Anda di halaman 1dari 100

TUGAS RESUME BUKU SOSIOLOGI

“SUATU PENGANTAR”

Karya Prof. Dr. Soerjono Soekanto


Tugas ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Sosiologi
Dosen Pengampu : Silahudin, S.Sos., M.Si.

Disusun oleh :
Ifa Nur’aini Najati (2222010612)
1 (satu) B

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI BAGASASI

Jl. Cukang Jati No. 5, Samoja, Kec. Batununggal, Kota Bandung, Jawa Barat 40237
BAB 1
PENDAHULUAN

A. PENGANTAR
Sosialogi merupakan suatu ilmu yang masih muda, walau telah mengalami
perkembangan yang cukup lama. Awal mulanya, orang-orang yang meninjau masyarakat
hanya tertarik parta masalah-masalah yang menarik perhatian umum, kejahatan perang,
kekuasaan golongan yang berkuasa, keagamaan dan lain sebagainya. Dari pemikiran serta
penilaian yang demikian itu, meningkat pada filsafat kemasyarakatan, di mana orang
menguraikan harapan-harapan tentang susunan serta kehidupan masyarakat yang diinginkan
atau yang ideal. Dengan demikian timbullah perumusan nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang
seharusnya dituruti oleh setiap manusia dalam hubungannya dengan manusia lain dalam suatu
masyarakat. Nilai-nilai dan kaidah-kaidah dimaksudkan untuk menciptakan kehidupan yang
bahagia dan damai bagi semua manusia selama hidup di dunia ini.
Orang-orang harus mengakui bahwa nilai-nilai dan kaidah-kaidah masyarakat yang
diidam-idamkan itu tidak selalu sesuai dengan kenyataan yang ada di dalam masyarakat pada
suatu waktu tertentu. Filsafat biasanya dipandang sebagai induk ilmu pengetahuan atau ilmu
pengetahuan yang umum. Pythagoras menyatakan dirinya sebagai cinta kebijaksanaan, karena
kata ‘philein’ Bahasa Yunani adalah cinta dan ‘sophia’ merupakan kebijaksanaan. Filsafat
dicari untuk kebijaksanaan dan kebijaksanaan dicarikan. Asal-usul filsafat merupakan
penjelasan rasional secti semuanya. Prinsip prinsip atau asas-asas yang di jelaskan terhadap
semu fakta adalah filsafat.
Dahulu kala, semua ilmu pengetahuan yang dikenal pada dewasa ini pernah menjadi
bagian dari filsafat yang dianggap sebagai induk dari sebagai induk dari segala ilmu
pengetahuan (mater scientiarum) astronomi, (ilmu tentang binatang-bintang) dan fisika (ilmu
alam) merupakan cabang-cabang filsafat yang pertama-tama memisahkan diri, kemudian
diikuti oleh kimia, biologi, dan geologi. Di dalam abad ke-19, dua ilmu pengetahuan baru
muncul yaitu psikologi (ilmu yang mempelajari perilaku dan sifat-sifat manusia) dan sosiologi.
(ilmu yang mempelajari masyarakat). Astronomi, pada mulanya merupakan bagian dari
filsafat. Terbagi menjadi fisika, psi-kologi dan sosiologi. Dengan demikian timbulah sosiologi
sebagai ilmu pengetahuan yang di dalam proses pertumbuhannya dapat dipisahkan dari ilmu-
ilmu kemasyarakatan lainya seperti ekonomi,sejarah,ilmu jiwa sosial dan sebagainya. Dalam
abad ke-19, seoranng ahli filsafat bangsa perancis Bernama Auguste Comte telah menulis
beberapa buah buku yang berisikan pendekatan-pendekatan umum untuk mempelajari
masyarakat. Dia berpendapat bahwa ilmu pengetahuan mempunyai urut-urutan tertentu
berdasakan logika, dan bahwa setiap penelitian dilakukan melalui tahap-tahap tertentu untuk
kemudian mencapai tahap terakhir yaitu tahap ilmiah. Nama yang diberikanya tatkal yaitu
adalah ‘sosiologi’ (1839) yang berasal dari kata latin socius yang berarti ‘kawan’ dan kata
Yunani logos yang berarti ‘kata’ atau berbicara. Jadi sosiologi berarti ‘berbicara mengenai
masyarakat, sedangkan misalnya geologi (geo artinya bumi) artinya ‘berbicara tentang bumi,
biologi (bios artinya manusia) berarti ‘berbicara perihal manusia. Sosiologi lahir pada saat-
saat terakhir perkembanggan ilmu pengetahuan, oleh karena itu sosiologi didasarkan pada
kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh ilmu-ilmu pengetahuan lainya. Selanjutnya Comte
berkata bahwa sosiologi harus dibentuk berdasarkan pengamatan dan tidak pada spekulasi-
spekulasi perihal keadaan masyarakat.
Sejak Herbert Spencer mengembangkan suatu sistematik penelitian masyarakat dalam
bukunya yang berjudul “Principles of sociology” setengah ahad kemudian, istilah sosiologi
menjadi lebih popular dan berkat jasa Herbert Spencer pula sosiologi berkembang dengan
pesatnya. Sosisoslogi berkembang dengan pesat dalam abad ke-20, terutama di Perancis,
Jerman dan Amerika Serikat, tapi arah perkembangannya di ketiga negara tersebut berbeda
satu sama lainya. Walaupun John Stuart Mill dan Herbert Spencer adalah orang-orang inggris,
namun ilmu tersebut, berbeda dengan keadaan di Amerika Serikat pada masa itu.
Nama-nama seperti Auguste Comte (perancis), Herbert Spencer (inggris), Karl Mark
(jerman), Yilfredo pareto (italli), Pitirim A. Sorokin (berasal dari rusia), Max Weber (jerman)
Steinmetz (belanda), Charles Horton Cooley (amerika serikat), Lester F Word (amerika serikat)
dan lain sebagainya adalah beberapa nama-nama yang termuka dalam perkembangan sosiologi
di benua eropa dan amerika. Dari eropa, ilmu sosiologi kemudian menyebar ke benua dan
neraga-negara lain, termasuk Indonesia.

B. ILMU PENGETAHUAN DAN SOSIOLOGI


Secara singkat, ilmu pengetahuan adalah pengetahuan (knowledge) yang tersusun
sistematis menggunakan kekuatan pemikiran, pengetahuan mana selalu dapat diperiksa dan
ditelaah (dikontrol) dengan kritis oleh setiap orang lain yang ingin mengetahuinya. Perumusan
tadi sebetulnya jauh dari sempurna, akan tetapi yang terpenting adalah bahwa perumusan
tersebut telah mencakup beberapa unsur yang pokok. Unsur-unsur (elements) yang merupakan
bagian-bagian yang tergabung dalam suatu kebetulan adalah:
1. Pengetahuan (knowledge)
2. Tersusun secara sistematis
3. Menggunakan pemikiran
4. Dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain atau umum (objektif)
Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca
inderanya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (believe) takhayul (superstitions) dan
penerangan-penerangan yang keliru (misinformations). Ilmu pengetahuan tersusun secara
sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran, pengeahuan yang selalu dapat diperiksa
dan ditelaah dengan kritis. Tujuannya untuk lebih mengetahui dan mendalami segala segi
kehidupan. Manusia dapat ditempuh perlbagai cara anta lain:
a. Penemuan secara kebetulan, adalah penemuan yang sifatnya tanpa direncakan dan
diperhitungkan terlebih dahulu.
b. Hal untung-untungan, artinya penemuan ini melalui cara percobaan-percobaan dan
kesalahan-kesalahan.
c. Kewibawaan, yaitu berdasarkan penghormatan terhadap pendapat atau penemuan yang
dihasilkan oleh seseorang atau lembaga tertentu yang dianggap mempunyai
kewibawaan yang dihasilkan oleh seseorang atau Lembaga tertentu yang dianggap
mempunyai kewibawaan atau wewenang.
d. Usaha-usaha yang bersifat spekulatif, meskipun sedikit teratur. Artinya dari sekian
banyak kemungkinan, dipilih salah satu kemungkinan walaupun pilihan tersebut
didasarkan pada keyakinan apakah pilihan tersebut merupakan cara yang tepat.
e. Pengalaman, artinya berdasarkan pikiran kritis.
f. Penelitian ilmiah, yaitu metode yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa
gejala dengan jalan analisis dan pemeriksaan yang mendalam.
Penelitian secara ilmiah dilakukan manusia untuk menyalurkan Hasrat ingin tahu yang
telah mencapai taraf ilmuan.Ilmu pengetahuan berkembang pada taraf yang tinggi,yaitu bila
sampai pada
1. Metode percobaan dan kesalahan
2. Mempelajari atau mempergunakan efek dari metode pertama terhadap situasi yang
biasa di hadapi
3. Perpepsi dan investigasi visual terhadap alternatif aksi potensial
4. Mempelajari dengan pengamatan, didasarkan pada pengamatan ter-hadap usaha dan
hasil aksi pihak-pihak lain
5. Imitasi, pengamatan dan peniruan terhadap perilaku pihak-pihak lain
6. Intruksi verbal dan penerimaan informasi verbal dari pihak-pihak lain
7. Pemikiran dan konfrontasi simbolis dari perilaku potensial dengan model realis yang
diadopsi.
8. Pengambilan keputusan secara kolektif atas dasar pengamatan terha-dap kenyataan
yang dilakukan oleh orang banyak dalam kondisi-kondisi yang sama.
Seorang (scientist) selalu menjelaskan segala pengetahuanya dengan jujur, rahasia-
rahasia dalam perbuatan perbuatannya tak boleh disembunyikan. Adakalanya dijumpai bahwa
hasil-hasil ilmu pengetahuan dirahasiakan hal mana bukanlah merupakan ke mauan dan para
ilmuan, akan tetapi demi kepentingan negara atau pemerintahannya.
Oleh karena pada umunya, ilmu pengetahuan dapat ditelaah oleh umum, ilmu
pengetahuan selalu berkembang, kalua ilmu pengetahuan yang netral tersebut sudah diterima
oleh umum, maka ilmu pengetahuan tadi harus ditujukan pada suatu sasaran tertentu, misalnya,
masyarakat manusia, gejala-gejala alam, perwujudan-perwujudan kegiatan rohaniah dan
seterusnya. Ilmu pengetahuan bertujuan agar manusia lebih mengetahui dan mendalami segala
segi kehidupan ini. Oleh sebab itu karena perbedaan penelitian dan lapangan kerja, maka ilmu
pengetahuan secara umum dipisah-pisahkan ke dalam kelompok-kelompok. Secara umum dan
konvesional dikenal adanya empat kelompok ilmu pengetahuan, yaitu masing-masing :
1. Ilmu Matematika
2. Ilmu pengetahuan alam, yaitu kelompok ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-
gejala baik yang hayati (life sciences) maupun yang tidak hayati (fisika)
3. Ilmu tentang perilaku (bebauutoral sciences) yang disatu pihak menyoroti perilaku
hewan (animal bebarior), dan di lain pihak menyoroti perilaku (buman behovior). Yang
terakhir ini seringkali dinamakan ilmu-ilmu sosial yang mencakup pelbagai ilmu
pengetahuan yang masing-masing menyoroti sesuatu bidang di dalam kehidupan
Bersama manusia.
4. Ilmu pengetahuan kerohanian, yang merupakan kelompok ilmu pengetahuan yang
mempelajar perwujudan spiritual kehidupan Bersama manusia.
Dari sudut sifatnya dapat dibedakan antara ilmu pengetahuan yang eksak dengan ilmu
pengetahuan yang non-eksak. Pada umunya, ilmu ilmu sosial bersifat non-eksas, walaupun
ekonomi misalnya, sering menggunakan rumusan-rumusan ilmu pasti dan demikian juga
psikolgi maupun sosiologi (sosio-metri). Kelompok ilmu-ilmu pengetahuan alam pada umunya
bersifat eksas, sedangkan sebaliknya ilmu pengetahuan kerohanian boleh dikatakan bersifat
non-eksas.
Dari sudut penerapanya, maka biasanya dibedakan antara ilmu pengetahuan murni
(pure science) dengan ilmu pengetahuan yang diterapkan (applied science). Ilmu pengetahuan
murni terutama bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara
abstrak, yaitu untuk mempertinggi mutunya ilmu penetahuan yang dierapkan bertujuan untuk
mempergunakan dan menerapkan ilmu pengetahuan tersebut di dalam masyarakat
Selain dari itu, maka dapat juga dibedakan antara ilmu-ilmu yang teoritis rasional, teoritis
rasional (misalnya dogmatic hukum), maka cara berpikir yang dominan adalah deduktif dengan
mempergunakan silogisme cara berfikir deduktif-induktif banyak digunakan didalam ilmu-
ilmu teoritis empiris, seperti misalnya, sosiologi. Di dalam ilmu-ilmu yang empiris-praktis,
seperti misalnya pekerjaan sosial atau kesejahteraan sosial (sosiatri), lebih banyak digunakan
cara berpikir induktif.

a. Ilmu-ilmu Sosial dan Sosiologi


Salah satu jalan yang agak mudah untuk memperoleh karakteristik suatu ilmu
pengetahuan adalah dengan cara melukiskannya secara kongrit. Untuk memperoleh gambaran
yang sederhana dari suatu ilmu, paling sedikit diperlukan kriteria sebagai berikut.
• Pertama-tama adalah perlu unyuk merinci isi ilmu sosial tersebut secara kongrit
Artinya,, secara lebih tegas adalah, apa yang menjadi pusat perhatian para ahli dan para
sarjana yang menghususkan diri pada suatu ilmu pengetahuan tertentu..
• Selanjutnya adalah penting sekali untuk merinci apa yang dianggap sebagai sebab-
sebab khusus dari variable tergantung.
• Yang kemudian diperlukan adalah pengetahuan tentang Teknik-teknik apakah yang
lazim dipakai oleh masing-masing ilmu pengetahuan untuk mendapatkan untuk
kebenaran atau untuk mencapai sasarannya. Apabila istilah ‘sosial’ pada ilmu-ilmu
sosial menunjuk pada objek nya yaitu masyarakat, sosialisme adalah suatu ideologi
yang berpokok pada prinsip pemilikan umum (atas alat-alat produksi dan jasa jasa
dalam bidang ekonomi). Sedangkan istilah sosial pada departemen sosial, menunjukan
pada kegiatan-kegiatan dilapangan sosial.
Ciri-ciri utama sosiologi yaitu :
1. Sosiologi bersifat empiris yang berarti bahawa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan
pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat
spekulatif.
2. Sosiologi bersifat teoritis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk
Menyusun obstraksi dari hasil-hasil observasi. Abstraksi tersebut merupakan kerangka
unsur-unsur yang tersusun secara logis seerta bertujuan untuk menjelaskan hubungan-
hubungan sebab akibat sehingga menjadi teori.
3. Sosiologi bersifat kumulatif yang berarti bahwa teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar
teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas serta memperhalus teori-
teori lama.
4. Sosiologi ersifat non-etis, yakni yang dipersoalkan bukanlah buruk-baiknya fakta
tertentu, akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analis.
Ilmu politik dengan istilah politik yang dipergunakan sehari-hari dikalangan orang
banyak mempunyai perbedaan, politik diartikan sebagai pembinaan kekuasaan dan lain
sebagainya mempunyai perbedaan, politik diartikan sebgai pembinaan kekuasaan negara, yang
bukan merupakan suatu ilmu pengetahuan akan tetapi merupakan seni (art) sosiologi
memusatkan perhatiannya pada segi-segi masyarakat yang bersifat umum dan berusaha untuk
mendapatkan pola pola umum daripadanya. Misalnya soal daya upaya untuk mendapatkan
kekuasaan untuk digambarakan oleh sosiologi sebagai salah-satu bentuk persaingan
(competition) atau bahkan pertikaian (conflict).
Antropologi pada dasarnya mempunyai 5 lapangan penyelidikan, yaitu:
1. Masalah sejarah terjadinya peerkembangan manusia sebagai makhluk logis.
2. Masalah persebaran dan sejarah terjadinya aneka warna Bahasa yang diucapkan oleh
manusia di seluruh dunia.
3. Masalah perkembangan, persebaran dan terjadinya warna-warna kebudayaan manusia
di seluruh dunia .
4. Masalah dasar-dasar kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat suku-suku
bangsa yang tersebar di seluruh muka bumi zaman sekarang ini.

Manfaat ilmu-ilmu sosial dan hubungan antara ilmu-ilmu sosial dengan sosiologi:
1. Adanya suatu terminology umum yang menyeragamkan pelbagai disipilin
2. Suatu Teknik penelitian terhadap organisasi-organisasi yang besar dan komleks
3. Suatu pendekatan sintetis yang meniadakan analisis fragmentaris dalam rangka
hubungan internal antara bagian-bagian yang tidak dapat diteliti diluar konteks
menyeluruh
4. Suatu sudut pandang yang memungkinkan analisis terhadap masalah-masalah sosiologi
dasar
5. Penelitian yang lebih banyak tertuju pada hubungan bagian-bagian, dengan tekanan
pada proses dan kemungkinan terjadinya perubahan
6. Kemungkinan mengadakan penelitian secara operatif dan obyektif terhadap sistem
perilaku yang berorientasi pada tujuan atau didasarkan pada tujuan, proses kognitif-
simbolis, kesadaran diri dan sosial, tahap-tahap keadaan darurat secara sosial budaya
dan seterusnya

b. Definisi Sosiologi dan Sifat Hakikatnya


• Pitirim Sorokin mengatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari:
1. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial
(misalnya antara gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral hukum
dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik dan lain sebagainya).
2. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala non-
sosial (misalnya geografis, biologis dan sebagainya).
• Roucek dan Warren mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan antar manusia dalam kelompok-kelompok.
• Wiliam f. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff berpendapat bahwa sosiologi adalah
penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi sosial.
• JAA Van Doorn dan CJ Lammers berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu
pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat
stabil.
• Selo Somanian dan Soeloeman Soemarde mengatakan bahwa sosiologi atau ilmu
masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses proses
sosial,termasuk perubahan perubahan sosial. Selanjutnya menurut Selo Seomardjan dan
Soelaeman Soemardi,struktur nasional adalah keseluruhan jalinan antara unsur- unsur
sosial yang pokok yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga- lembaga
sosial ,kelompok-kelompok, serta lapisan-lapisan sosial. Proses sosial adalah pengaruh
timbal-balik antara berbagai segi kehidupan bersama, umpanya timbal-balik antara segi
kehidupan ekonomi deengan segi kehidupan politik, antar segi hukum dan segi
kehidupan agama, antara segi kehidupan dan segi ekonomi lainnya
Apabila sosiologi ditelaah dari suduh hakikatnya , akan dijumpai beberapa pentunjuk yang
akan dapat membantu untuk menetapkan ilmu pengentahuan macam apalah sosialogi itu.Sifat-
sifat hakikatnya adalah:
• Telah diketahui bahwa sosialogi adalah suatu ilmu sosial dan bukan merupakan ilmu
pengetahuan alam atau ilmu pengetahaun kerohanian. Pembedaan tersebut bukanlah
pembedaan mengenai metode, akan tetapi menyangkut pembelaan isi, yang gunanya
untuk membedakan ilmu-ilmu pengetahuan yang bersangkut-pautnya dengan gejala-
gejala alam khususnya, pembedaan diatas membedakan sosiologi dari astronomi,fisika,
geologi, biologi dan lain-lain.
• Sosiologi bukan merupakan disiplin yang normatif akan tetapi adalah suatu disiplin
yang kategoris artinya sosiologi membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini yang
bukan mengenai apa yang terjadi , atau seharusnya terjadi. Sosiologi tidak menetapkan
kearah mana sesuatu seharusnya berkembang kedalam arti memberikan petunjuk-
petunjuk yang menyangut kebijaksaan kemasyarakatan dalam proses kehidupan
bersama tersebut.
• Sosiologi merupakan pengetahuan yang murni (pure science) dan bukan merupakan
ilmu pengetahuan terapan atau terpakai (applied science). Ilmu pengetahuan dipecah
menjadi dua bagian yaitu ilmu pengetahuan murni adalah ilmu yang bertujuan untuk
membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara abastrak hanya untuk
mempertinggi mutunya, tanpa menggunakannya dalam masyarakat. Ilmu pengetahuan
terapan adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mempergunakan dan
menerapkan ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mempergunakan dan menerapkan
ilmu pengetahuan tersebut dalam masyarakat dengan maksud membantu kehidupan
masyarakat. Tujuan dari sosiologi adalah untuk mendapatkan pengetahuan yang
sedalam-dalamnya tentang masyarakat, dan bukan untuk mempergunakan pengetahuan
tersebut terhadap masyarakat.
• Ciri keempat sosiologi adalah bahwa sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang
abstrak dan bukan merupakan ilmu pengetahuan yang kongkrit. Artinya, bahwa yang
diperhatikannya adalah bentuk dan pola-pola peristiwa dalam masyarakat tetapi bukan
wujudnya yang kongkrit.
• Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum.
Sosiologi meneliti dan mencari apa yang menjadi prinsip atau hukum-hukum umum
dari interaksi antar manusia dan juga perihal sifat hakikat, bentuk, isi dan struktur
masyarakat manusia.
• Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional. Ciri tersebut
menyangkut soal metode yang dipergunakannya yang selanjutnya akan diterangkan
pada bab mengenai metode-metode sosiologi.
• Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang umum dan bukan meruapakan ilmu
pengetahuan yang khusus. Artinya, sosiolog imempelajari gejala yang umum ada pada
setup interaksi antar manusia.

c. Objek Sosiologi
Objek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antar manusia, dan
proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat. Beberapa orang sarjana telah
mencoba untuk memberikan definisi masyarakat (society), seperti:
1. Macvler dan Page yang mengatakan bahwa : masyarakat ialah suatu sistem dari
kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok dan
penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia.
Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial.
2. Ralph Linton : masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan
bekerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mwngatur diri mereka dan
menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang
dirumuskan dengan jelas.
3. Selo Soemardjan menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup
Bersama yang menghasilkan kebudayaan.
Walaupun definisi dari sarjana-sarjana tersebut berlainan, akan tetapi pada dasarnya isinya
sama yaitu masyarakat mencakup beberapa unsur, sebagai berikut:
a. Manusia yang hidup Bersama
b. Bercampur untuk waktu yang cukup lama
c. Mereka sadar bahwa mereka suatu kesatuan
d. Mereka merupakan suatu sistem hidup Bersama. Sistem kehidupan Bersama
menimbulkan kebudayaan oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat
satu dengan lainnya.
Semenjak dilahirkan manusia sudah mempunyai naluri untuk hidup berkawan, sehingga
dia disebut social animal. Sebagai social animal manusia mempunyai naluri yang disebut
gregariousness. Pada hubungan antara manusia dengan sesamanya, agaknya yang penting
adalah reaksi yang timbul sebagai akibat adanya hubungan tadi. Hal ini disebabkan oleh karena
pada dasarnya manusia mempunyai dua Hasrat yang kuat dalam dirinya, yakni:
A. Keinginan untuk menjadi satu dengan sesamanya atau manusia lain di sekelilingnya
(misalnya masyarakat).
B. Keinginan untuk menjadi satu dengan lingkungan alam sekelilingnya.
Masyarakat sendiri juga mempunyai pelbagai kebutuhan yang harus dipenuhi, agar
masyarakat itu dapat hidup terus. Kebutuhan-kebutuhan itu adalah, antara lain:
1. Adanya populasi dan Population Placement
2. Informasi
3. Energi
4. Materi
5. Sistem Komunikasi
6. Sistem Produksi
7. Sistem Distribusi
8. Sistem Organisasi Sosial
9. Sistem Pengendalian Sosial
10. Perlindungan warga masyarakat terhadap ancaman-ancaman yang tertuju pada jiwa
dan harta bedanya.
Dengan demikian, maka setiap masyarakat mempunyai komponen-komponen dasarnya,
yakni:
• Populasi, yakni warga-warga suatu masyarakat yang dilihat dari sudut pandangan kolektif.
Secara sosiologis, maka ospek-ospek sosiologis yang perlu dipertimbangkan adalah,
misalnya:
1. Aspek-aspek genetic yang konstan.
2. Variabel-variabel genetik.
3. Variabel-variabel demografis.
• Kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa dari kehidupan Bersama yang mencakup:
1. Sistem Lambang-lambang
2. Informasi
• Hasil-hasil kebudayaan material
• Organisasi sosial, yakni jaringan hubungan antara warga-warga masyararakt yang
bersangkutan, yang antara lain mencakup:
1. Warga masyarakat secara individual
2. Peranan-peranan
3. Kelompok-kelompok
4. Kelas-kelas sosial
• Lembaga-lembaga sosial dan sistemnya.
Rakyat merupakan keseluruhan penduduk suatu daerah tanpa melihat pada cara bergaulnya
atau cara hidupnya. Apabila dilihat dari sudut ilmu politik, istilah rakyat dipakai untuk
membedakan rakyat dengan pemerintahannya, pemerintah yang menguasai, rakyat yang
perintah. Jadi istilah rakyat menunjuk pada:
a. Sejumlah besar penduduk
b. Yang mempunyai kehendak umum Bersama
c. Dihadapkan pada pemerintah yang mengatur dan memerintah kehendak tadi.
Untuk jelasnya, maka lebih dikenal istilah Dewan Perwakilan Rakyat daripada Dewan
Perwakilan Masyarkat, oleh karena Dewan tersebut ditujukan untuk kepentingan dan kehendak
umum dari penduduk. Sebaliknya, selalu dipergunakan istilah Pembangunan Masyarakat dan
bukan Pembangunan Rakyat, oleh karena pembangunan tersebut adalah penting untuk
kemajuan seluruh anggota masyarakat.

C. GAMBARAN RINGKAS TENTANG SEJARAH TEORI-TEORI SOSIOLOGI


• Apakah teori?
Suatu teori merupakan hubungan antara dua variabel atau lebih, yang telah diuji
kebenarannya. Bagi seseorang yang mempelajari sosiologi, maka teori-teori tersebut
mempunyai beberapa kegunaan, antara lain:
1. Suatu teori atau beberapa teori merupakan ikhtisar daripada hal-hal yang telah
diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang dipelajari
sosiologi.
2. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada
seseorang yang memperdalam pengetahuannya di bidang sosiologi.
3. Teori berguna untuk lebih mempertajam atau mengkhususkan fakta yang dipelajari
oleh sosiologi.
4. Suatu teori akan sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta,
membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi yang
penting untuk penelitian.
5. Pengetahuan teoritis memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan
proyeksi sosial, yaitu usaha untuk dapat mengetahui kearah mana masyarakat akan
berkembang atas dasar fakta yang diketahui pada masa yang lampau dan pada masa
dewasa imi.
• Pengertian Terhadap Masyarakat Sebelum Comte
Seorang filosof Barat yang untuk pertama kalinya menelaah masyarakat secara
sistematis adalah Plato (429-347M), seorang filosof Romawi. Sebetulnya Plato bermaksud
untuk merumuskan suatu teori tentang bentuk negara yang dicita-citakan, yang
organisasinya didasarkan pada pengamatan kritis terhadap sistem-sistem sosial yang ada
pada zamannnya. Plato menyatakan bahwa masyarakat sebenarnya merupakan refleksi dari
manusia perorangan. Suatu masyarakat akan mengalami kegoncangan, sebagaimana hal
nya manusia perorangan yang terganggu keseimbangan jiwanya yang terdiri dari tiga
unsur yaitu nafsu, semangat dan inteligensia. Inteligensia merupakan unsur pengendali,
sehingga suatu negara seyogyanya juga merupakan refleksi dari ketiga unsur yang
berimbang atau serasi tadi.
Aristoteles(384-322S.M.) mengikuti sistem analisis secara organis dari Plato. Didalam
bukunya Politics, Aristoteles mengadakan suatuan alisis mendalam terhadap Lembaga-
lembaga politik dalam masyarakat. Pengertian politik digunakannya dalam arti luas
mencakup juga berbagai masalah ekonomi dan sosial. Sebagaimana hal nya dengan Plato,
perhatian Aristoteles terhadap biologi telah menyebabkannya mengadakan suatu analogi
antara masyarakat dengan organisme biologis manusia.Disamping itu Aristoteles
menggarisbawahi kenyataan bahwa basis masyarakat adalah moral (etika dalam arti yang
sempit).
Pada akhir abad pertengahan muncul ahli filsafat Arab Ibnu Khaldun (1332-1406) yang
mengemukakan beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan kejadian-kejadian sosial dan
peristiwa-peristiwa dalam sejarah.
Pada zaman Renaissance (1200-1600), tercatat nama-nama seperti Thomas More
dengan Utopia-nya dan Campanella yang menulis City of the Sun. Mereka masih sangat
terpengaruh oleh gagasan-gagasan terhadap adanya masyarakat yang ideal. Berbeda
dengan mereka adalah N.Machiavelli (terkenal dengan bukunya II Principe) yang
menganalisis bagaimana mempertahankan kekuasaan. Untuk pertama kalinya politik
dipisahkan dari moral, sehingga suatu pendekatan yang mekanis terhadap masyarakat.
Pengaruh ajaran Machiavelli antara lain, suatu ajaran, bahwa teori-teori politik dan sosial
memusatkan perhatian mekanisme pemerintahan.
Abad ke-17 ditandai dengan munculnya tulisan Hobbes (1588-1679) yang berjudul The
Leviathan. Inti ajarannya diilhami oleh hukum alam, fisika dan matematika. Dia
beranggapan bahwa dalam keadaan alamiah, kehidupan manusia didasarkan pada
keinginan-keinginan yang mekanis, sehingga manusia selalu saling berkelahi. Akan tetapi
mereka mempunyai pikiran bahwa hidup damai dan tenteram adalah jauh lebih baik.
Keadaan semacam itu baru dapat tercapai apabila mereka mengadakan suatu perjanjian
atau kontrak dengan pihak-pihak yang mempunyai wewenang, pihak mana akan dapat
memelihara ketenteraman. Supaya keadaan damai tadi terpelihara, maka orang-orang harus
sepenuhnya mematuhi pihak yang mempunyai wewenang tadi. Dalam keadaan
demikianlah masyarakat dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Pada abad ke-17 masih ditandai oleh anggapan-anggapan bahwa lembaga-lembaga
kemasyarakatan terikat pada hubungan-hubungan yang tetap. Hanya saja perlu dicatat
bahwa sebagai akibat dari keterangan-keterangan yang diperoleh dari para pengembara dan
missionaris, mulai tumbuh anggapan-anggapan tentang adanya relativitas atas dasar
lokalitas dan waktu.
Walaupun ajaran-ajaran pada abad ke-18 masih bersifat rasionalistis, akan tetapi
sifatnya yang dogmatis sudah agak berkurang. Pada abad ini muncullah antara lain ajaran
John Locke (1632-1704) dan J.J. Rousseau (1712-1778) yang masih berpegang pada
konsep kontrak sosial dari Hobbes. Menurut Locke, manusia pada dasarnya mempunyai
hak-hak asasi yang berupa hak untuk hidup, kebebasan dan hak atas harta benda. Kontrak
antara warga masyarakat dengan pihak yang mempunyai wewenang sifatnya atas dasar
factor pamrih. Bila pihak yang mempunyai wewenang tadi gagal untuk memenuhi syarat-
syarat kontrak, maka warga-warga masyarakat berhak untuk memilih pihak lain.
Rousseau antara lain berpendapat bahwa kontrak antara pemerintah dengan yang
diperintah, menyebabkan tumbuhnya suatu kolektivitas yang mempunyai keinginan-
keinginan sendiri, yaitu keinginan umum. Keinginan umum tadi berbeda dengan keinginan
masing-masing individu.
Pada awal abad ke-19, muncul ajaran-ajaran lain diantaranya Saint-Simon(1760-1825)
yang terutama menyatakan bahwa manusia hendaknya dipelajari dalam kehidupan
berkelompok. Masalah-masalah dalam ilmu politik hendaknya dianalisis dengan metode-
metode yang lazim dipakai terhadap gejala-gejala lain.
• Sosiologi Auguste Comte (1798-1853)
Menurut Comte ada tiga tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing
merupakan perkembangan dari tahap sebelumnya. Tahap pertama dinamakannya tahap
teologis atau fiktif, suatu tahap dimana manusia menafsirkan gejala-gejala disekelilingnya
secara teologis yaitu dengan kekuatan-kekuatan yang dikendalikan roh dewa-dewa atau
Tuhan Yang Maha Kuasa. Penafsiran ini penting bagi manusia untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan yang memusuhinya dan untuk melindungi dirinya dari faktor-faktor
yang tidak terduga timbulnya. Tahap kedua yang merupakan perkembangan dari tahap
pertama adalah tahap metafisik. Pada tahap ini manusia menganggap bahwa didalam setiap
gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat
diungkapkan. Pada tahap ini manusia masih terikat oleh cita-cita tanpa verifikasi. Hal yang
terakhir inilah yang merupakan tugas ilmu pengetahuan positif, yang merupakan tahap
ketiga atau tahap terakhir dari perkembangan manusia.
Menurut Comte, suatu ilmu pengetahuan bersifat positif, apabila ilmu pengetahuan
tersebut memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang nyata dan kongkrit, tanpa ada
halangan dari pertimbangan-pertimbangan lainnya. Dengan demikian, maka ada
kemungkinan untuk memberikan penilaian terhadap pelbagai cabang ilmu pengetahuan
dengan jalan mengukur isinya yang positif, serta sampai sejauh mana ilmu tadi dapat
mengungkapkan kebenaran yang positif. Hirarki atau tingkatan ilmu-ilmu pengetahuan
menurut tingkat pengurangan gene- ralitas dan penambahan kompleksitasnya adalah
sebagai berikut:
a. Matematika
b. Astronomi
c. Fisika
d. Ilmu kimia
e. Biologi
f. Sosiologi.
• Teori-teori Sosiologi Sesudah Comte
a. Madzhab Geografi dan Lingkungan
Di antara sekian banyaknya teori-teori yang dapat digolongkan ke dalam
mazhab ini, dipilihkan ajaran-ajaran dari Edward Buckle dari Inggris (1821-1862)
dan Le Play dari Perancis (1806-1888). Di dalam hasil karyanya yang berjudul
History of Civilization in England (yang tidak selesai), Buckle meneruskan ajaran-
ajaran sebelumnya tentang pengaruh keadaan alam terhadap masyarakat. Di dalam
analisisnya, dia telah menemukan beberapa keteraturan hubungan antara keadaan
alam dengan tingkahlaku manusia. Misalnya, terjadinya bunuh diri adalah sebagai
akibat rendahnya penghasilan, dan tinggi rendahnya penghasilan tergantung dari
keadaan alam (terutama iklim dan tanah). Taraf kemakmuran suatu masyarakat juga
sangat tergantung pada keadaan alam di mana masyarakat hidup.
Le Play mempunyai kesimpulan-kesimpulan yang sama dengan Buckle,
walaupun cara analisisnya agak berbeda. Dia mulai dengan menganalisis keluarga
sebagai unit sosial yang fundamental dari masyarakat. Organisasi keluarga
ditentukan oleh cara-cara mempertahankan kehidupannya yaitu cara mereka
bermata pencaharian. Hal itu sangat tergantung pada lingkungan timbal-balik antara
faktor-faktor tempat, pekerjaan dan manusia (atau masyarakat).
Bertitik tolak pada asumsi bahwa tipe organisasi sosial ditentukan oleh faktor
tempat, maka timbul teori bahwa keluarga-keluarga patrilineal timbul di daerah-
daerah stepa. Keluarga-keluarga demikian sifatnya otoriter, tidak demokratis dan
konservatif. Tipe-tipe keluarga tersebut berkembang menjadi particularist type of
family, yang mata pencahariannya adalah bercocok tanam dan menangkap ikan.
Pada tipe keluarga semacam inilah tumbuh akar-akar demokrasi, dan kebebasan.
Bahkan pada awal abad ke-20, muncul suatu karya dari E. Huntington (tahun 1915)
yang berjudul Civilization and Climate.

b. Madzhab Organis dan Evolusioner


Suatu organisme, menurut Spencer akan bertambah sempurna apabila
bertambah kompleks dan dengan adanya diferensiasi antara bagian-bagiannya. Hal
ini berarti adanya organisasi fungsi yang lebih matang antar bagian-bagian
organisme tersebut, dan integrasi yang lebih sempurna pula. Secara evolusioner,
maka tahap organisme tersebut akan semakin sempurna sifatnya.
Dengan demikian maka organisme tersebut ada kriterianya yaitu kompleksitas,
diferensiasi dan integrasi. Spencer sebetulnya bermaksud untuk membuktikan
bahwa masyarakat tanpa pada tahap pra industri secara intern tidak stabil oleh
terlibat dalam pertentangan-pertentangan di antara mereka sendiri. Selanjutnya dia
berpendapat (dalam bukunya yang berjudul Principles of Sociology; 3 jilid) bahwa
pada masyarakat industri yang telah terdiferensiasi dengan mantap, akan ada suatu
stabilitas yang menuju pada keadaan hidup yang damai. Pengaruh ajaran Spencer
besar sekali terutama di Amerika Serikat, yang sangat terpengaruh oleh metode
analisis Spencer adalah W.G. Summer (1840-1910). Salah satu hasil karyanya
adalah Folkways yang merupakan karya klasik dalam kepustakaan sosiologi.
Sebagaimana halnya dengan Spencer (dari Inggris) dan Durkheim maka
Ferdinand Tonnies dari Jerman (1855-1936), juga terpengaruh oleh bentuk- bentuk
kehidupan sosial yang lain. Yang penting bagi Tonnies adalah bagaimana warga
suatu kelompok mengadakan hubungan dengan sesamanya Artinya, dasar
hubungan tersebut yang menentukan bentuk kehidupan sosial yang tertentu.
Tonnies berpendapat bahwa dasar hubungan tersebut di satu pihak adalah faktor
perasaan, simpati pribadi dan kepentingan bersama. Di pihak lain dasarnya adalah
kepentingan-kepentingan rasional dan ikatan-ikatan yang tidak permanen sifatnya.
Bentuk kehidupan sosial yang pertama dinamakannya paguyuban (gemeinschaft),
sedangkan yang kedua adalah patembayan (gesellschaft). Menurut Tonnies,
keserasian antara kedua bentuk kehidupan sosial tersebut dapat dipertahankan
dalam masyarakat yang modern sekalipun.
c. Mazhab Formal
Menurut Simmel, elemen-elemen masyarakat mencapai kesatuan melalui
bentuk-bentuk yang mengatur hubungan antara elemen-elemen tersebut. Bentuk-
bentuk tadi sebenarnya adalah elemen-elemen itu sendiri. Adalah tugas seorang
sosiologi untuk menganalisis proses terjadinya dan mengidentifikasikan pengaruh-
pengaruhnya tersebut.
Selanjutnya Simmel berpendapat bahwa pelbagai lembaga di dalam terwujud
dalam bentuk superioritas, subordinasi dan konflik. Semua hubungan-hubungan
sosial, keluarga, agama, peperangan, perda- gangan, kelas-kelas dapat diberi
karakteristik menurut salah-satu bentuk di atas atau ketiga-tiganya.
Menurut Simmel, seseorang menjadi warga masyarakat untuk mengalami
proses individualisasi dan sosialisasi. Tanpa menjadi warga masyarakat tak akan
mungkin seseorang mengalami proses interaksi antara individu dengan kelompok.
Leopold von Wiese (1876-1961) berpendapat, bahwa sosiologi harus
memusatkan perhatian pada hubungan-hubungan antar manusia tanpa
mengaitkannya dengan tujuan-tujuan maupun kaidah-kaidah. Sosiologi harus mulai
dengan pengamatan terhadap perilaku kongkrit tertentu. Ajarannya bersifat empiris
dan dia berusaha untuk mengadakan kuantifikasi,
Alfred Vierkandt (1867-1953) menyatakan bahwa sosiologi menyoroti situasi-
situasi mental. Situasi-situasi tersebut tak dapat dianalisis secara tersendiri, akan
tetapi merupakan hasil perilaku yang timbul sebagai akibat interaksi antar individu-
individu dan kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dengan demikian, tugas
sosiologi adalah untuk menganalisis dan mengadakan sistematika terhadap gejala
sosial dengan jalan menguraikannya ke dalam bentuk-bentuk kehidupan mental.
d. Madzhab Psikologi
Di antara sosiolog-sosiolog yang mendasarkan teorinya pada psikologi adalah
Gabriel Tarde (1843-1904) dari Perancis. Dia mulai dengan suatu dugaan atau
pandangan awal bahwa gejala sosial mempunyai sifat psikologis yang terdiri dari
interaksi antara jiwa-jiwa individu, di mana jiwa tersebut terdiri dari kepercayaan-
kepercayaan dan keinginan-keinginan.
Dengan demikian keinginan utama Tarde adalah berusaha untuk menjelaskan
gejala-gejala sosial di dalam kerangka reaksi-reaksi psikis seseorang. . Di antara
mereka adalah Albion Small (1854-1926) yang pertama- tama membuka
departemen sosiologi pada Universitas Chicago, dan mener- bitkan American
Journal of Sociology yang terkenal itu.
Salah seorang sosiolog Amerika terkemuka lainnya adalah Richard Horton
Cooley (1864-1924). Bagi Cooley individu dan masyarakat saling melengkapi, di
mana individu hanya akan menemukan bentuknya di dalam masyarakat. Di dalam
karyanya yang berjudul Social Organization, Cooley mengembangkan konsep
kelompok utama (primary group), yang ditandai dengan hubungan antar pribadi
yang dekat sekali. Dalam kelompok-kelom- pok tadi perasaan manusia akan dapat
berkembang dengan leluasa.
Di Inggris tokoh yang terkenal adalah LT. Hobhouse (1864-1929) yang pernah
mengetuai bagian sosiologi dari London School of Economics. Hob house sangat
tertarik pada konsep-konsep pembangunan dan perubahan sosial. Dia menolak
penerapan prinsip-prinsip biologis terhadap studi masyarakat manusia psikologi
dan etika merupakan kriteria yang diperlukan untuk mengukur perubahan sosial.
e. Madzhab Ekonomi
Dari mazhab ini, akan dikemukakan ajaran-ajaran dari Karl Marx (1818- 1883)
dan Max Weber (1864-1920) dengan catatan bahwa ajaran-ajaran Max Weber
sebenarnya mengandung aneka macam segi sebagaimana halnya dengan Durkheim.
Durkheim dan Weber adalah dua orang tokoh sosiologi yang paling terkemuka
dalam sejarah perkembangan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan. Menurut Marx,
selama masyarakat masih terbagi atas kelas-kelas, maka pada kelas yang
berkuasalah akan terhimpun segala kekuatan dan kekayaan. Hukum, filsafat, agama
dan kesenian merupakan refleksi dari status ekonomi kelas tersebut.
Weber antara lain menyatakan bahwa semua bentuk organisasi sosial harus
diteliti menurut perilaku warganya, yang motivasinya serasi dengan harapan warga-
warga lainnya. Untuk mengetahui dan menggali hal ini perlu digunakan metode
pengertian (Verstehen). Tingkalaku individu-individu dalam masyarakat dapat
diklasifikasikan menurut empat tipe ideal aksi sosial, yakni :
i. Aksi yang bertujuan, yakni tingkah-laku yang ditujukan untuk mendapat-
kan hasil-hasil yang efisien.
ii. Aksi yang berisikan nilai yang telah ditentukan, yang diartikan sebagai
perbuatan untuk merealisasikan dan mencapai tujuan.
iii. Aksi tradisional yang menyangkut tingkah-laku yang melaksanakan suatu
aturan yang bersanksi.
iv. Aksi yang emosional, yaitu yang menyangkut perasaan seseorang. Atas
dasar hal-hal tersebut di ataslah maka timbul hubungan-hubungan sosial
dalam masyarakat.
f. Madzhab Hukum
Hukum menurut Durkheim adalah kaidah-kaidah yang bersanksi yang berat-
ringannya tergantung pada sifat pelanggaran, anggapan-anggapan serta keyakinan
masyarakat tentang baik buruknya suatu tindakan. Di dalam masyarakat dapat
ditemukan dua macam sanksi kaidah-kaidah hukum yaitu sanksi yang represif dan
sanksi yang restitutif. Tujuan utama kaidah-kaidah ini adalah untuk mengembalikan
keadaan pada situasi semula, sebelum terjadi kegoncangan sebagai akibat
dilanggarnya suatu kaidah hukum.
Selanjutnya Durkheim berpendapat bahwa dengan meningkatnya diferensiasi
dalam masyarakat, reaksi kolektif yang kuat terhadap penyimpangan-
penyimpangan menjadi berkurang di dalam sistem yang bersangkutan, oleh karena
hukum yang bersifat represif mempunyai kecen- derungan untuk berubah menjadi
hukum yang restitutif. Artinya, yang terpokok adalah untuk mengembalikan
kedudukan seseorang yang dirugikan ke keadaan semula, hal mana merupakan hal
yang penting di dalam menye lesaikan perselisihan-perselisihan atau sengketa-
sengketa.
Menurut Weber ada empat tipe ideal hukum yaitu:
i. Hukum irasional dan materiil, yaitu di mana pembentuk undang-undang dan
hakim mendasarkan keputusan-keputusannya semata-mata pada nilai-nilai
emosional tanpa menunjuk pada suatu kaidahpun.
ii. Hukum irasional dan formal, yaitu di mana pembentuk undang undang dan
hakim berpedoman pada kaidah-kaidah di luar akal, oleh karena didasarkan
pada wahyu atau ramalan.
iii. Hukum rasional dan materiil, di mana keputusan-keputusan para pembentuk
undang-undang dan hakim menunjuk pada suatu kitab suci, kebijaksanaan-
kebijaksanaan penguasa atau ideologi.
iv. Hukum rasional dan formal yaitu di mana hukum dibentuk semata-mata atas
dasar konsep-konsep abstrak dari ilmu hukum.

D. METODE-METODE DALAM SOSIOLOGI


Pada dasarnya terdapat dua jenis cara kerja atau metode yaitu metode kualitatif dan
metode kuantitatif. Metode kualitatif mengutamakan bahan yang sukar dapat diukur dengan
angka-angka atau dengan ukuran-ukuran lain yang bersifat eksak, walaupun bahan-bahan
tersebut terdapat dengan nyata di dalam masyarakat. Di dalam metode kualitatif termasuk
metode historis dan metode komparatif yang keduanya dikombinasikan menjadi
historiskomparatif. Metode historis menggunakan analisis atas peristiwa-peristiwa dalam
masa silam untuk merumuskan prinsip-prinsip umum. Seorang sosiologi yang ingin
menyelidiki akibat-akibat revolusi (secara umum) akan mempergunakan bahan-bahan
sejarah untuk meneliti revolusi- revolusi penting yang terjadi dalam masa yang silam.
Metode komparatif mementingkan perbandingan antara bermacam-macam masyarakat
beserta bidang-bidangnya, untuk memperoleh perbedaan-perbedaan dan persamaan-
persamaan serta sebab-sebabnya. Metode studi kasus (case study) bertujuan untuk
mempelajari sedalam-dalamnya salah satu gejala nyata dalam kehidupan masyarakat. Studi
kasus dapat digunakan untuk menelaah suatu keadaan, kelompok, masyarakat setempat
(community), lembaga-lembaga maupun individu-individu. Dasarnya adalah bahwa
penelaahan suatu persoalan khusus yang merupakan gejala umum dari persoalan lainnya
dapat menghasilkan dalil-dalil umum. Alat-alat yang dipergunakan oleh metode studi kasus
adalah misalnya wawancara (interview), pertanyaan-pertanyaan (questionnaires), dari
daftar pertanyaan- pertanyaan (schedules), participant observer technique dan lain-lain.
Teknik wawancara seringkali dipakai apabila diperlukan data penting dari masyarakat lain.
Dalam participant observer technique, penyelidik ikut serta dalam kehidupan sehari-
hari dari kelompok sosial yang sedang diselidikinya. Dalam hal ini penyelidik akan
berusaha sedapat-dapatnya untuk tidak mempengaruhi pola-pola kehidupan masyarakat
yang sedang diselidikinya.
Metode kuantitatif mengutamakan bahan-bahan keterangan dengan angka-angka,
sehingga gejala-gejala yang diteliti dapat diukur dengan mempergunakan skala-skala,
indeks, tabel dan formula-formula yang semuanya itu sedikit banyaknya mempergunakan
ilmu pasti atau matematika. Yang termasuk jenis metode kuantitatif adalah metode statistik
yang bertujuan menelaah gejala-gejala sosial secara matematis. Akhir-akhir ini dihasilkan
suatu teknik yang dinamakan Sociometry yang berusaha meneliti masyarakat secara
kuantitatif. Sociometry mempergunakan skala-skala dan angka untuk mempelajari
hubungan antar manusia dalam masyarakat. Jadi sociometry adalah himpunan konsep-
konsep dan metode-metode yang bertujuan untuk menggambarkan dan meneliti hubungan
antar manusia dalam masyarakat secara kuantitatif.
Jenis metode rationalistis yang mengutamakan pemikiran dengan logika dan pikiran
sehat untuk mencapai pengertian tentang masalah-masalah kemasyarakatan. Metode
empiris dalam ilmu sosiologi modern diwujudkan dengan research atau penelitian yaitu
cara mempelajari suatu masalah secara sistematis dan intensif untuk mendapatkan
pengetahuan yang lebih banyak mengenai masalah tersebut. Research dapat bersifat basic
atau applied. Basic research adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan
pengetahuan yang lebih banyak dari ilmu pengetahuan, sedangkan applied research
ditujukan pada penggunaan ilmu pengetahuan secara praktis. Metode rationalistis banyak
dipergunakan dahulu sekarang masih ada fungsionalisme-oleh para sarjana sosiologi di
Eropa.

E. MADZHAB-MADZHAB DAN SPESIALISASI DALAM SOSIOLOGI


Pitirim Sorokin di dalam bukunya yang berjudul Contemporary Socio logical Theories
mengadakan klasifikasi mazhab-mazhab sosiologi dengan cabang-cabangnya sebagai
berikut." yang agak berbeda dengan penggolongan di muka. Mazhab-mazhab itu adalah:
1. Mechanistic school
• Social mechanics
• Social energitics
• Social physics Mathematical Sociology of Pareto
2. Synthetic and Geographic School of Le Play
3. Geographical School
4. Biological School
• Bio-organismic branch
• Racialist, Hereditarist and Selectionist branch
• Sociological Darwinism and Struggle for Existence the theories
5. Bio-Social School
6. Bio-Psychological School
7. Sociologistic School
• Neo-positivist branch
• Durkheim's branch
• Gumplowitz's branch
• Formal Sociology
• Economic interpretation of history
8. Psychological School
• Behaviorists Instinctivists
• Introspectivists of various types
9. Psycho-Sociologistic School
Various interpretations of social phenomena in terms of culture, religion, law, public
opinion, folkways, and other "psycho-social factors". Experimental studies, of a
correlation between various psychosocial phenomena.

F. PERKEMBANGAN SOSIOLOGI DI INDONESIA


a. Permulaan Sosiologi Di Indonesia
Ajaran Wulang Reh yang diciptakan oleh Sri Paduka Mangkunegoro IV dari
Surakarta antara lain mengajarkan tata hubungan antara para anggota masyarakat Jawa
yang berasal dari golongan-golongan yang berbeda, banyak mengandung aspek-aspek
sosiologi, terutama dalam bidang hubungan antar golongan (intergroup relations).
Almarhum Ki Hadjar Dewantoro, pelopor utama yang meletakkan dasar-dasar
bagi pendidikan nasional di Indonesia, memberikan sumbangan yang sangat banyak
pada sosiologi dengan konsep-konsepnya mengenai kepe mimpinan dan kekeluargaan
Indonesia yang dengan nyata dipraktekkan dalam organisasi pendidikan Taman Siswa.
Unsur-unsur sosiologi tidak digunakan dalam suatu ajaran atau teori yang murni
sosiologis, akan tetapi sebagai landasan untuk tujuan lain yaitu ajaran tata hubungan
antar manusia dan pendidikan. Apabila dilihat hasil-hasil karya para sarjana
(kebanyakan) orang Belanda, sebelum perang dunia kedua, yang mengambil
masyarakat Indonesia sebagai pusat perhatiannya seperti misalnya tulisan-tulisan
Snouck Hurgronje, C, van Volllenhoven, ter Haar, Duyvendak dan lain- lain.
Sekolah Tinggi Hukum (Rechtshogeschool) di Jakarta pada waktu itu adalah
satu-satunya lembaga perguruan tinggi yang sebelum perang dunia kedua, memberikan
kuliah-kuliah sosiologi di Indonesia. Pada tahun-tahun 1934/1935 kuliah-kuliah
sosiologi pada Sekolah Tinggi Hukum tersebut malah ditiadakan karena para guru besar
yang memegang tanggung jawab dalam menyusun daftar kuliah berpendapat bahwa
pengetahuan tentang bentuk dan susunan masyarakat beserta proses-proses yang terjadi
di dalamnya tidak diperlukan dalam hubungan dengan pelajaran hukum. Hukum positif
yaitu peraturan-peraturan yang berlaku dengan sah pada suatu waktu dan suatu tempat
tertentu. Apa yang menjadi sebab terjadinya suatu peraturan dan apa yang sebenarnya
menjadi tujuannya, dianggap tidak penting dalam pelajaran ilmu hukum. Yang penting
adalah perumusan peraturannya dan sistem-sistem untuk menafsirkannya.
b. Perkembangan Sosiologi Setelah Perang Dunia kedua
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945,
seorang sarjana Indonesia yaitu Kolopaking, untuk pertama kalinya memberi kuliah
sosiologi (1948) pada Akademi Ilmu Politik di Yogyakarta (Akademi tersebut
kemudian dilebur ke dalam Universitas Negeri Gadjah Mada dan kemudian menjadi
Fakultas Sosial dan Politik).
Oleh sebab itu, maka kuliah-kuliah dalam ilmu pengetahuan tersebut sukar
sekali untuk mencetuskan keinginan para sarjana, untuk memperdalam dan kemudian
memperkembangkan sosiologi. Dengan dibukanya kesempatan bagi para sarjana dan
mahasiswa Indonesia untuk belajar di luar negeri sejak tahun 1950, mulailah ada
beberapa orang Indonesia yang memperdalam pengetahuannya tentang sosiologi,
bahkan ada di antaranya yang mempelajari ilmu tersebut secara khusus. Bertambahnya
orang-orang yang memperdalam dan mengkhususkan diri dalam sosiologi tidak hanya
menjadi dorongan untuk berkembangnya dan meluasnya ilmu pengetahuan tadi, akan
tetapi sekaligus membawa perubahan dalam sifat dan sosiologi di Indonesia.
Djody Gondokusumo memuat beberapa pengertian elementer dari sosiologi
yang teoritis dan bersifat sebagai filsafat. Kira-kira dalam tahun 1950, setelah usai
revolusi fisik, menyusullah suatu buku Sosiologi yang diterbitkan oleh Bardosono,
yang sebenarnya merupakan sebuah diktat yang ditulis seorang mahasiswa yang
mengikuti kuliah-kuliah sosiologi dari seorang guru besar yang tak disebutkan namanya
dalam buku tersebut. Selanjutnya dapatlah dikemukakan buku karangan Hassan
Shadily dengan judul Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia yang merupakan buku
pelajaran pertama di dalam bahasa Indonesia yang memuat bahan-bahan sosiologi yang
modern. Para pengajar yang mengikuti ajaran sosiologi teoritis filosofis lebih banyak
mempergunakan terjemahan buku-bukunya P.J. Bouman, yaitu Algemene
Maatschappijleer dan Sociologie, bergrippen en problemen serta buku Lysen yang
berjudul Individu en Maatschappij.
Pada buku Social Changes in Yogyakarta hasil karya Selo Soemardjan yang
terbit dalam tahun 1962. Buku yang ditulis dalam bahasa Inggris itu merupakan
disertasi penulis untuk mendapatkan gelar doctor pada Cornell University, Amerika
Serikat. Isinya adalah perihal perubahan- perubahan dalam masyarakat di Yogyakarta
sebagai akibat dari revolusi po- litik dan sosial, pada waktu revolusi masih berpusat di
kota Yogyakarta. Ber- sama Soelaeman Soemardi, pengarang yang sama telah
menghimpun bagian- bagian terpenting dari beberapa text-book ilmu sosiologi dalam
bahasa Inggris yang disertai dengan pengantar ringkas dalam bahasa Indonesia. Buku
yang berjudul Setangkai Bunga Sosiologi itu diterbitkan pada 1964 dan dipakai sebagai
bacaan wajib pada beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta.
BAB 2
PROSES SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL
A. PENGANTAR
Para sosiologi memandang bahwa pentingnya pengetahuan tentang sosioal, bahkan
Tamotsu Shibutani menyatakan bahwa sosiologi mempelajari transaksi-transaksi sosial yang
mencakup usaha-usaha bekerja sama antara para pihak karena semua kegiatan manusia di
dasarkan pada gotong royong. Terdapat aspek-aspek structural dan prosesual, perubahan dan
perkembangan masyarakat mewujudkan segi dinamisnya disebabkan karena para warganya
mengadakan hubungan satu dengan lainnya baik dalam bentuk orang-perorangan maupun
kelompok sosial.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang
dilihat apabila orang-orang dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan
sistem serta bentuk-bentuk hubungan terserbut apa yang akan terjadi apabila perubahan-
perubahan yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada. Atau dengan
perkataan lain, proses sosial adalah sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai segi
kehidupan bersama. Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena
tanpa interaksi sosial, tak mungkin ada kehidupan bersama.

B. INTERAKSI SOSIAL SEBAGAI FAKTOR UTAMA DALAM KEHIDUPAN


SOSIAL
Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang disebut juga sebagai proses sosial)
karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi
sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antara
orang-orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang-
peororangan dengan kelompok manusia.
Berlangsungnya suatu proses intraksi sosial didasarkan pada beberapa faktor antara lain,
faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi
dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Faktor
sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau sesuatu sikap yang
berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain. Identifikasi sebenarnya
merupakan kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam diri seseorang
untuk menjadi sama dengan pihak lain.
Proses simpati sebenarnya merupakan suatu proses di mana seseorang merasa tertarik pada
pihak lain. Hal-hal tersebut diatas merupakan faktor-faktor minimal yang menjadi dasar bagi
berlangsungnya proses interaksi sosial, walaupun dalam kenyataannya proses tadi memang
sangat kompleks sehingga kadang sulit membedakan tegas antara faktor-faktor terserbut.
C. SYARAT-SYARAT TERJADINYA INTERAKSI SOSIAL
Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu:
1. Adanya kontak sosial (social contact)
2. Adanya komunikasi.
Kontak sosial berasal dari bahasa latin Con atau Cum (yang artinya bersama-sama) dan
tango (yang artinya menyentuh). Jadi, artinya secara harfiah adalah bersama-sama menyentuh.
Bahkan dapat dikatakan bahwa hubungan badaniah tidak perlu menjadi syarat utama terjadinya
kontak.
Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu sebagai berikut.
1. Antara orang-perorangan
Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari kebiasan-kebiasaan dalam
keluarganya. Proses demikian terjadi melalui proses sosialisasi (socialization) yaitu suatu
proses dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai
masyarakat di mana dia menjadi anggota.
2. Antara orang-perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya
Kontak sosial ini apabila sesorang merasakan bahwa Tindakan-tindakannya berlawananan
dengan norma-norma masyarakat.
3. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya
Umpamanya dua partai politik mengadakan kerja sama untuk mengalahkan partai politik
yang ke tiga dalam pemilihan umum.
Kontak sosial bersifat posistif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan yang
bersifat negative mengarah pada suatu pertentangan. Suatu kontak dapat pula bersifat primer
atau sekunder, kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu
dan berhadapan muka, sebaliknya kontak sekunder memerlukan suatu perantara.
Arti penting suatu komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku
orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap) perasaan-perasaan
apa yang mungkin disampaikan oleh orang tersebut. Orang tersebut kemudian memberikan
reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Akan tetapi, tidak selalu
komunikasi mengahsilkan kerja sama bahkan suatu pertikaian mungkin tejadi akan sebagai
akibat salah paham atau karena masing-masing tidak mau mengalah.

D. KEHIDUPAN YANG TERASING


Pentingnya kontak dan komunikasi bagi terwujudnya interaksi sosial dapat diuji terhadap
suatu kehidupan yang terasing (isolation). Kehidupan terasing terjadi disebabkan karena secara
badaniah seseorang sama sekali diasingkan dari hubungan dengan oran-orang lainnya.
Terasingnya seseorang dapat pula disebabka n oleh cacat pada salah-satu indranya. Orang-
orang cacat tersebut mengalami perasaan rendah diri, karena kemungkinan-kemungkinan
untuk mengembangkan kepribadiannya seolah-olah terhalang bahkan sering tertutup.
Terasingnya seseorang mungkin juga disebabkan karena pengaruh perbedaan rasa tau
kebudayaan yang kemudian menimbulkan prasangka-prasangka. Pada agama yang berbeda,
pada masyarakat yang berkastara terjadi perasingan. Keadaan demikian merupakan suatu
penghalang terhadap terjadinya suatu inteaksi sosial.
E. BENTUK-BENTUK INTERAKSI SOSIAL
Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan
(competition), dan bahkan pertentangan atau pertikaian (conflict) dan setelah pertentangan aka
nada penyelesaian yang disebut dengan akomodasi (accommodation). Suatu keadaan dapat
dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial. Pokok perselisihan sebenarnya adalah
mengenai hak milik atas tanah dan persangkaan bahwa pemerintahan terlalu memanjakan kaum
transmigrant. Gillin dan Gillin pernah mengadakan penggolongan yang lebih luas lagi.
Tiga pendapat dari tokoh:
• Gillin dan Gillin
Bentuk interaksi adalah :
1. Proses yang asosiatif (akomodasi, asimilasi dan akulturasi)
2. Proses yang disosiatif (persaingan, pertentangan)

• Kimball Young
Bentuk interaksi adalah :
1. Oposisi (persaingan dan pertentangan)
2. Kerja sama yang menghasilkan akomodasi
3. Diferensiasi (tiap individu mempunyai hak dan kewajiban atas dasar perbedaan usia,
seks, dan pekerjaan)

• Tomatsu Shibutani
Bentuk interaksi adalah :
1. Akomodasi dalam situasi rutin
2. Ekspreksi pertemuan dan anjuran
3. Interaksi strategis dalam pertentangan
4. Pengembangan perilaku massa
Proses-proses interaksi yang pokok adalah sebagai berikut:
1. Proses-proses yang Asosiatif

a. Kerja sama (cooperation)


Beberapa sosiolog menganggap bahwa kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial
yang pokok. Kerja sama timbul karena orientasi orang-perorangan terhadap kelompoknya
yaitu (in group-nya) dan kelompok lainnya (out group-nya). Kerja sama dapat bersifat
agresif apabila kelompok dalam janka waktu yang lama mengalami kekecewaan sebagai
akibat perasaan tidak puas karena kkeinginan-keinginan pokoknya tak dapat terpenuhi
karena adanya rintangan-rintangan yang bersumber dari luar kelompok itu. Betapa
pentingnya kerja sama menurut Charles H. Cooley sebagai berikut.
“Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-
kepentingan yang sama dan pada saat bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan
pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut,
kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi
merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja sama yang berguna.
Dalam teori-teori sosiologi akan dijumpai beberapa bentuk kerja sama yang biasa diberi
nama kerja sama (cooperation). Kerja sama tersebut lebih lanjut dibedakan lagi dengan
kerja sama spontan (spontaneous cooperation), kerja sama langsung (directed
cooperation), kerja sama kontrak (contractual cooperation) dan kerja sama tradiosional
(traditional cooperation). Kerja sama spontan adalah kerja sama yang serta-merta. Gotong
royong digambarkan dengan istilah “gugur gunung” (Bahasa jawa) dan tolong menolong
adalah “sambat sinambat”. Keduanya merupakan unsur-unsur kerukunan. Bentuk kerja
sama Bargaining (perjanjian penukaran barang dan jasa), Kooptasi (proses penerimaan
unsur dalam kepemimpinan untuk menghindari kegoncangan), Koalisi (kombinasi antara
dua organisasi atau lebih untuk tujuan yang sama) dan Joint venture (kerja sama dalam
pengusahaan proyek tertentu).
b. Akomodasi (Accomodation)
1) Pengertian
Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti yakni untuk menunjukan suatu keadaan
dan untuk menunjuk pada suatu proses. Akomodasi ini merujuk pada keadaan dengan
keseimbangan dalam interaksi antara orang-perorangan atau kelompok manusi yang kaitannya
dengan norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat.
Menurut Gillin dan Gillin akomodasi adalah suatu pengertian yang digunakan oleh para
sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan sosial yang sama atau
beradaptasi yang digunakan ahli biolog unruk menunjuk suatu proses di mana makhluk hidup
dapat menyesuaikan dengan lingkungannya. Akomodasi merupakan suatu cara untuk
meneylesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak
kehilangan kepribadiannya.
2) Bentuk-bentuk Akomodasi
a) Coercion adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh adanya
paksaan. Pelaksanaannya dilakukan secara fisik (secara langsung) maupun scara
psikologis (tidak langsung).
b) Compromise adalah suatu bentuk akomodasi di mana pihak-pihak yang terlibat
saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap
perselisihan yang ada.
c) Arbitration merupakan suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak
yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri.
d) Mediation hampir menyerupai arbitration, mengundang pihak ketiga yang netral
dalam perselisihan yang ada.
e) Conciliation adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari
pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
f) Toleration sini merupakan suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal
bentuknya.
g) Stalemate merupakan akomodasi di mana pihak-pihak yang bertentangan karena
mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam
pertentangannya.
h) Adjudication, yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.

3) Hasil-hasil akomodasi
1. Akomodasi dan Integrasi Masyarakat
Akomodasi dan intergrasi masyarakat telah berbuat banyak untuk
menghindarkan masyarakat dari benih-benih pertentangan laten yang melahirkan
pertentangan baru.
2. Menekan Oposisi
3. Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda
4. Perubahan Lembaga-lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan yang
berubah
5. Perubahan-perubahan dalam kedudukan
6. Akomodasi membuka jalan kea rah asimilasi

4) Asimilasi (Assimilation)
Asimilasi merupakan suatu proses sosial dalam taraf lanjut, ditandai dengan adanya
usaha-usaha mengurangi perbedaan-berbedaannya yang terdapat antara orang-perorangan atau
kelompok-kelompok manusia yang memerhatikan kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.
Maka asimilasi meupakan pengembangan sikap-sikap dan cita-cita yang sama. Di salam proses
tersebut proses asimilasi bila memiliki syarat-syarat berikut ini.
1. Interaksi sosial tersebut bersifat suatu pendekatan terhadap pihak lain, di mana pihak
yang lain tadi juga berlaku sama.
2. Interaksi sosial tersebut tidak mengalami halangan-halangan atau pembatasan-
pembatasan
3. Interaksi sosial tersebut bersifat langsung dan primer.
4. Frekuensi interaksi sosial tinggi dan tetap, serta ada keseimbangan antara pola-pola
asimilasi tersebut. Artinya, stimulan dan tanggapan-tanggapan dari pihak yang
mengadakan asimilasi harus sering dilakukan dan suatu keseimbangan tertentu harus di
capai dan dikembangakan.
Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi berikut.
1. Toleransi
2. Kesempatan-kesempatan yang seimbang dalam ekonomi
3. Sikap menghargai orang asing dan kebudayaan
4. Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat
5. Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan
6. Perkawinan campuran (amalgamation)
7. Adanya musuh bersama dari luar
Faktor-faktor yang mengahmbat asimilasi
1. Perasaan takut pada budaya lain
2. Ada perbedaan ciri fisik
3. In-group feeling yang kuat
4. Perbedaan kepentingan lain.

2. Proses Disosiatif
Proses disosiatif disebut juga sebagai oppsitional processes, yang halnya dengan keja
sama dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh
kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangktan. Oposisi dapat diartikan sebagai cara
berjuang melawan seseorang atau sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu.
Pengertian menurt Charles Darwin ditafsirkan sebagai suatu keadaan di mana selalu
terjadi pertentangan antara manusia untuk memperoleh makanan, tempat tinggal dll. Kemudian
pengertian dari Struggle for existence juga dipakai untuk menunjuk kepada suatu keadaan di
mana manusia yang satu tergantung pada kehidupan manusia yang lainnya, yang menimbulkan
kerja sama tetap dapat hidup. Untuk kepentingan analisis ilmu pengetahuan, oposisi atau proses
yang disosiatif dibedakan dalam tiga bentuk yaitu sebagai berikut.
a. Persaingan (Competition)
Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana
individu atau kelompok yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan
yang pada suatu masa menjadi pusat perhatian umum dengan cara menarik perhatian atau
mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan kekerasan atau ancaman.
Persaingan juga ada dua tipe, yaitu bersifat pribadi dan tidak bersifat pribadi.
• Bentuk-bentuk persaingan :
a. Persaingan ekonomi,
b. Persaingan kebudayaan,
c. Persaingan untuk mencapai suatu kedudukan dan peranan yang tertentu dalam
masyarakat,
d. Persaingan karena perbedan ras.
• Fungsi-fungsi persaingan :
a. Untuk menyalurkan keinginan-keinginan yang bersifat kompetitif,
b. Sebagai jalan di mana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai yang pada suatu masa
menjadi pusat perhatian tersalurkan dengan sebaik-baiknya,
c. Sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan seleksi sosial, dan
d. Sebagai alat untuk menyaring warga golongan-golongan karya untuk mengadakan
pembagian kerja.
• Hasil suatu persaingan :
a. Perubahan kepribadian seseorang,
b. Kemajuan,
c. Solidaritas kelompok,
d. Disorganisasi.

b. Kontravensi
Merupakan bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau
pertikaian kontraversi merupakan sikap mental yang tersembunyi terhadap orang-orang lain
atau terhadap unsur-unsur kebudayaan golongan tertentu. Kontravensi ditandai oleh gejala-gela
adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka
terhadap seseorang.
Dalam bentuknya, kontravensi merupakan sikap mental yang tersembunyi terhadap
orang-orang atau terhadap unsur kebudayaan suatu golongan tertentu. Berikut bentuk
kontravensi menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker ada lima yaitu,
1. Perbuatan penolakan, perlawanan, dan lainnya.
2. Menyangkal pernyataan orang lain di muka umum.
3. Melakukan penghasutan.
4. Berkhianat.
5. Mengejutkan lawan dan lainnya.
Tipe-tipe kontravensi :
1. Kontravensi antar masyarakat setempat
2. Antagonisme keagamaan
3. Kontravensi intelektual
4. Oposisi moral.

c. Pertentangan (Pertikaian atau Conflict)


Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses sosial di mana individua tau kelompok
berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan dengan ancaman atau
kekerasan. Adapun sebab atau akar-akar pertentangan sebagai berikut :
a. Perbedaan individu-individu,
b. Perbedaan kebudayaan,
c. Perbedaan kepentingan, dan
d. Perubahan sosial.
Pertentangan-pertentangan yang menyangkut satu tujuan, nilai atau kepentingan
bersifat positif, sepanjang tidak brlawanan dengan pola-pola hubungan sosial di dalam struktur
sosial yang tertentu. Masyarakat biasantya mempunyai alat-alat tertentu untuk menyalurkan
benih-benih permusuhan: alat tersebut dalam ilmu sosiologi dinamakan safety-valve
institutions yang menyediakan objek-objek tertentu yang dapat mengalihkan perhatian pihak-
pihak yang bertikai ke arah lain.
Bentuk bentuk pertentangan :
a. Pertentangan pribadi,
b. Pertentangan rasial,
c. Pertentangan antara kelas-kelas sosial, umumnya disebabkan oleh karena adanya
perbedaan kepentingan,
d. Pertentangan politik,
e. Pertentangan bersifat internasional.
Akibat-akibat dari bentuk-bentuk pertentangan adalah antara lain:
a. Tambahnya solidaritas “in-group” atau
b. Mungkin sebaliknya yang terjadi yaitu karena goyahnya dan retaknya persatuan
kelompok
c. Perubahan kepribadian
d. Akomodasi, dominasi dan takluknya satu pihak tertentu.
BAB 3
KELOMPOK-KELOMPOK SOSIAL DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT
A. PENGANTAR
Manusia pada umumnnya dilahirkan seorang diri, seperti diketahui manusia pertama Adam
telah ditakdirkan untuk hidup bersama dengan manusia lain yaitu istrinya yang bernama Hawa.
Banyak cerita-cerita tentang manusia yang hidup menyendiri seperti Robinson Grusoe. Akan
tetapi pengarangnya tak dapat membuat suatu penyelesaian tentang hidup seorang diri tadi,
karena kalau dia mati berarti riwayatnya pun akan habis pula. Maka kemudian muncullah tokoh
“Friday” sebagai teman Robinson Grusoe.
Naluri manusia untuk selalu hidup dengan orang lain disebut gregariousness dan karena itu
manusia juga disebut social animal (= hewan sosial); hewan yang mempunyai naluri untuk
senantiasa hidup bersama. Di dalam hubungan antara manusia dengan manusia lain, yang
agaknya paling penting adalah reaksi yang timbul sebagai akibat hubungan-hubungan tadi.
Oleh karena sejak itu, manusia sudah mempunyai dua hasrat atau keinginan pokok yaitu :
1. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya (yaitu masyarakat).
2. Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya.
Untuk dapat menghadapi dan menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan tersebut di atas,
manusia menggunakan pikiran, perasaan dan kehendaknya. Kesemuanya itu menimbulkan
kelompok-kelompok sosial atau social-group di dalam kehidupan manusia ini. Hubungan
tersebut antara lain menyangkut ikatan timbal-balik yang saling pengaruh-mempengaruhi dan
juga suatu kesadaran untuk saling tolong-menolong. Untuk itu diperlukan beberapa persyaratan
tertentu, antara lain :
1. Setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang
bersangkutan,
2. Ada hubungan timbal-balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya,
3. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat.
Faktor tadi dapat merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama,
ideologi politik yang sama dan lain-lain. Tentunya faktor mempunyai musuh bersama
misalnya, dapat pula menjadi faktor pengikat/pemersatu,
4. Berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola perilaku,
5. Bersistem dan berproses.

B. PENDEKATAN SOSIOLOGIS TERHADAP KELOMPOK-KELOMPOK SOSIAL


Saling tukar-menukar pengalaman, yang disebut social experiences di dalam kehidupan
berkelompok, mempunyai pengaruh yang besar di dalam pembentukaan kepribadian orang-
orang yang bersangkutan. Sesuatu aspek yang menarik dari kelompok sosial adalah bagaimana
caranya mengendalikan anggota-anggotanya. Yang agaknya penting adalah bahwa kelompok
tersebut merupakan tempat kekuatan-kekuatan sosial berhubungan, berkembang, mengalami
disorganisasi, memegang peranan dan selanjutnya.
Manusia merupakan makhluk yang bersegi jasmaniah (raga) dan rohaniah (jiwa). Segi
rohaniah manusia terdiri dari pikiran dan perasaan. Segi rohaniah manusia di dalam proses
pergaulan hidup dengan sesamanya menghasilkan kepribadian. Proses pembentukan
kepribadian seseorang dipengaruhi pleh beberapa faktor, baik yang berasal dari dirinya sendiri
maupun yang berasal dari lingkungan.
Manusia mempunyai naluri untuk senantiasa berhubungan dengan sesamanya. Hubungan
yang sinambung tersebut menghasilkan pola pergaulan yang dinamakan pola interaksi sosial.
Pergaulan tersebut menghasilkan pandangan-pandangan mengenai kebaikan dan keburukan.
Pola pikir tertentu yang dianuti seseorang, akan mempengaruhi sikapnya. Patokan perilaku
yang pantas tersebut biasanya disebut norma atau kaidah. Perangkat kaidah-kaidah tertentu
yang terdiri dari kaidah-kaidah kepercayaan, kesusilaan, kesopanan, dan hokum, kemudia
menjadi patokan dalam interaksi sosial.

C. TIPE-TIPE KELOMPOK SOSIAL


1. Klasifikasi Tipe-tipe Kelompok Sosial
Tipe-tipe kelompok sosial dapat diklasifikasikan dari beberapa, sudut atau atas dasar
pelbagai kriteria ukuran. Beberapa sosiolog memperhatikan pembagian atas dasar kelompok-
kelompok di mana anggota-anggotanya saling mengenal (face-to-face groupings) seperti
keluarga, rukun tetangga dan desa, dengan kelompok-kelompok sosial seperti kota-kota,
korporasi dan Negara, di mana anggota-anggotanya tidak mempunyai hubungan yang erat.
Ukuran lainnya adalah kepentingan dan wilayah. Satu komuniti (masyarakat setempat)
misalnya, merupakan kelompok-kelompok atau kesatuan-kesatuan atas dasar wilayah yang
tidak mempunyai kepentingan-kepentingan yang khusus/tertentu. Asosiasi (Association)
sebagai suatu perbandingan, justru dibentu untuk memenuhi kepentingan tertentu.
Selanjutnya dapat dijumpai pula klasifikasi atas dasar ukuran derajat organisasi. Dasar yang
diambil sebagai salah-satu alternatif untuk mengadakan klasifikasi tipe-tipe kelompok sosial
adalah ukuran jumlah atau derajat interaksi sosial atau kepentingan-kepentingan kelompok,
atau organisasinya atau kombinasi dari ukuran-ukuran atas.
Adakalanya dasar untuk membedakan kelompok-kelompok sosial adalah faktor-faktor
sebagai berikut :
1) Kesadaran akan jenis yang sama,
2) Adanya hubungan sosial,
3) Orientasi pada tujuan yang sudah ditentukan.
Dengan demikian, tipe-tipe umum kelompok sosial adalah sebagai berikut :
1) Kategori statistik adalah pengelompokan atas dasar ciri tertentu yang sama, seperti
kelompok umur.
2) Kategori sosial merupakan kelompok individu yang sadar akan ciri-ciri yang dimiliki
bersama, umpamanya, Ikatan Dokter Indonesia.
3) Kelompok sosial, seperti misalnya, keluarga batih,
4) Kelompok tak teratur, yakni berkumpulnya orang-orang di satu tempat pada waktu yang
sama, karena pusat perhatian yang sama. Contohnya, orang-orang antri karcis kereta api.
5) Organisasi formal, setiap kelompok yang sengaja dibentuk untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu, dan telah ditentukan terlebih dahulu. Contohnya, birokrasi.

2. Kelompok Sosial Dipandang dari Sudut Individu


Dalam masyarakat yang sudah kompleks, individu biasanya menjadi anggota dari
kelompok sosial tertentu sekaligus, misalnya atas dasar seks, ras dan sebagainya. Dengan
demikian maka terdapat derajat tertentu serta arti tertentu bagi individu-individu tadi,
sehubungan dengan keanggotaan kelompok sosial yang tertentu, sehingga bagi individu
terdapat dorongan-dorongan tertentu pula sebagai anggota suatu kelompok sosial.

3. In-group dan Out-group


Dalam proses sosialisasi (socialization), orang mendapatkan pengetahuan antara “kami”-
nya dengan “mereka”-nya. Kelompok sosial dengan mana individu mengidentifikasikan
dirinya, merupakan in-groupnya. Sikap out-group selalu ditandai dengan suatu kelainan yang
berwujud antagonisme atau antipasti. Perasaan in-group dan out-group atau perasaan dalam
serta luar kelompok dapat merupakan dasar suatu sikap yang dinamakan etnosentrisme.
Kecendrungan tadi disebut etnosentrisme, yaitu suatu sikap untuk menilai unsur-unsur
kebudayaan lain dengan mempergunakan ukuran-ukuran kebudayaan sendiri. Sikap etnosentris
disosialisasikan atau diajarkan kepada anggota kelompok sosial, sadar maupun tidak sadar,
serentak dengan nilai-nilai kebudayaan lain. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa setiap
kelompok sosial, merupakan in-group bagi anggotanya. Konsep tersebut dapat diterapkan baik
terhadap kelompok-kelompok sosial yang relatif kecil sampai yang besar, selama para
anggotanya mengadakan identifikasi dengan kelompoknya.

4. Kelompok Primer (Primary Group) dan Kelompok Sekunder (Secondary Group)


Di dalam klasifikasi kelompok-kelompok sosial, pembedaan yang luas dan fundamental
adalah pembedaan antara kelompok-kelompok kecil di mana hubungan antara anggota-
anggotanya rapat sekali di satu pihak, dengan kelompok-kelompok yang sedikit besar di pihak
lain. Kelompok primer dan kelompok sekunder mungkin dapat diterjemahkan dengan istilah
“kelompok primer” dan “kelompok sekunder”. Menurut Cooley, kelompok primer adalah
kelompok–kelompok yang ditandai ciri-ciri kenal-mengenal antara anggota-anggotanya serta
kerja sama erat yang bersifat pribadi. Hasil hubungan timbal-balik antara anggota-anggota
kelompok tersebut secara psikologis, adalah peleburan individu dengan cita-citanya masing-
masing. Sehingga tujuan dan cita-cita individu juga menjadi tujuan serta cita-cita kelompok.
Secara singkat dapatlah dikatakan bahwa kelomok primer adalah kelompok-kelompok kecil
yang agak langgeng (permanen) dan berdasarkan kenal-mengenal secara pribadi antara sesame
anggotanya.
Teori Cooley di atas agak membingungkan. Agar dapat memperoleh gambaran yang jelas
mengenai teori Cooley tersebut, maka terutama akan dibicarakan hal-hal sebagai berikut.
a. Kondisi-kondisi fisik dari kelompok primer,
Syarat-syarat yang penting adalah pertama-tama bahwa anggota kelompok tersebut secara
fisik berdekatan satu dengan lainnya; kedua bahwa kelompok tersebut adalah kecil dan
ketiganya adalah adanya suatu kelanggengan hubungan antar anggota kelompok yang
bersangkutan. Saling berbicara dan saling melihat merupakan saluran utama untuk
pertukaran pikiran dan cita-cita maupun perasaan. Kenal-mengenal secara fisik memberi
kemungkinan terbenuknya kelompok primer, akan tetapi hal itu tergantung dari
kemungkinan-kemungkinan yang ditentukan oleh kebudayaan masyarakat bersangkutan.
Dalam keadaan demikian, norma-norma masyarakat seolah-olah memberikan suatu
kelonggaran. Jadi suatu kelanggengan tertentu merupakan pula suatu faktor utama dalam
pembentukan kelompok primer.
b. Sifat hubungan-hubungan primer,
Salah-satu sifat utama hubungan-hubungan primer, adalah kesamaan tujuan dar individu-
individu yang tergabung di dalam kelompok tadi. Satu di antara tujuan bersama tadi adalah
hubungan antara individu-individu tersebut. Persamaan tujuan dapat mempunyai dua arti.
Pertama bahwa individu yang bersangkutan mempunyai keinginan dan sikap yang sama,
sehingga mereka berusaha untuk mencapai tujuan yangsama pula. Yang kedua adalah
bahwasalah-satu pihak bersedia untuk berkorban demi kepentingan pihak lain. Hubungan-
hubungan primer mempunyai kecendrungan kea rat tujuan yang sama.
c. Kelompok-kelompok yang kongkrit dan hubungan-hubungan primer.
Kenyataannya, tak ada kelompok primer yang secara sempurna memenuhi syarat-syarat di
atas. Bahwa di dalam kehidupan sosial tidak ada kelompok primer utama, masyarakat
meletakkan kewajiban-kewajiban yang dapat dipaksakan. Semua itu membawa
konsekuensi-konsekuensi, sehingga persyaratan-persyaratan ideal, tidak mungkin
terpenuhi secara sempurna.
Kelompok sekunder adalah kelompok-kelompok besar yang terdiri dari banyak orang.
Dengan demikian, lebih tepat untuk membedakannya dari sudut hubungan atau interaksi
sosial yang bersangkutan. Bangsa dianggap sebagai kelompok sekunder oleh karena antara
anggota-anggotanya kurang ada hubungan akreb. Akan tetapi hubungan-hubungan yang
akrab tadi dapat kita jumpai pada keluarga batih, rukun tetangga, yang merupakan unsur
bangsa tersebut.

5. Paguyuban (Gemeinscbaft) dan Patembayan (Gesellscbaft)


Paguyuban adalah bentuk kehidupan bersama di mana anggota-anggotanya diikat oleh
hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut
adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang telah dikodratkan. Kehidupan tersebut
dinamakan juga bersifat nyata dan organis.
Sebaliknya, Patembayan (Gesellscbaft) merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok untuk
jangka waktu pendek, bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka (imaginary) serta
strukturnya bersifat mekanis sebagaimana dapat diumpamakan dengan sebuah mesin.
Tonnies menyesuaikan kedua bentuk kehidupan bersama manusia yang pokok tersebut di
atas, dengan bentuk kemauan asasi manusia, yaitu yang dinamakan Wesenwille dan Kurwille.
Wesenwille adalah bentuk kemauan yang dikodratkan, yang timbul dari keseluruhan kehidupan
alami.
Sebaliknya, Kurwille adalah bentuk kemauan yang dipimpin oleh cara berpikir yang
didasarkan pada akal. Kurwille tersebut adalah kemauan yang ditujukan pada tujuan-tujuan
tertentu dan rasional sifatnya. Wesenwille selalu menimbulkan Paguyuban, sedangkan
Karwille selalu menjelmakan Patembayan. Oleh Tunnies dikatakan bahwa suatu Paguyuban
(Gemeinscbaft) mempunyai beberapa Ciri pokok, yaitu :
a. Intimate, hubungan menyeluruh yang mesra,
b. Private, hubungan yang bersifat pribadi, yaitu khusus untuk beberapa orang saja,
c. Exclusive, hubungan tersebut hanyalah untuk “kita” saja dan tidak untuk orang-orang lain
di luar “kita”.
Di dalam Gemeinscbaft atau Paguyuban terdapat suatu kemauan bersama (common will),
ada suatu pengertian (understanding) serta juga kaidah-kaidah yang timbul dengan sendirinya
dari kelompok tersebut.
Keadaan yang agak berbeda akan dijumpai pada Patembayan atau Gesellscbaft, di mana
terdapat public life yang artinya bahwa hubungannya bersifat untuk semua orang; batas-batas
antara “kami” dengan “bukan kami” kabur. Pertentangan-pertentangan yang terjadi antara
anggota dapat dibatasi pada bidang-bidang tertentu, sehingga suatu persoalan dapat dilokasasi.
Menurut Tonnies, di dalam setiap masyarakat selalu dapat dijumpai salah-satu di antara tiga
tipe Paguyuban, yaitu:
a. Paguyuban karena ikatan darah (Gemeinscbaft by blood), yaitu Gemeinscbaft atau
paguyuban yang merupakan ikatan yang didasarkan pada ikatan darah atau keturunan,
contohnya : keluarga, kelompok kekerabatan.
b. Paguyuban karena tempat (Gemeinscbaft by place), yaitu suatu paguyuban yang terdiri dari
orang-orang yang berdekatan tempat tinggal sehingga dapat saling tolong-menolong,
contoh : Rukun Tetangga, Rukun Warga, Arisan.
c. Paguyuban karena jiwa-pikiran (Gemeinscbaft by mind), yang merupakan suatu
Gemeinscbaft yang terdiri dari orang-orang yang walaupun tak mempunyai hubungan
darah ataupun tempat tinggalnya tidak berdekatan, akan tetapi mereka mempunyai jiwa dan
pikiran yang sama, ideology yang sama. Paguyuban semacam ini biasanya ikatannya
tidaklah sekuat Paguyuban karena darah atau keturunan.
Ditinjau dari sudut sejarah, paguyuban timbul lebih dahulu daripada Patembayan,
walaupun dalam perkembangan lanjut di dalam Patembayan, mungkin saja timbul lagi
persamaan pikiran dan persamaan batin yang menimbulkan Paguyuban.

6. Formal Group dan Informal Group


Kalau suatu organisasi sudah dibentuk, maka ia diasumsikan akan merupakan suatu
identitas tersendiri yang khusus. Usaha-usaha kolektif para anggota organisasi disebut sebagai
melakukan hal-hal yang bersifat formal, karena didasarkan pada organisasi yang
memperjuangkan kepentingan bersama. Unsur-unsur organisasi merupakan bagian-bagian
fungsional yang berhubungan.
Ada dua prinsip utama yang mengatur kehidupan sosial, dan organisasi merupakan salah-
satu prinsip tersebut. Apabila beberapa kelompok saling berhubungan, maka terjadi
perkembangan organisasi sosial, walaupun tidak semua kolektiva menjadi organisasi formal.
Kriteria rumusan organisasi formal atau formal group merupakan keberadaan tata cara untuk
memobilisasikan bagian-bagian organisasi yang bersifat spesialisasi.
Dengan demikian formal group adalah kelompok-kelompok yang mempunyai peraturan-
peraturan yang tegas dan dengan sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk mengatur
hubungan antara anggota-anggotanya.
Informal group tidak mempunyai struktur dan organisasi tertentu atau pasti. Klik tersebut
ditandai dengan adanya pertemuan-pertemuan timbal-balik antar anggota, biasanya hanya
bersifat “antara kita” saja.

7. Membership Group dan References Group


Membership group merupakan kelompok di mana setiap orang secara fisik menjadi anggota
kelompok tersebut. Untuk membedakan secara tegas keanggotaan atas dasar derajat interaksi
tersebut, maka dikemukakan istilah nominal group-member dan peripheral group-member.
Seorang anggota nominal group dianggap oleh anggota-anggota lain sebagai seseorang yang
masih berinteraksi dengan kelompok sosial yang bersangkutan, akan tetapi interaksinya tidak
intens. Seorang anggota peripheral group seolah-olah sudah tidak berhubungan lagi dengan
kelompok yang bersangkutan sehingga kelompok tersebut tidak mempunyai kekuasaan apapun
juga atas anggota tadi. Kriteria tersebut sedikit banyak tergantung pada keadaan, menimbulkan
ketidakpastian pula pada ukuran-ukuran apakah yang dipakai bagi seseorang yang bukan
anggota-kelompok tersebut (non membership).
Reference-group adalah kelompok sosial yang menjadi acuan bagi seseorang (bukan
anggota kelompok) untuk membentuk pribadi dan prilakunya. Untuk menerangkan hal ini,
perlu dikemukakan terlebih dahulu, bahwa reference group dan membership group agak sulit
dipisahkan. Turner mengemukakan adanya dua tipe umum reference group, yakni :
a) Tipe normatif (normative type) yang menentukan dasar-dasar begi kepribadian seseorang,
dan
b) Tipe perbandingan (comparison type) yang merupakan pegangan begi individu di dalam
menilai kepribadiannya.
Yang pertama merupakan sumber nilai bagi individu baik yang menjadi anggota maupun
bukan anggota kelompok.
Tipe kedua lebih dipakai sebagai perbandingan untuk menentukan kedudukan seseorang,
misalnya status ekonomis seseorang dibandingkan dengan status ekonomis dan orang-orang
yang semasyarakat.
Apabila teori reference group dihubungkan dengan non-membership sebagaimana
diterangkan diatas, maka akan dapat ditarik beberapa kesimpulan :
a. Bukan anggota yang memenuhi syarat (disebut pula sebagai calon anggota) mempunyai
kecenderungan untuk mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok, di mana kemudian
dia menjadi anggota.
b. Bukan anggota yang bersikap masa-bodo, tidak menganggap kelompok sebagai reference-
group-nya.
c. Bukan anggota yang tetap tidak ingin menjadi anggota, tetap menganggap suatu kelompok
sebagai reference-group-nya.
d. Perbedaan antara bekas anggota dengan mereka yang bukan anggotanadalah penting karena
kenyataan bahwa pada umumnya bekas-bekas anggota tidak akan mau menganggap bekas
kelompoknya sebagai reference-group-nya, oleh karena pada umumnya penanggalan
keanggotaan didasarkan pada kenyataan adanya konflik antara kepentingan-kepentingan
kelompok. Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan dalam nilai dan pola-pola perilaku.

8. Kelompok Okupasional dan Volonter


Meluasnya ruang jangkauan masyarakat mengakibatkan semakin heterogennya masyarakat
tersebut. Dengan berkembangnya masyarakat, maka tidak semua kepentingan individu warga
masyarakat dapat dipenuhi secara mantap.
Salah-satu akibat dari tidak terpenuhnya kepentingan-kepentingan itu, baik yang bersifat
material maupun spiritual, adalah munculnya kelompok-kelompok volonter. Kelompok
volonter mencakup orang-orang yang mempunyai kepentingan sama, maupun tidak
mendapatkan perhatian masyarakat yang semakin luas daya jangkaunya tadi.
Kelompok-kelompok volonter itu mungkin dilandaskan pada kepentingan-kepentingan
primer. Kepentingan primer harus dipenuhi, oleh karena manusia harus dapat hidup wajar.
Kepentingan itu mencakup :
a. Kebutuhan akan sandang, pangan papan.
b. Kebutuhan akan keselamatan jiwa dan harta benda.
c. Kebutuhan akan harga diri.
d. Kebutuhan untuk mendapat mengembangkan potensi diri.
e. Kebutuhan akan kasih saying.
Kepentingan-kepentingan sekunder misalnya adalah kebutuhan akan reaksi. Dengan
berbagai ragam landasan itu, timbulaneka macam kelompok volonter, yang mungkin
berkembang menjadi kelompok-kelompok yang mantap, karena diakui oleh masyarakat umum.

D. KELOMPOK-KELOMPOK SOSIAL YANG TIDAK TERATUR


Bermacam-macam bentuk kelompok-kelompok sosial yang tidak teratur tadi, pada
dasarnya dapat dimasukkan ke dalam dua golongan besar yaitu kerumunan dan publik.
1. Kerumunan (Group)
Sifatnya yang sementara tidak memungkinkan terbentuknya tradisi dan kebudayaan yang
tersendiri. Pendeknya banyak bukti-bukti bahwa kerumunan di anggap sebagai gejala sosial
yang kurang disukai dalam masyarakat-masyarakat yang sudah teratur. Akan tetapi sebaliknya,
kerumunan juga dapat diarahkan pada tujuan-tujuan baik seperti yang terlihat pada kumpulan
manusia menghadiri khutbah keagamaan.
Dengan demikian secara garis besar dapat dibedakan antara pertama, kerumunan yang
berguna bagi organisasi sosial masyarakat, serta timbul dengan sendirinya tanpa diduga
sebelumnya. Kedua, pembeda antara kerumunan yang dikendalikan oleh keinginan-keinginan
pribadi. Atas dasar pembeda-pembedaan tersebut dapat ditarik suatu garis perihal bentuk-
bentuk umum kerumunan, sebagai berikut.
a. Kerumunan yang berartikulasi dengan struktur sosial
i. Khalayak penonton atau pendengar yang formal (formal audiences), merupakan
kerumunan-kerumunan yang mempunyai pusat perhatian dan persamaan tujuan, akan
tetapi sifatnya pasif.
ii. Kelompok ekspresif yang telah direncanakan (planned expensive group), adalah
kerumunan yang pusat perhatiannya tak begitu penting akan tetapi mempunyai
persamaan tujuan yang tersimpul dalam aktivitas kerumunan tersebut serta kepuasan
yang dihasilkannya. Fungsinya adalah sebagai penyalur ketegangan-ketegangan yang
dialami orang karena pekerja sehari-hari.
b. Kerumunan yang bersifat sementara (Casual Crowds)
i. Kumpulan yang kurang menyenangkan (Inconvenient aggregations), adalah orang-
orang yang anti karcis, orang-orang yang menunggu bis dan sebagainya. Dalam
kerumunan itu kehadiran orang-orang lain merupakan halangan terhadap tercapainya
maksud seseorang,
ii. Kerumunan orang-orang yang sedang dalam keadaan panik (Panic crowds) yang orang-
orang yang bersama-sama berusaha menyelamatkan diri dari suatu bahaya. Dorongan
dalam diri individu-individu dalam kerumunan tersebut mempunyai kecenderungan
untuk mempertinggi rasa panik.
iii. Kerumunan penonton (Spectator crowds) yang terjadi karena ingin melihat suatu
kejadian tertentu. Kerumunan semacam ini hamper sama dengan khalayak penonton
akan tetapi bedanya adalah bahwa kerumunan penonton tidak direncanakan, sedangkan
kegiatan-kegiatan juga pada umumnya tak terkendalikan.
c. Kerumunan yang berlawanan dengan norma-norma hukum (Lawless crowds)
i. Kerumunan yang bertindak emosional (Acting mobs). Kerumunan semacam ini
bertujuan untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan menggunakan kekuatan fisik
yang berlawanan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Biasanya
kumpulan orang-orang tersebut bergerak karena merasa bahwa hak-hak mereka diinjak-
injak atau tak adanya keadilan.
ii. Kerumunan yang bersifat immoral (Immoral ceowds), hamper sama dengan kelompok
ekspresif. Bedanya adalah bahwa orang pertama bertentangan dengan norma-norma
masyarakat. Contohnya adalah orang-orang mabuk.

2. Publik
Berbeda dengan kerumunan, publik lebih merupakan kelompok yang tidak merupakan
kesatuan. Interaksi terjadi secara tidak langsung melalui alat-alat komunikasi seperti misalnya
pembicara pribadi yang berantai, desas-desus, surat kabar, radio, televisi, film dan lain
sebagainya. Setiap aksi publik diprakarsai oleh keinginan individual (misalnya pemungutan
suara dalam pemilihan umum), dan ternyata individu-individu adalah suatu publik masih
mempunyai kesadaran akan kedudukan sosial yang sesungguhnya dan juga masih lebih
mementingkan kepentingan-kepentingan pribadi daripada mereka yang tergabung dalam
kerumunan.

E. MASYARAKAT DAN MASYARAKAT PERKOTAAN


1. Masyarakat Setempat (Community)
Istilah Community dapat diterjemahkan sebagai “masyarakat setempat”, istilah mana
menunjuk pada warga sebuah desa, kota, suku atau bangsa. Dengan demikian kriteria yang
utama bagi adanya suatu masyarakat setempat adalah adanya social relationships antara
anggota suatu kelompok. Dapat disimpulkan secara singkat bahwa masyarakat setempat adalah
suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial yang tertentu.
Dasar-dasar daripada masyarakat setempat adalah lokalitas dan perasaan semasyarakat
setempat tersebut. Secara garis besar, masyarakat setempat berfungsi sebagai ukuran untuk
menggarisbawahi hubungan antara hubungan-hubungan sosial dengan suatu wilayah geografis
tertentu. Perasaan demikian, yang pada hakikatnya merupakan identifikasi dengan tempat
tinggal, dinamakan perasaan komuniti (community sentiment).
Unsur-unsur perasaan komuniti (community sentiment) antara lain :
a. Seperasaan
b. Sepenanggungan
c. Saling memerlukan

2. Tipe-tipe Masyarakat Setempat


Dalam mengadakan klasifikasi masyarakatsetempat, dapat digunakan empat kriteria yang
paling berpautan, yaitu :
a. Jumlah penduduk,
b. Luas, kekayaan dan kepadatan penduduk daerah pedalaman,
c. Fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat, dan
d. Organisasi masyarakat setempat yang bersangkutan.
Kriteria tersebut di atas, dapat digunakan untuk membedakan antara bermacam-macam
jenis masyarakat setempat yang sederhana dan modern, serta antara masyarakat pedesaan dan
perkotaan.
3. Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan
Pembedaan antara masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakikatnya
bersifat gradual. Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan
lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya.
Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan. Mengingat hal itu
semua, di pulau Jawa dikenal adanya empat masam sistem pemerintahan tanah, yaitu :
a. Sistem milik umum atau milik kommunal dengan pemakaian beralih-alih,
b. Sistem milik kommunal dengan bergiliran,
c. Sistem komunnal dengan pemakaian tetap, dan
d. Sistem milik individu.
Antara warga masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, terdapat perbedaan dalam
perhatian, khususnya terhadap keperluan hidup. Di desa, yang diutamakan adalah perhatian
khusus terhadap keperluan utama kehidupan, hubungan-hubungan untuk memperhatikan
fungsi pakaian, makanan, rumah dan sebagainya, lain dengan orang kota yang mempunyai
pandangan berbeda. Orang kota sudah memandang penggunaan kebutuhan hidup, sehubungan
dengan pandangan masyarakat sekitarnya.
Urbanisasi adalah suatu peroses perpindahan penduduk dari desa ke kota atau dapat pula
dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan. Urbanisasi
mempunyai akobat-akibat negatif terutama dirasakan oleh negara agraris seperti Indonesia.
Proses urbanisasi dapat terjadi lambat maupun cepat, tergantung pada keadaan masyarakat
yang bersangkutan. Proses tersebut terjadi dengan menyangkut dua aspek, yaitu :
i. Perubahan masyarakat desa menjadi masyarakat kota.
ii. Bertambahnya penduduk kota yang disebabkan oleh mengalirnya penduduk yang berasal
dari desa (pada umumnya disebabkan karena penduduk desa merasa tertarik oleh keadaan
di kota).
Proses tersebut di dalam sosiologi dikenal dengan proses pembentukan suburb.
Sebaliknya, hubungan dengan kota, menyebabkan pula perubahan di desa. Beberapa unsur
kehidupan kota akan terbawa serta, sehingga ada pula rekan-rekan warga desa yang meniru
gaya kehidupan orang di kota, proses demikian dinamakan pula urbanisme.

F. KELOMPOK-KELOMPOK KECIL ( Small Group )


Small group adalah suatu kelompok yang secara teoritis terdiri dari paling sedikit dua
orang, di mana orang-orang saling berhubungan untuk memenuhi tujuan-tujuan tertentu dan
yang menganggap hubungan itu sendiri, penting baginya. Kelompok-kelompok kecil selalu
timbul di dalam kerangka organisasi yang lebih besar dan lebih luas.
Di dalam waktu singkat, penelitian terhadap smell group pada abad ke-20 ini memberikan
beberapa keuntungan, antara lain :
1. Individu dipandang sebagai dari kelompok yang juga merupakan bagian dari masyarakat
secara keseluruhan.
2. Dipergunakannya metode baru dalam meneliti kelompok-kelomok sosial. Yang sekarang
dianalisis adalah terutama gerak kelompok tersebut.
3. Untuk kepentingan percobaan-percobaan ilmiah, para peneliti tidak lagi semata-mata
menyelidiki kelompok-kelompok sosial sebagaimana adanya, tetapi bahkan membentuk
kelompok-kelompok tertentu untuk membuktikan kebenaran-kebenaran hipotesnya.
4. Tidak jarang bahwa para peneliti secara langsung ikut serta dalam kehidupan kelompok
sosial yang diselidiki, untuk memperoleh fakta yang lebih hidup dan dapat dipercaya.
5. Diperolehnya suatu bukti bahwa adanya small group dalam masyarakat merupakan hal
yang wajar. Dari penelitian terhadapnya dapat pula diketahui adanya golongan-golongan
masyarakat yang kreatif serta beranimengambil inisiatif, untuk membedakannya dengan
golongan-golongan masyarakat yang berkencenderungan menjauhkan dari diri persoalan-
persoalan kemasyarakatan.

G. DINAMIKA KELOMPOK SOSIAL


Beberapa kelompok sosial sifatnya lebih stabil daripada kelompok-kelompok sosial
lainnya, atau dengan lain perkataan, strukturnya tidak mengalami perubahan-perubahan yang
mencolok. Keadaan yang tidak stabil dalam kelompok sosial terjadi karena konflik
antarindividu dalam kelompok atau karena adanya konlfik antar bagian kelompok tersebut
sebagai akibat tidak adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan di dalam kelompok itu
sendiri. Kadang-kadang konflik dalam kelompok sosial dapat dikurangi atau bahkan
dihapuskan, misalnya dengan mengadakan “kambing hitam” (scapegoating) atau apabila,
umpamanya, kelompok tersebut menghadapi musuh bersama di luar.
Di dalam dinamika kelompok, mungkin terjadi antagonism antar kelompok. Apabila terjadi
peristiwa tersebut, maka secara hipotetis prosesnya adalah, sebagai berikut :
1. Bila dua kelompok bersaing, maka akan timbul stereotip,
2. Kontak antara kedua kelompok yang bermusuhan, tidak akan mengurangi sikap tindak
bermusuhan tersebut,
3. Tujuan yang harus dicapai dengan kerja sama, akan dapat menetralisasikan sikap tindak
bermusuhan,
4. Di dalam kerja sama mencapai tujuan, stereotip yang semula negatif menjadi positif.
Masalah dinamika kelompok, juga menyangkut gerak atau perilaku kolektif. Gejala
tersebut merupakan suatu cara berpikir, merasa dan bereaksi suatu kolektiva yang serta-merta
dan tidak berstruktur. Sebab-sebab suatu kolektiva menjadi agresif antara lain adalah :
1. Frustasi selama jangka waktu yang sama,
2. Tersinggung,
3. Dirugikan,
4. Ada ancaman dari luar,
5. Diperlakukan tidak adil,
6. Terkena pada bidang-bidang kehidupan yang sangat sensitif.

H. RINGKASAN MASALAH
1. Manusia pada umumnya dilahirkan seorang diri, akan tetapi dia adalah makhluk yang telah
mempunyai naluri untuk hidup dengan manusia-manusia lain, naluri mana dinamakan
gregariousness.
2. Kelompok sosial atau “social group” adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia
yang hidup bersama, oleh karena adanya hubungan antara mereka. Hubungan tersebut
antara lain menyangkut hubungan timbal-balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu
kesadaran untuk saling menolong.
3. Beberapa persyaratan kelompok sosial adalah :
a. Setiap anggota kelompok tersebut harus sadar bahwa dia merupakan Sebagian dari
kelompok yang bersangkutan.
b. Ada hubungan timbal-balik antara anggota yang satu dengan angota yang lainnya.
c. Terdapat suatu faktor yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota kelompok itu,
sehingga buhungan antara mereka bertambah erat. Faktor tadi dapat merupakan nasib
yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama dan
lain-lain.
d. Berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola prilaku.
4. Tipe-tipe kelompok sosial dapat diklasifikasi dari beberapa sudut atau dasar pelbagai
kriteria/ukuran :
a. Besar-kecilnya jumlah anggota,
b. Derajat interaksi sosial,
c. Kepentingan dan wilayah,
d. Berlangsungnya suatu kepentingan,
e. Derajat organisasi,
f. Kesadaran akan jenis yang sama, hubungan sosial dan tujuan.
5. In-group dan Out-group
a. In-group adalah kelompok sosial, dengan mana individu mengidentifikasikan dirinya.
b. Out-group adalah kelompok sosial yang oleh individu diartikan sebagai lawan in-
group-nya.
6. Kelompo Primer (primary group) dan Kelompok Sekunder (secondary group)
a. Kelompok Primer (primary group) atau face-to-face merupakan kelompok sosial yang
saling sederhana, di mana anggota-anggotanya saling mengenal, di mana ada kerja
sama yang erat.
b. Kelompok Sekunder (secondary group) adalah kelompok-kelompok yang terdiri dari
banyak orang, antara siapa hubungannya tidak perlu berdasarkan pengenalan secara
pribadi dan sifatnya juga tidak begitu langgeng.
7. Paguyuban (Gemeinscbaft) dan Patembayan (Gesellscbaft)
a. Paguyuban (Gemeinscbaft) adalah bentuk kehidupan bersama, di mana anggota-
anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta kekal.
Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa persatuan batin yang memang telah
dikodratkan.
b. Patembayan (Gesellscbaft) adalah ikatan lahir yang bersifat pokok dan biasanya untuk
jangka waktu pendek. Ia bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka.
8. Formal Group dan Informal Group
a. Formal group adalah kelompok yang mempunyai peraturan tegas dan sengaja
diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antara sesamanya.
b. Informal group tidak mempunyai struktur dan organisasi tertentu atau yang pasti.
Kelompok-kelompok tersebut biasanya terbentuk karena pertemuan-pertemuan yang
berulangkali, yang menjadi dasar bertemunya kepentingan-kepentingan dan
pengalaman-pengalaman yang sama.
9. Membership Group dan Reference Group
a. Membership Group merupakan suatu kelompok di mana setiap orang secara fisik
menjadi anggota kelompok tersebut.
b. Reference Group ialah kelompok-kelompok sosial yang menjadi acuan bagi seseorang
(bukan anggota kelompok tersebut) untuk membentuk pribadi dan prilakunya.
10. Kelompok Okupasional dan Kelompok Volonter
11. Kelompok-kelompok sosial yang tidak teratur
a. Kerumunan (crowd) adalah individu-individu yang berkumpul secara kebetulan di
suatu tempat dan juga pada waktu yang bersamaan.
b. Bentuk-bentuk kerumunan :
1) Kerumunan yang berartikulasi dengan struktur sosial :
a) Khalayak penonton atau pendengar yang formal (formal audiences).
b) Kelompok ekspresif yang telah direncanakan (planned expressive group).
2) Kerumunan yang bersifat sementara (Casual crowds) :
a) Kumpulan yang kurang menyenangkan (Inconvenient aggregrations).
b) Kerumunan orang-orang yang sedang dalam keadaan panik (Panic crowds).
c) Kerumunan penonton (Spectator crowds).
3) Kerumunan yang berlawanan dengan norma-norma hukum (lawless crowds) :
a) Kerumunan yang bertindak emosional (Acting mobs).
b) Kerumunan yang bersifat immoral (Immoral crowds).
12.
a. Istilah masyarakat setempat (Community) menunjuk pada bagian masyarakat yang
bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu,
di mana faktor utama yang menjadi dasarnya adalah interaksi yang lebih besar di antara
anggota, dibandingkan dengan interaksi dengan penduduk di luar batas wilayahnya.
b. Dalam mengklasifikasikan masyarakat-masyarakat setempat, dapat dipergunakan
empat kriteria yang saling berpaut :
1) Jumlah penduduk,
2) Luas, kekayaan dan kepadatan penduduk daerah pedalaman,
3) Fungsi-fungsi khusus dari masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat,
4) Organisasi masyarakat setempat yang bersangkutan.
c. Dalam masyarakat modern sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural
community), dengan masyarakat perkotaan (urban community), pembedaan mana
bersifat graduil.
13.
a. Urbanisasi adalah suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat
dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan.
b. Sebab-sebab urbanisasi dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu :
1) Faktor yang mendorong penduduk desa untuk meninggalkan tempat/daerah
kediamannya (pusb factors), dan
2) Faktor kota yang menarik penduduk desa untuk pindah dan menetap di kota-kota
(pull factors).
c. Akibat-akibat negatif urbanisasi yang terlalu cepat adalah antara lain :
1) Pengangguran,
2) Naiknya kriminalitas,
3) Persoalan perwismaan,
4) Kenakalan anak-anak/kejahatan anak-anak,
5) Persoalan rekreasi.
14. Small group adalah suatu kelompok yang secara teoritis terdiri paling sedikit dari dua
orang, di mana orang-orang saling berhubungan untuk memenuhi tujuan-tujuan tertentu
dan yang menganggap hubungan itu sendiri, penting baginya.
15. Dinamika kelompok-kelompok sosial perlu dipelajari, untuk mengetahui realitas
kehidupan kelompok-kelompok sosial itu sendiri.
BAB 4
KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT
A. PENGANTAR
Dua orang antropolog terkemuka yaitu Melville J. Herskovits dan Bro- nislaw Malinowski
mengemukakan bahwa Cultural Determinism berarti segala sesuatu yang terdapat di dalam
masyarakat ditentukan adanya oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu. Kemudian
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang super- organic, karena kebudayaan
yang berturun-temurun dari generasi ke generasi tetap terus hidup. Pengertian kebudayaan
meliputi bidang yang luasnya seolah-olah tidak ada batasnya. Dalam pengertian sehari-hari,
istilahkebudayaan sering diartikan sama dengan kesenian, terutama seni suara dan seni
tari. Akan tetapi apabila istilah kebudayaan diartikan menurut ilmu-ilmu sosial, maka
kesenian merupakan salah satu bagian saja dari kebudayaan.
Kata “Kebudayaan” berasal dari ( Bahasa Sansekerta) buddbayah yang merupakan bentuk
jamak dari kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal
yang bersangkutan dengan budi atau akal”.
Adapun istilqh culture yang merupakan istilah Bahasa asing yang sama artinya dengan
kebudayaan, berasal dari kata latin “colere”. Artinya, mengolah atau mengerjakan, yaitu
mengolah tanah atau Bertani. Dari asal arti tersebut yaitu colere kemudian culture, diartikan
sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Seorang antropolog lain, yaitu E.B Tylor (1871) pernah mencoba memberikan definisi
mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetaahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat-istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang
didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Selo Seomardjan dan Solaeman Soemardi merumuskan kebudayaan semua hasil karya, rasa
dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebendaan atau
kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam
sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.
Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berpikir orang-orang yang
hidup bermasyarakat dan yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu
pengetahuan. Cipta merupakan baik yang berwujud teori murni, maupun yang telah
disusun untuk langsung diamalkan dalam kehidupan massyarakat. Rasa dan cinta
dinamakan pula kebudayaan rohaniah ( spiritual dan immaterial culture ).
Manusia sebenarnya mempunyai segi materiil dan segi spiritual di dalam kehidupannya.
Segi materiil mengandung karya, yaitu kemampuan manusia untuk menghasilkan benda-benda
maupun lain-lainnya yang berwujud benda. Segi spiritual manusia mengandung cipta yang
menghasilkan ilmu pengetahuan, karya yang menghasilkan kaidah kepercayaan, kesusilaan,
kesopanan dan hukum, serta rasa yang menghasilkan keindahan.
Untuk kepentingan analisis, maka dari sudut struktur dan tingkatan dikenal adanya super-
culture yang berlaku bagi seluruh masyrarakat. Suatu super-culture biasanya dapat dijabarkan
ke dalam cultures yang mungkin didasarkan pada kekuasaan daerah, golongan etnik, profesi,
dan seterusnya. Didalam suatu culture mungkin berkembang lagi kebudayaan- kebudayaan
khusus yang tidak bertentangan dengan kebudayaan “induk”, lazimnyadinamakan sub-culture.
Akan tetapi, apabila kebudayaan khusus tadi bertentangan dengan kebudayaan induk, maka
gejala tersebut disebut counter culture. Visualisasinya secara sistematis, adalah sebagai
berikut:

B. UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN
Beberapa orang sarjana, telah mencoba merumuskan unsur-unsur po- kok kebudayaan
tadi, misalnya, Melville J. Herskovits me-ngajukan 4 unsur pokok kebudayaan, yaitu:"

1. alat-alat teknologi
2. sistem ekonomi
3. keluarga
4. kekuasaan politik

Bronislaw Malinowski yang terkenal sebagai salah seorang pelopor teori fungsional
dalamantropologi, menyebut unsur-unsur pokok kebudayaan sebagai berikut;

1. sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota ma syarakat
didalam upaya menguasai alam sekelilingnya,
2. organisasi ekonomi,
3. alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan; perlu diingat bahwa keluraga
merupakan lembaga pendidikan yang utama,
4. organisasi kekuatan.

Masing-masing unsur tersebut, beberapa macam unsur-unsur kebudayaan, untuk


kepentingan ilmiah dan analisisnya diklasifikasikan ke dalam unsur pokok atau besae
kebudayaan, lazim disebut cultural universals. Antropolog C Kluckhohn di dalam sebuah
karyanya yang berjudul “Universal Categories pf Culture” telah mengeluarkan ulasan para
ssarjana mengenai hal itu. Inti pendapat-pendapat para sarjana itu menunjuk pada adanya tujuh
unsur kebudayaan yang dianggap seabagai cultural universals, yaitu:
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian perumahan, alat- alat rumah
tangga, senjata, alat-alat produksi transpor dan sebagainya).
2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian peter nakan, sistem
produksi, sistem distribusi dan sebagainya).
3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem
perkawinan) .
4. Bahasa (lisan maupun tertulis).
5. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya).
6. sistem pengetahuan.
7. Religi (sistem kepercayaan)

C. FUNGSI KEBUDAYAAN BAGI MASYARAKAT

Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat.
Bermacam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggota anggotanya seperti
kekuatan alam, maupun kekuatan-kekuatan lainnya di dalam masyarakat itu sendiri yang
tidak selalu baik baginya. Kecuali itu, manusia dan masyarakat memerlukan pula kepuasan,
baik di bidang spiritual maupun materiil.
Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang
mempunyai kegunaan utama di dalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan
dalamnya. Teknologi pada hakikatnya meliputi paling sedikit tujuh unsur, yaitu:
1. Alat-alat produktif
2. Senjata
3. Wadah
4. Makanan dan minuman
5. Pakaian dan perhiasan
6. Tempat berlindung dan perumahan
7. Alat-alat transpor

Karsa masyarakat, mewujudkan norma dan nilai-nilai sosial yang sangat perlu untuk
mengadakan tata-tertib dalam pergaulan kemasyarakatan. Karsa merupakan daya upaya
manusia untuk melindungi diri terhadap kekuatan-kekuatan lain yang ada di dalam
masyarakat. Apabila manusia hidup sendiri, maka tak akan ada manusia lain yang merasa
terganggu oleh tindakan-tindakannya.
Akan tetapi setiap orang, bagaimanapun hidupnya, ia akan selalu menciptakan kebiasaan
bagi dirinya sendiri. Kebiasaan (habit) merupakan suatu perilaku pribadi. Pribadi berarti
bahwa kebiasaan orang seseorang itu berbeda dari peri kebiasaan orang lain. Setiap orang
akan membentuk kebiasaan yang khusus bagi dirinya sendiri. Menurut Ferdinand Tonnies,
kebiasaan mempunyai 3 arti yaitu:

1. Dalam arti yang menunjuk pada suatu kenyataan yang bersifat objektif.
2. Dalam arti bahwa kebiasaan tersebut dijadikan kaidah bagi seseorang, norma mana
diciptakan untuk dirinya sendiri.
3. Sebagai perwujudan kemauan atau keinginan seseorang untuk berbuat sesuatu.

Kebiasaan yang dijadikan kebiasaan yang teratur oleh seseorang, kemudian dijadikan
dasar bagi hubungan antara orang-orang tertentu, sehingga tingkah-laku atau tindakan
masingmasing dapat diatur dan itu semuanya menimbulkan norma atau kaidah. Kaidah yang
timbul dari masyarakat sesuai dengan kebutuhannya pada suatu saat, lazimnya dinamakan
adat- istiadat (custom).
Disamping adat-istiadat, ada kaidah-kaidah yang dinamakan peraturan (hukum).
Peraturan bertujuan membawa suatu keserasian dan memperhatikan hal-hal yang
bersangkut- paut dengan keadaan lahiriah maupun batiniah manusia. Peraturan (hukum) ada
yang bersifat tertulis dan tidak tertulis, di mana yang terakhir, di Indonesia dinamakan
Hukum Adat Peraturan-peraturan (hukum) yang tertulis sifatnya sering kali terlampau kaku
dan biasanya kurang dapat mengikuti kepesatan perkembangan dan kebutuhan-kebutuhan
masyarakat.
Di dalam setiap masyarakat terdapat apa yang dinamakan pola-pola perilaku atau
patterns of behavior. Pola-pola perilaku merupakan cara-cara masyarakat bertindak atau
berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut.
Kebudayaan dinamakan pula struktur normatif atau menurut istilah Ralph Linton"
designs for living (garis-garis atau petunjuk dalam hidup). Artinya, kebudayaan adalah suatu
garis-garis pokok tentang perilaku atau blueprint for behavior yang menetapkan peraturan-
peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, apa yang dilarang dan lain sebagainya. Unsur-
unsur normatif yang merupakan bagian dari kebudayaan adalah sebagai berikut:
1. Unsur-unsur yang menyangkut penilaian (valuational elements).
2. Unsur-unsur yang berhubungan dengan apayang seharusnya (precriptive elements).
3. Unsur-unsur yang menyangkut kepercayaan (cognitive elements).

D. SIFAT HAKIKAT KEBUDAYAAN

Sifat hakikat kebudayaan adalah sebagai berikut;


a. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia.
b. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi
tertentu,dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
c. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan tingkah-lakunya
d. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban,
tindakan- tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan
tindakan- tindakan yang diizinkan.
Sifat haikat kebudayaan adalah ciri setiap kebudayaan, akan tetapi bila seseorang hendak
memahami sifat hakikatnya yang esensial, terlebih dahulu harus memecahkan pertentangan-
pertentangan yang ada didalamnya, yaitu;
1. kebudayaan bersifat universal. Akan tetapi perwujudan kebudayaan mempunyai
ciri-ciri khusus yang sesuai dengan situasi maupun lokasinya.
2. Kebudayaan bersifat stabil disamping juga dinamis, dan setiap kebudayaan
mengalami perubahan-perubahan yang kontinu.
3. Kebudayaan mengisi serta menentukan jalannya kehidupan manusia, walaupun
hal itujarang disadari oleh manusia sendiri.

E. KEPRIBADIAN DAN KEBUDAYAAN


Sebagaimana diuraikan dalam bab terdahulu, pengertian masyarakat menunjuk pada
sejumlah manusia, sedangkan pengertian kebudayaan menunjuk pada pola-pola perilaku yang
khas dari masyarakat tersebut.
Dalam setiap masyarakat, akan dijumpai suatu proses dimana seorang anggota masyarakat
yang baru (misalnya seorang bayi) akan mempelajari norma-norma dan kebudayaan dimana
dia menjadi anggota. Proses tersebut dinamakan juga proses socialization. Ia merupakan
suatu proses dipandang dari sudut masyarakatnya. Sebaliknya, bila hal itu ditinjau dari sudut
seorang individu maka socialization adalah suatu proses mendapatkan pembentukan sikap
untuk berperilaku yang sesuai dengan perilaku kelompoknya.
Untuk membatasi diri pada hal-hal yang penting maka uraian akan dikaitkan pada tipe-
tipe kebudayaan khusus yang nyata mempengaruhi bentuk kepribadian, yakni:
1. Kebudayaan-kebudayaan khusus atas dasar faktor kedaerahan.
2. Cara hidup di kota dan di desa yang berbeda (urban and rural ways of life).
3. Kebudayaan khusus kelas sosial.
4. Kebudayaan khusus atas dasar agama.
5. Kebudayaan berdasarkan profesi.

Dari beberapa kenyataan di atas, dapatlah diambil kesimpulan, betapa besarnya pengaruh
kebudayaan terhadap pembentukan kepribadian. Akan tetapi dalam perkembangan
pembentukan kepribadian tersebut tidak hanya kebudayaan yang memainkan peranan pokok.
Organisme biologis seseorang, lingkungan alam dan sosialnya juga memberi arah.

F. GERAK KEBUDAYAAN

Akulturasi terjadi bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan yang tertentu
dihadapkan pada unsur-unsur suatu kebudayaan asing yang berbeda sedemikian rupa,
sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu dengan lambat-laun diterima dan diolah ke dalam
kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Proses akulturasi di dalam sejarah kebudayaan manusia telah terjadi dalam masa-masa yang
silam. Biasanya suatu masyarakat hidup bertetangga dengan masyarakat-masyarakat lainnya
dan antara mereka terjadi hubungan-hubungan mungkin, dalam lapangan perdagangan,
pemerintahan dan sebagainya. Pada saat itulah unsur masing-masing kebudayaan saling
menyusup. Proses imigrasi besar-besaran, dahulu kala mempermudah berlangsungnya
akulturasi tersebut. Beberapa masalah yang menyangkut proses tadi adalah:
a. Unsur-unsur kebudayaan asing manakah yang mudah diterima,
b. Unsur-unsur kebudayaan asing manakah yang sulit diterima,
c. Individu-individu manakah yang cepat menerima unsur-unsur yang baru,
d. Ketegangan-ketegangan apakah yang timbul sebagai akibat akulturasi tersebut.

Proses akulturasi yang berjalan dengan baik, dapat menghasilkan integrasi antaraunsur-
unsur kebudayaan asing dengan unsur-unsur kebudayaan sendiri. Dengan demikian, unsur-
unsur kebudayaan asing tidak lagi dirasakan sebagai hal yang berasal dari luar, akan tetapi
dianggap sebagai unsur-unsur kebudayaan sendiri. Unsur-unsur asing yang diterima,
tentunya terlebih dahulu mengalami proses pengolahan, sehingga bentuknya tidaklah asli
lagisebagai semula.

G. RINGKASAN DAN MASALAH

1. Masalah kebudayaan juga diperhatikan dalam sosiologi, karena kebu- dayaan dan
masyarakat manusia merupakan dwitunggal yang tidak terpisahkan. Pembedaannya
hanya untuk kepentingan ilmiah dan ana- lisis. Mengapa?
2. Istilah kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, merupakan bentuk jarak dari
kata buddbi yang berarti budi atau akal. Culture berasal dari kata Latin colere yang
berarti mengalah atau mengerjakan.
3. Kebudayaan adalah semua hasil dari karya, rasa dan cita-cita
masyarakat.Bandingkan dengan konsepsi lain!
4. Banyak pendapan para sarjana tentang unsur-unsur kebudayaan. Oleh C Kluckhohn
dianalisis dengan menunjuk pada inti pendapat-pendapat sarjana, tersebut, yang
menyimpulkan adanya tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural
universals, yaitu:
a) Peralatan dan perlengkapan hidup manusia
b) Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi
c) Sistem kemasyarakatan
d) Bahasa
e) Kesenian
f) Sistem pengetahuan
g) Religi

Ralph Linton memecahkan cultural-universals tersebut di atas ke dalam unsur-unsur


yang lebih kecil lagi, yaitu:
a) (cultural)-activity
b) trait-complex
c) trails
d) items
5. Kebudayaan berguna bagi manusia yaitu untuk melindungi diri terha dap alam, mengatur
hubungan antar manusia dan sebagai wadah dari segenap perasaan manusia. Jabarkanlah
lebih lanjut!
6. Setiap kebudayaan mempunyai sifat-sifat hakikat sebagai berikut:
a) Kebudayaan terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia,
b) Kebudayaan telah ada lebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi
tertentu,dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
c) Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya
d) Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban, tindakan-
tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan
tindakan-tindakan yang diizinkan

7. Pembentukan kepribadian individu dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan,


organisme biologis, lingkungan alam dan lingkungan sosial individu tersebut. Manakah
yang lebih dominan? Mengapa demikian?
8. Tak ada kebudayaan yang statis; setiap kebudayaan mempunyai dina- mika Gerak
tersebut merupakan akibat dari gerak masyarakat yang menjadi wadah kebudayaan.
Apakah sebabnya?
9. Akulturasi merupakan proses di mana suatu kelompok manusia dengan suatu
kebudayaan tertentu, dihadapkan pada unsur-unsur suatu kebudayaan asing yang berbeda
sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu dengan lambat-laun
diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya
kepribadian kebudayaan itu sendi
BAB 5

LEMBAGA KEMASYARAKATAN ( LEMBAGA SOSIAL )

A. PENGANTAR

Social – institution merupakan terjemahan langsung dari istilah Lembaga


Kemasyarakatan. Ada yang mempergunakan istilah pranata – social, tetapi social – institution
menujuk pada adanya unsur – unsur yang mengatur peerilaku warga masyarakat. Misalnya
Koenjtaraningrat1 mengatakan pranata social adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan
yang berpusat kepada aktivitas – aktivitas untuk memenuhi kompleks – kompleks kebutuhan
khusus dalam kehidupan msyarakat. Istilah lain yang diusulkan adalah bangunan – social
terjemahan dari istilah Soziale – Gebilde (Bahasa Jerman), lebih jelas menggambarkan bentuk
dan susunan social institution tersebut.
Dadam uraian – uraian sebelumnya, kita membahas mengenai norma – norma
masyarakat yang mengatur pergaulan hidup dengan tujuan untuk mencapai suatu tata – tertib.
Jika norma – norma tersebut diwujudkan dalam hubungan antar manusia dinamakan social –
organization (organisasi social). Pada perkembangan selanjutnya, norma-norma tersebut dibagi
menjadi beberapa kelompok sesuai keperluan pokok kehidupan manusia. Misalnya kebutuhan
hidup kekerabatan menimbulkan Lembaga-lembaga masyarakat seperti keluarga batin,
pelamaran, perkawinan, perceraian dan sebagainya. Kebutuhan mata pencaharian hidup
menimbulkan Lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pertanian, peternakan, koperasi,
industry, dan lain-lain. Kebutuhan akan Pendidikan misalnya pesantren, taman kanak-kanak,
sekolah dasar, sekolah menengah, perguruan tinggi, dan lain-lain. Kebutuhan jasmaniah
manusia misalnya raga, pemeliharaan kecantikan, pemeliharaan Kesehatan, kedokteran, dan
lain-lain.
Dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa Lembaga kemasyarakatan terdapat di
dalam setiap masyarakat tanpa memperdulikan apakah masyarakat tersebut mempunyai taraf
kebudayaan bersahaja atau modern. Wujud kongkrit lembaga kemasyarakatan tersebut adalah
asosiasi (asosiation). Beberapa sosiolog memberikan definisi lain, seperti Robert Maclver dan
Charles H. Page mengartikan Lembaga kemasyarakatan sebagai tata cara atau prosedur yang
telah diciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia yang berkelompok dalam suatu
kelompok kemasyarakatan yang dinamakan asosiasi. Leopold von Wiese dan Howard Becker
melihat Lembaga kemasyarakatan yang diartikan sebagai suatu jaringan proses-proses
hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia yang berfungsi untuk memelihara
hubungan-hubungan tersebut serta pola-polanya, sesuai dengan kepentingan-kepentingan
manusia dan kelompoknya.
Namun menurut sosiolog Sumner yang melihatnya dari sudut kebudayaan, mengartikan
Lembaga kemasyarakatan sebagai perbuatan, cita-cita, sikap dan perlengkapan kebudayaan,
bersifat kekal serta bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Pentingnya
adalah adalah agar keteraturan dan integrasi dalam masyarakat.
Lembaga kemasyarakatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok manusia
mempunyai beberapa fungsi, yaitu :
1. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah
laku atau bersikap dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama
yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan masyarakat.
2. Menjaga keutuhan masyarakat.
3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan system pengendalian
social (social control). Artinya, system pengawasan masyakat terhadap tingkah laku
anggotaanggotanya.

B. PROSES PERTUMBUHAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN


1. Norma- norma Masyarakat
Awalnya norma-norma ini dibentuk secara tidak sengaja, namun lama kelamaan norma
tersebut dibuat secara sadar. Misalnya, dahulu di dalam jual beli, seorang perantara tidak harus
diberi bagian dari keuangan. Tapi lama kelamaan terjadi kebiasaan bahwa perantara harus
mendapat bagiannya, dimana sekaligus ditetapkan siapa yang menanggung, apakah pembeli
atau penjual. Norma-norma yang ada di dalam masyarakat, mempunyai kekuatan mengikat
yang berbeda-beda. Ada norma yang lemah, yang sedang yang terkuat daya ikatnya. Untuk
dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut, secara sosiologis dikenal
dengan adanya 4 pengertian, yaitu:
a. Cara (usage)
b. Kebiasaan (folkways)
c. Tata kelakuan (mores), dan
d. Adat-istiaddat (custom)
Setiap pengertian diatas, mempunyai kekuatan yang berbeda karena setiap tingkatan
menunjuk pada kekuatan memaksa yang lebih besar supaya menaati norma. Cara (usage)
menunjuk pada suatu bentuk perbuatan. Norma ini mempunyai kekuatan yang lebih lemah
dibandingkan dengan kebiasaan (folkways). Kebiasaa menunjuk pada perbuatan yang diulang-
ulang dalam bentuk yang sama. Cara (usage) lebih menonjol di dalam hubungan antar individu
dalam masyaarakat.
Kebiasaan (folkways) mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar daripada cara.
Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama,
merupakan bukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan tersebut. Menurut Maclver dan
Page, kebiasaan merupakan perilaku yang diakui dan diterima oleh masyarakat. Selanjutnya
dikatakan bahwa apabila kebiasaan tersebut tidak semata-mata dianggap sebagai cara perilaki
saja, Akan tetapi bahkan diterima sebagai norma-norma pengatur, maka disebutkan kebiasaan
tadi sebagai mores atau tata kelakuan. Tata kelakuan (mores) mencerminkan sifat-sifat yang
hidup dari kelompok manusia yang dilaksanakan sebagai alat pengawas, secara sadar maupun
tidak sadar, oleh masyarakat teerhadap anggota-anggotanya. Tata kelakuan secara langsung
merupakan alat agar anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata
kelakuan tersebut. Tata kelakuan sangat penting, karena:
a. Tata kelakuan memberikan batas-batas pada perilaku individu. Tata kelakuan juga
merupakan alat yang memerintahkan dan sekaligus melarang seorang anggota
mayarakat melakukan suatu perbuatan.
b. Tata kelakuan mengidentifikasi individu dengan kelompoknya. Disatu pihak tata
kelakuan memaksa orang agar menyesuaikan Tindakan-tindakannya dengan tata
kelakuan masyarakat yang berlaku. Dilain pihak mengusahakan agar masyarakat
menerima seseorang oleh karena kesanggupannya untuk menyesuaikan diri.
c. Tata kelakuan menjaga solidaritas antar anggota masyarakat. Tata kelakuan menjaga
keutuhan dan kerja sama antara anggota-anggota masyarakat itu.
Tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku
masyarakat, dapat meningkat kekuatan mengikatnya menjadi custom atau adat-istiadat. Di
kalangan orang-orang Indonesia pada umumnya, terdapat suatu kepercayaan bahwa kehidupan
terdiri dari beberapa tahap yang harus dilalui dengan seksama.
Norma-norma yang setelah mengalami suatu proses pada akhirnya akan menjadi bagian
tertentu dari lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses pelembagaan
(institutionalization), yaitu suatu proses yang dilewatkan oleh suatu norma yang baru untuk
menjadi bagian dari salah satu Lembaga kemasyarakatan. Yang dimaksud ialah, sampai norma
itu dikenal oleh masyarakat, diakui, dihargai dan kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-
hari. Mengingat adanya proses termaksud diatas, dibedakan antara Lembaga kemasyarakatan
sebagai peraturan (operative social institutions) dan yang sungguh-sungguh berlaku (operative
social institutions). Lembaga kemasyarakatan dianggap sebagai peraturan apabila norma-
norma tersebut membatasi serta mengatur perilaku orang-orang. Lembaga kekeluargaan
mengatur hubungan antara anggota keluarga di dalam suatu masyarakat. Lembaga kewarisan
mengatur proses beralihnya harta kekayaan dari satu generasi pada generasi berikutnya dan
lain sebagainya.
Paksaan hukum di dalam pelaksanaan Lembaga kemasyarakatan yang berlaku sebagai
peraturan tidak selalu digunakan. Namun sebaliknya, tekanan di diutamakan pada paksaan
masyarakat. Berapapun kerasnya usaha-usaha dari suatu pihak untuk mencoba agar suatu
norma diterima oleh masyarakat, akan tetapi norma tadi tidak akan melembaga apabila belum
melewati proses tersebut diatas.
Suatu norma tertentu dikatakan telah melembaga [institutionalized], apabila norma
tersebut:
i. Diketahui,
ii. Dipahami atau dimengerti,
iii. Ditaati, dan
iv. Dihargai
Norma-norma tertentu sudah mulai melembaga apabila diketahui, namun taraf
pelembagaannya rendah. Taraf pelembagaan akan meningkat, apabila suatu norma dimengerti
oleh manusia yang perilakunya diatur oleh norma tersebut. Dengan sendirinya disamping
mengetahui, maka seharusnya manusia juga memahami mengapa ada norma-norma tertentu
yang mengatur kehidupan bersamanya dengan orang lain. Artinya, di dalam berperilaku,
manusia terikat oleh batas-batas tertentu yang tidak boleh dilanggar.
Jika manusia manusia memahami norma-norma yang mengatur kehidupan bersamanya,
maka akan timbul kecenderungan untuk menaati norma-norma tersebut. Penataan tersebut
merupakan perkembangan selanjutnya dari proses pelembagaan norma-norma yang
bersangkutan. Dengan contoh jika seorang pasien harus dioperasi, maka dokter harus mendapat
persetujuan pasien terlebih dahulu dari keluarga pasien. Semisal norma tersebut ditaati, telah
dimengerti bahwa tujuan pokok adanya persetujuan adalah meniadakan kesalahan dokter yang
harus “melakukan kesalahan” dan “menganiaya” pasien di dalam operasi tersebut. Namun jika
norma tersebut tidak ditaati, maka dokter dapat disalahkan melakukan tindak pidana kekerasan
dan penganiayaan.
Penghargaan tersebut merupakan kelanjutan proses pelembagaan pada taraf yang lebih
tinggi lagi.Proses pelembagaan dapat berlangsung lebih jauh lagi hingga suatu norma
kemasyakatan tidak hanya menjadi institutionalized dalam masyarakat, tetapi menjadi
internalized. Maksudnya adalah suatu taraf perkembangan dimana para anggota masyarakat
dengan sendirinya ingin bersikap sejalan dengan perilaku yang memang sebenarnya memenuhi
kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain, norma-norma tadi telah mandarah daging
(internalized). Terkadang dibedakan antara norma atau kaidah-kaidah yang mengatur pribadi
manusia dan hubungan antar pribadi. Kaidah-kaidah pribadi mencakup norma kepercayaan
yang bertujuan agar manusia ber-Iman, dan norma kesusilaan yang yang bertujuan agar
manusia mempunnyai hati nurani yang bersih. Kaidah antar pribadi mencakup kesopanan yang
bertujuan agar manusia bertingkah-laku dengan baik di dalam pergaulan hidup, dan kaidah
hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan
keserasian antara ketertiban dan ketentraman.

2. Sistem Pengendalian Sosial (Social Control)


Dalam kehidupan sehari-hari, system pengendalian social atau social control seringkali
diartikan sebagai pengawasan oleh masyarakat terhadap jalannya pemerintahan, khususnya
pemerintah beserta aparaturnya. Arti sebenarnya pengendalian sosial jauh lebih luas, karena
pada pengertian tersebut mencakup segala proses, baik yang direncanakan maupun tidak, yang
bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga-warga masyarakat agar mematuhi
kaidah-kaidah dan nilai sosial yang berlaku. Jadi pengendalian sosial dapat dilakukan oleh
individu terhadap individu lainnya atau mungkin dilakukan oleh individu terhadap suatu
kelompok sosial. Seterusnya dapat dilakukan oleh suatu kelompok terhadap kelompok lainnya,
atau oleh suatu kelompok terhadap individu.
Dengan demikian maka pengendalian sosial bertujuan untuk mencapai keserasian
antara stabilitas dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Atau, suatu system
pengendalian sosial bertujuan untuk mencapai keadaan damai melalui keserasian antara
kepastian dengan keadilan / kesebandingan.
Dari sudut sifatnya dapat dikatakan bahwa pengendalian sosial dapat bersifat preventif
atau represif, atau bahkan kedua-duanya. Preventif merupakan suatu usaha pencegahan
terhadap terjadinya kegangguan-kegangguan pada keserasian antara kepastian dengan
keadilan. Dengan usaha-usaha yang represif bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang
pernah mengalami gangguan. Usaha-usaha preventif, misalnya dijalankan melalui proses
sosialisasi, Pendidikan formal dan informal. Sedangkan represif berwujud menjatuhkan sanksi
terhadap para warga masyarakat yang melanggar atau menyimpang dari kaidah-kaidah yang
berlaku.
Suatu proses pengadilan sosial dapat dilaksanakan dengan berbagai cara yang pada
intinya berkisar pada cara-cara kekerasan (persuasive) atau dengan paksaan (coercive). Cara
mana yang sebaiknya diterapkan sedikit banyaknya juga tergantung pada faktor terhadap siapa
pengendalian sosial tadi hendak dilakukan dan di dalam keadaan yang bagaimana.
Di dalam suatu masyarakat yang secara relatif berada dalam keadaan yang tentram,
maka cara-cara persuasive mungkin akan lebih efektif daripada penggunaan paksaan. Karena
dalam masyarakat yang tentram, sebagian besar kaidah-kaidah dan nilai-nilai telah melembaga
atau bahkan sudah mandarah daging di dalam diri masyarakat masing-masing. Keadaan
tersebut bukanlah dengan sendirinya berarti bahwa paksaan sama sekali tidak diperlukan.
Paksaan lebih sering dilakukan di dalam masyarakat yang berubah, karena di dalam
keadaan seperti itu pengendalian sosial juga berfungsi untuk membentuk kaidah-kaidah baru
yang menggantikan kaidah-kaidah lama yang telah goyah. Paksaan akan melahirkan reaksi
negatif, setidaknya secara potensial. Reaksi yang negatif akan selalu mencari kesempatan dan
menunggu saat di mana agent of social control berada di dalam keadaan lengah.
Selain cara-cara tadi, ada juga Teknik compulsion dan pervasion. Di dalam compusion,
diciptakan situasi sedemikian rupa, sehingga seseorang terpaksa taat atau mengubah sikapnya,
yang menghasilkan kepatuhan secara tidak langsung. Sedangkan pada pervasion, norma atau
nilai yang ada diulang-ulang penyampaiannya sedemikian rupa, dengan harapan bahwa hal
tersebut masuk dalam aspek bawah sadar seseorang. Ada yang dinamakan pembatasan-
pembatasan dalam pergaulan yang betujuan untuk mencegah terjadinya hubungan yang
sumbang (incest).
Perwujudan pengendalian sosial mungkin adalah pemidanaan, kompensasi, terapi
ataupun konsiliasi. Standar atau patokan pemidanaan adalah suatu larangan yang apabila
dilanggar, akan mengakibatkan penderitaan (sanksi negatif) bagi pelanggarnya. Pada
kompensasi, standar atau patokannya adalah kewajiban, di mana inisiatif untuk memprosesnya
ada pada pihak yang dirugikan.
Terapi maupun konsiliasi bersifat remedial, artinya bertujuan mengembalikan situasi
pada keadaan semula (sebelum terjadinya perkara atau sengketa). Pada terapi dan konsiliasi,
standarnya adalah normalitas dan keserasian atau harmoni. Pada terapi, korban berinisiatif
untuk memperbaiki dirinya dengan bantuan pihak-pihak tertentu. Pada konsiliasi masing-
masing pihak yang bersengketa mencari upaya untuk menyelesaikannya, baik secara
kompromistis ataupun dengan mengundang pihak ketiga.

C. CIRI-CIRI UMUM LEMBAGA KEMASYARAKATAN


Gillin dan Gillin di dalam karyanya yang berjudul General features of social
institutions, telah menguraikan beberapa ciri umum Lembaga kemasyarakatan sebagai berikut:
1. Suatu Lembaga kemasyarakatan adalah organisasi pola-pola pemikiran dan pola-pola
perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya.
Lembaga kemasyarakatan terdiri dari adat-istiadatnya, tata kelakuan, kebiasaan serta
unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung atau tidak langsung tergabung
dalam satu unit yang fungsional.
2. Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua Lembaga kemasyarakatan.
Sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam Tindakan, baru akan menjadi bagian
Lembaga kemasyarakatan setelah melewati waktu yang relatif lama. Lembaga
kemasyarakatan biasanya juga berumur lama, karena pada umumnya orang
menganggapnya sebagai himpunan norma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokok
masyarakat yang sudah sewajarnya harus dipelihara.
3. Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Pembedaan
antara tujuan dengan fungsi sangat penting oleh karena tujuan suatu Lembaga adalah
tujuan juga bagi masyarakat tertentu dan golongan masyarakat bersangkutan pasti akan
berpegang teguh padanya. Fungsi sosial Lembaga tersebut, yaitu peranan Lembaga tadi
dalam sistem sosial dan kebudayaan masyarakat, mungkin tak diketahui atau disadari
golongan masyarakat tersebut,
4. Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk
mencapai tujuan Lembaga bersangkutan, seperti bangunan, peralatan, mesin, dan lain
sebagainya. Bentuk serta penggunaan alat tersebut biasanya berbeda antara satu
masyarakat dengan masyarakat lain.
5. Lambang-lambang biasanya juga merupakan ciri khas dari Lembaga kemasyarakatan.
Lambang tersebut secara simbiolis menggambarkan tujuan dan fungsi Lembaga yang
bersangkutan.
6. Lembaga kemasyarakatan mempunyai tradisi tertulis maupun tidak tertulis, yang
merumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku dan lain-lain.

D. TIPE-TIPE LEMBAGA KEMASYARAKATAN


Menurut Gillin dan Gillin, Lembaga-lembaga kemasyarakatan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Crescive institutions dan enacted institutions yang merupakan klasifikasi dari sudut
perkembangannya. Crescive institutions yang juga disebut Lembaga-lembaga paling
primer, merupakan Lembaga-lembaga yang secara tak disengaja tumbuh dari adat-
istiadat masyarakat.
Enacted institutions dengan sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan tertentu,
misalnya Lembaga utang-piutang, Lembaga perdagangan, dan Lembaga-lembaga
Pendidikan, yang semuanya berakar pada kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat.
2. Dari sudut sistem nilai-nilai yang diterima masyarakat, timbul klasifikasi atas Basic
Institutions dan Subsidiary Institutions. Basic Institutions dianggap sebagai Lembaga
kemasyarakatan yang sangat penting untuk memelihara dan mempertahankan tata-
tertib dalam masyarakat. keluarga, sekolah-sekolah, negara dan sebagainya adalah
Basic Institutions yang pokok di Indonesia.
Sebaliknya adalah Subsidiary Institutions yang dianggap kurang penting, seperti
misalnya kegiatan-kegiatan untuk rekreasi.
3. Dari sudut penerimaan masyarakat dapat dibedakan approved atau social sanctioned
institutions dengan unsactioned institutions. Approved atau social sanctioned
institutions, adalah Lembaga-lembaga yang diterima masyarakat seperti sekolah dan
lain-lain. Sebaliknya, unsactioned institutions yang ditolak masyarakat seperti
penjahat, pencopet dan lain-lain.
4. Perbedaan antara general institutions dengan restricted institutions, timbul apabila
klasifikasi tersebut didasarkan pada factor penyebarannya. Misalnya agama merupakan
suatu general institutions, karena dikenal oleh hampir seluruh masyarakat dunia.
Sedangkan agama-agama itu sendiri merupakan restricted institutions, karena dianut
oleh sebagian masyarakat-masyarakat tertentu di dunia ini.
5. Sudur fungsinya terdapat pembedaan operative institutions dan regulative institutions.
Yang pertama berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola atau tata cara
yang diperlukan untuk mencapai tujuan Lembaga yang bersangkutan, seperti misalnya
Lembaga industrialiasi. Yang kedua,bertujuan untuk mengawasi adat-istiadat atau tata-
kelakuan yang tidak menjadi bagian mutlak,Lembaga itu sendiri.

Klasifikasi tipe-tipe lembaga kemasyarakatan tersebut, menunjukan bahwa di dalam setiap


masyarakat akan dijumpai bermacam-macam lembaga kemasyarakatan. Pada masyarakat
totaliter umpanya negara dianggap sebagai Lembaga masyarakat pokok yang membawahi
lembaga-lembaga lainnya seperti keluarga, hak milik, perusahaan, sekolah dan lain sebagainya.
Sistem pola hubungan-hubungan lazimnya disebut instutional-configuration. Sistem tadi,
dalam masyarakat masih homogen dan tradisional,mempunyai kecenderungan untuk bersifat
statis dan tetap. Lain halnya dengan masyarakat yang sudah kompleks dan terbuka bagi
terjadinya perubahan-perubahan sosial kebudayaan,sistem tersebut seringkali mengalami
kegoncangan-kegoncangan. Karena dengan masuknya hal-hal yang baru,masyarakat biasanya
juga mempunyai anggapan-anggapan baru tentang norma- norma yang berkisar pada
kebutuhan pokoknya.

E. CARA-CARA MEMPELAJARI LEMBAGA KEMASYARAKATAN


Ada 3 golongan, pendekatan (approach), terhadap masalah pendekatan masyarakat,
yaitu:
1. Analisis secara historis, bertujuan meneliti sejarah timbul dan perkembangan suatu
Lembaga kemasyarakatan tertentu.
2. Analisis komparatif, bertujuan menelaah suatu Lembaga kemasyarakatan tertentu
dalam berbagai lapisan masyarakat berlainan ataupun berbagai lapisan sosial
masyarakat tersebut. Cara analisis ini banyak sekali digunakan oleh para ahli
antropologi seperti Ruth Benedict, Margaret Mead, dan lain-lain.
3. Analisis fungsional, Lembaga-lembaga kemasyarakatan dapat pula diselidiki dengan
jalan menganalisis hubungan antara Lembaga-lembaga tersebut di dalam suatu
masyarakat tertentu. Pendekatan ini lebih menekankan hubungan fungsionalnya,
seringkali mempergunakan analisis-analisis historis dan komparatif.

F. COMFORMITY DAN DEVIATION


Masalah comformity dan deviation, berhubungan erat dengan social control.
Comformity berarti proses penyesuaian diri dengan masyarakat, dengan cara mengindahkan
kaidah dan nilai-nilai masyarakat. Deviation adalah penyimpangan terhadap kaidah dan nilai-
nilai dalam masyarakat. Diadakannya kaidah serta peraturan lain dalam masyarakat bermaksud
supaya ada comformity warga masyarakat terhadap nilai-nilai yang berlaku di dalam
masyarakat yang bersangkutan. Dalam masyarakat yang homogen dan tradisional, comformity
warga adalah kuat. Sedangkan, comformity di kota-kota (terutama di kota-kota besar) sangat
kecil, sehingga proses institutionalization sukar terjadi apabila disandingkan dengan
masyarakat-masyarakat yang ada di desa.
Dari sekian banyak teori yang telah dikembangkan oleh para sarjana ilmu-ilmu sosial
dan sosiologi, hanya akan dikemukakan teori dari Robert K. Merton. Beliau meninjau
penyimpangan (deviasi) dari sudut struktur sosial dan budaya. Menurut Merton, terdapat dua
unsur penting yaitu kerangka aspirasi dan unsur-unsur yang mengatur segala kegiatan untuk
mencapai aspirasi tersebut. Ada nilai-nilai sosial budaya yang merupakan rangkaian konsepsi-
konsepsi abstrak yang hidup di dalam alam pikiran bagian terbesar masyarakat tentang apa
yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Apabila terjadi ketidakserasian antara
aspirasi dengan saluran-saluran yang tujuannya untuk mencapai cita-cita tersebut, maka
terjadilah perilaku menyimpang atau deviant behavior. Berpudarnya pegangan pada kaidah-
kaidah, menimbulkan keadaan yang tidak stabil dan keadaan tanpa kaidah oleh Emile
Durkheim dinamakan anomie.
Pada innovation tekanan terlampau diletakkan pada nilai-nilai sosial budaya yang pada
suatu saat berlaku sedangkan warga masyarakat merasakan bahwa cara atau kaidah-kaidah
untuk mencapai tujuan tersebut kurang memadai. Ritualism terjadi pada masyarakat yang
berpegang teguh pada kaidah-kaidah yang berlaku walaupun harus mengorbankan nilai-nilai
sosial budaya yang ada dan berlaku. Retreatism terjadi apabila nilai-nilai sosial budaya yang
berlaku tak dapat tercapai melalui cara-cara yang teleah melembaga. Pada rebellion semua
nilai-nilai sosial budaya maupun kaidah-kaidah yang berlaku ingin diubah semua untuk diganti
dengan hal-hal yang baru.
Rumusan sederhana penyimpangan adalah bersifat statistik, karena yang dianggap
menyimpang adalah setiap hal yang terlalu jauh dengan keadaan normal (rata-rata). Pandangan
lain menganggap penyimpangan sebagai sesuatu yang bersifat patologis. Artinya ada suatu
penyakit, pandangan ini dilandaskan pada analogi dengan ilmu kedokteran. Organisme
manusia, apabila bekerja secara efisien dan tidak mengalami hal-hal yang kurang
mengenakkan, adalah organisme yang dikatakan sehat. Organ yang tidak berfungsi bersifat
patologis.
Beberapa sosiologi juga menggunakan model penyimpangan yang didasarkan pada
pandangan medis mengenai kesehatan dan penyakit. Mereka menelaah masyarakat atau bagian
tertentu dari suatu masyarakat, dan mempermasalahkan apakah terjadi gangguan terhadap
stabilitas yang menurunkan ketahanan masyarakat itu. Mereka mengadakan diskriminasi antara
ciri-ciri masyarakat yang mendorong terjadinya stabilitas (yang bersifat fungsional) dengan
faktor faktor yang mengganggu stabilitas (bersifat disfungsional).
Masalah-masalah mengenai fungsi suatu kelompok dan factor-faktor yang mungkin
menghalangi tercapainya tujuan kelompok, serigkali merupakan masalah politik. Seringkali
fungsi suatu kelompok atau organisasi di tentukan melalui pertentangn politik, sehingga
hakikat kelompok atau organisasi itu tidak tampak pandangan fungsional mengenai
penyimpangan, dengan cara tidak memperhintungkan aspek politik gejala tersebut, akan
mempersempit pemahaman.
Pandangan sosiologis secara relativistis, menganggap bahwa sikap tindak menyimpang
merupakan kegagalan mematuhi aturan-aturan kelompok. Pandangn tersebut paling dekat
dengan pendapat Becker, akan tetapi kurang memperhintungkan keraguan yang mungkin
timbul untuk menentukan aturan aturan mana yang dapat di jadikan tolak ukur.
BAB 6
LAPISAN MASYARAKAT ( STRATIFIKASI SOSIAL )
A. PENGANTAR
Seorang sosiologi yang terkemuka, yaitu Piritim A.Sorokin, pernah mengatakan bahwa
system lapisan merupakan ciri yang tepat dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup
teratur. Barangsiapa yang memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah yang sangat banyak
dianggap masyarakat yang berkedudukan dalam lapisan atas. Mereka yang tidak memiliki
sesuatu berharga dalam pandangan masyarakat mempunyai kededukan rendah.
Di antara lapisan yang atasan dan yang rendah itu, ditentukan oleh jumlah yang dapat
ditentukan oleh diri sendiri. Biasanya golongan yang ada dalam lapisan atasan itu
kedudukannya tinggi bersifat kumulatif. Sistem lapisan masyarakat tersebut dalam sosiologi
dikenal dengan social stratification Kata stratification berasal dari kata stratum (jamaknya:
strata yang berarti lapisan). Piritim A. Sorokin menyatakan bahwa social stratification adalah
pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis).
B. TERJADINYA LAPISAN MASYARAKAT
Lapisan masyarakat ini terjadi dengan sendirinya, ada pula yang dengan sengaja disusun
untuk mengejar suatu tujuan bersama. Alasan terbentuknya lapisan masyarakat terjadi dengan
sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur, sifat keaslian keanggotaan, kerabat seorang kepala
masyarakat, dan mungkin juga harta dalam batas-batas tertentu. Pada masyarakat Ngaju di
Kalimantan Selata, merupakan masyarakat yang mempunyai kedudukan yang tinggi.
Secara teoritis, manusia dianggap sederajat namun dalam kehidupan berkelompok-
kelompok social halnya demikian. Pembedaan lapisan ini bersifat universal, untuk meneliti
terjadinya proses-proses lapisan masyarakat terdapat dua tipe lapisan sosial, yaitu :
1. Pada sistem pertentangan yang ada dalam masyarakat, system demikian hanya
mempunyai arti khusus bagi masyarakat tertentu.
2. Sistem lapisan dapat dianalisis dalam arti-arti,
a. Distribusi hak-hak istimewa yang objektif seperti, penghasilan, kekayaan,
keselamatan
b. Sistem pertanggaan yang diciptakan oleh para warga masyarakat (prestise dan
penghargaan)
c. Kriteria system pertentangan dapat berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan
kelompok kerabat tertentu, milik, wewenang atau kekuasaan
d. Lambang-lambang kedudukan, seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian,
perumahan, keanggotaan pada suatu organisasi
e. Mudah atau sukarnya bertukar kedudukan
f. Solidaritas diantara individua tau kelompok-kelompok social yang menduduki
kedudukan yang sama dalam system social masyarakat :
a) Pola-pola interaksi (struktur klik, keanggotaan organisasi, perkawinan dll),
b) Kesamaan atau ketidaksamaan system kepercayaan, sikap dan nilai-nilai,
c) Kesadaran atau kedudukan masing-masingan,
d) Aktivitas sebagai organ kolektif.
Hal itu biasanya berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan wewenang resmi dalam
organisasi-organisasi formal, seperti pemerintahan, perusahaan, partai politik, angkatan
bersenjata atau perkumpulan. Kekuasaan dan wewnang merupakan system lapisan. Masyarakat
hendaknya hidup teratur kekuasaan dan wewenang jika tidak terbagi secara teratur maka besar
sekali pertentangan-pertentangan yang dapat membahayakan keutuhan masyarakat.

C. SIFAT SISTEM LAPISAN MASYARAKAT


Sifat sistem lapisan di dalam suatu masyarakat dapat bersifat tertutup (closes social
stratification) dan terbuka (open social stratification). Sistem lapisan yang bersifat tertutup
membatasi kemungkinan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan yang lain, baik yang
merupakan gerak keatas atau kebawah. Sedangkan system terbuka, setiap anggota masyarakat
mempunyai kesempatan yang berusaha dengan kecakapan sendiri untuk naik lapisan, atau bagi
mereka yang tidak beruntung jatuh dari lapisan yang atas kelapisan bawahnya.
Sistem kasta dalam india adalah yati, sedangkan sistemnya disebut varna. Menurut kitab
Rig-veda dan kitab Brahmana, dalam masyarakat india kuno dijumpai empat varna yang
tersusun dari atas kebawah. Masing masing adalah kasta Brahmana yang merupakan lapisan
tertinggi (pendeta), kesatria merupakan lapisan kedua (tentara), vaicia merupakan lapisan
ketiga (pedagang), dan sudra kasta orang orang biasa (rakyat jelata). Mereka yang tak berkasta
adalah golongan paria.
Sistem ini juga termasuk pada amerika serikat dengan golongan kulit putih dengan kulit
berwarna terutama orang orang negro system tersebut terkenal dengan segregation yang
sebenernya tidak jauh berbeda dengan system apartheid yang memisahkan golongan putih
dengan golongan asli pribumi diuni afrika selatan.
Sistem lapisan tertutup dijumpai pada masyarakat bali menurut kitab suci orang bali lapisan
pertama biasa disebut triwangsa, sedangkan lapisan terakhir disebut jaba yang merupakan
lapisan dengan jumlah warga terbanyak. Gelar gelar tersebut diwariskan menurut keturunan
laki laki yng sepihak patrilineal seperti idabagus, dewa, igusti merupakan gelar orang
brahmana.gelar kedua sampai dengan keempat bagi orang satria sedangkan kelima dan keenam
berlaku bagi orang vaicia. Orang sudra memakai gelar seperti pande, pasek.

D. KELAS-KELAS DALAM MASYARAKAT


Social class merupakan istilah dalam sosiologi yaitu mewujudkan sistem kedudukan-
kedudukan yang pokok dalam masyarakat. Adapun penjumlahan kelas yang disebut kelas
sistem artinya semua orang dan keluarga yang sadar akan kedudukan mereka itu diketahui dan
diakui oleh masyrakat umum. Lapisan yang berdasarkan atas kehormatan dinamakan
kelompok kedudukan (status goup).
Max weber mengadakan pembedaan antara dasar ekonomis dengan dasar kedudukan social
yang bersifat ekonomis dibaginya lagi kedalam sub kelas yang bergerak dalam bidang ekonomi
dengan menggunakan kecakapanya.
Joseph Schumpeter mengatakan bahwa kelas-kelas dalam masyarakat terbentuk karna
diperlukan untuk menyesuaikan masyarakat dengan keperluam-keperluan yang nyata.
Diinggris ada istilah tertentu seperti commoners, bagi orang biasa serta nobility bagi
bangsawan. Dalam masyarakat antonipahneto ditimur dimana kaum bangsawan disebut usif
untuk membedakannya dengan tog yang merupakan sebutan orang-orang biasa.
Definisi lain dari kelas sosial adalah berdasarkan beberapa kreteria tradisional, yaitu:
1. Besar atau ukuran jumlah anggota-anggotanya
2. Kebudayaan yang sama, yang menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban warganya
3. Kelanggengan
4. Tanda tanda atau lambing-lambang yang merupakan ciri-vciri khas
5. Batast-batas yang tegas
6. Antagonisme tertentu
Sehubungan dengan kreteria diatas kelas menyediakan kesempatan atau pasilitas-pasilitas
tertentu. Sosiologi menamakannya life chances.
E. LAPISAN DASAR MASYARAKAT
Kedudukan pada masyarakat yang tinggi itu bersifat kumulatif yang artinya mereka yang
memounyai bnayak uang akan mudah sekali mendapatkan tanah, kekuasaan danmungkin juga
kehormatan. Ukuran-ukuran yang biasa dipakai untuk menggolong menggolongkan anggota
masyarakat kedalam lapisan lapisan adalah :
1. Ukuran kekayaan (materil)
2. Ukuran kekuasaan
3. Ukuran kehormatan
4. Ukuran ilmu pengetahuan.
Ukuran-ukuran diatas menentukan sebagai dasar timbulnya sistem lapisan dalam
masyarakat tertrntu. Pada beberapa masyarakat tradisional diindonesia, golongan pembuka
tanahlah yang menduduki lapisan tertinggi. Kemudian, menyusul para pemilik tanah walaupun
mereka bukan keturunan pembuka tanah mereka disebut pribumi, sikep atau kulikencen. Lalu
menyusul yang mempunyai rumah saja disebut golongan kuligundul, dan akhirya mereka
menumpang saja pada mili tanah orang lain. Lapisan ini disebut”elit adalah nilai anggota, dan
lapisan atas merupakan golongan kecil dalam masyarakat yang mengendalikan masyarakat
tersebut.

F. UNSUR-UNSUR LAPISAN MASYARAKAT


Hal yang mewujudka unsur dalam teori sosiologi tentang system lapisan masyarakat adalah
kedudukan (status) dan peranan (role). System social adalah pola-pola yang mengatyr
hubungan timbal balik amtar individu dalam masyarakat dan antara individu dengan
masyarakatnya dan tingkah laku individu-individu tersebut. Untuk mendapatkan
gambaranyang agak mendalam dua hal tersebut berikut:

1. Kedudukan (status)
Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok
sosial. Kedudukan sosial artinya tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya
sehubungan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulanya, prestisenya,
dan hak-hak serta kewajiban-kewajibanya.
Secara abstrak, kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu ;ola tertentu.
Kedudukan hanya merupakan kumpulan hak-hak dan kewajiban karna hak dan
ewajiban dapat terlaksana melalui perantaraan individu sehingga sukar untuk
memisahkanya secara tegas dan kaku.
Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan, yaitu sebagai
berikut:
a. Ascribed status, yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa
memperhatikan perbedaan perbedaan rohaniah dan kemampuan. Ini diperoleh
karna klahiran seorang bangsawan adalah bangsawa pula namun demikian,
hascribed status tak hanya dijumpai pada masyarakat-masyarakat dengan lapisan
yang tertutup.
b. Achieved status adalah kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha
yang disengaja. Ini bersifst terbuka bagi siapa saja, tergantung dengan kemampuan
dan dlam mengejar tujuan-tujuannya.
c. Asigened atatus, merupakan kedudukan yang diberikan. Mempunyai hubungan
yang erat dengan achieved status artinya suatu kelompok atau golongan
memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang yang berjasa yang telah
memerjuangkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat.

2. Peranan (Role)
Peranan (Role) merupakan aspek dinamis kedudukn (status) apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukanya, dia menjalanlkan suatu
peranan. Pembedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu
pengetahuan. Setiap orang yang mempunya macam-macam peranan yang berasal dari pola-
pola pergaulan hidupnya. Pentingnya peranan adalah karna ia mengatur prilaku seseorang.
Hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyarakat merupakan hubungan antra peranan-
peranan individu dalam masyarakat, yang diatur norma-norma. Peranan mencakup tiga hal
yaitu sebagai berikut:
a. Peranan meliputi norma norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat.
b. Peranan merupakan suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu
dalam masyarakat sebagai organisasi
c. Peranan juga dapat dilakukan sebagai perilaku individu yang penting bagian
struktur sosial.
Sejalan dengan adanya status konflik,juga adanya konflik ofroles. Hal ini timbul krna
tidak sesuai untuk melaksanakan peranan yang diberikan oleh masyarakat kepadanya.
Lingkaran social adalah kelompok social dimana seseorang mendapatkan tempat serta
kesempatan melaksanakan perananya. Nilai-nilai social tersebut misalnya nilai ekonomis yang
tercipta dalam hubungan seorang bangkir dengan nasahabnya.
Pembahasan perihal aneka macam peranan yang melekat pada individu dalam
masyarakat pentig bagi hal-hal berikut:
a. Peranan-peranan tertntu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat hendak
mempertahankan kelangasungannya.
b. Peranan tersebut dilekatkan pada individu yang oleh masyarakat dianggap mampu
melaksanakanya.
c. Dalam masyarakat dijumpai individu yang tak mampu melaksanakan perananya
sebagai mana diharapkan oleh masyarakat karna pelaksanaanya memperlukan
pengorbanannya.
d. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan perananya, belum tentu
masyarakat akan mendapatkan peluang yang seimbang.

G. LAPISAN YANG SENGAJA DISUSUN


Di muka telah diterangkan bahwa ada lapisan yang sengaja disusun, dalam suatu organisasi
formal oleh mereka yang berwewenang untuk itu. Secara Panjang lebar hal tersenut diuraikan
oleh Chester F.Barnard dalam karanganya yang berjudul The Fungtions Of Status System.
Membahas system lapisan yang sengaja disusun dalam organisasi-organisasi formal untuk
mengejar suatu tujuan tertentu. Sistem kedudukan dalam organisasi organisasi formal timbul
karena perbedaan-perbedaan kebutuhan kepentimgan dan kemampuan individu system
pembagian kekuwasaan dan wewenang dalam organisasi-organisasi tersebut dibedakan
kedalam:
1. Sistem fungsional yang merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya
berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat,
2. Sistem skalar yang merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga kedudukan dari
bawah keatas.
Sistem kedudukan dalam organisasi formal timbul karna perbedaan-perbedaan kebutuhan,
kepentingan dan kemampuan individual yang mencakup hal sebagai berikut:
1. Perbedaan kemampuan individu
2. Perbedaan-perbedaan yang menyangkut kesukaran-kesukaran untuk melakukan
bermacam-macam jenis pekerjaan
3. Perbedaan kepentingan masing-masing jenis pekerjaan suatu kedudukan tinggi tergantung
dari kemampuan khusus untuk mengerjakan jenis pekerjaan yang penting
4. Keinginan pada kedudukan yang formal sebagai alat social atau alat organisasi
5. Kebutuhan akan perlindunga bagi seseorang .

H. MOBILITAS SOSIAL ( Social Mobility )


1. Pengerian Umum dan Jenis-jenis gerak Sosial
Gerak sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial (social structure) yaitu pola-pola
tetentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur sosial mencakup sifat-sifat
hubungan antara individu dalam kelompok dan hubungan antara individu dengan
kelompoknya. Tipe-tipe gerak sosial yang prinsipil ada dua ssmacam yaitu, Gerak sosial yang
horizontal merupakan peralihan individu atau objek objek social lainya dari suatu kelompok
social kekelompok social lainya yang sederajat. Dan Gerak Vertikal sebagai perpindahan
individu atau objek sosial dari suatu keduuukan sosial kekedudukan lainya sesuai dengan
arahanya, maka terdapat dua jenis gerak social Vertikal yaitu naik (social climbing) yaitu:
a. Masuknya individu yang mempunyai kedudukan rendah kedalam kedudukan yamg
leboh tinggi
b. Pembentukan suatu kelompk baru, yang kemudian ditempatkan pada derajat yang ebih
tinggi dari kedudukan individu pembentuk kelompok tersebut.
Dan gerak social Vertikal menurut (social sinking) yaitu :
a. Turunya kedudukan individu kekedudukan yang lebih rendah kedudukanya lainya
b. Turunya derajat sekelompok individu berupa disintegrasi kelompok sebagai kelompok
kesatuan.
c. Kedua bentuk tersebut di atas dapat diibaratkan sebagai seorang penumpang kapal laut
yang jatuh ke laut, atau sebagai kapal yang tenggelam Bersama seluruh penumpangnya
atau apabila kapal itu pecah.

2. Tujuan Penelitian Gerak Sosial


Para sosiolog meneliti gerak social untuk mendapatkan keterangan-keterangan perihal
keteraturan dan keluwesan struktur sosial. Dan mempunyai perhatian khusus terhadap
kesulitan-kesulitan yang secara relatif dialami oleh individu dan kelompok sosial dalam
mendapatkan kedudukan terpandang oleh masyarakat dalam persaingan. Pada masyarakat yang
berkasta tertutup, hamper taka da gerak sosial yang vertikal karena kedudukan seseorang telah
ditentukan sejak dilahirkan.
Dalam sistem lapisan terbuka, kedudukan yang hendak dicapai, tergantung pada usaha dan
kemampuan individu. Sifat terbuka dalam sistem lapisan dapat mendorong dirinya untuk
mencapai kedudukan yang lebih tinggi dan lebih terpandang dalam masyarakat.
3. Beberapa Prinsip Umum Gerak Sosial yang Vertikal
Gerak sosial horizontal seperti pindah pekerjaan yang sederajat, perpindahan penduduk
(urbanisasi, transmigrasi dan sebagainya). Prinsip-prinsip umum yang sangat penting bagi
gerak sosial vertikal adalah sebagai berikut :
a. Masyarakat yang sistem lapisannya mutlak tertutup, di mana sama sekali taka da gerak
sosial yang vertikal.
b. Masyarakat tak mungkin gerak sosial yang vertikal dilakukan dengan sebebas-
bebasnya dan tidak akan banyak hambatan.
c. Gerak sosial vertikal yang umum berlaku bagi semua masyarakat taka da.
d. Laju gerak sosial vertikal yang disebabkan oleh faktor ekonomi, politik serta pekerjaan
berbeda.
e. Berdasarkan bahan sejarah, khususnya dalam gerak sosial vertikal yang disebabkan
faktor-faktor ekonomis, politik dan pekerjaan, tak da kecenderungan yang kontinu
perihal bertambah dan berkurangnya laju gerak sosial.

4. Saluran Gerak Sosial Vertikal


Menurut Piritim A Sorokin, gerak sosial vertikal mempunyai saluran-saluran dalam
masyarakat. Proses gerakan sosial vertikal melalui saluran tadi sidebut social circulation.
Saluran yang terpenting adalah angkatan bersenjata, lembaga keagamaan, sekolah, organisasi
politik, ekonomi, dan keahlian.
Lembaga keagamaan merupakan salah satu saluran penting dalam gerak sosial vertikal
yaitu mempunyai kedudukan sederajat. Lembaga Pendidikan seperti sekolah, pada umumnya
merupakan saluran konkret gerak sosial vertikal, bahkan dianggap sebagai social elevator yang
bergerak dari kedudukan yang paling rendah ke kedudukan paling tinggi. Organisasi politik
seperti partai politik dapat memberi peluang besar bagi para anggotanya untuk naik dalam
pertanggaan kedudukan.
Bagaimanapun juga wujudnya suatu organisasi ekonomi umpamanya perusahaan
assembling mobil, perusahaan ekspor, travel bureau dan lainnya, organisasi tersebut peranan
penting saluran gerak sosial vertikal. Organisasi-organisasi keahlian seperti himpunan sarjana
ilmu pengetahuan tertentu, persatuan sastrawan, organisasi para pelukis dan sebagainya.

I. PERLUNYA SISTEM LAPISAN MASYARAKAT


Setiap masyarakat harus menempatkan individu-individu pada tempat-tempat tertentu
dalam struktur sosial dan mendorong mereka untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban
sebagai penempatan tersebut. Masyarakat menghadapi dua persoalan, yaitu pertama
menempatkan individu-individu tersebut dan kedua mendorong agar mereka melaksanakan
kewajibannya.
Dengan demikian, mau tidak mau ada sistem lapisan masyarakat karena gejala tersebut
sekaligus memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat yaitu penempatan individu dalam
tempat-tempat yang tersedia dalam struktur sosial dan mendorongnya agar melaksanakan
kewajiban yang sesuai dengan kedudukan serta peranannya.
Tak banyak individu yang dapat memenuhi persyaratan demikian, bahkan mungkin hanya
segolongan kecil dalam masyarakat. Oleh sebab itu, pada umumnya warga lapisan atas (upper-
class) tidak terlalu banyak apabila dibandingkan dengan lapisan menengah (minddle class) dan
lapisan bawah (lower class).
BAB 7
KEKUASAAN, WEWENANG DAN KEPEMIMPINAN
A. PENGANTAR
Perbedaan antara kekuasaan dengan wewenang adalah bahwa setiap kemampuan untuk
mempengaruhi pihak lain dapat dinamakan kekuasaan. Sementara itu, wewenang adalah
kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang, yang mempunyai dukungan atau
memdapat pengakuan dari masyarakat.
Adanya kekuasaan dan wewenang pada setiap masyarakat, merupakan gejala yang wajar.
Walaupun wujudnya kadang-kadang tidak disukai oleh masyarakat itu sendiri, karena sifatnya
yang mungkin abnormal menurut pandangan masyarakat yang bersangkutan. Setiap
masyarakat memerlukan suatu faktor pengikat atau pemersatu yang terwujud dalam diri
seseorang atau sekelompok orang-orang yang memiliki kekuasaan dan wewenang. Sebagai
suatu proses, baik kekuasaan maupun wewenang merupakan suatu pengaruh yang nyata atau
potensial. Mengenai pengaruh tersebut, diadakan pembedaan, sebagai berikut:

1. Pengaruh bebas yang didasarkan pada komunikasi dan bersifat persuasif


2. Pengaruh tergantung atau tidak bebas menjadi efektif karena ciri tertentu yang dimiliki oleh
pihak-pihak yang berpengaruh

B. HAKIKAT KEKUASAAN DAN SUMBERNYA


Max Weber mengatakan, kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang
untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus
menerap kannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-
golongan tertentu. Jadi kekuasaan terdapat di mana-mana, dalam hubungan sosial maupun di
dalam organisasi-organisasi sosial.
• Sifat dan hakikat kekuasaan:
1. SIMETRIS (hubungan persahabatan, hubungan sehari-hari, hubungan yang bersifat
ambivalen, Pertentangan antara mereka yang sejajar kedudukannya)
2. ASIMETRIS(popularitas, peniruan, mengikuti perintah, tunduk pada pemimpin formal atau
informal, tunduk pada seorang ahli, pertentangan antara mereka yang tidak sejajar
kedudukannya, hubungan sehari-hari)
• Sumber kekuasaan
1. SUMBER (Militer/ polisi/kriminal, ekonomi, politik, hukum, tradisi, ideologi“diversionary
power”).
2. KEGUNAAN (Pengendalian kekerasan , mengendalikan tanah/ buruh/ kekayaan material/
produksi, pengambilan keputusan, mempertahankan/ melancarkan interaksi,vsistem
kepercayaan nilai-nilai, pandangan hidup, kepetingan rekreatif).
Kekuasaan Tertinggi dalam masyarakat dinamakan pula kedaulatan (sovereignity) yang
biasanya dijalankan oleh segolongan kecil masyarakat. Oleh Gaetano Mosca, disebut the
rulling class.

C. UNSUR-UNSUR SALURAN KEKUASAAN DAN DIMENSINYA


Kekuasaan yang dapat di jumpai pada interaksi sosial antara manusia maupun antar
kelompok mempunyai beberapa unsur pokok, yaitu:
1. Rasa takut (menimbulkan kepatuhan terhadap segala kemauan orang yang ditakuti)
2. Rasa cinta(pihak yang berkuasa untuk menyenangkan semua pihak)
3. Kepercayaan (dapat timbul sebagai hasil hubungan langsung yang asosiatif).
4. Pemujaan (seseorang yang memegang kekuasaan mempunyai dasar pemujaan dari orang
lain.akibatnya adalah segala tindakan penguasa di benarkan)
Keempat unsur tersebut merupakan sarana yang biasanya digunakan oleh penguasa untuk
dapat menjalankan kekuasaan yang ada di tangannya.
Kekuasaan dalam pelaksanaannya dijalankan melalui saluran-saluran tertentu. Saluran-
saluran tersebut diantaranya sebagai berikut:
a. Saluran militer
b. Saluran ekonomi
c. Saluran politik
d. Saluran tradisional
e. Saluran ideologi
f. Saluran lainnya
Misalnya pada masyarakat tradisional, saluran tradisi akan lebih berhasil dalam
meyakinkan masyarakat daripada misalnya saluran militer.
Apabila dimensi kekuasaan ditealaah, maka ada kemungkinan-kemungkinan sebagai
berikut:
1. Kekuasaan yang sah dengan kekerasan
2. Kekuasaan yang sah tanpa kekerasan
3. Kekuasaan tidak sah dengan kekerasan
4. Kekuasaan tida sah tanpa kekerasan

D. CARA-CARA MEMPERTAHANKAN KEKUASAAN


• Cara-cara mempertahankan kekuasaan:
1. Dengan meninggalkan segenap peraturan lama, terutama dalam bidang politik, yang
merugikan kedudukan penguasa
2. Mengadakan sistem-sistem kepercayaan
3. Pelaksanaan administrasi dan birokrasi yang baik
4. Mengadakan konsolidasi secara horizontal dan vertikal
• Cara Memperkuat kedudukan
1. Menguasai bidang-bidang kehidupan tertentu
2. Penguasan bidang kehidupan dalam masyarakat yang dilakukan dengan paksa

E. BEBERAPA BENTUK LAPISAN KEKUASAAN


Menurut Maclver, ada tigapola umum sistem lapisan kekuasaan, yaitu :
1. Tipe kasta (sistem lapisan kekuasaan dengan garis pemisah yang tegas dan kaku)
2. Tipe oligarkis masih mempunyai garis pemisah yang tegas. Akan tetapi, dasar
pembedaan kelas sosial ditentukan oleh kebudayaan masyarakat.
3. Tipe demokratis menunjukkan kenyataan akan adanya garis pemisah antara lapisan
yang sifatnya mobil sekali.

F. WEWENANG
Max Weber, wewenang: suatu hak yang telah ditetapkan dalam suatu tata tertib sosialuntuk
menetapkan kebijaksanaan, menentukan keputusan mengenai persoalan yang penting.
Wewenang ada beberapa bentuk, yaitu :
1. Wewenang Kharismatis, Tradisional,dan Rasional (Legal)
Wewenang kharismatis merupakan wewenang yang didasarkan pada kharisma, yaitu
suatu kemampuan khusus yang ada pada diri seseorang.Contohnya Nabi, para Rasul, dan lain-
lain. Wewenang Tradisional dimiliki oleh orang-orang yamng menjadi anggota
kelompok,yang sudah lama sekali mempunyai kekuasaan didalam suatu
masyarakat. Wewenang Rasional atau Legal adalah wewenang yang disandarkan pada sistem
hukum yang berlaku dalam masyarakat.
2. Wewenang Resmi dan Tidak Resmi
Sering kali wewenang yang berlaku dalam kelompok-kelompok kecil disebut sebagai
wewenang tidak resmi karena bersifat spontan,situasional dan didasarkan pada faktor saling
mengenal. Wewenang resmi sifatnya sistmatis, diperhitungkan dan rasional, wewenag tersebut
sering dijumpai pada kelompok-kelompok besar yang memerlukan aturan-aturan tata tertib
yang tegas dan bersifat tetap.
3. Wewenang Pribadi dan Teritorial
Wewenang pribadi sangat tergantung pada solidaritas antara anggota-anggota
kelompok, dan unsur kebersamaan sangat memegang peranan. Wewenang teritorial,wilayah
tempat tinggal memegang peranan yang sangat penting.
4. Wewenang Terbatas dan Menyeluruh
Wewenang Terbatas adalah wewenang tidak mencakup semua bidang kehidupan, tetapi
hanya terbatas pada salah satu sektor atau bidang saja. Wewenang menyeluruh adalah
wewenang yangtidak dibatasi oleh bidang kehidupan tertentu.

G. KEPEMIMPINAN ( Leadership )
1. Umum
Kepemimpinan (Leadership) adalah kemampuan pemimpin untuk memengaruhi pengikut-
pengikutnya sehingga pengikutnya tersebut bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh
pemimpin tersebut. Kepemimpinan (Leadership) ada yang bersifat resmi (formal) dan tidak
resmi (informal).
2. Perkembangan Kepemimpinan dan Sifat-sifat Seorang Pemimpin
Sejak mula terbentuknya suatu kelompok sosial, seseorang diantara warganya melakukan
peranan yang lebih aktif daripada rekannya sehingga seseorang tampak lebih menonjol dari
lainnya.Itulah asal timbulnya kepemimpinan yang kebanyakan timbul dan berkembang dalam
struktur sosial yang kurang stabil.
Menurut mitologi Indonesia beberapa sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin,
diantaranya:
a. Indra Brata
b. Yama Brata
c. Surya Brata
d. Caci Brata
e. Dhana Brata
f. Paca Brata
g. Agni Brata

3. Kepemimpinan Menurut Ajaran Tradisional


Ajaran tradisional seperti di Jawa menggambarkan tugas seorang pemimpin melalui
pepatah berikut :
a. Ing ngarsa sang tulada ( Di muka memberi tauladan )
b. Ing madya mangun karsa ( Di tengah-tengah membangun semangat )
c. Tut Wuri Handayani ( Dari belakang memberikan pengaruh )
Pepatah tersebut digunakan oleh alm. Ki Hajar Dewantara.

4. Sandaran Kepemimpinan dan Kepemimpinan yang Dianggap Efektif


Seorang pemimpin harus mempunyai sandaran-sandaran kemasyarakatan atau social basis.
Masyarakat yang agraris belum ada spesialis biasanya kepemimpinan meliputi seluruh bidang
kehidupan masyarakat.
5. Tugas dan Metode
Secara sosiologis, tugas-tugas pokok seorang pemimpin adalah :
a. Memberikan suatu kerangka pokok yang jelas
b. Mengawasi, mengendalikan serta menyalurkan perilaku warga masyarakat
c. Bertindak sebagai wakil kelompok kepada dunia diluar
Suatu kepemimpinan dapat diterapkan dengan berbagai metode atau cara. Cara-cara
tersebut, yaitu:
a. Cara-cara otoriter
b. Cara demokratis
c. Cara bebas
BAB 8
PERUBAHAN SOSIAL DAN KEBUDAYAAN
A. PENGANTAR
Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan.
Perubahan mana dapat berupa perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok. Ada
pula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta ada pula
perubahan-perubahan yang pengaruhnya lambat sekali, akan tetapi ada juga yang berjalan
dengan cepat.
Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial,
pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam
masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya.
Perubahan dalam masyarakat memamang telah ada sejak zaman dahulu. Namun dewasa ini
perubahan-perubahan tersebut berjalan dengan sangat cepatnya, sehingga membingungkan
manusia yang menghadapinya. Perubahan-perubahan mana sering berjalan secara konstan. Ia
tersebut memang terikat oleh waktu dan tempat.

B. PEMBATASAN PENGERTIAN
1. Definisi
Para sosiologi maupun antropologi telah banyak mempersoalkan mengenai pembatasan
pengertian perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan. Supaya tidak timbul kekaburan,
pembicaraan akan dibatasi lebih dahulu pada perubahan-perubahan sosial. Dengan demikian
diinventarisasi rumusan-rumusan adalah seperti dibawah ini:
• William F. Ogburn berusaha memberikan suatu pengeryian tertentu, walau tidak
memberikan definisi tentang perubahan-perubahan sosial. Dia mengemukakan ruang
lingkup perubahan-perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material
maupun yang immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan
material terhadap unsur-unsur immaterial.
• Kingsley Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi
di dalam struktur dan fungsi masyarakat.
• Maclver lebih suka membedakan antara Utilitarian elements dengan cultural elements yang
didasari kepada kepentingan-kepentingan manusia yang primer dan skunder. Utilitarian
elements disebut civilization. Artinya, semua mekanisme dan organi-sasi yang dibuat
manusia dalam upaya menguasai kondisi-kondisi kehidupannya, termasuk di dalam sistem-
sistem organisasi sosial, teknik dan alat-alat material. Culture menurut Maclver adalah
ekspresi jiwa yang terwujud dalam cara-cara hidup dan berfikir, pergaulan hidup, seni
kesusastraan, agama, reaksi dan hiburan. Sebuah potret, novel, drama, film, permainan,
filsafat dan sebagainya, termasuk culture, karena hal-hal itu secara langsung memenuhi
kebutuhan manusia.
• Samuel Koenig mengatakan bahwa perubahan sosial menunjuk pada modifikasi-modifikasi
yang terjadi dalam pola kehidupan manusia. Modifikasi-modifikasi mana terjadi karena
sebab-sebab intern maupun sebab-sebab ekstern.
• Selo Soemardjan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam
suatu masyarakat, yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai,
sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Tekanan pada
definisi tersebut terletak pada lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan pokok
manusia, yang kemudian memengaruhi segi-segi struktur masyarakat lainnya.

2. Teori-teori Perubahan Sosial


Para ahli filsafat, sejarah, ekonomi, dan sosiologi telah mencoba untuk merumuskan
prinsip-prinsip atau hukum-hukum perubahan- perubahan sosial. Banyak yang berpendapat
bahwa kecenderungan terjadinya perubahan-perubahan sosial merupakan gejala wajar yang
timbul dari pergaulan hidup manusia.
Ahli lain berpendapat bahwa perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam
unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat, seperti misalnya perubahan
dalam unsur-unsur geografis, biologis, ekonomis, atau kebudayaan. Pitirim A. Sorokin
berpendapat bahwa segenap usaha untuk mengemukakan adanya suatu kecenderungan yang
tertentu dan tetap dalam perubahan-perubahan sosial tidak akan berhasil baik.
Beberapa sosiolog berpendapat bahwa ada kondisi-kondisi sosial primer yang
menyebabkan terjadinya perubahan. Misalnya kondisi- kondisi ekonomis, teknologis,
geografis, atau biologis menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada aspek-aspek
kehidupan sosial lainnya (William F. Ogburn menekankan pada kondisi teknologis).
Sebaliknya ada pula yang mengatakan bahwa semua kondisi tersebut sama pentingnya, satu
atau semua akan menelorkan perubahan-per- ubahan sosial.
Untuk mendapatkan hasil sebagaimana diharapkan, hubungan antara kondisi dan faktor-
faktor tersebut harus diteliti terlebih dahulu. Penelitian yang objektif akan dapat memberikan
hukum-hukum umum perubahan sosial dan kebudayaan. Di samping itu, juga harus diperha-
tikan waktu serta tempatnya perubahan-perubahan tersebut berlangsung.

C. HUBUNGAN ANTARA PERUBAHAN SOSIAL DAN PERUBAHAN


KEBUDAYAAN
Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan
kebudayaan." Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagiannya, yaitu: kesenian, ilmu
pengetahuan, teknologi, filsafat, dan seterusnya, bahkan perubahan-perubahan dalam bentuk
serta aturan-aturan organisasi sosial. Akan tetapi, perubahan tersebut tidak memengaruhi
organisasi sosial masyarakatnya. Perubahan-perubahan tersebut lebih merupakan perubahan
kebudayaan ketimbang perubahan sosial.
Sudah barang tentu ada unsur-unsur kebudayaan yang dapat dipisahkan dari masyarakat,
tetapi perubahan-perubahan dalam kebudayaan tidak perlu memengaruhi sistem sosial.
Seorang sosiolog akan lebih memerhatikan perubahan kebudayaan yang bertitik tolak dan
timbul dari organisasi sosial, serta memengaruhinya.
Namun, sukar pula dibayangkan terjadinya sosial tanpa didahului oleh suatu perubahan
kebudayaan Lembaga- lembaga kemasyarakatan seperti keluarga, perkawinan, hak milik,
perguruan tinggi, atau negara tak akan mengalami perubahan apa pun bila tak didahului oleh
suatu perubahan fundamental di dalam kebudayaan. Suatu perubahan sosial dalam bidang
kehidupan tertentu tidak mungkin berhenti pada satu titik karena perubahan di bidang lain akan
segera mengikutinya. Ini disebabkan karena struktur lembaga-lembaga kemasyarakatan
sifatnya jalin-berjalin.
Pada dewasa ini proses-proses pada perubahan-perubahan sosial dapat diketahui dari
adanya ciri-ciri tertentu, yaitu sebagai berikut.
1. Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya karena setiap masyarakat
mengalami perubahan yang terjadi secara lambat atau secara cepat.
2. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu, akan diikuti dengan
perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial lainnya. Karena lembaga-
lembaga sosial tadi sifatnya interdependen, maka sulit sekali untuk mengisolasi
perubahan pada lembaga-lembaga sosial tertentu saja.
3. Perubahan-perubahan sosial yang cepat biasanya mengakibatkan dis- organisasi yang
bersifat sementara karena berada di dalam proses yang penyesuaian diri.
4. Perubahan-perubahan tidak dapat dibatasi pada bidang kebendaanatau bidang spiritual
saja karena kedua bidang tersebut mempunyai kaitan timbal balik yang sangat kuat.
5. Secara tipologis, perubahan-perubahan sosial dapat dikategorikan sebagai berikut
• Social proces: the circulation of various rewards, facilities, and personnel in an
existing structure.
• the proliferation of structural units that do not differ qualitatively from existing
units.
• Structural change: the emerge of qualitatively new complexes of roles and
organization.
• Changes in group structure: the shifts in the composition of groups, the level of
consciousness of groups, and the relations among the groups in society.

D. BEBERAPA BENTUK PERUBAHAN SOSIAL DAN KEBUDAYAAN


1. Perubahan Lambat dan Perubahan Cepat
a) Unilinear theories of evolution
Teori ini pada pokoknya berpendapat bahwa manusia dan masyarakat (termasuk
kebudayaan) mengalami perkembangan sesuai dengan tahap-tahap tertentu, bermula dari
bentuk yang sederhana, kemudia bentuk yang komplek sampai pada tahap yang sempurna.
b) Universal theory of evolution
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidaklah perlu melalui tahap-
tahap tertentu yang tetap. Teori ini mengemukakan bahwa kebudayaan manusia telah
mengikuti suatu garis evolusi yang tertentu. Prinsip-prinsip teori ini diuraikan oleh Herbert
Spencer yang antara lain mengatakan bahwa masyarakat merupakan hasil perkembangan dari
kelompok homogen ke kelompok yang heterogen, baik sifat maupun susunannya.
c) Multilined theories of evolution
Teori ini lebih menekankan pada penelitian-penelitian terhadap tahap-tahap
perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat, misalnya, mengadakan penelitian perihal
pengaruh perubahan sistem pencaharian dari sistem berburu ke pertanian, terhadap sistem
keke- luargaan dalam masyarakat yang bersangkutan dan seterusnya.
2. Perubahan Kecil dan Perubahan Besar
Perubahan-perubahan kecil merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-
unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat.
Sebaliknya, suatu proses industrialisasi yang berlangsung pada masyarakat agraris, misalnya,
merupakan perubahan yang akan membawa pengaruh besar pada masyarakat. Pelbagai
lembaga kemasyarakatan akan ikut terpengaruh misalnya hubungan kerja, sistem milik tanah,
hubungan kekeluargaan, stratifikasi masyarakat, dan seterusnya
3. Perubahan yang Dikehendaki (Intended-Change) atau Perubahan yang Direncanakan
(Planned-Change) dan Perubahan yang Tidak Dikehendaki (Unintended- Change) atau
Perubahan yang Tidak Direncanakan (Unplanned-Change)
Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan
atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan
perubahan di dalam masyarakat. Konsep perubahan yang dikehendaki dan yang tidak
dikehendaki tidak mencakup paham apakah perubahan-perubahan tadi diharapkan atau tidak
diharapkan oleh masyarakat. Pada umumnya sulit mengadakan ramalan tentang terjadinya
perubahan- perubahan yang tidak dikehendaki. Karena proses tersebut biasanya tidak hanya
merupakan akibat dari satu gejala sosial saja, tetapi dari pelbagai gejala sosial sekaligus.

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN PERUBAHAN SOSIAL DAN


KEBUDAYAAN
1. Bertambah atau Berkurangnya Penduduk
2. Penemuan Penemuan Baru
3. Pertentangan (Conflict) Masyarakat
4. Terjadinya Pemberontakan atau Revolusi
a) Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada di sekitar manusia
b) Peperangan
c) Pengaruh kebudayaan masyarakat lain

F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JALANNYA PROSES


PERTUMBUHAN
1. Faktor-Faktor yang Mendorong Jalannya Proses Perubahan
a) Kontrak dengan kebudayaan lain
b) Sistem pendidikan formal yang maju
c) Sikap Menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju
d) Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation), yang bukan
merupakan delik
e) Sistem terbuka lapisan masyarakat (open stratification)
f) Penduduk yang heterogen
g) Keetidak puasa masyarakat terhadap bidang-bisang kehidupan tertentu
h) Orientasi ke masa depan
i) Nilai bahwa manusai harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya
2. Faktor-Faktor yang Menghalangi Terjadinya Perubahan
a) Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain
b) Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat
c) Sikap masyarakat yang sangat tradisional
d) Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau vested interests
e) Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan
f) Prasangka terhadap hal-hal yang baru atau asing atau sikap yang tertutup
g) Hambatan-hambatan yang besifat ideologis
h) Adat atau kebudayaan
i) Nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki

G. PROSES PERTUMBUHAN SOSIAL DAN KEBUDAYAAN


1. Penyesuaian Masyarakat terhadap Perubahan
Keserasian atau harmoni dalam masyarakat (social equilibrium) merupakan keadaan yang
diidam-idamkan setiap masyarakat. Keserasian masyarakat dimaksudkan sebagai suatu
keadaan di mana lembaga-lembaga kemasyarakatan yang pokok benar-benar berfungsi dan
saling mengisi.
Setiap kali terjadi gangguan terhadap keadaan keserasian, masyarakat dapat menolaknya
atau mengubah susunan lembaga-lembaga kemasya- rakatannya dengan maksud menerima
unsur yang baru. Akan tetapi, kadangkala unsur baru dipaksakan maksudnya oleh suatu
kekuatan. Apabila masyarakat tidak dapat menolaknya karena unsur baru tersebut tidak
menimbulkan kegoncangan, pengaruhnya tetap ada, tetapi sifatnya dangkal dan hanya terbatas
pada bentuk luarnya. Norma-norma dan nilai-nilai sosial tidak akan terpengaruh olehnya dan
dapat berfungsi secara wajar.
Adakalanya unsur-unsur baru dan lama yang bertentangan secara bersamaan memengaruhi
norma-norma dan nilai-nilai yang kemudian berpengaruh pula pada warga masyarakat. Apabila
ketidakserasian dapat dipulihkan kembali setelah terjadi suatu perubahan, keadaan tersebut
dinamakan penyesuaian (adjustment). Bila sebaliknya yang terjadi, maka dinamakan
ketidakpenyesuaian sosial (maladjustment) yang mungkin mengakibatkan terjadinya anomie.
2. Saluran-saluran Perubahan Sosial
Saluran-saluran perubahan sosial dan kebudayaan (avenue or channel of change)
merupakan saluran-saluran yang dilalui oleh suatu proses perubahan. Umumnya saluran-
saluran tersebut adalah lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam bidang pemerintahan,
ekonomi, pendidikan, agama, rekreasi, dan seterusnya. Lembaga kemasyarakatan tersebut
menjadi titik tolak, tergantung pada cultural focus masyarakat pada suatu masa yang tertentu.
Dengan singkat dapatlah dikatakan bahwa saluran tersebut berfungsi agar sesuatu
perubahan dikenal, diterima, diakui, serta dipergunakan oleh khalayak ramai, atau dengan
singkat, mengalami proses institutionalization (pelembagaan).
3. Disorganisasi (Disintegrasi) dan Berorganisasi (Reintegrasi)
a. Pengertian
Organisasi merupakan artikulasi dari bagian-bagian yang merupakan suatu kesatuan
fungsional. Tubuh manusia, misalnya, terdiri dari bagian- bagian yang masing-masing
mempunyai fungsi dalam rangka hidupnya seluruh tubuh manusia sebagai suatu kesatuan.
Suatu disorganisasi atau disintegrasi mungkin dapat dirumuskan sebagai suatu proses
berpudarnya norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat karena perubahan-perubahan yang
terjadi pada lembaga- lembaga kemasyarakatan. Sementara itu, reorganisasi atau reintegrasi
adalah suatu proses pembentukan norma-norma dan nilai-nilai baru agar serasi dengan
lembaga-lembaga kemasyarakatan yang telah mengalami perubahan.
Tahap reorganisasi dilaksanakan apabila norma-norma dan nilai- nilai yang baru telah
melembaga (institutionalized) dalam diri warga masyarakat. Berhasil atau tidaknya proses
pelembagaan (institutionalization) tersebut dalam masyarakat mengikuti formula sebagai
berikut.
b. Suatu Gambaran Mengenai Disorganisasi dan Reorganisasi
Gambaran mengenai disorganisasi dan reorganisasi dalam masyarakat pernah dilukiskan
oleh William. I. Thomas dan Florian Znaniecki dalam karya klasiknya yang berjudul The
Polish Peasant in Europe and Amerika. Khusus tentang On Disorganization and
Reorganization, mereka membentangkan pengaruh dari suatu masyarakat yang tradisional dan
masyarakat yang modern terhadap jiwa para anggotanya. Watak atau jiwa seseorang paling
tidak merupakan pencerminan kebudayaan masyarakatnya.
c. Ketidakserasian Perubahan-Perubahan dan Ketertinggalan Budaya (Cultural Lag)
Suatu teori yang terkenal di dalam sosiologi mengenai perubahan dalam masyarakat adalah
teori ketertinggalan budaya (cultural lag) dari William F. Ogburn.50 Teori tersebut mulai
dengan kenyataan bahwa pertumbuhan kebudayaan tidak selalu sama cepatnya dalam
keseluruhannya seperti diuraikan sebelumnya, tetapi ada bagian yang tumbuh cepat, sedangkan
ada bagian lain yang tumbuhnya lambat. Perbedaan antara taraf kemajuan dari berbagai bagian
dalam kebudayaan dari suatu masyarakat dinamakan cultural lag (artinya ketertinggalan kebu-
dayaan). Juga suatu ketertinggalan (lag) terjadi apabila laju perubahan dari dua unsur
masyarakat atau kebudayaan (mungkin juga lebih) yang mempunyai korelasi, tidak sebanding
sehingga unsur yang satu ter- tinggal oleh unsur lainnya.
H. ARAH PERUBAHAN ( Direction Of Change )
Hal yang jelas adalah perubahan bergerak meninggalkan faktor yang diubah. Akan tetapi,
setelah meninggalkan faktor itu, mungkin perubahan itu bergerak kepada sesuatu bentuk yang
sama sekali baru, mungkin pula bergerak ke arah suatu bentuk yang sudah ada di dalam waktu
yang lampau. Usaha-usaha masyarakat Indonesia yang bergerak ke arah modernisasi dalam
pemerintahan, angkatan bersenjata, pendidikan, dan industrialisasi yang disertai dengan usaha
untuk menemukan kembali kepribadian Indonesia merupakan contoh kedua arah yang
berlangsung pada waktu yang sama dalam masyarakat kita. Guna memperoleh gambaran jelas
mengenai arah perubahan termaksud, akan diberikan suatu contoh yang diambil dari Social
Changes in Yogyakarta.
Sikap dan alam pikiran mengenai keduniawian tersebut, antara lain juga menyebabkan
perubahan-perubahan pada sikap serta alam keluarga-keluarga batih. Dewasa ini anak-anak
bebas memilih lapangan pekerjaan yang disukainya; demikian pula mengenai agama, mereka
bebas memilih agama yang akan dianut. Walau belum sepenuhnya bebas, seseorang dapat
memilih sendiri teman hidupnya.
Sebagaimana telah dikatakan sebelumnya bahwa suatu perubahan bergerak meninggalkan
faktor yang diubah. Salah satu jenis perubahan dapat dilakukan dengan mengadakan
modernisasi. Garis besarnya akan diuraikan di bawah ini sebagai penutup dari bab perubahan-
perubahan sosial dan kebudayaan.
Apabila seseorang mempelajari perubahan masyarakat, perlu dike- tahui arah mana
perubahan tersebut itu bergerak. Hal yang jelas adalah perubahan bergerak meninggalkan
faktor yang diubah. Akan tetapi, setelah meninggalkan faktor itu, mungkin perubahan bergerak
kepadi sesuatu bentuk yang sama sekali baru, atau mungkin pula bergerak ke arah suatu bentuk
yang sudah ada di dalam waktu yang lampau.
I. MODERNISASI
a. Pengertian
Proses modernisasi mencakup proses yang sangat luas. Kadang- kadang batas-batasnya tak
dapat ditetapkan secara mutlak. Di Indonesia, misalnya, modernisasi terutama ditekankan pada
sektor pertanian, di samping sektor lainnya.
Modernisasi merupakan suatu bentuk perubahan sosial. Biasanya merupakan perubahan
sosial yang terarah (directed change) yang didasarkan pada perencanaan (jadi juga merupakan
intended atau planned-change) yang biasa dinamakan social planning. Modernisasi merupakan
suatu persoalan yang harus dihadapi masyarakat yang bersangkutan karena prosesnya meliputi
bidang-bidang yang sangat luas, menyangkut proses disorganisasi, problema-problema sosial,
konflik antarkelompok, hambatan-hambatan terhadap perubahan, dan sebagainya.
b. Disorganisasi, Transformasi, dan Proses dalam Modernisasi
Seperti telah diuraikan di muka, disorganisasi adalah proses berpu darnya atau melemahnya
norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat karena adanya perubahan. Perwujudan
disorganisasi yang nyata adalah timbulnya masalah-masalah sosial. Masalah sosial dapat
dirumuskan sebagai penyimpangan (deviation) terhadap norma-norma kemasyara katan yang
merupakan persoalan bagi masyarakat pada umumnya Suatu masalah sosial adalah peranan-
peranan sosial khusus yang dimiliki oleh individu di dalam masyarakat atas dasar tradisi atau
kelahiran dan juga peranan atas dasar perbedaan kelamin, yang dalam suatu proses perubahan
mengalami kegoyahan.
Misalnya persoalan-persoalan yang berhubungan erat dengan community organization,
pembagian kerja, aktivitas untuk mengisi waktu- waktu senggang, dan selanjutnya. Pada awal
proses modernisasi yang biasanya berupa industrialisasi," pengangguran merupakan persoalan
yang meminta perhatian mendalam.
Di samping itu, tentu akan dapat dijumpai perlawanan terhadap transformasi sebagai akibat
adanya modernisasi. Keyakinan yang kuat terhadap kebenaran tradisi, sikap yang tidak toleran
terhadap penyimpangan-penyimpangan, pendidikan, dan perkembangan ilmiah yang
tertinggal, merupakan beberapa faktor yang menghambat proses modernisasi.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa yang sangat berpengaruh pada penerimaan
atau penolakan modernisasi, terutama adalah sikap dan nilal, kemampuan menunjukkan
manfaat unsur yang baru. serta kesepadanannya dengan unsur-unsur kebudayaan yang ada.
Ada kemungkinan bahwa modernisasi bertentangan dengan kebudayaan yang ada atau
memerlukan pola-pola baru yang belum ada. Selain itu, ada kemungkinan bahwa unsur-unsur
tertentu dari modernisasi menggantikan unsur-unsur yang lama (sehingga bukan merupakan
tambahan).
c. Beberapa Syarat Modernisasi
1. Cara berpikir yang ilmiah (scientific thinking) yang melembaga dalam kelas penguasa
maupun masyarakat.Hal ini menghendaki suatu sistem pendidikan dan pengajaran yang
terencana dan baik.
2. Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi.
3. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur dan terpusat pada suatu
lembaga atau badan tertentu.
4. Hal ini memerlukan penelitian yang kontinu agar data tidak tertinggal 4. Penciptaan
iklim yang favorable dari masyarakat terhadap modernisasi dengan cara penggunaan
alat-alat komunikasi massa. Hal ini harus dilakukan tahap demi tahap karena banyak
sangkut pautnya dengan sistem kepercayaan masyarakat (belief system).
5. Tingkat organisasi yang tinggi, di satu pihak berarti disiplin, sedangkan di lain pihak
berarti pengurangan kemerdekaan.
6. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial (social planning)
Apabila itu tidak dilakukan, perencanaan akan terpengaruh oleh kekuatan-kekuatan dari
kepentingan-kepentingan yang ingin mengubah perencanaan tersebut demi kepentingan suatu
golongan kecil dalam masyarakat.

J. RINGKASAN MASALAH
1.
a. Setiap masyarakat selama hidupnya, pasti mengalami perubahan. Perubahan bagi
masyarakat yang bersangkutan maupun bagi orang luar yang menelaahnya, dapat
berupa perubahan-perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok.
b. Perubahan-perubahan di dalam masyarakat dapat mengenai nilai- nilai sosial, pola-
pola perilaku, organisasi, susunan, lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-
lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan
selanjutnya.
c. Dengan diakuinya dinamika sebagai inti jiwa masyarakat, maka banyak sarjana
sosiologi modern yang mencurahkan perhatiannya pada masalah-masalah
perubahan sosial dan kebudayaan dalam masyarakat.
2. Perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di
dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sis- tem sosialnya, termasuk di dalamnya
nilai-nilai, sikap-sikap dan pola- pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat.
3. Para sosiolog maupun ahli-ahli lainnya, banyak yang pernah mengemukakan tentang
teori-teori perubahan sosial dan kebudayaan.
4.
a. Teori perubahan sering dipersoalkan mengenai perbedaan antara perubahan sosial
dengan kebudayaan. Perbedaan yang demikian, tergantung dari adanya perbedaan
definisi antara pengertian ten tang masyarakat dan tentang kebudayaan.
b. Sebenarnya di dalam kehidupan sehari-hari, acapkali tidak mudah untuk
menentukan letak garis pemisah antara perubahan sosial dan kebudayaan.
5. Bentuk-bentuk perubahan, antara lain adalah:
1) Perubahan lambat dan perubahan cepat
2) Perubahan kecil dan perubahan besar.
3) Perubahan yang dikehendaki (intended change) atau perubahan yang direncanakan
(planned change) dan perubahan yang tidak dikehendaki (unintended change) atau
perubahan yang tidak direncanakan (unplanned change). Apakah contoh-
contohnya?
6. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial dan kebudayaan adalah:
a. sebab yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri
i. Bertambah atau berkurangnya penduduk,
ii. penemuan-penemuan baru
iii. Pertentangan-pertentangan dalam masyarakat,
iv. Terjadinya pemberontakan atau revolusi di dalam tubuh ma-syarakat itu sendiri.
Adakah sebab-sebab lainnya?
b. Sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat:
1. sebab-sebab yang berasal dari lingkungan fisik yang ada di sekitar manusia,
2. peperangan dengan negara lain,
3. pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya proses perubahan adalah:
a. Faktor-faktor yang mendorong jalannya proses perubahan:
1) kontak dengan kebudayaan lain
2) sistem pendidikan yang maju
3) Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keingin
4) Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan menyimpang,
5) sistem lapisan masyarakat yang terbuka,
6) penduduk yang heterogen,
7) ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupantertentu,
8) orientasi ke muka,
9) nilai meningkatkan taraf hidup.
b. Faktor-faktor yang menghambat terjadinya perubahan.
1) kurangnya hubungan dengan masyarakat-masyarakat lain,
2) perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat,
3) sikap masyarakat yang tradisionalistis,
4) adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau vested
interests, kebudayaan,
5) rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi
6) prasangka terhadap hal-hal yang baru/asing,
7) hambatan ideologis,
8) kebiasaan,
9) nilai pasrah
8.
a. Keserasian dalam masyarakat (social equilibrium) merupakan keadaan yang diidam-
idamkan dalam masyarakat. Dengan keserasian dalam masyarakat dimaksudkan
sebagai suatu keadaan di mana lembaga-lembaga kemasyarakatan yang pokok
berfungsi saling mengisi.
b. Suatu perbedaan dapat diadakan antara penyesuaian dari lembaga-lembaga
kemasyarakatan dan penyesuaian individu dalam masyarakat. Yang pertama
menunjuk pada suatu keadaan, dimana masyarakat berhasil menyesuaikan lembaga-
lembaga kemasyarakatan dengan keadaan yang mengalami perubahan sosial,
sedangkan yang kedua menunjuk pada usaha-usaha individu untuk menyesuaikan diri
dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang telah diubah atau diganti.
9. Saluran-saluran yang dilalui oleh suatu proses perubahan dalam masya rakat pada umumn
adalah lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam bidang pemerintahan, ekonomi, pendidikan,
agama, rekreasi dan seterusnya. Lembaga kemasyarakatan mana yang merupakan titik to- lak,
tergantung pada cultural focus masyarakat pada suatu masa yang tertentu.

10.
a. Organisasi merupakan artikulasi dari bagian-bagian yang merupakan bagian dari satu
kebulatan yang sesuai dengan fungsinya masing- masing.
b. Disorganisasi atau disintegrasi adalah proses berpudarnya norma- norma dan nilai-nilai
dalam masyarakat, dikarenakan adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam
lembaga-lembaga kema- syarakatan.
c. Reorganisasi atau reintegrasi adalah proses pembentukan norma- norma dan nilai-nilai
yang baru agar sesuai dengan lembaga-lem- baga kemasyarakatan yang mengalami
perubahan. Reorganisasi dilaksanakan apabila norma-norma dan nilai-nilai yang baru
telah melembaga (institutionalized) dalam diri warga.
11.
a. Di dalam masyarakat seringkali terjadi ketidakserasian dalam perubahan-perubahan
unsur-unsur masyarakat atau kebudayaan.
b. Ketidakserasian tersebut di atas menimbulkan apa yang dinamakan ketertinggalan
budaya (cultural lag). Bagaimana mengatasinya:

12. Apabila seseorang mempelajari perubahan masyarakat, perlu diketahui ke arah mana
perubahan tersebut itu bergerak. Yang jelas perubahan bergerak meninggalkan faktor yang
diubah. Akan tetapi, setelah meninggalkan faktor itu, mungkin perubahan bergerak kepada
sesuatu bentuk yang sama sekali baru, akan tetapi mungkin pula bergerak ke arah suatu bentuk
yang sudah ada di dalam waktu yang lampau.
13.
a. Di dalam proses modernisasi tercakup suatu transformasi total dari kehidupan bersama
yang tradisional atau pramodern dalam artian teknologis serta organisasi sosial, ke arah
pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri negara-negara Barat yang stabil.
b. Syarat-syarat modernisasi:
1. Cara berpikir yang ilmiah,
2. Sistem administrasi negara yang baik,
3. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur,
4. Penciptaan iklim yang favourable dari masyarakat,
5. Tingkat organisasi yang tinggi,
6. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan social planning. Terapkan dalam
kenyataan!
BAB 9
MASALAH SOSIAL DAN MANFAAT SOSIOLOGI
A. PENGANTAR
Gejala-gejala yang tidak dikehendaki merupakan gejala abnormal atau gejala-gejala
patologis. Ini dikarenakan unsur-unsur masyarakat tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya sehingga menyebabkan kekecewaan-kekecewaan dan penderitaan. Dalam masalah
tersebut bersifat sosial karena bersangkut paut dengan hubungan antar manusia dan di dalam
kerangka bagian-bagian kebudayaan yang normatif. Selain itu juga, ada masalah yang tidak
bersumber pada penyimpangan norma-norma masyarakat tetapi lebih banyak mengenai
susunannya, seperti masalah penduduk, pengangguran dan disorganisasi keluarga serta desa.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi disorganisasi adalah dengan
mengadakan suatu perencanaan sosial (social planning).

B. MASALAH SOSIAL, BATASAN, DAN PENGERTIAN


Sebenarnya masalah sosial merupakan hasil dari proses perkembangan masyarakat.
Artinya, masalah memang sewajarnya timbul apabila tidak diinginkan adanya hambatan-
hambatan terhadap penemuan-penemuan baru atau gagasan baru. Masalah sosial merupakan
akibat interaksi sosial antara individu antara individu dengan kelompok, atau antar kelompok.
Interaksi sosial berkisar pada ukuran nilai adat istiadat tradisi, dan ideologi yang ditandai
dengan suatu proses sosial yang disosiatif.
Secara biologis manusia mempunyai dua kebutuhan yang fundamental yaitu kebutuhan
pada makanan dan hidup. Ada juga kebutuhan kebutuhan lain atas dasar unsur biologis yang
timbul karena pergaulan dalam masyarakat yaitu kedudukan sosial, peranan sosial, dan
sebagainya. Para sosiologi telah banyak mengusahakan adanya indeks-indeks tersebut seperti
misalnya indeks simple rates, ya itu jangka laju gejala-gejala abnormal dalam masyarakat,
angka-angka, bunuh diri, perceraian, kejahatan anak-anak dan seterusnya. Ada juga sistem
composite indices, yaitu gabungan indeks-indeks dari bermacam-macam aspek yang
mempunyai kaitan satu dengan yang lainnya.

Petunjuk terjadinya masalah sosial:


1. Simple rates
2. Composite indexes
3. Komposisi penduduk
4. Social distance
5. Partisipasi sosial

C. KLASIFIKASI MASALAH SOSIAL DAN SEBAB-SEBABNYA


Masalah sosial timbul dari kekurangan-kekurangan dalam diri manusia atau kelompok
sosial yang bersumber pada faktor-faktor ekonomis, biologis, biopsikologis, dan kebudayaan.
Sesuai dengan sumbernya masalah sosial dapat diklasifikasikan dalam 4 kategori. Masalah-
masalah yang berasal dari faktor ekonomis antara lain kemiskinan, pengangguran, dan
sebagainya. Dari faktor psikologis timbul persoalan seperti penyakit saraf bunuh diri,
disorganisasi jiwa, dan seterusnya. Sementara persoalan yang menyangkut perceraian,
kejahatan, kenakalan anak-anak konflik rasial, dan keagamaan bersumber dari faktor
kebudayaan.
Suatu persoalan tertentu tidak selalu merupakan bagian dari satu kategori yang tertentu
pula. Suatu perencanaan ekonomis misalnya, menyangkut soal penduduk, sumber alam,
pendidikan, dan seterusnya. Masalah perpindahan penduduk yang terlalu cepat, misalnya dapat
disebabkan karena adanya kebijaksanaan sosial yang baru sehubungan dengan adanya
kemajuan-kemajuan di bidang teknologi.

D. UKURAN-UKURAN SOSIOLOGIS TERHADAP MASALAH SOSIAL


Di dalam menentukan apakah suatu masalah-masalah problema sosial atau tidak, sosiologi
menggunakan beberapa pokok persoalan sebagai ukuran, yaitu sebagai berikut:

1) Kriteria utama
Suatu masalah sosial, yaitu tidak adanya persesuaian antara ukuran-ukuran dan nilai-nilai
sosial dengan kenyataan-kenyataan serta tindakan-tindakan sosial. Unsur-unsur yang pertama
dan pokok masalah sosial adalah adanya perbedaan yang mencolok antara nilai-nilai dengan
kondisi-kondisi nyata kehidupan titik artinya adanya kepincangan-kepincangan antara
anggapan-anggapan masyarakat tentang apa yang seharusnya terjadi dengan apa yang terjadi
dalam kenyataan pergaulan hidup.

2) Sumber-sumber sosial masalah sosial


Pernyataan tersebut seringkali diartikan secara sempit, yaitu masalah sosial merupakan
persoalan-persoalan yang timbul secara langsung atau bersumber langsung pada kondisi-
kondisi maupun proses sosial. Jadi, sebab-sebab terpenting masalah sosial haruslah bersifat
sosial. Ukurannya tidaklah semata-mata pada perwujudannya yang bersifat sosial tetapi juga
pada sumbernya. Hal yang pokok di sini adalah bahwa akibat gejala-gejala baik gejala sosial
maupun gejala bukan sosial menyebabkan masalah sosial. Inilah yang antara lain menjadi
ukuran bagi sosiologi.

3) Pihak-pihak yang menetapkan apakah suatu kepincangan merupakan masalah


sosial atau tidak
Dalam masyarakat, merupakan gejala yang wajar jika sekelompok warga masyarakat
menjadi pimpinan masyarakat tersebut. Golongan kecil tersebut mempunyai kekuasaan dan
wewenang yang lebih besar dari orang-orang lain untuk membuat serta menentukan kebijakan
sosial. Hal itu tidak mungkin, karena setiap manusia sesuai dengan kedudukan dan peranannya
dalam lapisan masyarakat, mempunyai nilai dan kepentingan-kepentingan yang berbeda.
Dalam hal ini para sosiolog harus mempunyai hipotesis sendiri untuk kemudian diujikan pada
kenyataan-kenyataan yang ada titik sikap masyarakat itu sendirilah yang menentukan apakah
suatu gejala merupakan suatu masalah sosial atau tidak.
4) Manifest social problems dan latent social problems
Ada nilai-nilai dan tindakan yang sebenarnya tidak disukai masyarakat, tetapi tetap
diterima atau bahkan dipaksakan berlalunya. Dalam hal ini seseorang sosiolog harus mampu
untuk memisahkan antara nilai-nilai yang diterima oleh masyarakat dengan nilai-nilai yang
tidak disukai, tetapi diterima juga (mungkin karena terpaksa). Manifest social problems
merupakan masalah sosial yang timbul sebagai akibat terjadinya kepincangan kopincangan
dalam masyarakat yang dikarenakan tidak sesuainya tindakan dengan norma dan nilai yang ada
dalam masyarakat. Latent social problems juga menyangkut hal-hal yang berlawanan dengan
nilai-nilai masyarakat tetapi tidak diakui demikian halnya.
5) Perhatian masyarakat dan masalah sosial
Suatu kejadian yang merupakan masalah sosial belum tentu mendapat perhatian yang
sepenuhnya dari masyarakat titik sebaliknya, suatu kejadian yang mendapat sorotan
masyarakat belum tentu merupakan masalah sosial. Hal yang perlu diketahui juga adalah
bahwa semakin jauh jarak sosial antara orang-orang yang kemalangan dengan orang-orang
yang mengetahui hal itu semakin kecil pula simpati yang timbul dan juga semakin kecil
perhatian terhadap kejadian tadi. Suatu masalah yang merupakan manifest social problem
adalah kepincangan-kepincangan yang menurut keyakinan masyarakat dapat diperbaiki,
dibatasi, atau bahkan dihilangkan.

E. BEBERAPA MASALAH SOSIAL PENTING


Ada beberapa persoalan yang dihadapi oleh masyarakat-masyarakat yang pada umumnya
sama yaitu misalnya sebagai berikut:
1. Kemiskinan
Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara
dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan
tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Kemiskinan dianggap sebagai
masalah sosial apabila perbedaan kedudukan ekonomis para warga masyarakat ditentukan
secara tegas. Faktor-faktor yang menyebabkan mereka membenci kemiskinan adalah
kesadaran bahwa malaikat telah gagal untuk memperoleh lebih daripada apa yang telah
dimilikinya dan perasaan akan adanya ketidakadilan. Secara sosiologis, sebab-sebab timbulnya
masalah kemiskinan adalah karena salah satu lembaga kemasyarakatan tidak berfungsi dengan
baik, yaitu lembaga kemasyarakatan di bidang ekonomi.
2. Kejahatan
Berdasarkan sosiologis, kejahatan disebabkan karena kondisi-kondisi dan proses-proses
sosial yang sama yang menghasilkan perilaku-perilaku sosial lainnya. Analisis terhadap
kondisi dan proses proses tersebut menghasilkan dua kesimpulan, yaitu pertama, terdapat
hubungan antara variasi angka kejahatan dengan variasi organisasi-organisasi sosial di mana
kejahatan tersebut terjadi. Kedua para sosiolog berusaha untuk menentukan proses-proses yang
menyebabkan seseorang menjadi penjahat. Analisis ini bersifat sosial psikologis. Beberapa ahli
menekankan pada beberapa bentuk proses seperti imitasi, pelaksanaan peranan sosial, asosiasi
diferensial, kompensasi, identifikasi, konsepsi diri pribadi dan kekecewaan yang agresif
sebagai proses-proses yang menyebabkan seseorang menjadi penjahat.
Untuk mengatasi masalah kejahatan, kecuali tindakan preventif dapat pula diadakan
tindakan-tindakan represif antara lain dengan teknik rehabilitasi. Menurut Cressey, ada dua
konsepsi mengenai teknik rehabilitasi tersebut. Konsepsi pertama menciptakan sistem dan
program-program yang bertujuan untuk menghukum orang-orang jahat tersebut. Sistem serta
program-program tersebut bersifat reformatif, misalnya hukuman bersyarat, hukuman
kurungan serta hukuman penjara. Konsepsi kedua lebih ditekankan pada usaha agar penjahat
dapat berubah menjadi orang biasa atau orang yang tidak jahat. Suatu studi yang pernah
dilakukan di Yugoslavia misalnya memberikan petunjuk bahwa timbulnya white collar crime
karena situasi sosial memberikan peluang titik situasi tersebut justru dimulai oleh golongan
yang seyogianya memberikan contoh teladan kepada masyarakat luas.
3. Disorganisasi keluarga
Disorganisasi keluarga adalah perpecahan keluarga sebagai suatu unit karena anggota-
anggotanya gagal memenuhi kewajiban-kewajibannya yang sesuai dengan peranan sosialnya.
Disorganisasi keluarga ini mungkin terjadi pada masyarakat masyarakat sederhana karena
suami sebagai kepala keluarga gagal memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer keluarganya atau
mungkin karena dia menikah lagi. Pada umumnya masalah tersebut disebabkan karena
kesulitan-kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan kebudayaan. Pada
hakikatnya, disorganisasi keluarga pada masyarakat yang sedang dalam keadaan transisi
menuju masyarakat yang modern dan kompleks disebabkan karena keterlambatan untuk
menyesuaikan diri dengan situasi sosial ekonomis yang baru.
4. Masalah generasi muda dalam masyarakat modern
Masalah generasi muda pada umumnya ditandai oleh dua ciri yang berlawanan, yakni
keinginan untuk melawan (misalnya dalam bentuk radikalisme dan sebagainya) dan sikap yang
apatis (misalnya penyesuaian yang membabi buta terhadap ukuran moral generasi tua).
Kemungkinan timbul ketidakseimbangan antara kedewasaan sosial dengan kedewasaan
biologis terutama di dalam proses modernisasi. Dalam situasi demikian, seorang pemuda
merasa dirinya telah dewasa secara biologis tetapi secara sosial belum. Memang, di dalam
masyarakat sederhana meningkatnya usia berarti meningkatnya kebijaksanaan seseorang, yang
merupakan ukuran bagi pengalaman-pengalamannya karena kedudukan-kedudukan penting
diduduki orang-orang yang telah berusia.
5. Peperangan
Peperangan mungkin merupakan masalah sosial paling sulit dipecahkan sepanjang sejarah
kehidupan manusia. Masalah peperangan berbeda dengan masalah sosial lainnya karena
menyangkut beberapa masyarakat sekaligus, sehingga memerlukan kerjasama internasional
yang hingga kini belum berkembang dengan baik. Peperangan merupakan satu bentuk
pertentangan dan juga suatu lembaga kemasyarakatan. Peperangan merupakan bentuk
pertentangan yang setiap kali diakhiri dengan suatu akomodasi. keadaan dewasa ini yang sering
disebut sebagai perang dingin.
6. Pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat
Pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat masih banyak terjadi di golongan
masyarakat. Beberapa pelanggaran tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
• Pelacuran
• Delinkuensi anak-anak
• Alkoholisme
• Homoseksualitas
Itulah beberapa pelanggaran-pelanggaran yang saat ini masih banyak dilakukan oleh
masyarakat kita. Agar bisa untuk setidaknya menurunkan tingkat pelanggaran tersebut, maka
harus ada peraturan dan hukumnya disertai juga dengan kerjasama masyarakat dan juga
pemikiran masyarakat.
7. Masalah kependudukan
Penduduk suatu negara, pada hakikatnya merupakan sumber yang sangat penting bagi
pembangunan sebab penduduk merupakan subjek serta objek pembangunan. Salah satu
tanggung jawab utama negara adalah meningkatkan kesejahteraan penduduk serta mengambil
langkah-langkah pencegahan terhadap gangguan kesejahteraan. Tujuan utama suatu proses
pembangunan adalah untuk secara bertahap meningkatkan produktivitas dan kemakmuran
penduduk secara menyeluruh. Masalah tingginya angka kelahiran akan dapat diatasi dengan
melaksanakan program keluarga berencana yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan ibu-ibu dan juga anak-anak maupun keluarga secara menyeluruh. Tujuan lain
adalah untuk meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat dengan mengurangi angka
kelahiran sehingga pertumbuhan penduduk tidak melebihi kapasitas produksi.
8. Masalah lingkungan hidup
Biasanya yang dipikirkan mengenai lingkungan hidup adalah hal-hal atau segala sesuatu
yang berada di sekitar manusia baik sebagai individu maupun dalam pergaulan hidup.
Pencemaran lingkungan merupakan salah satu akibat dari subsidi energi yang dimasukkan oleh
manusia ke dalam lingkungan buatannya. Semula diduga bahan pencemar hanyalah terdiri dari
bahan-bahan yang relatif baru, seperti misalnya plastik, kaleng, dan lain sebagainya. Di
samping itu, perbuatan-perbuatan atau tingkah laku manusia dapat pula digolongkan dalam
bahan pencemar yang kemudian menghancurkan dirinya sendiri.
9. Birokrasi
Pengertian birokrasi menunjuk pada suatu organisasi yang dimaksudkan untuk
mengerahkan tenaga dengan teratur dan terus-menerus untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Atau dengan kata lain birokrasi merupakan organisasi yang bersifat hirarkis yang ditetapkan
secara rasional untuk mengkoordinasikan pekerjaan orang-orang untuk kepentingan
pelaksanaan tugas-tugas administratif.
Di dalam karangan max Weber mengemukakan kekhawatirannya akan akibat-akibat
perkembangan birokrasi yang sangat pesat, karena di dalam birokrasi, setiap petugas mendapat
tempat tertentu yang tetap, ibarat sebuah roda bergigi dalam sebuah mesin. Gejala tersebut
disebabkan manusia terlalu mendambakan suatu tata tertib sehingga apabila tata tertib tidak
ada, dia akan kehilangan pegangannya.

F. PEMECAHAN MASALAH SOSIAL


Berbagai usaha telah dilakukan manusia untuk mengatasi masalah sosial tetapi tidak ada
hasil yang memuaskan. Ada metode-metode yang bersifat preventif dan represif. Metode yang
preventif jelas lebih sulit dilaksanakan karena harus didasarkan pada penelitian yang mendalam
terhadap sebab-sebab terjadinya masalah sosial. Metode represif lebih banyak digunakan.
Artinya, setelah suatu gejala dapat dipastikan sebagai masalah sosial, baru diambil tindakan-
tindakan untuk mengatasinya. Dalam mengatasi masalah sosial, tidaklah semata-mata melihat
aspek sosiologis tetapi juga aspek-aspek lainnya. Dengan demikian, diperlukan suatu
kerjasama antara ilmu pengetahuan kemasyarakatan pada khususnya untuk memecahkan
masalah sosial yang dihadapi tadi.

G. PERENCANAAN SOSIAL (sosial planning)


Perencanaan sosial pada dewasa ini menjadi ciri umum bagi masyarakat yang sedang
mengalami perubahan atau perkembangan. Auguste comte, berpendapat bahwa manusia
mempunyai kemampuan untuk melihat jauh ke muka serta untuk mengendalikan tujuannya.
Pernyataan ini dikembangkan lebih lanjut oleh Lester F.Ward dengan menggunakan istilah
sosial telesis untuk menunjuk pada arah yang dituju suatu masyarakat.
Menurut sosiologi, suatu perencanaan sosial harus didasarkan pada pengertian yang
mendalam tentang bagaimana kebudayaan berkembang dari taraf yang rendah ke taraf yang
modern dan kompleks di mana dikenal industri, peradaban kota, dan selanjutnya. Menurut
George A. lundberg, ketidak sanggupan untuk memecahkan masalah sosial disebabkan:
• Kurangnya pengertian terhadap sifat hakikat masyarakat dan kekuatan-kekuatan yang
membentuk hubungan antar manusia.
• Kepercayaan bahwa masalah sosial dapat diatasi dengan semata-mata mendasarkannya
pada suatu keinginan untuk memecahkan persoalan tadi, tanpa mengadakan penelitian-
penelitian yang mendalam dan objektif.
Menurut Lunberg, kesukaran yang utama terletak pada kepercayaan umum bahwa
hubungan-hubungan sosial tidak tunduk pada penelitian ilmiah dan juga karena masyarakat
percaya bahwa pemecahan pemecahan masalah sosial telah diketahui dan tinggal diterapkan
saja. Kepercayaan tersebut keliru sekali karena setiap masalah sosial harus diteliti agar
diketahui faktor-faktornya supaya ditemukan cara-cara untuk mengatasinya.
H. TOKOH-TOKOH YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN ILMU
SOSIOLOGI
Beberapa tokoh dunia yang mempengaruhi dari ilmu sosiologi ini diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Auguste comte (1798 - 1857)
2. Herbert Spencer (1820 - 1903)
3. Emile Durkheim (1858 - 1917)
4. Max Weber (1864 - 1920)
5. Charles Horton Cooley (1864 - 1929)
6. Pierre Guillaurne Frederic Le Play (1806 - 1882)
7. Ferdinand Tonnies
8. Leopold Von Wiese (1876 - 1949)
9. Alfred Vierkandt (1867 - 1953)
10. Lester Frank Ward (1841-1913)
11. Vilfredo Pareto (1848-1923)
12. Georg Simmel (1858-1918)
13. William Graham Summer (1840-1910)
14. Robert Ezra Park (1864-1944)
15. Karl Mannheim (1893-1947)

I. MANFAAT PENELITIAN SOSIAL BAGI PEMBANGUNAN


1. Pengantar
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan di segala bidang kehidupan yang
dilakukan secara sengaja berdasarkan suatu rencana tertentu. Pembangunan nasional di
Indonesia misalnya merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan berdasarkan rencana
tertentu, dengan sengaja, dan memang dikehendaki baik oleh pemerintah yang menjadi pelopor
pembangunan maupun masyarakat. Proses pembangunan terutama bertujuan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik secara spiritual, maupun material.
2. Cara melangsungkan pembangunan
Di muka telah dijelaskan secara ringkas tujuan yang ingin dicapai oleh pembangunan. Di
samping itu, juga telah disajikan cita-cita yang terkandung dalam pembangunan itu.
Pembangunan untuk mencapai tujuan tertentu itu dapat dilakukan, pada dasarnya dikenal cara-
cara:
• Struktural, yang mencakup perencanaan, pembentukan, dan evaluasi terhadap lembaga-
lembaga sosial, prosedurnya serta pembangunan secara material
• Spiritual, yang mencakup watak dan pendidikan dalam penggunaan cara-cara berpikir
secara ilmiah
• Struktural dan spiritual.
Cara-cara tersebut dapat ditempuh karena secara analitis masyarakat terdiri dari struktur
sosial yang mencakup ekonomi teknologi dan sistem kedudukan serta peranan.
3. Syarat yang diperlukan
Untuk berlangsungnya suatu pembangunan diperlukan syarat kemauan yang keras, serta
kemampuan untuk dapat memanfaatkan setiap kesempatan bagi keperluan pembangunan.
Masyarakat harus aktif memecahkan masalah-masalah dan memiliki sikap terbuka bagi
pikiran-pikiran dan usaha-usaha baru. Diperlukan juga kelompok-kelompok yang kreatif atau
minoritas pemimpin-pemimpin yang kreatif serta masa yang kritis dan juga tersedianya modal
serta bahan baku untuk proses pembangunan.
4. Tahap-tahap pembangunan
Tahap-tahap pembangunan dikenal juga dengan tahap perencanaan penerapan, atau
pelaksanaan, dan evaluasi. Dalam tahap perencanaan perlu diadakan identifikasi terhadap
berbagai kebutuhan masyarakat pusat perhatiannya, stratifikasi sosial pusat kekuasaan maupun
saluran komunikasi.
Pada tahap penerapan atau pelaksanaan perlu diadakan penyorotan terhadap kekuatan
sosial dalam masyarakat. Dalam tahap evaluasi diadakan Analisis terhadap efek pembangunan
sosial. Kiranya sulit membayangkan keberhasilan pembangunan apabila tidak diadakan
evaluasi terhadap apa yang telah dicapai sebab mengadakan pembangunan tidaklah cukup
apabila hanya dilandasi iktikad baik dan semangat saja.
5. Penelitian sosiologis
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang dilandaskan pada analisis dan konstruksi.
Analisis dan konstruksi dilakukan secara metodologis sistematis dan konsisten. Ini bertujuan
untuk mengungkapkan kebenaran sebagai salah satu manifestasi hasrat manusia untuk
mengetahui apa yang dihadapinya dalam kehidupan. Penelitian sosiologis merupakan proses
pengungkapan kebenaran yang didasarkan pada penggunaan konsep-konsep dasar yang
dikenal dalam sosiologi sebagai ilmu. Konsep sosiologi tersebut dikenal sebagai interaksi
sosial, kelompok sosial, kebudayaan sosial, lembaga sosial, lapisan sosial, kekuasaan dan
wewenang, perubahan sosial dan terakhir masalah sosial.
6. Manfaat penelitian sosiologis bagi pembangunan
Apabila pembicaraan mengenai manfaat penelitian sosiologis dibatasi pada kaitannya
dengan tahap-tahap pembangunan pada tahap perencanaan pembangunan diperlukan data yang
relatif lengkap mengenai masyarakat yang akan dibangun. Segala hasil penelitian sosiologis
yang telah dilakukan pada tahap perencanaan dan penerapan akan dapat digunakan sebagai
bahan yang akan dinilai pada tahap evaluasi. Pada tahap evaluasi dapat diadakan penilaian
dengan menggunakan beberapa ilmu pengetahuan.
7. Penutup
Indonesia merupakan masyarakat majemuk karena mencakup berbagai suku. Masing-
masing suku mempunyai kebudayaan khusus tersendiri yang menjadi identitasnya.
Kemajemukan inilah yang dihadapi dalam proses pembangunan nasional. Penelitian-penelitian
sosiologis akan dapat memberikan data yang diperlukan untuk mengadakan keserasian tersebut
sehingga pertentangan yang negatif dapat dihindarkan dengan cara yang persuasif.
BAB 10
PENUTUP
A. PENGANTAR
Setelah menelaah isi buku ini, yang baru merupakan suatu pengantar untuk kemudian lebih
memperdalam sosiologi sebagai suatu ilmu, bahwa sosiologi sebagai ilmu pengetahuan
terlampau abstrak. Kadang-kadang timbul pendapat lain kalau sosiologi bersifat terlalu khusus.
Atau sosiologi kurang peka terhadap kebutuhan-kebutuhan atau pertimbangan-pertimbangan
sosial. Pada tahun tiga puluhan Lynd dan Mills pada tahun lima puluhan pernah
mengkhawatirkannya.
Responsif terhadap siapa? Pertanyaan demikian timbul karena adanya kemungkinan bahwa
sosiologi akan kehilangan sifat kritisnya terhadap masalah-masalah yang terjadi dalam
masyarakat, sehingga manfaatnya berpudar atau melemah.
Pertanyaan demikian timbul karena adanya kemungkinan bahwa sosiologi akan kehilangan
sifat kritisnya terhadap masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat, sehingga manfaatnya
berpudar atau melemah. Seorang sosiolog yang mengadakan penelitian untuk kepentingan
praktis, misalnya untuk kepentingan lembaga-lembaga tertentu. Atas dasar hasil-hasil
penelitian itu, mungkin lembaga tersebut dapat bekerja secara lebih efisien dan efektif.
Misalnya, penelitian mengenai pasaran barang-barang industri tertentu, akan membantu dan
sangat penting bagi perkembangan industri tersebut. Tetapi kegiatan semacam itu ada pula
risikonya, yakni pengembangan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan mungkin agak
terbengkalai.
Apalagi bila peneliti lebih cenderung untuk melakukan penelitian terapan ketimbang
penelitian dasar. Para sosiolog Amerika sejak tahun dua puluhan dan tiga puluhan telah
berusaha untuk membentuk pendapat umum yang menentang rasialisme dan prasangka.
Disamping itu kegiatan-kegiatan ilmiah juga diarahkan untuk dapat menyusun program-
program sosial serta usaha-usaha untuk mengatasi terjadinya gangguan terhadap ketertiban.
Terdapat pula suatu perhatian terhadap masalah kemiskinan. Akan tetapi hasil-hasil penelitian
lebih banyak diarahkan pada kemiskinan yang disebabkan oleh karena seorang warga
masyarakat kehilangan atau terganggu peranan sosialnya. Jadi, tekanannya lebih tertuju pada
kesejahteraan individual daripada struktur sosial secara menyeluruh yang sangat
mempengaruhi tersedianya kesempatan untuk membenahi dan memper kuat peranan sosial
seseorang.
Beberapa sosiolog berasumsi bahwa dasar keutuhan masyarakat adalah adanya kesatuan
cita-cita dan pendapat mengenai nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku. Adanya konflik
dianggap sebagai suatu gejala yang wajar dan penting juga untuk diperhatikan.
Perubahan perubahan juga pasti akan terjadi, walaupun cenderung perlahan- lahan karena
senantiasa tergantung pada perubahan sikap dan kepercayaan Pola pendekatan ini biasanya
dinamakan pola konsensus atau model konsensus yang kadang-kadang dianggap agak
konservatif. Akan tetapi, yang sangat dominan dan penting dalam tertib sosial adalah kenyataan
bahwa suatu kelompok lebih berkuasa dari kelompok-kelompok lainnya.
Kelompok Masyarakat merupakan suatu arena konflik yang nyata maupun potensial.
Berkuasa akan menggunakan sistem kepercayaan yang ada, Pada media massa dan sistem
pendidikan, untuk mempertahankan dan mengembangkan kekuasaannya. Model konflik ini
sangat menarik hati para sosiolog yang tengah menaruh perhatian pada proses perubahan sosial.
B. KETERKAITAN PUBLIC SPEAKING DENGAN SOSIOLOGI KOMUNIKASI
1. Pengantar
Public speaking atau berbicara kepada umum, merupakan suatu kegiatan yang berintikan
pada interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan suatu hubungan di mana terjadi proses saling
pengaruh mempengaruhi antara para individu, antara individu dengan kelompok, maupun antar
kelompok. Proses interaksi sosial demikian merupakan salah-satu lingkup sosiologi seba- gai
ilmu dan juga sosiologi komunikasi sebagai salah-satu pengkhususannya. Interaksi sosial
sebagai suatu lingkup sosiologi berintikan pada komunikasi, sehingga sudah sewajarnya
apabila tumbuh pengkhususan dalam wujud sosiologi komunikasi. Dalam tulisan ini akan
dibahas beberapa aspek sosiologi komunikasi yang berkaitan erat dengan public-speaking.
2. Khalayak yang Dihadapi
Seorang public speaking akan menghadapi khalayak tertentu, yang terdiri lebih dari satu
orang, dengan jumlah maksimal yang kadang-kadang tidak dapat ditentukan batas batasnya.
Kadang-kadang khalayak tersebut mempunyai derajat heterogenitas yang relatif tinggi
sehingga kemungkinan menghadapi khalayak yang benar-benar homogen secara sempurna
hampir-hampir tidak terjadi. Heterogenitas itu mungkin ada dilihat dari sudut kebudayaan
khusus yang dianut, orientasi politik yang berbeda, latar-belakang pendidikan informal dan
formal yang berlainan, agama yang tidak sama, suku yang tidak seragam, dan seterusnya.
Dalam hal ini biasanya ada kemungkinan bahwa dalam hal-hal tertentu ada masalah-
masalah umum yang dialami oleh khalayak tersebut, hal mana dapat dipergunakan sebagai
patokan umum untuk memberikan public speech. Tidak mustahil bahwa khalayak yang
dihadapi mempunyai taraf kecerdasan yang berbeda beda. Salah-satu akibatnya adalah bahwa
taraf kemam- puan untuk memahami hal-hal yang disampaikan oleh pembicara juga berbeda.
Karena khalayak terdiri dari orang banyak, maka sulit diciptakan hubungan batiniah antara
pembicara dengan khalayak. Dengan demikian hubungan antara pembicara dengan khalayak
biasanya bersifat impersonal.
3. Usaha agar Khalayak Menjadi Pendengar yang Aktif
Seorang pembicara pertama-tama harus mengusahakan, agar khalayak menjadi pendengar
yang baik. Sudah tentu bahwa tidak mungkin mengusahakan agar semua orang menjadi
pendengar yang baik; yang penting adalah bahwa sebagian besar menjadi pendengar yang baik,
sehingga dapat menetralisasikan gangguan yang berasal dari orang-orang yang hadir karena
iseng belaka. Halangan-halangan untuk dapat menjadi pendengar yang baik adalah sebagai
berikut:
a. Kesulitan mendengarkan apa yang dibicarakan, karena sebab-sebab teknis (misalnya,
“sound-system” yang tidak berfungsi) atau karena sebab-sebab medis
b. Gangguan dalam pandangan
c. Hal-hal yang mengalihkan perhatian, misalnya kebisingan
d. Kelelahan atau keadaan sakit
e. Ruang lingkup perhatian yang sempit
f. Ada pekerjaan yang belum terselesaikan
g. Waktu yang terbatas
h. Melamun
Kemampuan untuk mendengarkan pembicaraan orang dengan baik, merupakan salah-satu
landasan bagi adanya pemahaman. Pertama-tama seorang pembicara harus dapat memberikan
pengantar yang menarik perhatian khalayak, hal mana hanya dapat dilakukan apabila
pembicara ter- lebih dahulu telah memperoleh data awal mengenai khalayak yang dihadapinya.
Pengantar yang menarik tersebut bertujuan untuk menciptakan suasana yang menyenangkan
terutama bagi khalayak. Suasana yang menyenangkan ini biasanya terjadi apabila khalayak
merasa dirinya dihargai oleh pembicara. Identifikasi ini tidak akan mungkin terjadi apabila
sejak semula timbul kesan, bahwa pembicara menempatkan diri pada posisi yang lebih tinggi
dari khalayak. Kesan ini timbul apabila semenjak semula pembicara membanggakan dirinya
secara berlebih-lebihan. Biasanya hal ini terjadi pada waktu pembicara memperkenalkan
dirinya. Akan tetapi kadang-kadang pembicara perlu menempatkan dirinya pada posisi yang
lebih tinggi. Kadang-kadang dijumpai juga khalayak yang menganggap pembicara adalah
orang yang baru muncul dalam bidangnya sehingga masih berstatus pemula.
Langkah kedua yang perlu dilakukan agar khalayak mendengarkan hal-hal yang
dibicarakan adalah menciptakan kewibawaan. Mungkin hal ini yang paling sulit dilakukan,
oleh karena berkaitan hal-hal yang lebih dititik. Beratkan pada aspek spiritual.
4. Usaha untuk Mempengaruhi Khalayak
Pembicara tentunya harus berusaha untuk mempengaruhi khalayak agar tujuan-tujuan
tertentu dapat dicapai. Cara-cara dan tahap-tahap yang harus dilaksanakan dan dilalui sangat
tergantung pada tujuan dan isi pesan yang ingin disampaikan. Agar diperoleh suatu gambaran
yang jelas, akan dikemukakan suatu contoh, di mana pembicara berfungsi sebagai
pembaharuan atau pengubah . Kalau seorang pembicara berfungsi sebagai pembaharu, maka
pertama-tama yang harus dilakukannya adalah mengembangkan suasana, dalam mana
diperlukan suatu perubahan. Kadang-kadang seorang pembaharu perlu menyadarkan khalayak,
bahwa ada sesuatu yang perlu diubah untuk mencapai tingkat kehidupan tertentu.
Mula-mula pembicara mengemukakan masalah yang sama-sama dihadapi, misalnya,
rendahnya taraf hidup dan manusia harus senantiasa berusaha meningkatkan taraf hidupnya
dengan berikhtiar. Kecuali itu, maka pembicara juga harus meyakinkan khalayak, bahwa
mereka mempunyai kemampuan untuk mengubah keadaan, agar supaya menjadi lebih baik.
Sesudah mengemukakan hal itu, maka pembicara harus dapat menciptakan keadaan yang baik.
Artinya, bahwa khalayak mulai menghargai pembicara, sehingga hubungan yang serasi itu
harus tetap dipelihara dengan baik. Kegiatan itu merupakan langkah kedua yang seyogyanya
dilaksanakan pembicara yang berfungsi sebagai pembaharu. Pada langkah atau tahap ketiga,
pembicara mencoba dan mengajak khalayak untuk mengadakan diagnosis terhadap keadaan
yang dihadapi. Dalam tahap ini harus dijelaskan mengapa timbul masalah, dan mengapa selama
ini masalah-masalah tersebut tidak dapat ditanggulangi. Namun, diagnosis ini hendaknya
dilandaskan pada kepentingan khalayak dan bukan pembicara.
Selanjutnya pada langkah keempat pembicara berusaha untuk menanamkan keinginan, agar
keadaan yang dihadapi diubah. Artinya, pembicaraan diarahkan pada usaha agar khalayak
mempunyai keinginan atau hasrat yang kuat untuk mengubah keadaan, sehingga dapat diduga
bahwa pada suatu waktu keinginan tadi akan berubah menjadi tindakan tindakan yang nyata.
Pada tahap kelima pembicara seyogyanya berusaha untuk menjelaskan keuntungan dan
kerugian sebagai akibat terjadinya perubaha
5. Kemampuan-kemampuan yang diperplukan
Seorang pembicara seyogyanya mempunyai pelbagai kemampuan agar dapat melakukan
public speaking dengan baik dan benar. Kemampuan- kemampuan tersebut hanya akan dapat
dipunyai apabila yang bersangkutan mempunyai wawasan yang luas, karena banyak membaca,
peka terhadap masalah-masalah di sekitarnya, dan secara cepat merekam kejadian-kejadian
yang penting.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka seyogyanya seorang pembicara di muka umum
mempunyai kemampuan-kemampuan, sebagai berikut:
a. Menyajikan dengan Bahasa yang sederhana tetapi benar, sehingga mudah dimengerti
khalayak
b. Menyajikan bahan secara sistematis
c. Menguasai bahan yang disajikan dengan baik
d. Memberikan contoh-contoh sederhana tetapi penting yang berasal dari kehidupan
sehari-hari
e. Menyesuaikan diri dengan khalayak secara serta merta dan cepat
f. Tidak emnimbalkan keteganga, walaupun harus menyajikan hal-hal yang kadang-
kadang bersifat kontroversial
g. Memberikan opini yang positif
h. Berdiskusi dengan lancer, membimbing khalayak kea rah kemampuan untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya secara mandiri, mengakui
keterbatasan pengetahuannya

6. Penutup
Merupakan penerapan konsep-konsep sosiologi komunikasi tertentu. Hal ini bukan berarti
bahwa seorang pembicara senantiasa harus merupakan sarjana sosiologi, yang mengkhususkan
diri dalam sosiologi komunikasi Yang penting adalah bahwa seorang pembicara mengetahui
atau memahami aspek-aspek sosiologis kehidupan masyarakat. Apalagi kalau pengetahuan
tersebut ditambah dengan pengetahuan di bidang ilmu-ilmu sosial lainnya seperti antropologi,
psikologi sosial, ekonomi dan seterusnya, maka pengetahuannya semakin lengkap yang
penting adalah rajin melatih diri berbicara di depan umum, dengan memberikan penyajian yang
akurat mengenai masalah yang diketengahkan. Seorang public speaker harus senantiasa
berterus terang, namun dilandas- kan pada perhitungan yang mantap. Seorang pembicara harus
mampu menerapkan pelbagai peranan tertentu sekaligus.
C. DAMPAK PADA SISTEM SOSIAL-BUDAYA
1. Pengantar
Secara etimologis, dampak berarti pelanggaran, tubrukan atau benturan. Oleh karena itu,
dampak pada sistem sosial budaya dapat diartikan sebagai pelanggaran terhadap sistem sosial
budaya, tubrukan terhadapnya ataupun benturan. Hal itu berarti, bahwa dalam keadaan-
keadaan tertentu terjadi masalah-masalah yang mengganggu berfungsinya sistem sosial budaya
ter- sebut. Hal itu akan dibahas dalam subbab ini, dengan menggunakan pendekatan sosiologis.
Pendekatan sosiologis berarti, penggunaan konsep-konsep dasar sosiologis untuk
menelaah suatu gejala tertentu. Konsep-konsep dasar tersebut menyangkut seluruh proses
pergaulan hidup dalam wadah-wadah tertentu, misalnya dalam sistem kemasyarakatan.
Hubungan demikian disebut interaksi sosial, yang menyangkut proses saling mempengaruhi
antara pihak-pihak yang berinteraksi. Apabila terjadi interaksi sosial yang berulangkali;
sehingga menumbuh- kan pola tertentu, maka akan timbul kelompok sosial.
Kelompok sosial merupakan himpunan atau kesatuan orang-orang yang mempunyai kepen-
tingan bersama yang sedemikian eratnya, sehingga masing-masing anggota merasa menjadi
bagian dari kelompok sebagai suatu kesatuan yang utuh. Kehidupan berkelompok di dalam
kelompok-kelompok sosial tersebut cenderung menghasilkan kebudayaan. Kebudayaan tadi
merupakan hasil karya, hasil cipta, dan hasil rasa yang kesemuanya didasarkan pada karsa.
Hasil karya merupakan bagian kebudayaan yang dinamakan kebudayaan kebendaan atau
kebudayaan material. Norma-norma tersebut merupakan patokan perilaku yang berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yang kesemuanya mempunyai wadah tertentu.
Di dalam sosiologi dinamakan lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan .
Norma-norma yang menjadi patokan perilaku manusia menimbulkan penilaian atau
penghargaan tertentu terhadap hal-hal tertentu pula. Penilaian atau penghargaan tersebut
menimbulkan lapisan-lapisan sosial di dalam masyarakat. Artinya, pihak-pihak yang memiliki
hal-hal yang dihargai oleh masyarakat lazimnya menduduki posisi-posisi tertinggi di dalam
sistem lapisan sosial, yang dinamakan stratifikasi atau lapisan sosial. Orang-orang yang
menduduki posisi tertinggi di dalam sistem lapisan sosial, adalah mereka yang biasanya
mempunyai kekuasaan dan wewenang Kekuasaan merupakan kemampuan yang ada pada
pihak-pihak tertentu, sehingga dapat mempengaruhi pihak lain untuk melakukan hal-hal yang
dikehendaki pemegang kekuasaan.
2. Sistem Kemasyarakatan dan Sistem Sosial-Budaya
Sistem kemasyarakatan mencakup pelbagai bidang kehidupan yang merupakan subsistem,
oleh karena menjadi bagian dari suatu kesatuan yang menyeluruh.
Kemasyarakatan dan Sistem Sosial-Budaya
a. Subsistem politik,
b. Subsistem ekonomi,
c. Subsistem sosial,
d. Subsistem budaya,
e. Subsistem pertahanan-keamanan,
Masing-masing Subsistem saling berkaitan secara fungsional karena menjadi wadah dan
proses yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Salah-satu faktor yang
mempertahankan integrasi sistem kemasyarakatan adalah subsistem tertentu, misalnya
subsistem pertahanan-keamanan dan subsistem hukum. Subsistem tersebut, sesuai dengan
fungsinya, dapat di- sebut inter subsistem.
Pada visualisasi tersebut diadakan pembedaan yang relatif tegas antara subsistem sosial
dengan subsistem budaya. Namun dalam pembicaraan mengenai dampak, kedua subsistem tadi
digabungkan dan diberi nama subsistem sosial-budaya. Ruang lingkup sub-bab ini akan
dibatasi pada pendekatan sosiologis terhadap hubungan antara subsistem sosial budaya dengan
pembangunan serta dampaknya. Subsistem sosial-budaya merupakan struktur dan proses
dalam suatu Wadah tertentu yang mempunyai unsur-unsur pokok, sebagai berikut:
I.
a. Bidang kehidupan politik murni
b. Bidang kehidupan politik yang diatur pertahanan-keamanan
c. Bidang kehidupan politik yang diatur hukum
II.
a. Bidang kehidupan ekonomi murni
b. Bidang kehidupan ekonomi yang diatur pertahanan keamanan
c. Bidang kehidupan ekonomi yang diatur hukum
III.
a. Bidang kehidupan sosial murni.
b. Bidang kehidupan sosial yang diatur pertahanan-keamanan
c. Bidang kehidupan sosial yang diatur hukum
IV.
a. Bidang kehidupan budaya murni
b. Bidang kehidupan budaya yang diatur pertahanan-keamanan
c. Bidang kehidupan budaya yang diatur hukum

a) Kepercayaan yang merupakan pemahaman terhadap semua aspek alam semesta yang
dianggap sebagai suatu kebenaran .
b) Perasaan dan pikiran, yakni suatu keadaan kejiwaan manusia yang me- nyangkut keadaan
sekelilingnya. Baik yang bersifat alamiah maupun sosial.
c) Tujuan, yang merupakan suatu cita-cita yang harus dicapai dengan cara mengubah sesuatu
atau mempertahankannya.
d) Kaidah atau norma yang merupakan pedoman untuk berperilaku pantas.
e) Kedudukan dan peranan; kedudukan merupakan posisi-posisi tertentu secara vertikal,
sedangkan peranan adalah hak-hak dan kewajiban baik secara struktural maupun prosesual.
f) Pengawasan, merupakan proses yang bertujuan untuk mengajak, mendidik atau bahkan
memaksa warga masyarakat menaati norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat.
g) Sanksi, yakni persetujuan atau penolakan terhadap perilaku tertentu. Persetujuan terhadap
perilaku tertentu dinamakan sanksi positif, sedangkan penolakannya dinamakan sanksi
negatif yang mencakup pemulihan keadaan, pemenuhan keadaan dan hukuman dalam arti
yang luas.
h) Fasilitas, merupakan sarana untuk mencapai tujuan yang hendak dica- pai, dan telah
ditentukan terlebih dahulu.
i) Kelestarian dan kelangsungan hidup.
j) Keserasian antara kualitas kehidupan dengan kualitas lingkungan
Secara makro, unsur-unsur pokok di atas juga akan dapat dijumpai pada bentuk-bentuk atau
wadah-wadah kehidupan lainnya, misalnya, di dalam suatu keluarga batih yang juga
merupakan subsistem sosial budaya. Penja barannya adalah, sebagai berikut:
a. Adanya suatu kepercayaan bahwa terbentuknya keluarga batih merupakan kodrat
alamiah.
b. Adanya perasaan dan pikiran tertentu dari seorang anggota keluarga batih terhadap
anggota lainnya yang mungkin terwujud dalam rasa saling menghargai, bersaing, dan
seterusnya.
c. Tujuan adanya keluarga batih adalah, antara lain, agar manusia mengalami sosialisasi
dan mendapatkan jaminan akan ketenteraman hidupnya.
d. Setiap keluarga batih mempunyai norma-norma yang mengatur hu bungan antara suami
dengan istri, anak-anak dengan ayah dan ibunya, dan seterusnya.
e. Setiap anggota keluarga batih mempunyai kedudukan dan peranan masing-masing, baik
secara internal maupun eksternal.
f. Di dalam setiap keluarga batih lazimnya terdapat proses pengawasan.Tertentu yang
semula datang dari orang tua yang dipengaruhi oleh pola Pengawasan yang ada di
dalam masyarakat.
g. Sanksi-sanksi tertentu juga dikembangkan di dalam keluarga batih, yang diterapkan
kepada mereka yang berbuat benar atau salah.
h. Sarana-sarana tertentu juga ada pada setiap keluarga batih, umpamanya, sarana untuk
mengadakan pengawasan, sosialisasi, dan seterusnya.
i. Setiap keluarga batih mempunyai konsep kelestarian dan kelangsungan hidup.
Kelestarian tidak mungkin berdiri sendiri, oleh karena senantiasa berpasangan dengan
perkembangan, dalam hal ini kelangsungan hidup. Kelestarian merupakan aspek
stabilitas kehidupan manusia, sedangkan kelangsungan hidup merupakan pencerminan
dinamika.
j. Keserasian antara kuantitas dengan kualitas hidup juga ada pada keluarga batih, oleh
karena kuantitas merupakan pencerminan nilai kebendaan , sedangkan kualitas
merupakan pencerminan nilai keakhlakan (spiritualisme)

3. Indicator Perubahan
a. Tema pokok analisis terhadap perubahan sosial
Masalah perubahan sosial telah menjadi sorotan penting para sosiolog, semenjak
timbulnya sosiologi modem. Sosiologi modern dilahirkan dalam masyarakat yang sedang
mengalami perubahan pada unsur-unsur tradi- sional, sehingga para sosiolog waktu itu
menaruh perhatian besar pada proses-proses perubahan tersebut. Pada masa itu, masalah pokok
yang menjadi pusat perhatian para sosiolog adalah sebagai berikut:
Kecenderungan-kecenderungan umum perubahan suatu masyarakat sebagai
keseluruhan atau kesatuan yang utuh. Ini dikembangkan oleh para sosiolog yang berorientasi
pada perkembangan masyarakat secara evolusioner . Asumsi dasamya, setiap masyarakat
mengalami perubahan melalui tahap-tahap tertentu. Dimulai dari tahap bersahaja untuk
kemudian meningkat ke tahap madya dan modern. Yang terakhir merupakan masyarakat indus
trial-sekuler. Sejalan dengan teori-teori evolusioner tersebut berkembang pula teori teori yang
berpandangan bahwa setiap masyarakat mengalami proses yang mengikuti suatu lingkaran
tertentu, dimulai dengan kelahiran, dilanjutkan dengan perkembangan atau pertumbuhan, dan
diakhiri dengan kematian.
Perkembangan suatu tipe masyarakat tertentu. Lazimnya tipe masya. Rakat ini
berorientasi pada masyarakat-masyarakat di Eropa dan Amerika Utara. Pemuka aliran ini
biasanya berusaha untuk menciptakan konsep-konsep umum mengenai sistem sosial budaya
maupun mekanisme perubahan, yang tidak hanya dapat diterapkan pada masyarakat-
masyarakat di Eropa dan Amerika Utara, tetapi juga pada masyarakat lainnya.
Pemusatan perhatian terhadap sebab-sebab terjadinya perubahan sosial dan pengaruh
perubahan sosial terhadap masyarakat maupun bagian- bagiannya.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa pusat perhatian terhadap perubahan sosial
secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori pokok, yakni:
1. Analisis terhadap masyarakat secara menyeluruh
2. Studi komparatif terhadap pelbagai masyarakat dan peradabannya

b. Masalah-masalah pokok terhadap perubahan


Ada kecenderungan untuk mempertentangkan perubahan dengan sta bilitas, hal mana
sebenarnya kurang tepat. Kalau berdasarkan pengamatan tertentu dikatakan, bahwa suatu
lembaga sosial tertentu bersifat stabil selama jangka waktu tertentu, maka hal itu tidak harus
berarti lembaga sosial tersebut sama sekali tidak mengalami perubahan. Perubahan pasti telah
terjadi, walaupun mungkin tidak dapat diamati dengan seksama, karena untuk mempelajari
terjadinya perubahan atau tidak diperlukan jangka waktu tertentu dan penerapan studi
perbandingan antara masa lalu dengan masa kini. Lagi pula perlu dicatat bahwa stabilitas
tidaklah identik dengan keketatan atau kekakuan.
Atas dasar pemikiran bahwa perubahan sosial merupakan peristiwa yang pasti terjadi
dalam setiap masyarakat, maka di dalam studi-studi sosiologis mengenai perubahan, senantiasa
ada pusat perhatian terhadap masalah-masalah pokok, sebagai berikut:
Sampai sejauh manakah perubahan-perubahan menjadi hakikat dari setiap masyarakat?
Ciri-ciri umum apakah yang merupakan karakteristik perubahan tersebut?
Bagaimanakah cara mengadakan studi perbandingan perubahan?
Aspek-aspek manakah dari perubahan yang dapat diperbandingkan?
Apakah lebih baik meneliti perubahan dalam masyarakat yang si fatnya menyeluruh?
Apakah lebih baik meneliti perubahan-perubahan pada lembaga- lembaga sosial tertentu dan
unsur-unsur sosial lainnya?
Bagaimanakah hubungan antara perubahan-perubahan yang terjadi Pada pelbagai unsur
masyarakat?
Bagaimanakah hubungan antara perubahan yang terjadi pada suatu masyarakat dengan
perubahan pada masyarakat lainnya?
c. Factor penyebab dan indicator
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam suatu masyarakat, yang
dengan sendirinya mencakup subsistem sosial budayanya, mungkin berasal dari dalam
masyarakat itu sendiri atau berasal dari luar. Perubahan yang terjadi tidak selalu merupakan
gangguan bagi masyarakat yang bersangkutan. Kalau pun terjadi gangguan, maka proses yang
kemudian terjadi biasanya akan dapat mengatasi hal itu. Dengan tepatnya Eisenstadt
menyatakan, “The impact of this impetus becomes especially acute when it disturbs- on any
given level of social organization-the existing equilibrium among the aspirations and goals of
individuals, the roles they are expected to perform and the resources at their disposal for the
performance of these roles and for the implementation of the most important institutional and
collective goals”.
“Thus, ecological, technological, and demographic changes and the interrelations among
them have been recognized in sociological research and analysis as some of the most important
‘causes’ of social change. Each causes changes in when balance between the distribution of
man- power available and resources necessary for the performance of social roles and for the
implementation of institutional goals.
If the demographic and technological trends upset the balance between the aspiration of
people and institutions from the point of view of the availability and distribution of resources,
other forces change the aspirations and goals of the people participating in any given system.
Here of special importance are changes in the spheres of culture and values, within which the
creativity of human spirit and the unfolding of its potentialities attain their fullesi
manifestations and may influence the course of subsequent history and in the sphere of the
family, within which the potentialities for creativity are first nurtured, developed, and the
products of creativity transmitted from generation to generation”.
Dengan demikian dapatlah dimengerti, mengapa dalam studi-studi sosiologis, faktor
ekologis, teknologis dan demografis dianggap sebagai penyebab terjadinya
perubahan perubahan. Walaupun demikian perlu di catat, bahwa faktor-faktor penyebab
terjadinya perubahan, mungkin juga berasal dari bidang-bidang lain, misalnya, politik, hukum,
kebudayaan, dan lain sebagainya.
4. Dampak pembangunan
Pembangunan sebenarnya merupakan suatu proses perubahan yang Direncanakan dan
dikehendaki. Setidak-tidaknya pembangunan pada umumnya merupakan kehendak masyarakat
yang terwujud dalam keputusan-keputusan yang diambil oleh para pemimpinnya.
Disamping tujuan-tujuan yang direncanakan dan dikehendaki, tidak mustahil
pembangunan mengakibatkan terjadinya dampak pada subsistem kemasyarakatan, misalnya,
pada subsistem sosial budaya.
1. Rapidity of change.
2. Simultaneity of social, economic, and political change.
3. The dishrythmic nature of change among these levels.
4. The resulting loss of orientation on the part of both the masses and The elite.
5. Frustrations engendered by the “revolution of rising expectations (This is especially
acute in the ax-colonial areas where the struggle for national independence involved
the belief that independence would bring the millennium).
6. The ambivalence of the ruling elite in the new nations toward Estern versus traditional
indigenous values.
7. The challenge to the legitimacy of the nationalist elite by the continued existence of a
traditional elite.
8. The elite’s need to make new promises to the masses when defaulting On the old.
9. The concession felt necessary to be made to widely held religious nations and canon.
(In Islamic states the state must somehow be Islamic, for instance).
10. The search for internal scapegoats, due to inability to bring about rapid economic
development (Scapegoats are found in sectional Interests, minority groups, and
institutions which they might use,Such as parties and the parliamentary process).
11. The search for external scapegoats, found in confrontation or defensive postures against
the former colonial power or against one of the first two worlds.
12. Problems of succession; the passing from the scene of the leadership which gained its
charisma in the struggle for independence, new grounds for legitimacy are required.
13. Ambivalence caused by successes achieved by nations representing the alternative
model of development to the one being followed (e.g. the influence of China on India).
14. Difficulty of distinguishing between Westernism and modernity(Anti-Western biases
remain from the anticolonial struggle).
15. The flaring up of countervailing tensions engendered by the continuation of the cold
war”.

5. Penanggulangan dampak
Penanggulangan terhadap dampak pembangunan sangat penting karena para pelopor
pembangunan maupun masyarakat yang sedang membangun, menginginkan akibat-akibat
yang positif dari pembangunan tersebut. Pembangunan untuk masyarakat mungkin merupakan
suatu pembaharuan yang memerlukan difusi yakni penyebaran unsur-unsur pembangunan
tersebut, sampai warga masyarakat memutuskan untuk menerimanya (adoption).
Agar dampak pembangunan dapat ditekan serendah mungkin, proses adpsi unsur-unsur
pembangunan harus mengikuti tahap-tahap tertentu. Sebagai berikut (Goldthorpe):
“The adoption process, which involves both learning and decision-making, is elaborated
into five stages-(1) awareness, (2) interest, (3) evaluation, (4) trial, and (5) adoption”.
Goldthorpe menambah dengan catatan, sebagai berikut:
“The characteristics of the innovation matter, however. The innovations which are easily
and quickly adopted tend to be those whose relative advantage over previously established
methods is immediately obvious and a source of clear gain to the adopter. Readily adopted
innovations are also those which are compatible with existing values and past expe- rience, and
are simple.... Readily adopted innovations, other things being equal, are those which are
divisible. A user is more likely to give a new method a trial if he can do so on a small scale...,
without committing all his resources to it. Innovations are less likely to be adopted if they in
volve going over completely to the new method without the possibility of a small scale trial.
Finally, new ideas are more readily adopted if they are communicable”.
D. TINJAUAN SOSIOLOGIS MENGENAI LINGKUNGAN ANAK REMAJA YANG
MENUNJANG TUMBUHNYA MOTIVASI DAN KEBERHASILAN STUDI ANAK
1. Pengantar
Suatu tinjauan sosiologis berarti sorotan yang didasarkan pada hubungan antar manusia,
hubungan antar kelompok serta hubungan antara manusia dengan kelompok, di dalam proses
kehidupan bermasyarakat. Di dalam pola hubungan-hubungan tersebut yang lazim disebut
interaksi sosial- anak dan remaja merupakan salah satu pihak, disamping adanya pihak-pihak
lain. Pihak-pihak tersebut saling mempengaruhi, sehingga terbentuklah kepribadian-
kepribadian tertentu sebagai akibatnya.
Proses saling mempengaruhi melibatkan unsur-unsur yang baik dan benar, serta
unsur unsur lain yang dianggap salah dan buruk. Sosialisasi tersebut merupakan suatu
kegiatan yang bertujuan agar pihak yang dididik atau diajak, kemudian mematuhi kaidah-
kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dan dianut oleh masyarakat. Tujuan pokok adanya
sosialisasi tersebut bukanlah semata-mata agar kaidah-kaidah dan nilai-nilai diketahui serta
dimengerti. Tujuan akhir adalah agar manusia bersikap tindak sesuai dengan kaidah-kaidah dan
nilai-nilai yang berlaku serta agar yang bersangkutan menghargainya.
Di dalam proses sosialisasi khususnya yang tertuju pada anak dan remaja, terdapat pelbagai
pihak yang mungkin berperan. Kiranya jelas bahwa ada pengaruh yang menunjang dan ada
yang menghalangi; kedua-duanya akan dijelaskan dengan cara mengungkapkan peranan yang
diharapkan dari lingkungan-lingkungan tersebut, dan peranan yang nyata atau sesungguhnya
yang terungkap dalam pola perilaku. Lingkungan-lingkungan yang akan disoroti adalah:
a. Orang tua, saudara-saudara dan kerabat dekat
b. Kelompok sepermainan
c. Kelompok pendidikan (sekolah)
Sudah tentu perlu dicatat, bahwa lingkungan-lingkungan tersebut di atas juga dipengaruhi
oleh lingkungan sosial yang lebih besar, seperti misalnya, lingkungan tetangga, lingkungan
bekerja, lingkungan organisasi, lingkungan masyarakat dan bagian-bagiannya, maupun negara
sebagai lingkungan sosial-ekonomi-politik.
2. Orang tua, saudara-saudara dan kerabat dekat
Di dalam keadaan yang normal, maka lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak
adalah orang tuanya, saudara-saudaranya yang lebih tua serta mungkin kerabat dekatnya yang
tinggal serumah. Melalui lingkungan itulah si anak mengenal dunia sekitarnya dan pola
pergaulan hidup yang berlaku sehari-hari. Orang tua, saudara maupun kerabat terdekat
lazimnya mencurahkan perhatiannya untuk mendidik anak, supaya anak memperoleh dasar-
dasar pola pergaulan hidup yang benar dan baik, melalui penanaman disiplin dan kebebasan
serta penyerasiannya. Pada saat ini orang tua, saudara maupun kerabat melakukan sosialisasi
yang biasa diterapkan melalui kasih sayang. Kalau mainan itu dirusaknya, maka orang tua
harus dapat menahan diri untuk segera membelikan mainan yang baru.
Apabila usia anak meningkat ke umur remaja, maka penanaman nilai- nilai tersebut di atas
harus tetap dipertahankan, akan tetapi dengan cara-cara lain, sesuai dengan pertumbuhan jiwa
remaja tersebut. Secara psikologis usia remaja merupakan umur yang dianggap “gawat”, oleh
karena yang bersangkutan sedang mencari identitasnya. Untuk keperluan mana harus tersedia
tokoh-tokoh ideal yang pola perilakunya terpuji. Pertama tama dia akan berpaling pada
lingkungan yang terdekat dengannya, yakni orang tua, saudara-saudaranya dan mungkin juga
kerabat dekatnya. Namun, manusia memerlukan keduanya dalam keadaan yang serasi, manusia
yang terlalu disiplin hanya akan menjadi “robot” yang mati daya kreativitasnya, sedangkan
manusia yang terlalu bebas akan menjadi makhluk lain .
Tumbuhnya motivasi dan keberhasilan studi justru ditunjang oleh keserasian-keserasian
tersebut di atas. Kalau pada anak, orang tualah yang harus menanamkan agar si anak
berpengetahuan, sedangkan pada remaja orang tua harus memberikan pengertian melalui cara-
cara yang dewasa. Anak atau remaja yang diharuskan belajar terus-menerus atau dibebani
dengan kewajiban mengikuti pelajaran tambahan atau keterampilan tertentu, Akan
mengakibatkan kebosanan, sehingga pekerjaan tersebut dianggapnya sebagai kegiatan rutin
belaka. tidak menghasilkan pengaruh yang menunjang tumbuhnya motivasi dan keberhasilan
studi, ka rena dilepas begitu saja. Kritik para remaja biasanya tertuju pada hal hal, sebagai
berikut:
a. Orang tua terlalu, konservatif atau terlalu liberal.
b. Orang tua hanya memberikan nasihat, tanpa memberikan contoh
c. Yang mendukung nasihat tersebut. Orang tua terlalu mementingkan pekerjaan di
kantor, organisasi dan lain sebagainya.
d. Orang tua mengutamakan pemenuhan kebutuhan material belaka.
e. Orang tua lazimnya mau “menangnya” sendiri (artinya, tidak mau menyesuaikan diri
dengan kebutuhan dasar remaja yang mungkin berbeda).
Suasana keluarga yang positif bagi motivasi dan keberhasilan studi adalah keadaan yang
menyebabkan anak atau remaja merasa dirinya aman atau damai bila berada di tengah keluarga
tersebut. Suasana tersebut biasanya terganggu apabila:
a. Tidak ada saling pengertian atau pemahaman mengenai dasar-dasar kehidupan
bersama.
b. Terjadinya konflik mengenai otonomi di satu pihak orang tua ingin agar anaknya dapat
mandiri, namun di dalam kenyataannya mereka mengekangnya.
c. Terjadinya konflik nilai-nilai yang tidak diserasikan (misalnya, kalau nilai kebendaan
terlalu menonjol seyogyanya hal itu tidak diganti dengan nilai keakhlakan namun
diserasikan).
d. Pengendalian dan pengawasan orang tua yang berlebih-lebihan.
e. Tidak adanya rasa kebersamaan dalam keluarga. Terjadinya masalah dalam hubungan
antara ayah dengan ibu, sebagai suami dan istri.
f. Jumlah anak yang banyak yang tidak didukung fasilitas yang memadai.
g. Campur-tangan pihak luar (baik kerabat maupun bukan kerabat).
h. Status sosial-ekonomis yang di bawah standar minimal.
i. Pekerjaan orang tua (misalnya, kedudukan istri lebih tinggi dari suami, sehingga
penghasilannya juga lebih besar, hal mana tidak mustahil akan mengakibatkan bahwa
suami merasa rendah diri dan menyalurkannya ke arah yang negatif).
j. Aspirasi orang tua yang kadang-kadang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada
k. Konsepsi mengenai peranan keluarga serta anggota keluarga yang meleset dari
kenyataan yang ada.
l. Timbulnya favoritisme di kalangan anggota keluarga.
m. Pecahnya keluarga karena konflik antara suami dengan istri yang tidak mungkin lagi
diatasi.
n. Persaingan yang sangat tajam antara anak-anak, sehingga menimbulkan pertikaian.
3. Kelompok sepermainan
Kelompok sepermainan dan peranannya belum begitu tampak pengaruhnya pada masa
kanak-kanak, walaupun dalam masa itu seorang anak sudah mempunyai sahabat-sahabat yang
terasa dekat sekali dengannya. Sahabat itu mungkin adalah anak tetangga, teman satu kelas,
anak kerabat, dan seterusnya. Persahabatan itu adakalanya diteruskan hingga pada usia remaja.
Sahabat-sahabat itu memang diperlukan sebagai penyaluran pelbagai aspirasi yang
memperkuat unsur-unsur kepribadian yang diperoleh dari rumah. Sudah tentu bahwa sahabat
tersebut cenderung memberikan pengaruh yang baik dan benar.
Walaupun tidak mustahil bahwa ada sahabat yang memberikan pengaruh yang kurang baik.
Tidak jarang bahwa sahabat yang baik merupakan unsur penggerak untuk belajar dan
menyelesaikan tugas-tugas lainnya dengan sebaik mungkin. Selanjutnya mungkin kelompok
sahabat tersebut berkembang dengan lebih luas, oleh karena menjadi satu dengan kelompok-
kelompok sahabat lainnya. Perkembangan lebih luas itu antara lain disebabkan karena remaja
bertambah luas ruang lingkup pergaulannya, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Peranan positif klik terhadap remaja antara lain sebagai berikut:
a. Rasa aman dan rasa dianggap penting berasal dari keanggotaan suatu klik tertentu, hal
mana penting bagi perkembangan jiwa yang sehat.
b. Di dalam klik tersebut seorang remaja dapat menyalurkan rasa kecewanya, rasa takut,
rasa khawatir, rasa gembira dan lain seba- gainya, dengan mendapatkan tanggapan yang
wajar dari rekan- rekannya se klik.
c. Klik memungkinkan remaja mengembangkan kemampuan dalam
keterampilan keterampilan sosial, sehingga dia lebih mudah menyesuaikan diri
dengan keadaan.
d. Lazimnya suatu klik mempunyai pola perilaku dan kaidah-kaidah tertentu yang
mendorong remaja untuk bersikap tindak secara dewasa.
e. Rasa aman yang ditimbulkan karena remaja diterima oleh kliknya akan menimbulkan
dorongan untuk hidup secara mandiri (artinya tidak tergantung pada siapa pun).
Namun di balik peranan yang positif itu, harus dipertimbangkan pula bahwa kemungkinan
timbulnya peranan yang negatif tetap akan ada. Kemungkinan terjadinya peranan-peranan yang
negatif itulah yang senantiasa harus dicegah, baik oleh orang tua, para guru, dan pihak-pihak
lain yang merasa bertanggung jawab terhadap masa depan yang benar dan baik dari para
remaja. Hal-hal yang negatif itu adalah, antara lain, sebagai berikut:
a. Klik mendorong anggotanya untuk bersikap diskriminatif terhadap bukan anggota klik
(hal ini mungkin menimbulkan sikap tindak yang kurang adil).
b. Klik mendorong terjadinya individualisme, oleh karena rasa kepatuhan hanya
dikembangkan secara pribadi (individual).
c. Kadang-kadang timbul rasa iri hati dari anggota-anggota klik yang berasal dari keluarga
yang kurang mampu, terhadap mereka yang berasal dari keluarga yang lebih mampu.
d. Kesetiaan terhadap klik kadang-kadang mengakibatkan terjadinya pertentangan dengan
orang tua, saudara atau kerabat.
e. Klik merupakan suatu kelompok tertutup yang sulit sekali ditembus, sehingga penilaian
terhadap sikap tindak anggotanya sukar dilakukan oleh pihak luar.
f. Suatu klik mendorong anggota-anggotanya untuk menyerasikan diri dengan pola
kehidupan yang sama latar belakangnya, sehingga sulit untuk mengadakan penyesuaian
dengan pihak-pihak yang berbeda latar belakangnya.
Kelompok pendidik sebenarnya tidak hanya mencakup sekolah saja, oleh karena sekolah
hanya menyelenggarakan pendidikan formal. Namun di dalam makalah ini pembicaraan hanya
akan dibatasi pada kelompok pendidik atau guru yang mengajar di sekolah, yang diharapkan
menciptakan suatu suasana yang sangat mendorong motivasi dan keberhasilan studi anak
didiknya. Pada sekolah-sekolah yang menyelenggarakan pendidikan awal seperti Taman
Kanak-kanak, Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, peranan guru sangat
besar dan bahkan dominan.
Dengan demikian, maka hasil daripada kegiatan guru tersebut akan tampak nyata pada
kadar motivasi dan keberhasilan studi pada taraf itu, yang mempunyai pengaruh yang sangat
besar pada tahap-tahap pendidikan selanjutnya. Keadaan berubah setelah anak memasuki
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Peranan guru di dalam membentuk dan mengubah perilaku
anak didik, dibatasi dengan peranan anak didik itu sen- diri di dalam membentuk dan mengubah
perilakunya.
Setidak-tidaknya itulah yang menjadi peranan yang sangat diharapkan dari guru di tingkat
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Pada tahap ini para siswa yang terdiri dari para remaja sudah
mulai mempunyai sikap tertentu terhadap gurunya; kepribadiannya mulai terbentuk dan
menuju kemandirian. Oleh karena itu para remaja mulai mengkritik keadaan sekolah yang
kadang-kadang tidak memuaskan baginya. Lazimnya kritik tersebut dilancarkan terhadap hal-
hal, sebagai berikut:
a. Guru-guru terlampau tua, masih mengembangkan favoritisme terhadap murid-murid
dan hanya melakukan tugas mengajar sebagai pekerjaan rutin yang tidak berkembang.
b. Kebanyakan guru tidak mau mencari penyerasian nilai dengan anak didik, akan tetapi
cenderung senantiasa membenarkan nilai-nilai yang dianut golongan tua.
c. Matapelajaran yang diajarkan kebanyakan merupakan mata pelajaran wajib, sehingga
tidak ada peluang untuk mengembangkan bakat.
d. Di dalam proses belajar mengajar lebih banyak dipergunakan me tode ceramah,
sehingga kemungkinan mengadakan diskusi dengan guru sedikit sekali.
e. Kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk ikut serta me ngelola sekolah hampir-
hampir tidak diberikan.
f. Jarak antara guru dengan siswa dipelihara sedemikian rupa, sehing ga yang lazim
adalah hubungan yang dilakukan secara formal

4. Penutup
Hal-hal yang diceritakan di atas merupakan sebagian kecil dari masalah- masalah yang
dihadapi dalam pendidikan anak dan remaja, yang berasal dari rumah, lingkungan sepermainan
anak dan remaja itu, maupun sekolahnya. Di dalam menelaah masalah-masalah tersebut
seyogyanya diadakan pemisahan yang tegas antara pengaruh yang negatif dan positif terhadap
motivasi dan keberhasilan studi, walaupun hal itu mungkin tidak sesuai dengan nilai-nilai yang
dianut orang tua. Orang tua sebenarnya merupakan kunci motivasi dan keberhasilan studi anak
dan remaja. Tidak ada pihak lain yang akan dapat menggantikan peranan orang tua dengan
seutuhnya. Keberhasilan orang tua di dalam menunjang motivasi dan keberhasilan studi
terletak pada eratnya hubungan antara orang tua dengan anak-anaknya. Orang tua merupakan
tempat anak berlindung dan mendapatkan kedamaian melalui keserasian antara ketertiban
dengan ketenteraman, dengan mempertimbangkan pengaruh-pengaruh yang datang dari luar
rumah.

Anda mungkin juga menyukai