Anda di halaman 1dari 11

Pendidikan Pancasila

Pancasila Sebagai Sistem


Filsafat

OLEH: PUSAT MATA KULIAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN (MPK)


M. LUKMAN HAKIM, M.SC. UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Definisi dan Karakteristik Filsafat

Definisi

❑ Filsafat secara etimologis berasal dari kata Yunai (juga Latin) philos/philein yang berarti
“cinta” atau “teman” dan sophos/sophia artinya “kebijaksanaan” (wisdom). Dari akar
etimologis itu secara sederhana filsafat berarti cinta kepada kebijaksanaan atau teman
kebijaksaan (wisdom). Atau secara sederhana bisa dikatakan bahwa filsafat terkait dengan
“ajaran-ajaran kebijaksanaan”.

❑ Merujuk defenisi sederhana, filsafat dalam pengertian umum terdapat dimana-mana, karena
ajaran kebijaksaan bisa ditemukan dimanapun di semesta bumi.

❑ Butir-butir ajaran “kebijaksanaan” yang ada diberbagai penjuru bumi ini disebut “falsafah”
yang biasanya termanifestasi secara kongkrit dalam petuah-petuah, peribahasa, seloka,
piwulang, karya sastra, serat, tembang, dll.
Para filsuf sendiri berbeda soal mendifiniskan filsafat.
Sebagai gambaran awal, berikut ini ada beberapa definisi filsafat:

✔ Menurut Filsuf Pra Sokratik: Filsafat adalah Ilmu yg berusaha memahami hakikat alam
berdasar akal budi (bukan mitos).

✔ Menurut Plato: Filsafat adalah Ilmu yg berusaha meraih kebenaran asli dan murni dan
menyelidiki sifat dasar dari penghabisan kenyataan.

✔ Menurut Rene Descartes: Filsafat adalah Himpunan segala pengetahuan yang pokok
penyelidikannya adalah Tuhan, Alam dan Manusia.
Karakter Filsafat

1. Rasional, inilah karakter utama dalam berfilsafat. Apakah yang rasional itu?, kita
tahu bahwa rasio menjadi panglima atau pemimpin dalam filsafat.

2. Kritis, apakah kritis itu? Sejak mula manusia pasti mempunyai pengetahuan,
meskipun pengetahuan yang paling sederhana. Pengetahuan yang terkristal lalu
menjadi sebuah konsep baku yang dapat mempengaruhi cara pandang, cara
memahami kenyataan dan bahkan cara bertindak.

3. Radikal, Seringkali orang hanya melihat kenyataan itu bersifat empiris semata,
hanya sisi luarnya semata, padahal kenyataan itu ada yang tidak dapat dicerap oleh
indera, dibutuhkan akal dan intuisi untuk bisa memahami realitas secara mendalam.

4. Komprehensif, Dalam berfilsafat, pola berfikirnya harus menyeluruh, tidak lagi


parsial atau sepotong-potong. Kalau hendak membicarakan mengenai konsep
kamanusiaan, maka sesungguhnya harus kembali pada konsep manusia itu sendiri.
Pancasila Sebagai Filsafat dan Pandangan Hidup
Filsafat Pancasila dapat didefinisikan sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai
dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok
pengertiannya yang mendasar dan menyeluruh. Pancasila dikatakan sebagai filsafat, karena
Pancasila merupakan hasil permenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding
fathers Indonesia, yang dituangkan dalam suatu sistem (Abdul Gani, 1998).

❑ Dasar Ontologis Pancasila


✔ Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak
mono-pluralis

✔ Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang
mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat : raga dan jiwa, sifat kodrat manusia adalah sebagai
makhluk individu dan makhluk social, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk
pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan YME.
❑ Dasar Epistemologi Pancasila
✔ Konsep hakikat manusia yang monopluralis merupakan dasar pijak epistemology pancasila
Hakikat manusia yang monopluralis : susunan kodrat terdiri atas jasmani dan rohani.

✔ Adapun unsur jiwa ( rohani) : akal ( suatu potensi yang memungkinkan manusia untuk
mendapat kebenaran pengetahuan); rasa yaitu potensi kejiwaaan manusia yang mampu
mencerap hal-hal estetis; sedangkan kehendaak adalah unsur potensi jiwa manusia yang terkait
dengan hal moral dan etik. Maka epistemologi pancasila mengakui kebenaran yang berasal
dari rasio.

✔ Manusia pada hakikat kedudukan kodratnya adalah makhluk Tuhan YME. Maka epistemology
pancasila juga mengakui kebenaran wahyu sebagai tingkat kebenaran yang tertinggi dan
bersifat mutlak.

✔ Manusia pada hakikat sifat kodratnya. Maka epistemologi pancasila mengakui kebenaran

Berbicara tentang sumber pengetahuan, sebagai salah satu pokok pembahasan epistemologi,
maka pancasila bersumber pada nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri
(adat-istiadat, budaya, dan nilai religius), bukan hanya merupakan hasil perenungan serta
❑ Dasar aksiologi pancasila
✔ Aksiologi terkait erat dengan penelaahan atas nilai. Nilai berhubungan dengana kajian
mengenai apa yang secara intrinsik, yaitu bernilai dalam dirinya sendiri dan ekstrinsik atau
disebut instrumental, yaitu bernilai sejauh dikaitkan dengan cara mencapai tujuan.

✔ Pancasila mengandung nilai, baik intrinsik maupun ekstrinsik atau instrumental. Nilai intrinsik
Pancasila adalah hasil perpaduan antara nilai asli milik bangsa Indonesia dan nilai yang
diambil dari budaya luar Indonesia.

✔ Pancasila sebagai nilai instrumental mengandung imperatif dan menjadi arah bahwa dalam
proses mewujudkan cita-cita negara bangsa, seharusnya menyesuaikan dengan sifat-sifat yang
ada dalam nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial

✔ Pancasila juga mencerminkan nilai realitas dan idealitas. Pancasila mencerminkan nilai
realitas, karena di dalam sila-sila Pancasila berisi nilai yang sudah dipraktekkan dalam hidup
sehari-hari oleh bangsa Indonesia. Di samping mengandung nilai realitas, sila-sila Pancasila
berisi nilai-nilai idealitas yaitu nilai yang diingini untuk dicapai.

✔ Driyarkara menyatakan bahwa bagi bangsa Indonesia, Pancasila merupakan Sein im Sollen.
Sila 5
Sila 1 menjiwai dan meliputi sila ke-2, 3, 4, 5.
Sila 4 Sila 2 dijiwai dan diliputi sila ke-1, dan
menjiwai serta meliputi sila ke-3, 4, 5.
Sila 3 Begitu seterusnya.

Sila 2

Sila 1
❑ Dalam susunan heararkhis dan piramidal, sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis
kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan dan keadilan sosial. Sebaliknya Ketuhanan
Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan, yang membangun, memelihara dan
mengembangkan persatuan Indonesia, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial. Demikian
selanjutnya, sehingga tiap-tiap sila di dalamnya mengandung sila-sila lainnya.

❑ Hakikat adanya Tuhan adalah ada karena dirinya sendiri, Tuhan sebagai causa prima. Oleh
karena itu segala sesuatu yang ada termasuk manusia ada karena diciptakan Tuhan atau
manussia ada sebagai akibat adanya Tuhan (sila pertama). Adapun manusia adalah sebagai
subjek pendukung pokok negara, karena negara adalah lembaga kemanusiaan, negara adalah
sebagai persekutuan hidup bersama yang anggotanya adalah manusia (sila kedua). Dengan
demikian, negara adalah sebagai akibat adanya manusia yang bersatu (sila ketiga).
Selanjutnya terbentuklah persekutuan hidup bersama yang disebut rakyat. Rakyat pada
hakikatnya merupakan unsur negara di samping wilayah dan pemerintah. Rakyat adalah
totalitas individu-individu dalam negara yang bersatu (sila keempat). Adapun keadilan yang
pada hakikatnya merupakan tujuan bersama atau keadilan sosial (sila kelima) pada
PANCASILA DI TENGAH ISU-ISU KONTEKSTUAL KEBANGSAAN
❑ Status Pancasila sebagai sebuah sistem filsafat atau sistem berpikir (system of thought),
memiliki konsekwensi bahwa Pancasila mampu menjadi cara pandang, perangkat analisis,
dan model berpikir (mode of thought) untuk melihat, memahami dan menganalisis
problem-problem dan isu-isu aktual dan kontekstual kebangsaan.

❑ Berbagai permasalahan aktual yang sedang dihadapi bagsa Indonesia di antaranya korupsi,
radikalisme keagamaan hingga terorisme, separatisme, hak asasi manusia, globalisasi, dll.

❑ Perspektif Pancasila, korupsi jelas-jelas merupakan kejahatan pengkhianatan terhadap


cita-cita Pancasila. Korupsi berpotensi merusak kesatuan dan integrasi bangsa yang telah
disepakat sejak 1928. Kejahatan korupsi menghalangi pencapaian cita-cita kemerdekaan,
sebagaimana yang tertuang di dalam konstitusi UUD 1945.

❑ Cita-cita konstitusi, untuk menciptakan negara dan pemerintahan yang dapat menghantarkan
setiap individu pada perlindungan segenap bangsa, perlindungan terhadap tumpah darah,
kecerdasan kehidupan bangsa, terciptanya kesejahteraan umum, dan tercapainya perdamaian
❑ Terkait tantangan globalisasi, sangat terasakan ketika Pancasila berhadapan vis a vis dengan
budaya global dan politik kebudayaan, sehingga Pancasila semakin memainkan fungsi dan
peran yang strategis. Salah satu fungsi sistem filsafat Pancasila adalah meninjau kembali
tradisi-tradisi kearifan lokal, melakukan reinventarisasi, revitalisasi dan reaktualisasi
ideologis dan kebudayaan, sehingga, di tengah hegemoni globalisasi, Pancasila mampu
memberikan nuansa “kritis” tanpa tercerabut dari kesadaran kultural kebangsaan.

❑ Terorisme dan radikalisme menjadi fenomen aktual yang muncul kembali seiring dengan
proses demokratisasi sekarang ini. Fenomena ini sudah sejak lama terjadi, bahkan menjadi
subjek permasalahan nasional sejak Sukarno, Suharto hingga era Reformasi sekarang ini,
bahkan menjadi fenomena global yang mempengaruhi dinamika geo-politik internasional.

Anda mungkin juga menyukai