah yang benar adalah berfikir obyektif, sebagai model berfikir yang tidak terikat pada
individu akan tetapi berlaku untuk semua orang.
Metode ilmiah didasarkan pada sejumlah asumsi-asumsi yang biasanya diterima begitu saja,
artinya tidak dipertanyakan lagi secara kritis.

Comte adalah ilmuan yang terkenal dalam mengemukakan gagasan-gagasan positivisme,


karena menurutnya bahawa positivisme merupakan pemikiran yang tepat pada zaman baru
yang sedang tumbuh dan berkembang. Positivisme Comte meninggalkan spekulasi dan
pemikiran metafisik (abstrak) dan kemudian hanya berpegang pada ilmu pengetahuan yang
kontruksi berdasakan pengalaman, observasi dan penalaran logis-matematis (kuantitatif).
Comte juga menyakini bahwa kontruksi sistem pengetahuhan baru (positivisme) dapat
memberikan fondasi terpercaya bagi kepastian dan kebenaran baru bagi ilmu pengetahuan.

Positivisme mempunyai azas-azas yang memberikan penguatan pada kajian-kajian ilmiahnya


diantaranya adalah adanya; 1) empirisme dan positisme, 2) pengaruh metodologi ilmu-ilmu
empiris yang dikembangkan, 3) perkembangan logika simbolik dan analisa bahasa.
Pemikiran-pemikiran yang dikuatkan oleh para pakar memberikan sifat dasar yang
menguatkan adanya filsafat analitik, logis dan kritis.

Tujuan positivisme ilmiah adalah menghancurkan pandangan filsafat dan metafisika, kecuali
filsafat yang dapat menjadi fundasi bagi ilmu pengetahuan obyektif-universal yang bersifat
absolut. Prinsip positifisme logis yang menyatakan batas-batas bahasa adalah batas dunia
serta pandangan dunia ilmiah positivisme yang bersifat mentalisme ilmiah, sesungguhnya
adalah sebuah spekulasi metaisik juga. Bila bahasa hanya terbatas pada pembahasan tentang
fakta-fakta atomis (dunia), maka pembahasan tentang batas-batas bahasa berada diluar
kompetensi bahasa itu.
Pandangan bahwa hanya pembuktian secara logis-empiris saja yang diterima sebagai satu-
satunya kebenaran ilmiah dan diluar itu harus ditolak dan dihancurkan adalah satu pernyataan
yang didasarkan bukan atas pembuktian empiris-matematis sebagaimana tuntutannya.

Pandangan positivisme ini ditegakkan diatas kepercayaan epistemologi dualis, dimana antara
subyek (peneliti) dengan obyek (yang diteliti) dapat dipisahkan secara ketat (dualisme
epistemologis). Obyek yang diketahui berbeda dengan subyek yang mengetahui dan tidak
saling mempengaruhi antara keduannya. Posisi peneliti dengan demikian bersifat pasif,
artinya subyek memikirkan dan mengetahui namun tidak berperan menciptakan atau
mengkontruksi obyek tersebut. Dengan cara itu, maka nilai-nilai dan bias subyektivitas
diasumsikan dapat dijamin tidak merembes dan mempengaruhi hasil penelitian.

Richard Rorty (1980) dalam Akhyar (2004) menyatakan bahwa rasionalisme, empirisme,
kritisisme Kant dan positivisme adalah bentuk fundasionalisme epistemologis, karena
masing-masing mempercayai bahwa dengan menggunakan metode itu maka kebenaran ilmu
pengetahuan yang obyektif dan universal dapat dicapai. Rorty, pascapositivis, dan
postmodernis menolak pandangan kaum positivisme logis.

Metode Ilmu Sosial dan Humaniora

Dalam abad ke-19 Auguste Comte telah menulis beberapa buah buku yang berisi pendekatan-
pendekatan umum untuk mempelajari masyarakat, seperti padangannya dalam positivisme.
Dia berpendapat bahwa ilmu pengetahuan mempunyai urut-urutan tertentu berdasarkan
logika, dan bahwa setiap penelitian dilakukan melalui tahap-tahap tertentu untuk kemudian
mencapai tahap akhir yaitu ilmiah. Termasuk penelitian-penelitian tentang kemasyarakatan
sehingga perlu berdiri sendiri.

”Sosiologi” (1839) waktu itu berasal dari kata latin ”socius” yang berarti ”Kawan” dan kata
Yunani logos yang berarti ”Kata” atau ”berbicara”. Jadi sosialogi berarti berbicara mengenai
masyarakat, bagi Auguste Comte, maka sosialogi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakat
umum yang merupakan hasil terakhir daripada perkembangan ilmu pengetahuan. Sosiologi
lahir pada saat-saat terakhir perkembangan ilmu pengetahuan, oleh karena sosiologi
didasarkan pada kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh ilmu-ilmu pengetahuan lainnya,
selanjutnya Comte berkata bahwa sosilogi harus dibentuk berdasarkan pengamatan dan tidak
pada spekulasi-spekulasi perihal keadaan masyarakat. Hasil-hasil observasi tersebut harus
disusun secara sistematis dan metodologis, tetapi disini sayang sekalai Comte tidak
mejelaskan bagaimana caranya menilai hasil-hasil pengamatan kemasyarakatan tersebut.
Lahirnya sosiologi tercatat pada 1842, tatkala Comte menerbitkan jid terakhir dari bukunya
yang berjudul Positive-Philosophy yang terkenal waktu itu.

Manusia sebenarnya diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang sadar.
Kesadaran manusia itu dapat disimpulkan dari kemampuannya untuk berfikir, berkehendak
dan merasa. Dengan fikirannya manusia mendapatkan (ilmu) pengetahuan; dengan
kehendaknya manusia mengarahkan perilakunya; dan dengan perasaannya manusia dapat
mencapai kesenangan. Sarana untuk memelihara dan meningkatkan ilmu pengetahuan yang
dinakan logika, sedangkan sarana-sarana untuk memelihara serta meningkatkan pola perilaku
dan mutu kesenian, masing-masing disebut etika dan estetika dan apabila pembicaraan
dibatasi pada logika, maka hal itu merupakan ajaran yang menunjukan bagaimana manusia
berfikir secara tepat dengan berpedoman pada ide kebenaran.

Ilmu-ilmu sosial dinamakan demikian, oleh karena ilmu-ilmu tersebut mengambil masyarakat
atau kehidupan bersama sebagai obyek yang dipelajarinya. Ilmu-ilmu sosial belum
mempunyai kaidah-kaidah dan dalil-dalil tetap yang diterima oleh bagian terbesar
masyarakat, oleh karena ilmu-ilmu tersebut belum lama berkembang, sedangkan yang
menjadi obyeknya adalah masyarakat manusia yang selalu berubah-ubah. Karena sifat
masyarakat yang selalu berubah-ubah, hingga kini belum dapat diselidiki dan dianalisis
secara tuntas hubungan antara unsur-unsur di dalam masyarakat secara lebih mendalam.

Istilah sosial (social) pada ilmu-ilmu sosial mempunyai arti yang berbeda dengan misalnya
istilah sosialisme atau istilah sosial, masyarakat yang menjadi obyek ilmu-ilmu sosial dapat
dilihat sebagai sesuatu yang terdiri dari beberapa segi; segi ekonomi, kehidupan dan lainnya.
Dan kalau dilihat dari perkembangan manusia bahwa manusia berkembang dari unsur-unsur
tradisional dan modern, ini semakin menguatkan bahwa ilmu sosial merupakan ilmu yang
sulit untuk diikuti karena selalu berkembang dan bermacam-macam segi bagik sifat dan cara
kehidupan manusia.

Beberapa perbedaan

Telah diketahui bahwa terdapat beberapa perbedaan dari metode ilmu positivisme atau
mungkin lebih populer dengan ilmu pengetahuan alam dan metode ilmu sosial dan
humaniora.
1. obyek dari ilmu yang berbeda bila ilmu alam atau positivisme mempunyai obyek alam
sedangkan ilmu sosial berorientasi pada kehidupan manusia atau masyarakat
2. telah diketahui bahwa sosiologi adalah suatu ilmu sosial dan bukan merupakan ilmu
pengetahuan alam ataupun ilmu pengetahuan kerohanian. Perbedaan tersebut bukanlah
mengenai metode, akan tetapi menyangkut pembedaan isi, yang gunanya untuk membedakan
ilmu-ilmu pengetahuan yang bersangkut-paut dengan gejala-gejala alam dengan pengetahuan
yang berhubungan dengan gejala-gejala kemasyarakatan. Khususnya, pembedaan tersebut
diatas membedakan sosiologi dari astronomi, fisika, geologi, biologi dan lain-lain ilmu
pengetahuan alam yang dikenal.
3. Sosiologi (ilmu sosial)buka merupakan disiplin yang normatif akan tetapi suatu disiplin
yang kategoris, artinya sosilogi membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini dan bukan
mengenai apa yang terjadi atau seharusnya.
4. Sosiologi (ilmu sosial)merupakan ilmu pengetahuan yang murni dan bukan merupakan
ilmu pengetahuan terapan atai terpakai.
5. Sosiologi (ilmu sosial) merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak dan bukan merupakan
ilmu pengetahuan yang konkrit, artinya bahwa yang diperhatikan adalah bentuk dan pola-pola
peristiwa dalam masyarakat tetapi bukan wujudnya yang konkrit.
6. yang dihasilkan dari ilmu sosial adalah pengertian-pengertian dan pola-pola umum.
Sosiologi meneliti dan mencari apa yang menjadi prinsip atau hukum-hukum umum dari
interaksi antar manusia dan juga perihal sifat hakikat, bentuk, isi dan struktur
masyarakat/manusia.
7. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional, ciri tersebut
menyangkut soal metode yang dipergunakannya.

Dan bila dilihat perbedaan dari kelompok ilmu sosial-humaniora secara singakta sudah
dijelaaskan yaitu subyek-obyek adalah manusia dan masyarakat, sedangkan metode yang ada
dari ilmu sosial-humaniora adalah empiris, deduktif, induktif, intuitif, fenomenologis, dan
hermeneutis dan ilmu sosial mempunyai tujuan eksplanasi, kualitatif dan verstehen.
Pada perkembanganya saat ini bahwa positivisme mendapat kritik/penolakan, yaitu: 1)
penekanan pada generalisasi dan universalitas teori, hingga akibatnya ilmu mengabaikan
konteks sosial budaya, padahal teori sosial bidaya tidak dapat dilepaskan dari konteksnya, 2)
positivisme mengabaikan makna dan tujuan penelitian, sementara penelitian tengtang tingkah
laku manusia tidak dapat dipahami tanpa mengacu pada makna, tujuan, motivasi, 3)
penekanan positivisme pada teori agung (grand theories, grand-narrative) sehingga
mengabaikan konteks lokal, 4) positivisme menekankan pencarian hukum alam (ilmu
nomotesis); sementara ilmu sosial budaya lebih bersifat idiolografis (pencarian
keunikan/kekhasan suatu peristiwa), 5) positivisme hanya menekankan konteks pembenaran,
sehingga mengabaikan konteks penemuan.

Masih terdapat perbedaan-perbedaan lain yang berkaitan dengan metode ilmu positivisme
dan metode ilmu sosial dan humaniora, yang masih merupakan fenomena yang dapay
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan soail masyarakat dan selama manusia
masih berinteraksi dan mampu mengembangkan metode yang masih terus berkembang.

Penutup
Semua bentuk metode ilmu pengetahuan mempunyai ciri-ciri masing-masing demikian juga
metode ilmu positivisme dengan metode ilmu sosial-humaniora, ciri-ciri tersebut yang
membedakan keduanya mempunyai tujuan yang berbeda pula , aplikasi dari kedua metode
tersebut memberikan bentuk-bentuk langkah dari bagaimana melakukan pengemabnagn ilmu-
ilmu tersebut.
Positivisme menyatakan bahwa obyek individu rasional, mengikuti hukum alam dan tidak
memiliki kebebasan kehenadak sedang pada metode ilmu sosial sangat berbeda bebas sesuai
kehenadak dan manusia sebagai makhluk sosial dan bermasyarakat, sedangkan tujuan dari
positivisme adalah penjalasan fakta, kausalitas, meramalkan, obyektif, menekankan prediksi
dan kontrol.

Ilmu humaniora atau sosial merupakan pemahaman bagaimana fenomena manusia yang
dipandang memiliki keunikan, kesadaran, makna dan tujuan hidup, tidak statis, memiliki
kebebasan memilih untuk bertindak, sulit dikontrol dan mudah dipengaruhi lingkungan
sosial-budaya. Dan dengan ini tingkah laku manusia tidak ditentukan hukum-hukum alam
yang universal, tingkah laku manusia adalah tingkah laku yang bertujuan bermakna.

Daftar Pustaka

Akhyar Yusuf Lubis (2004). Filsafat Ilmu Metodologi Posmodernis: Cimangis, Bojong gede:
Akademia.

Soerjono soekanto (1990). Sosiologi suatu pengantar: Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada:


Iklan

Bagikan
Terkait

 HUBUNGAN ANTARA KEHAMILAN PADA REMAJA DENGAN KEJADIAN


KELAHIRAN BAYI PREMATUR DI RSUD BANYUMAS

 18 November 2014

 Gambaran Operasi AV-Shunt di RSKG Ny.R.A Habibie Bandung

 26 Januari 2010

 dalam "Hemodialisa"

 Pembedahan/Operasi

 21 November 2010

 dalam "Ilmu"

Kategori: Uncategorized

Tinggalkan sebuah Komentar

PERAWAT
Kembali ke atas
Iklan

Anda mungkin juga menyukai