DISUSUN OLEH:
HILDA SAHIDA PUTRI
24040122420024
Kata Philosophia yang berarti philein adalah mencintai dan sophos adalah kebijaksanaan
yang berarti filsafat juga memiliki arti mencintai pencarian menuju penemuan kebijaksanaan
atau kearifan. Mencintai kearifan di sini tentunya bermakna mencintainya dengan melakukan
proses pencarian terhadap kearifan sekaligus makna mendasar produknya sendiri. Proses
pencarian tersebut, yang dicari adalah kebenaran-kebenaran prinsip yang bersifat general.
Prinsip yang bersifat umum ini harus dapat dipakai untuk menjelaskan segala sesuatu kajian
atas objek filsafat yang dicari. Secara prinsip Filsafat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Esensial
Secara etimologi Esensial berasal dari Bahasa Inggris yaitu inti atau pokok dari segala
sesuatu. Pemikiran esensial dalam filsafat berarti pikiran kita berusaha memahami persoalan
hingga keakar atau substansinya dan mengesampingkan unsur-unsur aksidensi/subjektif,
pelengkap. Setiap permasalahan yang kita hadapi mengandung dua unsur yaitu substansi dan
aksidensi. Sebagai ilmuwan dalam menghadapi persoalan kita harus mencari substansinya
dengan berfikir secara esensial. Ciri berfikir esensial bersifat mengakar, langsung ke inti
masalah berdasarkan prinsip, objektif dan mendasar. Etika kita terjebak dalam persoalan
aksidensi, hal ini akan memunculkan masalah-masalah baru dan menjauhkan dari masalah
pokok yang sesungguhnya. Cara berfikir esensial dilakukan dengan menggunakan akal,
bekerja secara rasional dan logis. Secara rasional pikiran mencoba menanggalkan hal-hal
yang bersifat subjektif ketika mengadapi suatu masalah seperti emosi, perasaan, latar
belakang budaya, kepercayaan atau keyakinan, maupun konflik kepentingan agar supaya
pikiran kita jernih dan objektif, fokus pada akar persoalan. Sedangkan secara logis, pikiran
akan bekerja secara sistematis, tidak tumpang tindih dan merupakan satu kesatuan yang utuh.
Berfikir secara logis akan mengarahkan pikiran kita kepada proses yang runtut. Pikiran
esensial sangat berguna untuk menghadapi persoalan dan situasi yang komplek karena
mampu pikiran mampu menembus batas-batas empirik menggapai unsur-unsur hakiki di area
substantive.
b. Komprehensif
Komprehensif artinya mencakup atau menyeluruh. Berfikir secara komprehensif dalam
filsafat merupakan usaha untuk mengurai dan menjelaskan masalah secara keseluruhan
dengan melibatkan cara bekerja secara interdisipliner maupun multi disipliner sehingga
diperoleh penyelesaian secara utuh, tidak parsial atau menyisakan masalah. Cara pandang
komprehensif tidak melihat masalah dari satu sudut pandang saja melainkan secara
multidimensional. Berfikir komprehensif semakin urgent ketika dihadapkan persoalan yang
makin kompleks. Misalnya, persoalan kemiskinan. Selain dilihat dari segi ekonomis juga dari
sisi lainnya seperti sosial, psikologis, sosiologis, kultural, geografis. Dengan melibatkan
berbagai ilmu yang terkait dengan masalah dan mengintegrasikannya maka kita akan
memiliki sudut pandang yang beragam namun komprehensif sehingga akan memecahkan
masalahnya secara tuntas dan utuh.
c. Normatif
Pengertian normatif adalah suatu cara pandang yang berpegang teguh pada kaidah yang
berlaku dalam mengatasi suatu masalah melalui pendekatan normatif berarti melihat suatu
masalah bukan dari fakta persoalannya atau bukan apa adanya, namun dari apa yang
seharusnya. Normatif ini mengandung nilai etik moral dan religi. Proses berfikir normatif
dilakukan untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan apa yang seharusnya bukan apa
faktanya. Atau dengan kata lain ingin memperoleh jawaban berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan etis dan bukan pertimbangan rasional. Dengan berfikir normatif, manusia
mampu mengolah pengetahuan dan pemikiran manusia menjadi makin mendalam serta makin
bermakna. Kemudian mengembangkan serta mengaplikasikan hasil pemikirannya. Manusia
mampu melakukan perubahan dan peningkatan kearah kehidupan yang lebih baik sesuai
sudut pandang normatif dalam kehidupan manusia.
II. Hakekat Ilmu
Hakekat adalah makna yang sebenarnya atau juga makna yang paling mendasar dari sesuatu
atau kenyataan yang sebenarnya atau sesungguhnya, ilmu adalah suatu pengetahuan, baik
natura atau pun sosial, yang sudah terorganisir serta tersusun secara sistematik menurut kaidah
umum dan memberikan batasan ilmu sebagai pengetahuan logis dan mempunyai bukti
empiris. metode pendekatan ilmu berdasarkan pengalaman (experience) dengan menggunakan
berbagai cara seperti observasi, eksperimen, survei, studi kasus, dan sebagainya. Pengalaman-
pengalaman itu diolah oleh fikiran atas dasar hukum logika yang tertib. Unsur dari hakekat
ilmu adalah mencerdaskan, mensejahterakan dan memartabatkan.
Ilmu tidak terlepas dari landasan ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi membahas
apa yang ingin diketahui mengenai teori tentang “ ada“ dengan perkataan lain bagaimana
hakikat objek yang di telaah sehingga membuahkan pengetahuan. Epistemologi membahas
tentang bagaimana proses memperoleh pengetahuan. Dan aksiologi membahas tentang nilai
yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Dengan membahas ketiga
unsur ini manusia akan mengerti apa hakikat ilmu itu. Tanpa hakikat ilmu yang sebenarnya,
maka manusia tidak akan dapat menghargai ilmu sebagaimana mestinya
Ditinjau dari segi ontologi, ilmu membatasi diri pada kajian yang bersifat empiris. Objek
penelaah ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa hal-hal yang sudah berada diluar jangkauan manusia
tidak dibahas oleh ilmu karena tidak dapat dibuktikan secara metodologis dan empiris,
sedangkan ilmu itu mempunyai ciri tersendiri yakni berorientasi pada dunia empiris. Dalam
ontologi ilmu pengetahuan hendaknya diuraikan secara: metodis, sistematis, koheren, rasional,
komprehensif, radikal, universal. Berdasarkan objek yang ditelaah dalam ilmu pengetahuan
dua macam:
1. Obyek material (obiectum materiale, material object) ialah seluruh lapangan atau bahan
yang dijadikan objek penyelidikan suatu ilmu.
2. Obyek Formal (obiectum formale, formal object) ialah penentuan titik pandang terhadap
obyek material.
Beberapa asumsi mengenai objek empiris yang dibuat oleh ilmu, yaitu:
1. Menganggap objek-objek tertentu mempunyai kesamaan antara yang satu dengan yang
lainnya
2. Menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu.
3. Determinisme yakni menganggap segala gejala bukan merupakan suatu kejadian yang
bersifat kebetulan.
Asumsi tersebut dapat dikembangkan jika pengalaman manusia dianalisis dengan berbagia
disiplin keilmuan dengan memperhatikan beberapa hal yang Pertama, asumsi harus relevan
dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan. Asumsi ini harus operasional dan
merupakan dasar dari pengkajian teoritis. Kedua, asumsi harus disimpulkan dari “keadaan
sebagaimana adanya” bukan “bagaimana keadaan yang seharusnya”.Contoh ontologi yang
sering diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu meja. Dalam ontologi meja yaitu
menggunakan realitas tentang meja. Realitasnya adalah terdapat gambara atau ide yang
membuat kita mengenali sebuah meja. Tidak peduli berapa banyak model meja yang ada, tidak
peduli berapapun ukurannya, warnanya, dan fisiknya yang berbeda, benda tersebut tetaplah
sebuah meja. Inilah yang menjadi realitas dari ide dan gambaran yang ada.
Landasan yang ada dalam tataran epistemologi ini adalah proses apa yang memungkinkan
mendapatkan pengetahuan logika, etika, estetika, bagaimana cara dan prosedur memperoleh
kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, apa yang disebut dengan kebenaran
ilmiah, kebaikan moral, dan keindahan seni. Untuk dapat memperoleh ilmu pengetahuan yang
dapat diandalkan tidak hanya cukup dengan berpikir secara rasional ataupun sebaliknya
berpikir secara empiris saja karena keduanya mempunyai keterbatasan dalam mencapai
kebenaran ilmu pengetahuan. Jadi pencapaian kebenaran menurut ilmu pengetahuan
didapatkan melalui metode ilmiah yang merupakan gabungan atau kombinasi antara
rasionalisme dengan empirisme sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi. Langkah inilah
yang ditelaah dalam epistemologi ilmu yang juga disebut dengan metode ilmiah. Secara
sederhana semua teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama yaitu:
1. Harus konsisten dengan teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya
kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan.
2. Harus cocok dengan fakta empiris sebab yang bagaimanapun konsistennya sekiranya tidak
didukung oleh pengujian empiris tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah.
Kerangka dasar prosedur ilmu pengetahuan dapat diuraikan dalam enam langkah sebagai
berikut:
1. Sadar akan adanya masalah dan perumusan masalah
2. Pengamatan dan pengumpulan data yang relevan
3. Penyusunan atau klarifikasi data
4. Perumusan hipotesis
5. Deduksi dari hipotesis
6. Tes pengujian kebenaran (Verifikasi).
Dalam teori epistemologi terdapat beberapa aliran. Aliran-aliran tersebut mencoba menjawab
pertanyaan bagaimana manusia memperoleh pengetahuan.
Pertama, golongan yang mengemukakan asal atau sumber pengetahuan yaitu aliran:
1. Rasionalisme, yaitu aliran yang mengemukakan, bahwa sumber pengetahuan manusia
ialah pikiran, rasio dan jiwa.
2. Empirisme, yaitu aliran yang mengatakan bahwa pengetahuan manusia berasal dari
pengalaman manusia itu sendiri, melalui dunia luar yang ditangkap oleh panca inderanya.
3. Kritisme (transendentalisme), yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan manusia
itu berasal dari dunia luar dan dari jiwa atau pikiran manusia sendiri.
Kedua, golongan yang mengemukakan hakikat pengetahuan manusia inklusif di dalamnya
aliran-aliran:
1. Realisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa pengetahuan manusia adalah gambaran
yang baik dan tepat tentang kebenaran. Dalam pengetahuan yang baik tergambar
kebenaran seperti sesungguhnya
2. Idealisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan hanyalah kejadian dalam jiwa
manusia, sedangkan kanyataan yang diketahui manusia semuanya terletak di luar dirinya.
Contoh epistemologi dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan bagaimana kita
mendapatkan ilmu pengetahuan contohnya yaitu kursi. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita
bisa tahu bahwa benda tersebut adalah kursi, berdasarkan hal apa kita bisa memiliki pemikiran
dan anggapan bahwa itu benar-benar sebuah kursi. Pertama tentu dengan menangkap
keberadaan tentang kursi melalui pancaindra kita setelah itu mulai dilakukan analisa yang
dilakukan akal kita. Akal kemudian mengkategorikannya menjadi sebuah ilmu pengetahuan
yang membahas tentang kursi. Inilah yang menjadi praktek epistemologi dalam kehidupan
sehari-hari sama seperti benda-benda lainnya.
VI. Kesimpulan
Filsafat Ilmu memiliki dasar untuk bisa berfikir secara esensial, komprehensif , normatif,
rasional, empiris dan objektif. Dimana landasan utamanya adalah Ontologi, Epistomologi dan
Aksiologi. Manfaat belajar Aksiologi yaitu untuk mengantisipasi perkembangan kehidupan
manusia yang negatif sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi tetap berjalan pada jalur
kemanusiaan.
VII. Daftar Pustaka
1. Adib, Muhammad. 2014. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2. Bakhtiar, Amsal. 2013. Filsafat Ilmu. Jakarta: rajawali Pers.
3. Gazalba, Sidi. 2014. Sistematika Filsafat Buku: IV. Jakarta: Bulan Bintang.
4. Saputra, Mulyana.2014. Epistomologi dan Antologi Etika dan Logika dalam
Perkembangan Ilmu. Jatinangor: Universitas Padjadjaran.
5. Syafii, Inu Kencana. 2004. Pengantar Filsafat. Cet. I; Bandung: Refika Aditama.
6. Supriyanto, Stefanus. 2013. Filsafat Ilmu. Surabaya: Prestasi Pustaka.