Filsafat berasal dari “Philosophy”. Secara etimologis filsafat berarti love of wisdom. Berasal dari bahasa
Yunani: Philo/Philein : mencintai dan Sophia : kearifan, kebijaksanaan.
- Menurut Plato : Dimulai dari mengkritik kearifan atau pengetahuan intelektual melalui proses
pemeriksaan yang kritis, diskusi dan jelasnya gagasan-gagasan
- Menurut Aristoteles : sebagai hal ada yang berbeda dgn bagian bagian yang Satu
- Menurut Bertrard Russell : Memeriksa secara kritis asas-asas dan gagasan ilmu dan kehidupan
sehari-hari dan mencari suatu ketidakselarasan yang terdapat pada asas-asas itu
CABANG FILSAFAT :
- Epistimologi : membahas tentang terjadinya ilmu pengetahuan, sumber, asal muasal, metode
memperoleh ilmu, validitas kebeneran ilmu
- Meta fisika : membahas tentang persoalan hubungan akal dan benda, hakikat perubahan, pengertian
kemerdekaan, wujud tuhan, kehidupan setelah kematian
- Aksiologi : membahas tentang hakikat nilai yaitu moralitas (etika) dan estetika (indah)
KARAKTERISTIK FILSAFAT :
- Sebagai cara berpikir : cara berpikir yang mendalam melihat dari berbagai sudut pandang pemikiran
- Sebagai pandangan hidup : bersumber pada hakikat kodrat diri manusia sebagai individu, mahkluk
social dan tuhan
MANFAAT FILSAFAT : wawasan luas, membentuk pengalaman hidup / sikap kritis / kemampuan
menganlisis secara menyeluruh
- MATERIAL : segala hal/realita yang dipertanyakan/permasalahkan oleh filsafat. objek ini berbentuk ada
(meliputi 3 persoalan : hakikat tuhan/alam/manusia)
- FORMAL : mengasas/berprinsip, dimana filsafat digunakan untuk mencari keterangan secara mendalam
objek material.
FUNGSI FILSAFAT :
- Berfungsi sebagai penjelas dalam proses berpikir manusia serta mengembalikan kepercayaan pokok
yang dapat menentukan tekanan pada karakter dasar manusia.
- Sebagai penuntun dan penyelamat manusia menuju kemajuan dan hindari kehidupan tanpa makna.
(manusia dinilai berkembang kehidupannya namun masih tidak bermakna sehingga merasa terasing
bahlan dengan penciptanya)
PEMBAGIAN FILSAFAT :
- Epistemology : ilmu pengetahuan, Metafisika : mempelajari hal yang bersifat transenden (melampaui
apa yang terlihat atau dapat ditemukan), Logika : berpikir mencegah kesalahan logika/pemahaman
(fallacies in logic), Etika : perilaku ideal, Estetika : keindahan (filosofi seni), dan Filsafat khusus lainnya.
Filsafat dianggap sebagai metode yang tidak lepas dari sifat kritik karena setiap filsafat yang mencari
jawaban akan membawa ke pertanyaan lainnya. Masalah filsafat tak akan pernah selesai maka itulah
sebenarnya filsafat (Franz Magniz Suseno). Pengetahuan filsafat didasari : krtitik berakar, pemikiran
kritis/sistematis/universal/tanpa batas/usai
PERBEDAAN : filsafat (radikal/mengakar, dikaji diluar batas empiric, induk pengetahuan, kebenaran
universal) sementara ilmu pengetahuan (butuh diuji validitas ilmiahnya, kebenarannya objektif dan
ilmmiah, terkaji empiris, focus pada ilmiah/netral dengan data/rasional)
UNIVERSALITAS FILSAFAT :
- Didasarkan pada focus yang berlandaskan cara pikir kritis dengan mendudukan diri dalam berbagai
perspektif/pemikiran/kebenaran yang masih dianggap abstrak (Melihat asumsi & konsep untuk diuji
sebagai dasar)
- Pandangannya akan berlaku secara universal (diterima dan dikemabngkan seluruh dunia) setelah
menjadi sebuah kebenaran teori/metode/prinsip karena didasarkan penelitian & percobaan sehingga
terbukti
METAFISIKA : “meta” “taphisica” = dibalik benda fisik. Dipahami sebagai proto philosophia (filsafat
pertama), studi yang terdalam.
KLASIFIKASI menurut Wolff terbagi menjadi 2, metafisika umum : hal yang ada dan metafisika khusus :
tentang hakikat manusia, kosmologi/alam semesta, dan hakikat manusia.
ONTOLOGI ILMU KOMUNIKASI : ilmu mendasar ilmu pengetahuan, memiliki pertanyaan yang mendalam
dan perlu terjawab dengan penuh, tidak lepas dari asal/awal, fungsi, dan manfaat sebuah pengetahuan
- Suatu proses linear (sebab-akibat) yang mencerminkan pengirim untuk mengubah pengetahuan
yang pasif.
- Komunikasi dianggap proses satu arah, penyampaian pesan dari seseorang/Lembaga kepada
komunikan.
- Konsep komunikasi yang disoroti adalah penyampaian pesan yg efektif, semua kegiatan
komunikasi bersifat instrumental dan persuasive.
ALIRAN POSITIVISME :
1. POSITIVISME : paradigma hanya mengakui pengetahuan yang benar pada fakta-fakta positif.
Fakta harus didekati dengan metode ilmu pengetahuan eksperimen, observasi dan komparasi.
CIRI – CIRI : bebas nilai, fenomenalisme (sesuatu yang berkala), nominalisme (mengikuti teori
yang ada untuk memecahkan sesuatu, reduksionisme (menyederhanakan agar mudah
dimengerti/ disimpulkan), naturalism (apa adanya/alamiah), mekanisme (hal-hal yang teknis)
3 TAHAP POSITIVISME :
1.) teologis, manusia menghayati dirinya dan semesta, berpikir secara animism (membayangkan
keberadaan roh) dan fetiyisme (menghayati alam semesta dalam individulistis dan partikuralis),
berpikir felitiesme (menganggap partikualitas benda atau kejadian diganti dalam bentuk konsep
umum dan abstrak), berpikir monoteisme (mengakui banyak roh tapi satu yang sacral yaitu
tuhan)
2.) METAFISIS : manusia mulai mencari hakikat/esensi dari segala sesuatu. Hamper sama dengan
teologis namun menerangkan kenyataan berbeda. Gabungan antara dogma agama dan akal
budi. Alam sebelumnya diasalkan dari dewa/tuhan, diterapkan dengan konsep abstrak seperti
kodrat/kehendak tuhan/nurani
3.) POSITIF : mengobservasi gejala kejadian secara empiris dan menemukan hukum-hukum yang
mengatur gejala dan kejadian (rasional, diperoleh langsung dari gejala/kejadian yang positif).
Hukum bersifat pasti dan dipertanggungjawabkan.
4 PRINSIP NYA :
2.) Menganggap penyataan yang tidak diverifikasi secara empiris sebagai nonsense.
3.) Berusaha menyatakan semua ilmu pengetahuan dalam satu Bahasa ilmiah yang universal
INTERPRETIF :
- Tumbuh berdasarkan ketidakpuasan terhadap teori positif dan post positivis, menjadikan pandangan ini
memandang realitas social sebagai sesuatu yang holistic, tidak berpisah—pisah satu dan lainnya,
kompleks, dinamis, penuh makna
- Memandang bahwa realitas social itu sesuatu yang dinamis, berproses, dan penuh makna subjektif.
- Manusia adalah pencipta dunia, memberikan arti bagi dunia dan tidak dibatasi hukum di luar diri, dan
pencipta rangkaian makna.
1. Fenomenologi : berasal dari Bahasa Yunani “fenomonon” (sesuatu yang tampak). Suatu
fenomena selain dapat diamati dengan indera, bisa dilihat juga secra rohani tanpa indera.
Memiliki prinsip bahwa pengetahuan dapat ditemukan dalam kesadaran diri individu.
TERBAGI MENJADI 2 :
2. Hermeneutika : fenomena khas manusia adalah bahasa, karena bahasa merupakan obyektivitasi
dari kesadaran manusia terhadap kenyataan. Bahasa mencerminkan realitas yang dialami si
penutur, sekaligus apa yang dipikirkan., berfokus pada konsep dalam sebuah teks. Bertujuan
untuk memahami lebih baik interaksi sebagai konstruksi yang sudah ada (antarabudaya—
zaman).
Mencakup prinsip : konsentrasi pada makna, Bahasa sebagai kekuatan pusat, menekankan
pemahaman dan komunikasi, subjek dimaknai, subjek dan objek saling terlibat.
3. Interaksi simbolik : berorientasi pada orang yang merespon makna yang mereka bangun, melihat
bagaimana interaksi satu dan yang lain itu terjadi melalui symbol yang berupa gerak tubuh,
peraturan, dan peran.
Istilah utama dalam teori ini, yakni : identitas (mengekspresikan diri), bahasa, cara melihat diri
(memahami diri), makna (memaknai hal dapat berbeda), pikiran (ideologi, tutur kata), bermain
peran (menunjukan bagaimana peran kita), konsep diri (bagaimana kita ingin membawa diri
kita), dan harapan untuk pemenuhan diri (kepuasan terhadap diri)
KONSTRUKTIVISME :
Sebuah pikiran yang hadir dari orang lain dan dapat dianggap makna sebenernya walau bukan makna
yang sesungguhnya. Dalam realitas social, terdapat pemberian stereotip/makna umum, dimana
pandangan atau pemikiran orang-orang telah dipolarisasi sehingga terkonstruksi secara social.
Contoh : double standard yang terjadi antara pria yang belum menikah pada umur 25 dan Wanita yang
belum menikah di umur 25.
Teori ini menyatakan bahwa individu beraksi menurut kategori dan pikiran. Dimana realitas
menggambarkan individu harus disaring menurut cara pandang orang lain terhadap realitasnya.