Tidak mudah untuk membuat suatu batas yang tegas antara periode Renaissance dan
periode modern. Sebagian orang menganggap bahwa periode modern hanyalah perluasan
periode Renaissance. Namun, pemikiran ilmiah membawa manusia lebih maju.
Periode zaman modern merupakan zaman yang tepat untuk menuangkan dengan
bebas segala pemikirannya. Zaman modern ditandai dengan adanya perkembangan keilmuan
dan berbagai bidang lainnya yang berdampak pada saat sekarang.
Perkembangan filsafat ilmu pada zaman modern akan diuraikan dalam pembahasan
ini dengan mengetahui perbedaan periode sebelum modern dan ciri khas fase tersebut yang
membedakannya dari fase-fase sebelum dan atau sesudahnya. Di samping itu penulis juga
akan mengungkap tentang peran filosof dalam perkembangan filsafat ilmu beserta
pemikirannya.
2.1 Definisi/Karakteristik Pemikiran pada Masa Modern
Secara singkat dapat ditarik ringkas ilmu-ilmu yang lahir saat itu. Perkembangan almu
pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu seperti taksonomi, ekologi, kalkulus, dan statistika.
Pada zaman modern ini terjadi revolusi industri di Inggris, sebagai akibat peralihan
masyarakat agraris dan perdagangan abad pertengahan ke masyarakat industri modern dan
perdagangan maju.
Bertrand Russell (1979 : 479) yang dikutip dalam buku (79) menyatakan bahwa
dalam sejarah, sebuah masa secara umum dapat dinyatakan sebagai masa ‘modern’, dapat
dilihat dari berbagai sisi adanya perubahan mental yang menunjukkan perbedaan bila
disbanding dengan masa pertengahan. Paling tidak, perbedaan itu tampak dalam dua hal yang
penting, yaitu pertama, berkurangnya cengkeraman kekuasaan gereja dan kedua, bertambah
kuatnya otoritas ilmu pengetahuan. Russell menyatakan bahwa penolakan terhadap
kekuasaan gereja yang merupakan ciri negatif dunia modern dimulai lebih awal daripada
menerima otoritas ilmu pengetahuan sebagai positifnya.
Namun, sejak para pemikir (scientis) dapat berbicara dengan penuh kepastian tentang
keilmuannya, sejak itu ilmu pengetahuan mulai berkembang dengan baik. Pada saat tersebut,
susunan atom, virus, dan bakteri, karena penggunaan mikroskop elektron, dan metode-
metode optikyang dapat membesarkan objek-objek yang diteliti mulai berkembang.
Dengan berbagai penemuan termasuk manusia modern bepergian dengan pesawat supersonic
dan sempitnya dunia akibat globalisasi, kini pemikiran ilmiah telah menjadikan manusia
memperoleh kemewahan dan manusia ilmuwan telah melepas ambisinya untuk menjelajahi
ruang angkasa. Jadi, ilmu pengetahuan telah membawa manusia dari periode batu ke periode
perunggu, dari periode pengangkut ke periode uap, lalu ke periode listrik,periode atom,dan
periode ruang angkasa. (Abdul Rozak dan Isep ZA, 2002 : 111)
Rene Descartes dengan pikiran rasionalnya, John Locke dengan pikiran empirisnya,
Immanuel Kant dengan kritis melihat ketidaksempurnaan, baik pada Descartes maupun John
Locke. Kant mengatakan, “Pengamatan tanpa konsep adalah buta, sedangkan tanggapan
tanpa penglihatan adalah hampa.” Ia berpendapat bahwa dasar pengetahuan itu adalah
pengamatan dan pemikiran. Ilmu pengetahuan haruslah bersifat sintetis. Hal ini berarti,
berdasarkan pengamatan secara nyata, atau bersifat apriori, yaitu menggunakan akal.
Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab
suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri.
Namun tentang aspek mana yang berperan ada beda pendapat.
Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti
berasal dari rasio (akal). Aliran empirisme, sebaliknya, meyakini pengalamanlah sumber
pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi. Paham ini menyatakan bahwa tidak
ada sesuatu dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman. Lalu muncul
aliran kritisisme, yang mencoba memadukan kedua pendapat berbeda itu.
Pada abad XX, aliran filsafat banyak sekali sehingga sulit digolongkan, karena makin
eratnya kerja sama internasional. Sifat-sifat filsafat pada abad ini lawannya abad XIX, yaitu
anti positivis, tidak mau bersistem, realistis, menitikberatkan pada manusia, pluralistic,
antroposentrisme, dan pembentukan subjektivitas modern.
Pada masa modern filsafat dari berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak
keseluruhan filsafat modern itu mengambil warna filsafat sufisme Yunani, sedikit
pengecualian pada Kant. Paham-paham yang muncul dalam garis besarnya dapat dibagi
menjadi beberapa kelompok. Menurut Herman (2007:27) yang dikutip dalam buku Agoes
Hendriyanto, M.pd (2012: 33) menyatakan bahwa ada tiga aliran filsafat modern
yaitu Renaissance, rasionalisme, dan empirisme.
1. 1. Rasionalisme
Rasio merupakan sumber kebenaran. Hanya rasio sajalah yang dapat membawa
manusia pada kebenaran sehingga aliran ini disebut rasionalisme. Rasionalisme merupakan
paham filsafat yang menyatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk
memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalis, suatu pengetahuan diperoleh dengan
cara berpikir.
Rasionalisme memiliki dua aliran, yaitu dalam bidang agama dan filsafat. Dalam
bidang agama, aliran rasionalisme adalah lawan dari otoritas dan biasanya digunakan untuk
mengkritik ajaran agama. Adapun dalam filsafat, rasionalisme adalah lawan dari empirisme
dan sering berguna dalam menyusun teori pengetahuan.
1. Rasionalisme sangat mempercayai adanya kekuatan akal budi manusia dengan segala
sesuatu itu dapat dan harus bias dimengerti atau diterima oleh akal pikiran manusia sehingga
hal-hal yang abstrak sangat bertentangan dengan teori ini.
2. Kebenaran yang hanya dilandasi oleh adanya tradisi, otoritas, tradisi, dan dogma yang
tidak bisa diteima oleh paham rasionalisme ini. Rasionalisme membawa dampak dalam
beberapa bidang antara lain politik, agama, dan ilmu pengetahuan.
3. Rasionalisme mengembangkan suatu metode baru dalam pengambilan keputusan, yaitu
menggunakan metode deduksi atau pengambilan keputusan dari hal-hal yang bersifat umum
menjadi hal-hal yang bersifat khusus.
4. Rasionalisme, karena mencampur adukkan antara agama dan ilmu, bersifat sekuler.
Paham ini bersifat duniawi saja.
Tokoh/filosof Rasionalisme
1. 2. Idealisme
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya
dipahami dalam kaitannya dengan dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme diambil dari
kata idea, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.
Idealisme mempunyai argument epistimologi tersendiri. Oleh karena itu, tokoh-tokoh
teisme yang mengajarkan bahwa materi bergantung pada spirit tidak disebut idealisme karena
mereka tidak menggunakan argumen epistimologi yang digunakan oleh idealisme. Mereka
menggunakan argumen yang menyatakan bahwa objek-objek fisik pada akhirnya adalah
ciptaan Tuhan; argumen orang-orang idealis mengatakan bahwa objek-objek fisik tidak dapat
dipahami terlepas dari spirit.
Idealisme secara umum selalu berhubungan dengan rasionalisme. Ini adalah mazhab
epistimologi yang mengajakan bahwa pengetahuan apriori atau deduktif dapat diperoleh
manusia dengan akalnya. Paham idealisme mengajarkan bahwa hakikat fisik adalah jiwa,
spirit. Ide ini merupakan ide Plato yang memberikan jalan untuk mempelajari paham
idealisme zaman modern.
Tokoh/filosof Idealisme
3. Idealisme Theist
Telah dijabarkan bahwa idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa
hakikat dunia fisik hanya dipahami dalam kaitannya dengan dengan jiwa dan roh sedangkan
idealisme theist merupakan aliran idealisme yang bertuhan.
Pada zaman modern ternyata masih ada “turunan langsung” Anselmus dan Agustinus
(filosof abad tengah), yaitu Pascal. Pemikiran Pascal tentang Tuhan dan manusia hampir
merupakan fotokopi pemikiran Anselmus dan Agustinus. Kant juga mengakui Tuhan dalam
filsafatnya. Tapi, Tuhan ia temukan dengan cara berbeda dari cara Pasal.
Metode yang diterapkan aliran ini adalah induksi, yaitu kesimpulan yang bersifat umum
ditarik dari kasus-kasus yang bersifat individual (khusus). Contoh sebagai berikut.
Berdasarkan contoh diatas sangat jelas melalui indera penglihatan dapat dilihat bahwa hewan
tersebut ternyata berkaki dua, kemudian akan disimpulkan dan proses penyimpulannya pasti
akan melibatkan akal pikiran manusia untuk mencari kata unggas.
Filsafat empirisme tentang teori dan makna amat berdekatan dengan aliran positivism logis
(logical positivisme) dan filsafat Ludwig Wittegenstein. Akan tetapi, teori makna dan
empirisme selalu harus dipahami lewat penafsiran pengalaman. Oleh karena itu, bagi orang
empiris, jiwa dapat dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi sebagai pola
(pattern) jumlah yang dapat diindra, dan hubungan kausalitas sebagai urutan peristiwa yang
sama. (Ahmad Syadali, 2004 : 116 ) yang dikutip dalam Atang Abdul Hakim dan Beni
Ahmad Saebani (2008 : 265).
Penganut empirisme berpandangan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan bagi
manusia, yang jelas-jelas mendahului rasio. Tanpa pengalaman, rasio tidak memiliki
kemampuan untuk memberikan gambaran tertentu.
Tokoh/filosof Empirisme
1. 5. Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata “Pragma” (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan.
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa criteria kebenaran
sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Pragmatisme berpandangan bahwa substansi kebenaran adalah jika segala sesuatu memiliki
fungsi dan manfaat bagi kehidupan. Misalnya, beragama sebagai kebenaran, jika agama
memberikan kebahagiaan; menjadi dosen adalah kebenaran jika memperoleh kenikmatan
intelektual, mendapatkan gaji atau apapun yang bernilai kuntitatif dan kualitatif. Sebaliknya
jika memberikan kemadharatan, tindakan yang dimaksud bukan kebenaran. Oleh sebab itu
kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak.
Tokoh/filosof Pragmatisme
1. Eksistensialisme
Istilah eksistensialisme berasal dari kata eksistensi dari kata dasar exist. Kata exist itu sendiri
adalaha bahasa Latin yang artinya: ex; keluar dan sistare; berdiri. Jadi eksistensi adalah
berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Secara umum eksistensialisme dimaksudkan sebagai
aliran filsafat yang membicarakan keberadaan segala sesuatu, termasuk manusia.
Permasalahannya ialah, siapakah yang benar-benar berada (bereksistensi); apakah manusia,
atau Tuhan atau kedua-duanya.
Sudut pandang humanisme adalah factual. Sebagaimana halnya dengan libreralisme Barat-
borjuis yang mengklaim sebagai pewaris peradaban humanisme dalam sejarah, marxisme pun
mengklaim diri sebagai metode untuk merealisasikan humanisme dalam bentuk manusia
sempurna. Eksistensialisme, mengajukan klaim lebih dari dua aliran sebelumnya, seperti
yang terlihat dalam ucapan, “Eksistensialisme adalah humanisme itu sendiri”. Dengan klaim
seperti itu, eksistensialisme mempunyai hak yang lebih besar daripada dua yang disebut
terdahulu.
1. G. W. Leibniz
Menurutnya, pengetahuan dikembangkan oleh pengalaman, tetapi pengalaman bukan sumber
pengetahuan karena pengalaman tidak mempunyai sumber umum dan mutlak.
Bagi seorang idealis, hukum moral ialah setiap tindakan harus berupa langkah menuju
kesempurnaan spiritual. Itu hanya dapat dicapai dalam masyarakat yang anggota-anggotanya
adalah pribadi yang bebas merealisasikan diri mereka dalam kerja untuk masyarakat. Pada
tingkat yang lebih tinggi, keimanan dan harapan manusia muncul dalam kasih Tuhan.
1. Pengetahuan diperoleh melalui dua jalan, yaitu akal (reason) dan hati (heart),
4. Tuhan juga tidak dapat dipahami melalui argumen metafisika, Tuhan hanya dapat
dipahami melalui hati.
Situasi pemikiran yang dihadapi oleh Kant, sekalipun sama dengan situasi pemikiran yang
dihadapi oleh Socrates pada esensinya, benar-benar sudah mencapai titik kritis. Kritis artinya
menentukan, menentukan eksistensi manusia dan kemanusiaan. Karena itulah, mungkin,
argumen yang diajukan oleh Kant jauh lebih rumit dari pada argumen yang diajukan oleh
Socrates kira-kira 2000 tahun sebelumnya. Argumen-argumennya itu dimuat di dalam
bukunya, Critique of pure Reason dan Critique of Practical Reason. Masih ada Critique satu
lagi, teteapi kelihatannya tidak sehebat buku Critique pertama dan kedua.
Sebelum tertarik pada metefisika, ia lebih dulu menyenangi pengetahuan yang bukan
metafisika. Ia menulis tentang planet, gempa, api, angin, eter, gunung, bumi, etnologi, dan
ratusan subjek lainnya yang tidak berhubungan dengan metafisika. Bukunya, Theory of
Heavens (1755), mirip sekali dengan hipotesisi nebula dari laplace. Menurut Kant, semua
planet sudah atau akan dihuni, dan planet-planet yang jauh dari matahari mempunyai masa
berkembang lebih panjang, barangkali dihuni oleh species yang lebih cerdas dibandingkan
dengan penghuni bumi kita ini. Bukunya, Antropology (1778, bahan yang pernah
dikuliahkan), memperkirakan keberasalan manusia dari hewan.
1. Francis Bacon
Menurutnya, pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang melalui
persentuhan imdrawi dan dunia fakta. Pengetahuan merupakan sumber pengetahuan sejati.
Pengetahuan haruslah dicapai dengan induksi. Kata bacon selanjutnya adalah kita sudah
terlalu lama dipengaruhi oleh metode deduktif. Ilmu yang benar adalah yang telah
terakumulasi antara pikiran dan kenyataan, kemudian diperkuat oleh sentuhan indrawi.
(Ahmad Syadali dan Mudzakir, 2004 : 117)
1. Thomas Hobbes
Hobbes berpandangan bahwa pengalaman merupakan permulaan segala pengenalan.
Pengenalan intelektual tidak lain dari semacam perhitungan, yaitu penggabungan data-data
indrawi yang sama dengan cara berlain-lainan. Tentang dunia dan manusia, ia dapat
dikatakan sebagai penganut materialistis. Oleh karena itu, ajaran Hobbes merupakan sistem
materialistis yang pertama dalam sejarah modern.Hobbes mengingkari bahwa manusia
menurut kodratnya adalah makhluk sosial. Filsafat Hobbes mewujudkan suatu system yang
lengkap mengenai keterangan tentang “yang ada” secara mekanis. Jadi, ia merupakan
seorang materialis di bidang ajaran tentang antropologi serta seorang absolute di bidang
ajaran tentang negara.
1. William James
Pandangan filsafatnya diantaranya menyatakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, berlaku
umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri lepas dari akal yang mengenal. Sebab,
pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan
pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam praktik, apa yang kita anggap benar
dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.
Ia mengatakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, yang bersifat tetap, yang
berdiri sendiri lepas dari akal yang mengenal. Sebab, pengalaman kita berjalan terus dan
segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah,
karena di dalam praktik, apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman
berikutnya. Menurutnya bahwa dunia tidak dapat diterangkan dengan berpangkal pada satu
asas saja.
1. John Dewey
Ia mengatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata.
Filsafat tidak boleh larut dalam pemikran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada
faedahnya. Oleh karena itu, filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara
kritis. Menurutnya tidak ada ssuatu yang sempurna. Satu-satunya cara yang dapat dipercaya
untuk mengatur pengalaman dan untuk mengetahui artinya yang sebenarnya adalah metode
induktif. Metode ini tidak hanya berlaku bagi ilmu pengetahuan fisika, melainkan juga bagi
persoalan-persoalan sosial dan moral.
1. Gabriel Marcel
Dalam filsafatnya ia menyatakan bahwa manusia tidak hidup sendirian, tetapi bersama-sama
dengan orang lain. Manusia memiliki kebebasan yang bersifat otonom. Pada saat itu ia selalu
dalam situasi yang ditentukan oleh jasmaninya. Dari luar ia dapat menguasai jasmaninya,
tetapi dari dalam ia dikuasai oleh jasmaninya. Didalam pertemuannya dengan manusia lain,
manusia mungkin bersikap dua macam. Kesetiaan yang menciptakan ini pada akhirnya
berdasarkan atas partisipasi manusia pada Tuhan.
Perjuangan manusia sebenarnya terjadi di daerah perbatasan antara tidak berada. Oleh karena
itu manusia menjadi gelisah , menjadi putus asa dan takut kepada kematian namun sebenrnya
kemenangan kematian itu hanyalah semu saja, sebab hanya cinta kasih dan kesetian itulah
yang memberi harapan guna mengatasi kematian.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang berjudul “Sejarah Perkembangan Ilmu pada Masa Modern”
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Idealisme
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dipahami
dalam kaitannya dengan dengan jiwa dan roh. Adapun tokoh-tokoh
penganut Idealisme adalah J.G. Fichte, F.W.U. Schelling, G.W.F. Hegel.
Idealisme Theist
Idealisme theist merupakan aliran idealisme yang bertuhan.
Empirisme
Aliran dalam filosof yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan
serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal.
Pragmatisme
Aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa criteria kebenaran sesuatu ialah apakah
sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Filosof yang terkenal sebagai tokoh filsafat Pragmatisme adalah William James dan John
Dewey.
Eksistensialisme
Aliran filsafat yang membicarakan keberadaan segala sesuatu, termasuk manusia
POST MODERNISME