Anda di halaman 1dari 15

RESUME AKUNTANSI KEPERILAKUAN

Filosofi Riset dalam Bidang Akuntansi Keperilakuan

Kelompok 2
Nella Jessica (540200010)
Netti Novelia (540200026)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI –


INSITUT BISNIS EKONOMI KEUANGAN
2023
A. MENGENAL FILSAFAT
Pengertian Filsafat
Kata filosofi (philosophy) berasal dari bahasa Yunani “philos” (suka, cinta) dan “sophia”
(kebijaksanaan). Jadi, kata filosofi berarti cinta kepada kebijaksanaan. Filsafat sering kali
disebut oleh sejumlah pakar dengan beragam istilah. Pertama, filsafat adalah sekumpulan
sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak
kritis. Kedua, filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan
sikap yang sangat dijunjung tinggi. Ketiga, filsafat adalah usaha untuk mendapatkan
gambaran keseluruhan. Tugas filsafat adalah untuk memberikan pandangan tentang
keseluruhan, kehidupan, dan pandangan tentang alam, dan untuk mengintegrasikan
pengetahuan sains dengan pengetahuan disiplin lain agar mendapatkan suatu keseluruhan
yang konsisten. Keempat, filsafat adalah sebagai analisis logis dari bahasa serta penjelasan
tentang arti kata dan konsep. Kelima, filsafat adalah sekumpulan problem yang langsung
mendapat perhatian dari manusia sampai kepada persoalan yang paling mendalam dari
eksistensi manusia.
Menurut sejarah kelahirannya, istilah filsafat berwujud sebagai sikap yang diteladankan
oleh Socrates. Sikap seorang yang cinta kebijaksanaan yang mendorong pikiran seseorang
untuk terus-menerus maju dan mencari kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak
menyerah kepada kemalasan, terus-menerus mengembangkan penalarannya untuk
mendapatkan kebenaran.
Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada tahap awalnya
kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam. Dalam perkembangan lebih
lanjut, karena persoalan manusia semakin kompleks. Sekalipun bertanya tentang seluruh
realitas, filsafat selalu bersifat “filsafat tentang” sesuatu: tentang manusia, alam, Tuhan
(akhirat), kebudayaan, kesenian, bahasa, hukum, dan sebagainya. Semua selaku
dikembalikan kepada empat bidang induk: Pertama, filsafat tentang pengetahuan; objek
material: pengetahuan (“episteme”) dan kebenaran, epistemologi; logika; dan kritik ilmu.
Kedua, filsafat tentang keseluruhan kenyataan; objek material: eksistensi (keberadaan) dan
esensi (hakikat), metafisika umum (ontologi); metafisika khusus: antropologi (tentang
manusia); kosmologi (tentang alam semesta); teologi (tentang Tuhan). Ketiga, filsafat
tentang nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah tindakan; objek material: kebaikan dan
keindahan, etika; dan estetika. Keempat, sejarah filsafat menyangkut dimensi ruang dan
waktu dalam sebuah kajian (Suriasumantri, 2001).
Kattsoff menyatakan karakteristik filsafat dapat diidentifikasikan sebagai berikut
(Solihin, 2007).
1. Filsafat adalah berpikir secara kritis.
2. Filsafat adalah berpikir dalam bentuk yang sistematis.
3. Filsafat menghasilkan sesuatu yang runtut.
4. Filsafat adalah berpikir secara rasional.
5. Filsafat bersifat komprehensif.

Metodologi Filsafat
Problematik filsafat tidak dapat dipecahkan dengan sekedar mengumpulkan fakta. Untuk
mencapai tujuan tersebut, metode dasar untuk penyelidikan filsafat adalah metode
dialektika. Pemikiran dialektika atau metode ini berusaha untuk mengembangkan suatu
contoh argumen yang di dalamnya terjalin implikasi bermacam-macam proses (sikap) yang
saling mempengaruhi. Argumen tersebut akan menunjukkan bahwa tiap-tiap proses (sikap)
tidak menyajikan pemahaman yang sempurna tentang kebenaran. Dengan demikian, timbul
pandangan dan alternatif yang baru. Setiap tahap dialektika akan masuk lebuh dalam pada
problem asli, dan dengan begitu ada kemungkinan untuk lebih mendekati kebenaran.
Dengan menggunakan metode ini akan lebih mendekati kebenaran, tetapi sesungguhnya
tidak jarang problem filsafat yang semula belum terpecahkan. Banyak persoalan yang
dikemukakan serta argumentasi yang ditentang. Dengan metode ini setidaknya akan sampai
kepada pemecahan sementara, ada jawaban yang tampak lebih memuaskan, tetapi ada juga
jawaban yang harus dibuang.

B. PENDEKATAN FILSAFAT RISET AKUNTANSI KEPERILAKUAN


Filosofi Paradigma Metodologi Riset Burrel dan Morgan (1979)
Burrel dan Morgan (1979) mengembangkan aspek paradigma dalam asumsi metateoretis
yang mendasari kerangka referensi, model teori dan modus operandi dari ilmuwan yang
berada dalam paradigma tersebut. Lebih lanjut, mereka mengatakan suatu pengetahuan
(knowledge) dibangun berdasarkan asumsi filosofis tertentu, yaitu ontologi (ontology),
epistemologi (epistemology), hakikat manusia (human nature), dan metodologi
(methodology).
Burrel dan Morgan memandang bahwa filsafat ilmu harus mampu melihat keterkaitan
antara kehidupan manusia dengan lingkungannya. Secara ringkas, Burrel dan Morgan
membagi asumsi tersebut ke dalam dua bagian, yaitu pendekatan subjektivisme dan
pendekatan objektivisme.
1. Pendekatan Subjektivisme (anti-positivism)
Subjektivisme adalah cara tertentu untuk mengonseptualisasikan subjektivitas atau salah
satu konsepsi subjektivitas. Subjektivitas adalah apa yang membuat kita sebagai subjek
bukan objek. Subjektivisme menafsirkan subjektivitas sebagai produk subjek atau
individu. Dalam pandangan ini, apa yang dipikirkan, dibayangkan, dirasakan, diingat,
diharapkan, dipahami, dan diperjuangkan adalah sepenuhnya produk dari diri kita
sendiri. Subjektivitas dapat memanfaatkan hal-hal duniawi, tetapi selalu dengan
syaratnya sendiri, untuk tujuannya sendiri, sesuai dengan proses dan hukumnya sendiri.
Subjektivisme mendominasi metodologi riset kuantitatif. Ini menafsirkan interaksi
antara peneliti dan subjek (melalui wawancara khususnya) dan interpretasi data yang
aktif – yang merupakan fitur utama penelitian kualitatif sebagai lisensi untuk pelaksanaan
subjektif dari proses subjektif.
Kecenderungan subjektivitas dalam penelitian kualitatif mengklaim bahwa dunia,
termasuk dunia psikologis subjek, tidak dapat diketahui. Akibatnya, peneliti membangun
kesan dunia seperti ia melihatnya, tanpa memperhatikan apakah kesan subjektif ini sesuai
dengan kenyataan di luar sana.
Subjektivisme dalam penelitian kualitatif juga menerima laporan subjektif subjek
tentang psikologi mereka sebagai objek penelitian. Tujuannya adalah untuk memvalidasi
interpretasi subjektif, makna, dan pengertian. Garis penelitian ini tidak berusaha untuk
menjelaskan subjektif dalam hal pengaruh eksternal. Untuk ini akan ada penyangkalan
orisinalitas dan agensi terhadap subjektivitas subjek. Penelitian ini juga tidak berusahan
untuk mengevaluasi subjek dengan membandingkannya dengan sumber informasi lain.
2. Pendekatan Objektivisme (positivism)
Objektivisme adalah sebuah pandangan yang menekankan bahwa butir-butir
pengetahuan dari soal sederhana sampai dengan teori yang kompleks mempunyai sifat
dan ciri yang melampaui keyakinan dan kesadaran individu yang merancang dan
memikirkannya. Titik berat kaum objektivisme adalah penekanan pada sifat pernyataan
sederhana yang di dalamnya mempunyai sifat tertentu, tidak peduli apakah individu
tersebut menyadari atau tidak, meyakini atau tidak. Dalam pandangan objektivisme, ilmu
pengetahuan yang diteorikan oleh seorang ilmuwan kadang-kadang mempunyai kaitan
yang erat dengan pengetahuan yang ditemukan orang lain. Hal yang menguntungkan
kaum objektivisme bahwa teori ilmiah dapat atau sering mempunyai konsekuensi yang
tidak dimaksudkan sebagaimana pada mulanya dan tidak disadari oleh orang yang
pertama kali mengusulkan teori tersebut.
Nominalisme-Realisme: Debat Ontologi
Aliran nominalisme mendasarkan diri pada asumsi bahwa dunia sosial berada di luar
individu dan tidak lebih dari nama, konsep, dan label yang digunakan untuk membentuk
realitas. Aliran realisme menyatakan bahwa dunia sosial berada di luar individu adalah
suatu dunia nyata yang terbentuk dari struktur yang keras, nyata, dan relatif kuat, dan
secara realitas.
Antipositivisme-Positivisme: Debat Epistemologi
Antipositivisme pada dasarnya berusaha untuk mencari aturan atau dasar kebiasaan
dalam dunia sosial. Aliran positivisme menjelaskan dan memperkirakan apa yang terjadi
dalam dunia sosial dengan meneliti kebiasaan serta hubungan kasual antara elemen-
elemen yang saling berhubungan.
Voluntarisme-Determinisme: Debat Hakikat Manusia
Aliran determinisme memandang bahwa manusia dan aktivitasnya sangat ditentukan
oleh situasi atau “lingkungan” tempat ia berada. Sebaliknya, aliran voluntarisme
memandang bahwa manusia sangat mandiri dan bebas.
Ideografis-Nomotetik: Metodologi
Pendekatan ideografis memandang bahwa seseorang hanya dapat memahami suatu dunia
sosial dengan mengumpulkan informasi atau pengetahuan tangan pertama dari subjek
dengan mendekatkan peneliti dengan subjek yang didapatkan secara detail dan lengkap
mengenai sejarah dan latar belakang. Pendekatan nomotetik menekankan pada
pentingnya pelaksanaan penelitian berdasarkan pada teknik dan protokol sistematis, di
mana difokuskan pada proses pengujian hipotesis dengan serangkaian tes, teknik
kuantitatif untuk analisis data, survei, kuesioner, tes kepribadian, maupun alat pengujian
standar lainnya.

C. PARADIGMA RISET AKNTANSI KEPERILAKUAN


Paradigma Fungsionalisme/Positivistik
Paradigma fungsionalisme/positivistik adalah paradigma yang muncul paling awal dalam
dunia ilmu pengetahuan. Paradigma fungsionalisme ini sering disebut fungsional struktural
(structural functionalist) atau kontingensi rasional (rational contingency). Paradigma ini
merupakan paradigma umum, bahkan sangat dominan digunakan dalam riset akuntansi
dibandingkan dengan paradigma lain sehingga disebut paradigma utama (mainstream
paradigm). Secara ontologi, paradigma utama ini sangat dipengaruhi oleh realitas fisik yang
menganggap bahwa realitas objektif berada secara bebas dan terpisah di luar diri manusia.
Dalam kaitannya dengan akuntansi manajemen dan sistem pengendalian, fungsionalisme
mengasumsikan suatu sistem sosial dalam organisasi yang meliputi fenomena empiris dan
konkret yang keberadaannya bebas dari manajer dan karyawan yang bekerja di dalamnya.
Secara epistemologi, akuntansi utama melihat realitas sebagai realitas materi yang
mempunyai suatu keyakinan bahwa ilmu pengetahuan akuntansi dapat dibangun dengan
rasio dan dunia empiris. Berdasarkan pada kenyataan tersebut, peneliti akuntansi utama
sangat yakin bahwa satu-satunya metode yang dapat digunakan untuk membangun ilmu
pengetahuan akuntansi adalah metode ilmiah.
Masalah lain yang timbul dari pemikiran akuntansi utama adalah pertanyaan dari peneliti
akuntansi tentang relevansi filosofi ilmu pengetahuan alam (natural science) sebagai dasar
metodologi riset akuntansi yang seharusnya lebih banyak mendekati ilmu sosial. Kelemahan
metode utama tersebut menyebabkan para pemikir akuntansi mulai mencari metode-metode
lain atau metode alternatif yang dapat secara tepat digunakan oleh akuntansi dalam
memecahkan masalah-masalah sosial

Paradigma Interpretif
Paradigma interpretif juga disebut interaksionis subjektif (subjective interactionist).
Pendekatan alternatif ini berasal dari filsuf Jerman yang menitikberatkan para peranan
bahasa, interpretasi, dan pemahaman dalam ilmu sosial. Pendekatan ini berfokus pada sifat
subjektif dunia sosial dan berusaha memahami kerangka berpikir objek yang sedang
dipelajarinya. Fokusnya ada pada diri individu dan persepsi manusia terhadap realitas,
bukan pada realitas independen di luar mereka.
Berkaitan dengan sistem pengendalian dan akuntansi manajemen, terdapat dua
perbedaan antara paradigma fungsionalisme dengan interpretif. Perbedaan pertama adalah
paradigma fungsionalisme memusatkan perhatian pada cara membuat perusahaan berjalan
dengan baik, tetapi juga cara menghasilkan pemahaman yang luas dan mendalam mengenai
cara manajer dan karyawan dalam organisasi memahami akuntansi, berpikir tentang
akuntansi, serta berinteraksi dan menggunakan akuntansi. Perbedaan kedua adalah para
interaksionis tidak percaya pada keberadaan realitas organisasi yang tunggal dan konkret,
melainkan pada situasi yang ditafsirkan organisasi dengan caranya masing-masing.
Tujuan pendekatan ini adalah menganalisis realitas sosial dan cara realitas sosial tersebut
terbentuk. Berikut dua aliran riset dengan pendekatan interpretif ini.
1. Tradisional, yang menekankan pada penggunaan studi kasus, wawancara lapangan, dan
analisis historis.
2. Metode Foucauldian, yang menganut teori sosial dari Michael Foucault sebagai
pengganti konsep tradisional historis yang disebut “a historical” atau “antiquarian”.

Paradigma Strukturalisme Radikal


Strukturalisme radikal mempunyai kesamaan dengan fungsionalisme, yang mengasumsikan
bahwa sistem sosial mempunyai keberadaan ontologisme yang konkret dan nyata.
Pendekatan ini berfokus pada konflik mendasar sebagai dasar dari produk hubungan kelas
dan struktur pengendalian, serta memperlakukan dunia sosial sebagai objek eksternal dan
memiliki hubungan terpisah dari manusia tertentu. Riset yang diklasifikasikan dalam
paradigma strukturalisme radikal (radical structuralism) adalah riset yang didasarkan
pada teori Marxisme tradisional. Argumentasi teori yang dikemukakan oleh Copper (1983)
menelaah dan mengkritik karya-karya yang didasarkan pada teori agensi. Ia mengusulkan
adanya penggunaan perspektif radikal dalam riset akuntansi manajemen.

Paradigma Humanis Radikal


Riset akan diklasifikasikan dalam paradigma humanis radikal (radical humanist) jika
didasarkan pada teori kritis dari Frankfurt Schools dan Habermas. Pendekatan kritis
Habermas melihat objek studi sebagai suatu interaksi sosial yang disebut “dunia kehidupan”
(life world), yang berarti interaksi berdasarkan pada kepentingan kebutuhan yang melekat
dalam diri manusia dan membantu untuk pencapaian yang saling memahami. Interaksi
sosial dalam dunia kehidupan dapat dibagi menjadi dua kelompok, sebagai berikut.
1. Interaksi yang mengikuti kebutuhan sosial alami, misalnya kebutuhan akan sistem
informasi manajemen.
2. Interaksi yang dipengaruhi oleh mekanisme sistem, misalnya pemilihan sistem yang akan
dipakai atau konsultan yang diminta untuk merancang sistem bukan merupakan interaksi
sosial yang alami karena sudah mempertimbangkan berbagai kepentingan.
Macintosh menyatakan humanis radikal memiliki visi praktik akuntansi manajemen dan
sistem pengendalian yang berorientasi pada (people-oriented), yang mengutamakan
idealisme humanistis dan nilai-nilai dibandingkan dengan tujuan organisasi.

Paradigma Posmodernisme
Paradigma posmodernisme muncul karena adanya kelemahan dari beberapa paradigma
yang ada. Pascamodernisme/posmodernisme (postmodernisme) menolak pendapat
modernisme yang meyakini bahwa manusia mempunyai kapasitas untuk maju, untuk
memperbaiki dirinya sendiri dan berpikir secara rasional. Bagi seorang postmodern tidak
ada keadaan yang lebih baik, tidak ada dunia yang lebih baik, tidak ada yang disebut
kemajuan atau pengendalian alam. Postmodern membuang metode dan teori yang dominan
mengenai modernitas dan menggantikannya dengan metode dan teori yang dominan
mengenai modernitas dan menggantikannya dengan metode pascastrukturalisme (post-
structuralist). Oleh karena itu, postmodern menempuh jalan yang berbeda dengan
paradigma sebelumnya. Menurut paradigma ini, kebenaran itu tidak bisa dibayangkan, oleh
sebab itu setiap manusia harus aktif untuk membangun kebenaran itu sendiri.
Karya yang paling banyak digunakan sebagai dasar aliran posmodernisme adalah karya
Derrida dan Foucault. Foucault terkenal dengan metode arkeologis (archeological) dan
genealogis (genealogical). Menurut Foucault, istilah arkeologis dimaksudkan untuk
mencari asal usul pengetahuan dan digunakan untuk menunjukkan suatu usaha arkeologis,
yaitu ciri khas pemikiran yang menyangkut tujuan, metode, dan bidang penerapan.
Tujuan metode arkeologis ii adalah menetapkan serangkaian diskusi, yaitu sistem
wacana, serta menentukan suatu rangkaian dari awal sampai akhir bagi pemikiran Foucault.
Dengan metode genealogis, Foucault melakukan kritik terhadap pengetahuan yang
tertindas oleh pengetahuan yang sedang berkuasa. Hal ini tercermin dalam pandangan
keilmuannya yang cenderung logosentrisme. Berikut ciri utama logosentrisme.
1. Pola pikir oposisi biner (dualistis dikotomis) yang hierarkis, seperti esensi-eksistensi,
bahasa lisan-tulisan, konsep metafora, jiwa-bandan, makna-bentuk.
2. Aspek keilmuan. Ilmu-ilmu positif produk modernisme banyak menekankan pada aspek
praktis dan fungsi, dan sebaliknya melecehkan aspek nilai (etika). Hal ini terlihat dari
penyataan ilmu-ilmu positif yang mengklaim bahwa ilmu pengetahuan harus netral dan
bebas dari nilai.
3. Aspek praktis, yaitu bentuk standar dan praktik akuntansi yang mengklaim bahwa praktik
akuntansi harus berlaku secara universal atau internasional. Klaim ini diwujudkan
dengan gerakan yang disebut harmonisasi akuntansi (harmonization of accounting). Bagi
pemikiran Foucault, wacana global dan universal tersebut memiliki hubungan timbal
balik antara kuasa dan pengetahuan.
Dillard dan Becker (1997) membahas mengenai beberapa argumentasi teoretis dan
beberapa riset akuntansi yang didasarkan pada teori Foucault, di antaranya Hopwood (1987)
yang mengembangkan suatu arkeologis sistem akuntansi dengan suatu pemahaman yang
lebih baik tentang proses perubahan akuntansi. Hasilnya menyarankan bahwa arkeologi
Foucault dapat menghasilkan berbagai macam faktor sosial yang direplikasikan dalam
perubahan akuntansi. Loft (1986) menggunakan metode genealogi Foucault dalam
menginvestigasi hubungan antara praktik akuntansi biaya dengan konteks sosialnya di
Inggris, antara tahun 1914 sampai 1925. Analisisnya mengindikasikan bahwa akuntansi
merupakan suatu aktivitas sosial yang secara fundamental dan tidak dapat digambarkan
maknanya hanya dari perspektif teknis. Miler dan O’leary (1987) dalam makalah
seminarnya menggunakan metode arkeologi penganggaran dan sistem penentuan harga
pokok standar. Mereka berpendapat bahwa anggaran dan biaya standar berkembang dari dan
merupakan pengembangan atas jaringan pengetahuan kekuasaan diskursif selama suatu
periode.

Paradigma Akuntansi Kritis


Paradigma akuntansi kritis akan dipandang melalui refleksi dari ilmu sosial kritis.
Paradigma ini dikemukakan pertama kali oleh Mattessich (1964) melalui sebuah derivatif
filosofi fungsionalisme dalam sistem ekonomi kapitalis. Oleh karena itu, teori ini tidak
berkaitan dengan penyelesaian masalah keterasingan, melainkan dengan proses teknis
penilaian, di mana penilaian didefinisikan sebagai nilai objektif yang didasarkan pada
konsep ekonomi marginalis. Berdasarkan perspektif akuntansi tradisional, tidak ada
kesadaran tentang kesalahan, krisis, pendidikan, atau aksi transformatif; tidak ada
pengakuan terhadap kebaikan sosial, kecuali dalam keyakinan yang samar dan terdistorsi.
Mattessich menghendaki akuntansi untuk dipadukan ke dalam bidang ilmu manajemen,
yang meliputi metode ekonomi dana analitis dari administrasi dan manajemen, yang
meliputi metode ekonomi dan analitis dari administrasi dan manajemen entitas. Mattessich
mengemukakan kelompok asumsi dasar “umum” yang menghasilkan aksioma, yang
kemudian membentuk pemikiran akuntansi sebagai “sebuah disiplin yang berkaitan dengan
deskripsi kuantitatif dan proyeksi sirkulasi pendapatan serta agregat kekayaan”. Kemudian,
akuntansi dibentuk dalam logika teoretis.
Asumsi dasar Mattessich yang dievaluasi dari perspektif harus menunjukkan bahwa teori
memicu dan mengulangi dominansinya. Asumsi pertama adalah nilai moneter bersifat
reduksionisme. Nilai moneter ini sebagian besar berfungsi menspesifikasikan bahasa guna
mengungkapkan nilai. Dengan membatasi bahasa pembahasan, hubungan sosial bisa
ditegaskan dan dipertanyakan sehingga dipandang sebagai lingkungan yang mencerminkan
peraturan nilai dari manusia pekerja sampai pada nilai komoditas yang dehumanis. Interval
waktu yang ada memudahkan pemahaman atas hal ini secara kontinu. Namun, di lain pihak,
hal ini juga bisa dipandang sebagai sesuatu yang terpisah (discrete) tanpa memperhatikan
dampak distorsinya. Segmen waktu yang tanpa arti ini merupakan makna yang diperoleh
dari kebutuhan akan “suatu akuntansi” surplus yang dihasilkan oleh sarana produksi.
Kerangka Mattessich berfokus pada penilaian dan tidak mengandung dasar untuk
mengkritik tatanan ekonomi, sosial, atau politik. Sistem ekonomi dipandang berdaulat dan
peran akuntansi dalam hal ini adalah untuk memahami dan mengakomodasi sistem yang
ada. Secara implisit, hal ini mengasumsikan bahwa teknologi bebas dari konteks yang
berkaitan dengan masalah moral atau etika. Teknologi mencerminkan sebuah realitas, selain
dari pengaruh politik dan budaya.
Teori kedua dikemukakan oleh Tinker (1985) yang menyatakan bahwa “permasalahan
akuntansi baru” bergerak ke arah akuntansi yang didasarkan pada asumsi filosofi alternatif.
Permasalahan ini ditemukan dalam teori nilai pekerja dari Marx; dalam kondisi tersebut,
teori ini bisa diklasifikasikan dalam golongan strukturalis radikal. Dalam hal ini, perbedaan
utama dengan perspektif fungsionalisme adalah orientasi pada masyarakat. Tinker
mengklaim bahwa akuntansi adalah konstruksi sosial dan melakukan konstruksi secara
sosial. Akuntansi dikonstruksi secara sosial dalam kondisi bahwa teori nilai dalam ekonomi
marginalis mempunyai pengaruh dominan terhadap teori akuntansi. Akuntansi juga
melakukan konstruksi sosial dalam kondisi bahwa transaksi pertukaran ekonomi bisa
dipahami menurut teori akuntansi yang ada.
Dengan berdasarkan pada pemikiran ekonomi politik Marxist, Tinker berpendapat bahwa
akuntansi dan masyarakat yang terkait dapat dipandang dari perspektif keterasingan dari
kelompok masyarakat. Akuntansi bisa dipandang sebagai salah satu dari banyak institusi
membentuk keyakinan yang berada dalam konteks sosial dan historis. Konteks tersebut
disebabkan akuntansi itu mengarah pada sistem teknologi dan mengulangi kondisi
kesadaran yang salah. Akuntansi adalah sebuah teknologi atau “logika untuk mengarahkan
produksi material lewat pertukaran ekonomi”. Oleh karena itu, akuntansi mencerminkan
ideologi yang ada. Akuntansi adalah “ideologi karena akuntansi memudahkan pembenaran
nilai surplus yang menjadi sebuah proses tanpa landasan yang logis”. Tanpa landasan
tersebut, akuntansi dikatakan sebagai ideologi yang menjadi cara merasionalisasi atau
menjelaskan pembenaran produksi dari satu kelas sosial oleh anggota dari kelas lainnya.
oleh karena itu, akuntansi adalah “sebuah perangkat intelektual dan pragmatis dalam
dominansi sosial”.
Oleh karena Tinker mendasarkan sistem akuntansi emansipatorisnya pada teori nilai
Marx, orang bisa memperkirakan adanya korespondensi antara hal ini dan ilmu sosial kritis.
Teori kesadaran yang salah dari Marx menyatakan bahwa pemahaman dari dalam
masyarakat kapitalis adalah hasil dari hubungan sosial yang menguat. Secara spesifik,
Tinker menjalankan kritik ideologi. Dalam melakukan hal itu, ia menemukan pembelaan
kapitalistis dari marginalisme yang menjadi basis teoretis bagi akuntansi konvensional.
Kesalahpahaman diri dibutuhkan dan dipertahankan ketika orang memandang dirinya
sebagai seorang marginalis.
Berkaitan dengan teori kritis, Tinker berasumsi bahwa, sebagaimana dikemukakan oleh
Marx, kontradiksi sosial didasarkan pada tekanan produksi yang menghasilkan suatu akun
krisis. Dalam konteks akuntansi, suatu krisis sosial ditentukan dalam kadar keterasingan dan
dijelaskan dengan transaksi pertukaran ekonomi yang bisa dipahami sebagaimana
dicerminkan dalam teori akuntansi yang selanjutnya dipengaruhi oleh teori nilai yang ada.
Tinker memandang nilai pekerja dan nilai surplus sebagai landasan, sedangkan
Mattessich memandang laba, modal, sewa, dan upah sebagai komponen dasar. Dua peneliti
ini menuju arah yang berlawanan dalam rekomendasinya. Mattessich menjelaskan
kebenaran ilmu manajemen dan ilmu ekonomi serta mengemukakan suatu kerangka yang
membentuk kuantifikasi reduksionis dari semua faktor produksi. Kerangka ini tidak
menjelaskan implikasi moral atau etika dari distribusi kekayaan, melainkan hanya
representasi kekayaan dalam fokus yang agak sempit. Tinker berfokus pada kebutuhan
untuk memberikan informasi mengenai distribusi kekayaan dan menetapkan masalah
keterasingan mendasar. Matesich mengemukakan presentasi pernyataan multinilai yang
merepresentasikan asumsi valuasi mendasar yang berbeda (yaitu biaya historis, perubahan
tingkat harga, dan biaya penggantian).
Akuntansi kritis merupakan bagian dari teori akuntansi yang memandang bahwa
akuntansi memiliki peran yang sangat penting dalam mempertimbangkan dan memutuskan
konflik antara perusahaan dan konstituen sosial, seperti tenaga kerja, pada pelanggan, dan
publik. Hal ini berkaitan langsung dengan peran kegiatan sosial dari akuntan. Akuntansi
kritis merupakan penggabungan dari dua atau lebih area akuntansi yang berkembang pada
tahun 1960-an dan meliputi akuntansi kepentingan publik dan akuntansi sosial.
Akuntansi kritis lebih luas dibandingkan akuntansi kepentingan publik dan akuntansi
sosial. Lebih lanjut, niat para peneliti akuntansi kritis adalah untuk bergerak dari akuntansi
kepentingan publik dan akuntansi sosial ke kepentingan riset akuntansi utama dengan
mengadopsi “…suatu konflik berdasarkan perspektif…”.
Akuntansi kritis berbeda dengan seluruh riset akuntansi di seluruh area riset lainnya. para
peneliti akuntansi kritis meskipun yakin pada realitas dalam pandangan dan penyelidikan,
mereka juga membantu membentuk realitas.

D. PELUANG RISET AKUNTANSI KEPERILAKUAN PADA


LINGKUNGAN AKUNTANSI
Banyaknya diversifikasi dalam riset akuntansi keperilakuan menyebabkan tidak mungkin
suatu makalah dapat memberikan analisis yang menyeluruh terhadap peluang riset dalam
semua bidang. Dengan menelaah riset akuntansi keperilakuan sebelumnya secara khusus,
dapat diperoleh suatu kerangka analisis dan diskusi yang dibatasi pada peluang, terutama
pada hasil potensi subbidang dan implikasinya untuk subbidang akuntansi yang lain.

Pemeriksaan Akuntansi (Auditing)


Suatu tinjauan atas artikel riset akuntansi keperilakuan selama tahun (1990-1991)
menunjukkan pendekatan pada kekuatan dalam pembuatan keputusan yang merupakan
karakteristik dari sebagian besar riset akuntansi keperilakuan.
Secara persuasif, Libby dan Frederick (1990) menjelaskan pentingnya pemahaman
mengenai bagaimana variabel0variabel psikologi, seperti pembelajaran, pengetahuan
faktual dan prosedural, serta pengaruh memori dalam pembuatan keputusan. Pencerminan
dari riset terakhir dan riset mendatang merupakan fokus terhadap:
1. Karakteristik pengetahuan yang dihubungkan dengan pengalaman (yang meliputi
bagaimana pengetahuan itu diperoleh);
2. Pengujian atas bagaimana pengetahuan berinteraksi dengan variabel organisasi atau
lingkungan;
3. Pengujian pengaruh kinerja terhadap pengetahuan yang berbeda.
Pengalaman berperan penting dalam orientasi kognitif riset akuntansi keperilakuan. Ada
dua alasan untuk hal itu, yaitu:
1. Pengalaman merupakan ekspektasi yang berhubungan dengan keahlian kinerja.
2. Manipulasi sebagai suatu variabel independen telah menjadi efektif dalam
mengidentifikasi dominan karakteristik dari pengetahuan spesifik.
Riset audit menyarankan suatu hubungan yang kompleks antara pengalaman dan kinerja
yang belum dipahami dengan baik. Sementara itu, riset yang dikembangkan dalam audit
seperti hubungan kemampuan dan peran latar belakang merupakan aspek dari hubungan
antara pengalaman dan kinerja yang hanya memperoleh sedikit perhatian dan penerimaan
dalam literator audit. Sementara riset akuntansi keperilakuan dalam bidang manajerial telah
dipelajari secara lebih terperinci.
Riset ini menyarankan bahwa terdapat suatu peluang yang berhubungan dengan
pemahaman dan evaluasi hasil keputusan audit. Salah satu kesulitan dengan riset yang
berorientasi pada keputusan alam audit adalah kurangnya kriteria variabel yang dapat
diamati terhadap penilaian kinerja auditor sehingga peneliti sering melakukan studi atas
konsensus penilaian dan konsistensi. Bedard dan Biggs (1991) mengatasi masalah ini secara
kreatif dengan merancang bahan kasus eksperimental yang mempunyai jawaban untuk yang
benar, dan McDaniel (1990) menggunakan pendekatan yang sama. Salah satu pendekatan
alternatif adalah pemenuhan standar profesional (GAAP dan GAAS0 sebagai suatu variabel
kriteria.

Akuntansi Keuangan
Beberapa publikasi menunjukkan bahwa riset akuntansi keperilakuan dalam bidang
akuntansi keuangan jumlahnya terbatas sehingga sulit diidentifikasikan. Beberapa bukti
menunjukkan bahwa terbatasnya pemrosesan informasi yang tidak mendorong lebih banyak
dilakukannya riset akuntansi keperilakuan merupakan pertanyaan menarik. Secara jelas,
pentingnya riset akuntansi keuangan yang berbasis pasar modal dibandingkan dengan audit
menunjukkan kurang kuatnya permintaan eksternal terhadap riset akuntansi keperilakuan
dalam bidang keuangan.
Berikut beberapa alasan riset akuntansi keperilakuan dalam bidang keuangan mungkin
memberikan kontribusi yang lebih besar di masa mendatang.
1. Riset pasar modal saat ini adalah konsisten dengan beberapa komponen pasar modal
dengan ekspektasi naif.
2. Alasan riset akuntansi keperilakuan dalam bidang keuangan berpotensi memberikan
kontribusi yang lebih besar berhubungan dengan keuntungan dari riset akuntansi
keperilakuan dalam bidang audit.
Dua alasan dari riset akuntansi keperilakuan dalam bidang keuangan di atas telah mampu
memberikan kontribusi yang lebih besar karena keunggulannya yang melebihi riset
akuntansi keperilakuan dalam audit.
1. Terdapat sejumlah tugas dari informasi keuangan yang merupakan input langsung untuk
keputusan pinjaman bank, negosiasi kontrak tenaga kerja, prediksi laba, dan rekomendasi
daham. Konsekuensinya, akuntansi keuangan mempertimbangkan lingkup pengujian
kemampuan generalisasi dari pengaruh variabel perilaku, seperti variabel psikologi
sebagai struktur kognitif dan kemampuan “pemecahan masalah” (problem solving)
dengan variabel lingkungan, seperti insentif dan ketidakpastian melalui konteks
keputusan berdasarkan pengetahuan.
2. Keuntungan riset akuntansi keperilakuan dalam bidang keuangan meliputi beberapa
tugas seperti prediksi laba yang telah diidentifikasikan dengan baik dan mempunyai sifat
berulang. Hal ini merupakan kerugian yang relatif dalam audit. Di mana tugas-tugas audit
jarang dilakukan auditor dapat menimbulkan kesulitan untuk mempelajari hubungan
antara pengalaman audit dan kinerja.

Akuntansi Manajemen
Pada awalnya, analisis ini menunjukkan bahwa riset akuntansi keperilakuan dalam bidang
akuntansi manajemen merupakan pertimbangan yang lebih luas dibandingkan dengan riset
yang sama dalam akuntansi keuangan, dan memungkinkan pencerminan tradisi lama yang
berbeda dari riset akuntansi keperilakuan dalam bidang audit. Riset akuntansi keperilakuan
dalam akuntansi manajemen melakukan investigasi atas seluruh variabel lingkungan dan
organisasi yang telah diidentifikasi sebelumnya dan riset mendatang diharapkan akan
meningkatkan perluasan pengetahuan yang mendasari hubungan dan pengujian dalam
konteks yang baru.
Riset akuntansi keperilakuan dalam bidang akuntansi manajemen cenderung fokus pada
variabel lingkungan dan organisasi yang mengandalkan teori agensi, seperti insentif dan
variabel asimetri informasi. Sementara riset akuntansi keperilakuan dalam bidang audit
lebih fokus pada variabel psikologi, khususnya kesadaran. Dominan pengetahuan khusus
merupakan karakteristik akuntansi manajemen dan pembuat keputusan yang menggunakan
akuntansi manajemen. Selanjutnya, pengakuan riset akuntansi keperilakuan dalam bidang
audit memerlukan studi atas interaksi variabel psikologi dengan variabel lingkungan
organisasi yang menyarankan perluasan riset akuntansi keperilakuan dalam bidang
akuntansi manajemen dengan variabel-variabel yang meliputi interaksi dengan variabel
kognitif.
Riset akuntansi keperilakuan dalam bidang akuntansi manajemen hanya merupakan
subbidang akuntansi yang telah memperluas pengujian dari pengaruh fungsi akuntansi
terhadap perilaku. Riset ini menguji fungsi akuntansi, seperti anggaran dan standar
memengaruhi motivasi, umpan balik, dan kinerja. Riset ini juga mempunyai implikasi
terhadap audit yang secara luas telah difokuskan pada tingkat organisasi perusahaan atau
pada tingkat tugas individu.

Sistem Informasi Akuntansi


Keterbatasan riset akuntansi keperilakuan dalam bidang sistem informasi akuntansi adalah
kesulitan membuat generalisasi meskipun berdasarkan pada studi sistem akuntansi yang
lebih awal sekalipun. Jelas bahwa desain sistem memengaruhi penggunaan informasi.
Informasi akan mendorong penggunaan keunggulan teknologi saat ini, seperti pencitraan
data (data imaging), jaringan (networks), dan akses data dinamis memalui sistem
pengoperasian menyarankan pertimbangan atas peluang riset akuntansi keperilakuan dalam
bidang sistem akuntansi. Riset ini akan lebih berhasil jika difokuskan pada dominan spesifik
dari variabel-variabel yang unik dalam sistem akuntansi dan konteks keputusan akuntansi.
Interaksi kelompok dan pengiriman informasi mengusulkan bahwa terdapat dua bidang
riset akuntansi keperilakuan dalam sistem akuntansi yang relevan terhadap subbidang
akuntansi yang lain. analisis alternatif dari bentuk presentasi informasi adalah untuk
komunikasi yang lebih efektif dan efisien. Studi Davis (1989) mendukung bukti bahwa
format presentasi seperti tabel dan diagram balok yang diberlakukan secara berbeda, serta
format presentasi yang dipelajari dalam hubungannya dengan variabel persepsi dan
kepribadian, variabel psikologi, khususnya pengalaman dan pengetahuan menunjukkan
peluang riset saat ini.

Perpajakan
Riset akuntansi keperilakuan dalam bidang perpajakan telah memfokuskan diri pada
kepatuhan pajak (tax compliance) dengan melakukan pengujian variabel psikologi dan
lingkungan. Alma (1991) menyebutkan pengujian teori alternatif dari perilaku kepatuhan
pajak menghasilkan kegagalan atas ekspektasi teori utilitas untuk menjelaskan keputusan
kepatuhan secara lengkap. Riset akuntasi keperilakuan dalam bidang perpajakan saat ini
telah membentuk bermacam-macam perilaku pengetahuan dari riset akuntasi keperilakuan
dalam bidang audit.
Audit oleh kantor pajak jarang dilakukan untuk wajib pajak, tidak seperti audit atas
kesalahan laporan keuangan oleh auditor. Konsekuensinya, banyak literator psikologi yang
mempunyai implikasi terhadap perilaku berdasarkan pada kejadian umum yang tidak dapat
diterapkan dalam konteks audit dan perpajakan. Oleh karena itu, terdapat pengecualian
bahwa berbagai literator psikologi tersebut tidak ditujukan untuk riset akuntansi
keperilakuan khusus pada bidang perpajakan atau audit.

Pertumbuhan Riset Perilaku


Indikasi penting dari pertumbuhan minat dalam pendekatan perilaku terhadap akuntansi
merupakan pengaruh dari paradigma perilaku riset. Untuk menangani dimensi ini, Dyckman
(1998) memilih untuk menentukan persentase penulisan dan artikel yang diterbitkan oleh
dua jurnal utama. Secara substansial, persentase penulis artikel lebih besar daripada
persentase yang berhubungan dengan staf pengajar sebagai calon perilaku.
Brown (1996) menguji 103 pengaruh artikel akuntansi berdasarkan pada suatu analisis
kutipan, dan menyimpulkan bahwa hanya literator pasar modal yang dapat mengklaim
dirinya sebagai literator lebih berpengaruh daripada paradigma perilaku. Hal ini
menunjukkan betapa pentingnya perluasan kontribusi paradigma perilaku untuk memahami
fenomena akuntasi selama lebih dari 40 tahun ini. Hal ini merupakan suatu kontribusi yang
meningkat, tetapi kelanjutannya perlu mendapat perhatian dari para peneliti yang berminat.

Perkembangan Terakhir
Wawasan dalam riset akuntansi keperilakuan saat ini bisa diperoleh dengan dua cara, yaitu
sebagai berikut.
1. Survei publikasi utama dari riset akuntansi keperilakuan.
2. Klasifikasi topik artikel yang dipublikasikan dan pemetaan publikasi terhadap model
perilaku individu.
Fokus riset akuntansi keperilakuan saat ni adalah pada pengaruh variabel psikologi,
lingkungan, dan organisasi terhadap perilaku. Penekanan pada variabel psikologi adalah
konsisten dengan sifat profesional dari akuntansi dan produknya sebagai input dalam
pembuatan keputusan. Oleh karena perbedaan antara subbidang dalam penekanan tersebut
terletak pada karakteristik psikologi pemakainya dibandingkan dengan penyusun, maka
fokus audit khususnya adalah pada auditornya dibandingkan terhadap pemakai laporan
audit, demikian pula dengan perbedaan dalam fokus topik tersebut antara subbidang
akuntansi.

E. TEORI KEPERILAKUAN TENTANG PERUSAHAAN


Teori organisasi modern berkaitan dengan perilaku perusahaan sebagai satu kesatuan
terhadap pemahaman kegiatan perusahaan dan alasan anggotanya. Pandangan yang
dihimpun secara lengkap dari tujuan suatu perusahaan memungkinkan para akuntan untuk
menyiapkan laporan keuangan yang mencerminkan hasil operasional tahunan perusahaan
untuk didistribusikan ke pemegang saham dan publik melalui laporan keuangannya.
Teori modern perusahaan terkait dengan arah tujuan perilaku yang dipastikan berkaitan
dengan tujuan, motivasi, dan karakteristik menyelesaikan masalah anggota-anggotanya.
Tujuan organisasi akan dipandang sebagai berikut:
1. Hasil pengaruh dari permulaan proses antar-peserta organisasi.
2. Penentuan batas pengambilan keputusan perusahaan dan penyelesaian masalah aktivitas.
3. Perannya di dalam sistem pengawasan internal adalah untuk memotivasi peserta, di mana
derajat tingkat kepuasan kerja anggotanya akan diuraikan dalam kaitannya dengan tujuan
pribadi mereka yang saling tumpang-tindih dengan tujuan organisasi, dan sampai sejauh
mana karyawan memandang perusahaan sebagai hal yang membantu penerimaan tujuan
pribadi mereka.
Akhirnya, pengambilan keputusan perusahaan, proses menyelesaikan masalah struktur
organisasi, dan seterusnya diuraikan sebagai fungsi peserta yang menyelesaikan masalah
perilaku yang ditandai oleh pembatasan kapasitas mereka secara rasional. Hal utama yang
perlu diperhatikan adalah perusahaan dapat dipandang sebagai suatu keseimbangan dalam
mencari sistem pengambilan keputusan.

Model Motivasi dari Perilaku Manajerial


Pengujian terhadap literator berdasarkan organisasi motivasi mengungkapkan bahwa
kebanyakan dari penulisan (empiris dan teoretis) sebenarnya mendasarkan tulisannya pada
motivasi partisipan dari tingkat yang lebih rendah. Selain itu, dari sejumlah teori, ada yang
telah mencoba untuk menguraikan motivasi manusia secara umum dan telah diberlakukan
bagi perilaku keorganisasian.
Pandangan umum tentang perilaku individu berkaitan dengan arah tujuan. Pada
umumnya, arah tujuan perilaku akan mempunyai karakteristik yang menimbulkan
kebutuhan akan psikologi dan mengambil keutamaan tujuan saat ini yang mengarah pada
perilaku. Selain itu, ketidakmampuan atau gangguan untuk mencapai tujuan dapat
menggeser perhatian dari satu tujuan ke tujuan lain. akhirnya, tujuan mengarah pada
perilaku organisasi dengan mengejar satu tujuan saja pada waktu yang sama dan presentasi
suatu tujuan terjadi ketika memperoleh solusi yang memuaskan.
Implikasi perilaku organisasi dibagi menjadi dua. Pertama, seseorang akan berharap
mencapai suatu subkelompok dari tujuannya di dalam organisasi. Kedua, perilaku di dalam
organisasi dapat diuraikan dalam hubungannya dengan pemecahan masalah, kepuasan, dan
model hubungan kepribadian. Dalam pandangan ini, hal penting untuk menekankan bahwa
suatu organisasi (perusahaan) diharapkan menjadi penolong dalam mencapai beberapa
subkelompok tujuan pribadi seseorang.
Secara umum, pandangan perilaku individu mengarah pada tujuan prinsip perilaku umum
dari teori kebutuhan. Tujuan perilaku biasanya mengarah pada pemunculan kebutuhan
karakteristik psikologis. Selain itu, ketidakmampuan untuk mencapai suatu tujuan dapat
menggeser perhatian dari satu tujuan ke tujuan lain.

F. WAWASAN UNTUK MASA DEPAN


Masalah utama di masa mendatang adalah pendanaan untuk riset ini akan berkurang
jumlahnya. Oleh karena riset keperilakuan saat ini cenderung menjadi lebih mahal
dibandingkan dengan usaha akuntan, maka akan terasa lebih sulit melakukan pekerjaan
tersebut. Terbatasnya sumber dana ini perlu mendapat perhatian khusus dari para subjek
profesional yang mampu. Di samping itu, sikap dan pandangan dari beberapa pengusaha
yang mempunyai anggapan kurang positif terhadap kegiatan riset ini juga berpengaruh
karena mereka tidak selalu memiliki pengetahuan yang cukup untuk memahami bahwa
kegiatan para praktisi meruapkan bagian dari kemampuan aplikasi hasil riset.
Adanya penghargaan seperti penghargaan akademis (academic rewards), baik terhadap
riset maupun kegiatan pengajaran yang secara tidak langsung akan mendorong
pengembangan riset, merupakan suatu keuntungan guna mengangkat dan menganalisis
masalah terbaru. Demikian pula, keunggulan teknologi khususnya komputer telah membuka
dan mendorong peneliti untuk mempertimbangkan masalah-masalah yang pada masa lalu
telah tertutup. Saat ini, dengan pendekatan riset yang lebih terbuka, masalah tersebut
kembali mejadi masalah riset saat ini.
DAFTAR PUSTAKA

Ikhsan Lubis, Arfan. 2017. Akuntansi Keperilakuan Akuntansi Multiparadigma Edisi 3. Jakarta
Selatan: Penerbit Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai