Anda di halaman 1dari 21

PERKEMBANGAN ILMU MASA ABAD MODERN

Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat secara keseluruhan yang


perkembangannya tidak bias dilepaskan dari sejarah perkembangan filsafat itu sendiri secara
keseluruhan. Filsafat telah berhasil mengubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat
manusia dari pandangan mitosentris menjadi logosentris. Berfikir filsafat dilakukan sejak
manusia mempergunakan akal pikirannya untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kehidupannya. Ada saatnya periode manusia mulai mempergunakan akal pikirannya secara
mendalam untuk menciptakan sesuatu dan untuk mengambil suatu kebijaksanaan dalam
rangka untuk memenuhi kebutuhan manusia pada saat itu.
Masa-masa peradaban manusia yang dimulai pada zaman Yunani Kuno telah
mempergunakan filsafat. Hal ini ditandai dengan banyaknya pandangan-pandangan tentang
kehidupan pada saat itu dengan munculnya filsuf pada masa itu. Periodesasi perkembangan
filsafat dapat terbagi menjadi beberapa periode yaitu  filsafat zaman Yunani Kuno dimana
pada zaman ini terdapat kemajuan manusia, filsafat zaman pertengahan yaitu zaman dimana
alam pikiran didominasi oleh gereja, filsafat abad modern (modern philosophy) yakni zaman
sesudah abad pertengahan berakhir hingga abad kesembilan belas, filsafat abad pasca modern
(post modern philosophy)/filsafat posmo yang merupakan perkembangan mutakhir filsafat
ilmu sejak awal abad keduapuluh sampai sekarang.

Tidak mudah untuk membuat suatu batas yang tegas antara periode Renaissance dan
periode modern. Sebagian orang menganggap bahwa periode modern hanyalah perluasan
periode Renaissance. Namun, pemikiran ilmiah membawa manusia lebih maju.

Periode zaman modern merupakan zaman yang tepat untuk menuangkan dengan
bebas segala pemikirannya. Zaman modern ditandai dengan adanya perkembangan keilmuan
dan berbagai bidang lainnya yang berdampak pada saat sekarang.

Perkembangan filsafat ilmu pada zaman modern akan diuraikan dalam pembahasan
ini dengan mengetahui perbedaan periode sebelum modern dan ciri khas fase tersebut yang
membedakannya dari fase-fase sebelum dan atau sesudahnya. Di samping itu penulis juga
akan mengungkap tentang peran filosof dalam perkembangan filsafat ilmu beserta
pemikirannya.
2.1 Definisi/Karakteristik Pemikiran pada Masa Modern

2.1.1 Zaman Modern

Zaman modern ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmiah.


Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern ini sesungguhnya sudah dirintis sejak
zaman Renaissance. Awal mula dari suatu masa baru ditandai oleh usaha besar dari Descartes
untuk memberikan kepada filsafat suatu bangunan yang baru. Filsafat berkembang bukan
pada zaman Renaissance itu, melainkan kelak pada zaman sesudahnya (Zaman Modern).
Adapun penemuan yang terdapat dalam zaman modern adalah:

 Setelah Galileo, Fermat, Pascal, dan Kepler berhasil mengembangkan penemuan


dalan bidang ilmu, pengetahuan jatuh ke tangan Isaac Newton (1643-1727) dan Leibniz
(1646-1716).
 Newton melahirkan Teori Gravitasi, perhitungan Calculus dan Optika. Teori Gravitasi
Newton dimulai ketika muncul persangkaan penyebab planet tidak mengikuti pergerakan
lintas lurus. Setelah Calculus ditemukan banyak sekali perhitungan dan pemeriksaan ilmiah
dapat diselesaikan.
 Joseph Black (1728-1799) dikenal sebagai pelopor dalam pemeriksaan kualitatif, ia
menemukan CO2. Hal ini berkaitan dengan perkembangan ilmu kimia yang melandasi
Revolusi Industi terutama di Inggris yang kemudian meluas diseluruh benua Eropa.
 Setelah Thomson menemukan electron, mulailah ilmu baru dalam kerangka kimia-
fisika, yaitu fisika nuklir, yang dapat mengubah bermacam-macam atom.

Secara singkat dapat ditarik ringkas ilmu-ilmu yang lahir saat itu. Perkembangan almu
pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu seperti taksonomi, ekologi, kalkulus, dan statistika.
Pada zaman modern ini terjadi revolusi industri di Inggris, sebagai akibat peralihan
masyarakat agraris dan perdagangan abad pertengahan ke masyarakat industri modern dan
perdagangan maju.

2.1.2 Perkembangan Filsafat pada Zaman Modern

Bertrand Russell (1979 : 479) yang dikutip dalam buku (79) menyatakan bahwa
dalam sejarah, sebuah masa secara umum dapat dinyatakan sebagai masa ‘modern’, dapat
dilihat dari berbagai sisi adanya perubahan mental yang menunjukkan perbedaan bila
disbanding dengan masa pertengahan. Paling tidak, perbedaan itu tampak dalam dua hal yang
penting, yaitu pertama, berkurangnya cengkeraman kekuasaan gereja dan kedua, bertambah
kuatnya otoritas ilmu pengetahuan. Russell menyatakan bahwa penolakan terhadap
kekuasaan gereja yang merupakan ciri negatif dunia modern dimulai lebih awal daripada
menerima otoritas ilmu pengetahuan sebagai positifnya.

Namun, sejak para pemikir (scientis) dapat berbicara dengan penuh kepastian tentang
keilmuannya, sejak itu ilmu pengetahuan mulai berkembang dengan baik. Pada saat tersebut,
susunan atom, virus, dan bakteri, karena penggunaan mikroskop elektron, dan metode-
metode optikyang dapat membesarkan objek-objek yang diteliti mulai berkembang.

Dengan berbagai penemuan termasuk manusia modern bepergian dengan pesawat supersonic
dan sempitnya dunia akibat globalisasi, kini pemikiran ilmiah telah menjadikan manusia
memperoleh kemewahan dan manusia ilmuwan telah melepas ambisinya untuk menjelajahi
ruang angkasa. Jadi, ilmu pengetahuan telah membawa manusia dari periode batu ke periode
perunggu, dari periode pengangkut ke periode uap, lalu ke periode listrik,periode atom,dan
periode ruang angkasa. (Abdul Rozak dan Isep ZA, 2002 : 111)

Founding Father filsafat modern adalah Michelde Montaigne (1533 – 1592). Ia


bukan seorang matematikawan atau ilmuwan, melainkan seorang moralis. Telah mengajukan
pertanyaan mendasar, “Apakah manusia akan mendapat kebenaran jika sudah
menemukannya, atau mampukah manusia berbuat adil jika sudah menemukannya?” Ia
mewarisi skeptisisme pendahulunya dan meragukan indra maupun akal budi. Sebaliknya, ia
menekankan idea alam yang melekat di dalam diri manusia sebagai karakter juga merupakan
pemikir-pemikir kuno. Oleh karena itu, pikiran-pikiran intelektual skolastik tidak berarti
baginya, sedangkan tujuan pendidikan dan filsafat, secara umum baginya adalah untuk
menerangi dan mengilhami hakikat diri yang bersifat spontan. Dalam ilmu pengetahuan,
pendapat Montaigne terangkum dalam perumusan bahwa ide manusia itu berbeda dari satu
tempat ke tempat lainnya, juga menurut zamannya.

Rene Descartes dengan pikiran rasionalnya, John Locke dengan pikiran empirisnya,
Immanuel Kant dengan kritis melihat ketidaksempurnaan, baik pada Descartes maupun John
Locke. Kant mengatakan, “Pengamatan tanpa konsep adalah buta, sedangkan tanggapan
tanpa penglihatan adalah hampa.” Ia berpendapat bahwa dasar pengetahuan itu adalah
pengamatan dan pemikiran. Ilmu pengetahuan haruslah bersifat sintetis. Hal ini berarti,
berdasarkan pengamatan secara nyata, atau bersifat apriori, yaitu menggunakan akal.

Pemahaman terhadap filsafat modern berlangsung sampai kontemporer atau pasca


modern karena tidak mudah untuk membuat penggolongan. Para filosof modern lebih
individualitas dengan menampilkan individualitasnya masing-masing. Filsafat berkembang
bukan pada zaman Renaissance itu, melainkan kelak pada zaman sesudahnya (Zaman
Modern).

Renaissance lebih dari sekedar kebangkitan dunia modern. Renaissance ialah periode


penemuan manusia dan dunia, merupakan periode perkembangan peradaban yang terletak di
ujung atau sesudah Abad Kegelapan sampai muncul Abad Modern. Zaman ini juga disebut
sebagai zaman Humanisme. Maksud ungkapan ini ialah manusia diangkat dari Abad
Pertengahan yang mana manusia dianggap kurang dihargai sebagai manusia. Kebenaran
diukur berdasarkan ukuran Gereja (Kristen), bukan menurut ukuran yang dibuat
manusia. Humanisme menghendaki ukuran haruslah manusia. Karena manusia mempunyai
kemampuan berpikir, maka humanisme menganggap manusia mampu mengatur dirinya dan
mengatur dunia.

Jadi, zaman Modern filsafat didahului oleh zaman Renaissance. Sebenarnya secara


esensial zaman Renaissance itu, dalam filsafat, tidak berbeda dari zaman modern. Ciri-ciri
filsafat Renaissance ada pada filsafat modern. Tokoh Pada filsafat modern, kita menemukan
ciri-ciri Renaissance tersebut. Ciri itu antara lain ialah menghidupkan
kembali Rasionalisme Yunani (Renaissance), Individualisme, Humanisme, lepas dari
pengaruh agama dan lain-lain.

Filsafat modern ditandai dengan karakteristiknya dengan lahirnya  aliran-aliran besar


filsafat, yang diawali oleh Rasionalisme dan Empirisme. Selain kedua aliran itu, juga akan
diketengahkan aliran-aliran besar lainnya yang ikut  berperan mengisi lembaran filsafat
modern, yaitu idealisme, materialisme, positivisme, fenomenologi,
eksistensialisme dan pragmatisme.

Filsafat abad modern pada pokoknya ada 3 aliran:


1)            Aliran Rasionalisme dengan tokohnya Rene Descartes (1596-1650 M).

2)            Aliran Empirisme dengan tokohnya Francis Bacon (1210-1292 M).

3)            Aliran Kriticisme dengan tokohnya Immanuel Kant (1724-1804 M).

Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab
suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. 
Namun tentang aspek mana yang berperan ada beda pendapat. 
Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti
berasal dari rasio (akal). Aliran empirisme, sebaliknya, meyakini pengalamanlah sumber
pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi. Paham ini menyatakan bahwa tidak
ada sesuatu dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman. Lalu muncul
aliran kritisisme, yang mencoba memadukan kedua pendapat berbeda itu.

Pada abad XX, aliran filsafat banyak sekali sehingga sulit digolongkan, karena makin
eratnya kerja sama internasional. Sifat-sifat filsafat pada abad ini lawannya abad XIX, yaitu
anti positivis, tidak mau bersistem, realistis, menitikberatkan pada manusia, pluralistic,
antroposentrisme, dan pembentukan subjektivitas modern.

2.2 Aliran-Aliran Beserta Tokoh/Filosof yang Hidup pada Masa Modern

Pada masa modern filsafat dari berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak
keseluruhan filsafat modern itu mengambil warna filsafat sufisme Yunani, sedikit
pengecualian pada Kant. Paham-paham yang muncul dalam garis besarnya dapat dibagi
menjadi beberapa kelompok. Menurut Herman (2007:27) yang dikutip dalam buku Agoes
Hendriyanto, M.pd (2012: 33) menyatakan bahwa ada tiga aliran filsafat modern
yaitu Renaissance, rasionalisme, dan empirisme.

Namun, terdapat pembagian yang mempermudah dalam mengenal dan mempelajarinya,


filsafat modern dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:

1. 1.                  Rasionalisme
Rasio merupakan sumber kebenaran. Hanya rasio sajalah yang dapat membawa
manusia pada kebenaran sehingga aliran ini disebut rasionalisme. Rasionalisme merupakan
paham filsafat yang menyatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk
memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalis, suatu pengetahuan diperoleh dengan
cara berpikir.

Rasionalisme memiliki dua aliran, yaitu dalam bidang agama dan filsafat. Dalam
bidang agama, aliran rasionalisme adalah lawan dari otoritas dan biasanya digunakan untuk
mengkritik ajaran agama. Adapun dalam filsafat, rasionalisme adalah lawan dari empirisme
dan sering berguna dalam menyusun teori pengetahuan.

Rasionalisme  menurut Frans Magnis Suseno (1990) dalam bukunya mempunyai


cirri-ciri umum Agoes Hendriyanto, M.pd (2012: 34) mempunyai ciri-ciri umum sebagai
berikut:

1. Rasionalisme sangat mempercayai adanya kekuatan akal budi manusia dengan segala
sesuatu itu dapat dan harus bias dimengerti atau diterima oleh akal pikiran manusia sehingga
hal-hal yang abstrak sangat bertentangan dengan teori ini.
2. Kebenaran yang hanya dilandasi oleh adanya tradisi, otoritas, tradisi, dan dogma yang
tidak bisa diteima oleh paham rasionalisme ini. Rasionalisme membawa dampak dalam
beberapa bidang antara lain politik, agama, dan ilmu pengetahuan.
3. Rasionalisme mengembangkan suatu metode baru dalam pengambilan keputusan, yaitu
menggunakan metode deduksi atau pengambilan keputusan dari hal-hal yang bersifat umum
menjadi hal-hal yang bersifat khusus.
4. Rasionalisme, karena mencampur adukkan antara agama dan ilmu, bersifat sekuler.
Paham ini bersifat duniawi saja.
Tokoh/filosof Rasionalisme

            Adapun tokoh-tokoh penganut Rasionalisme adalah Plato, Rene Descrates, Benedict


Spinoza, G. W. Leibniz.

1. 2.                  Idealisme
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya
dipahami dalam kaitannya dengan dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme diambil dari
kata idea, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.
Idealisme mempunyai argument epistimologi tersendiri. Oleh karena itu, tokoh-tokoh
teisme yang mengajarkan bahwa materi bergantung pada spirit tidak disebut idealisme karena
mereka tidak menggunakan argumen epistimologi yang digunakan oleh idealisme. Mereka
menggunakan argumen yang menyatakan bahwa objek-objek fisik pada akhirnya adalah
ciptaan Tuhan; argumen orang-orang idealis mengatakan bahwa objek-objek fisik tidak dapat
dipahami terlepas dari spirit.

Idealisme secara umum selalu berhubungan dengan rasionalisme. Ini adalah mazhab
epistimologi yang mengajakan bahwa pengetahuan apriori atau deduktif dapat diperoleh
manusia dengan akalnya. Paham idealisme mengajarkan bahwa hakikat fisik adalah jiwa,
spirit. Ide ini merupakan ide Plato yang memberikan jalan untuk mempelajari paham
idealisme zaman modern.

Tokoh/filosof Idealisme

Adapun tokoh-tokoh penganut Idealisme adalah J.G. Fichte, F.W.U. Schelling,


G.W.F. Hegel.

3.                  Idealisme Theist
Telah dijabarkan bahwa idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa
hakikat dunia fisik hanya dipahami dalam kaitannya dengan dengan jiwa dan roh sedangkan
idealisme theist merupakan aliran idealisme yang bertuhan.

Pada zaman modern ternyata masih ada “turunan langsung” Anselmus dan Agustinus
(filosof abad tengah), yaitu Pascal. Pemikiran Pascal tentang Tuhan dan manusia hampir
merupakan fotokopi pemikiran Anselmus dan Agustinus. Kant juga mengakui Tuhan dalam
filsafatnya. Tapi, Tuhan ia temukan dengan cara berbeda dari cara Pasal.

Tokoh/filosof Idealisme Theist

            Adapun penganut aliran filsafat Idealisme Theist adalah Pascal dan Immanuel Kant.


1. 4.                  Empirisme
Empirisme adalah salah satu aliran dalam filosof yang menekankan peranan pengalaman
dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal.
Istilah empirisme diambil dari bahasa Yunani empiria yang berarti coba-coba atau
pengalaman. Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan rasionalisme. (Ahmad Syadali,
2004 : 116) yang dikutip dalam Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani (2008 : 265).

Aliran empirisme mempergunakan penalaran induktif. Empirisme atau pengalaman


merupakan sumber pengetahuan, sedangkan akal bukan merupakan sumber pengetahuan.
Akal merupakan suatu alat yang digunakan untuk memproses bahan-bahan yang diperoleh
lewat pengalaman.

Metode yang diterapkan aliran ini adalah induksi, yaitu kesimpulan yang bersifat umum
ditarik dari kasus-kasus yang bersifat individual (khusus). Contoh sebagai berikut.

Ayam berkaki dua.

Burung berkaki dua.

Angsa berkaki dua.

Dapat disimpulkan bahwa unggas berkaki dua.

Berdasarkan contoh diatas sangat jelas melalui indera penglihatan dapat dilihat bahwa hewan
tersebut ternyata berkaki dua, kemudian akan disimpulkan dan proses penyimpulannya pasti
akan melibatkan akal pikiran manusia untuk mencari kata unggas.

Filsafat empirisme tentang teori dan makna amat berdekatan dengan aliran positivism logis
(logical positivisme) dan filsafat Ludwig Wittegenstein.  Akan tetapi, teori makna dan
empirisme selalu harus dipahami lewat penafsiran pengalaman. Oleh karena itu, bagi orang
empiris, jiwa dapat dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi sebagai pola
(pattern) jumlah yang dapat diindra, dan hubungan kausalitas sebagai urutan peristiwa yang
sama. (Ahmad Syadali, 2004 : 116 ) yang dikutip dalam Atang Abdul Hakim dan Beni
Ahmad Saebani (2008 : 265).
Penganut empirisme berpandangan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan bagi
manusia, yang jelas-jelas mendahului rasio. Tanpa pengalaman, rasio tidak memiliki
kemampuan untuk memberikan gambaran tertentu.

Tokoh/filosof Empirisme

Adapun tokoh-tokoh penganut Empirisme adalah John Locke, George Barkeley, David


Hume, Francis Bacon, Thomas Hobbes, dan Herbert Spencer.

1. 5.                  Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata “Pragma” (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan.
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa criteria kebenaran
sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.

Pragmatisme berpandangan bahwa substansi kebenaran adalah jika segala sesuatu memiliki
fungsi dan manfaat bagi kehidupan. Misalnya, beragama sebagai kebenaran, jika agama
memberikan kebahagiaan; menjadi dosen adalah kebenaran jika memperoleh kenikmatan
intelektual, mendapatkan gaji atau apapun yang bernilai kuntitatif dan kualitatif. Sebaliknya
jika memberikan kemadharatan, tindakan yang dimaksud bukan kebenaran. Oleh sebab itu
kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak.

Tokoh/filosof Pragmatisme

            Filosof yang terkenal sebagai tokoh filsafat Pragmatisme adalah William James dan


John Dewey.

1. Eksistensialisme
Istilah eksistensialisme berasal dari kata eksistensi dari kata dasar exist. Kata exist itu sendiri
adalaha bahasa Latin yang artinya: ex; keluar dan sistare; berdiri. Jadi eksistensi  adalah
berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Secara umum eksistensialisme dimaksudkan sebagai
aliran filsafat yang membicarakan keberadaan segala sesuatu, termasuk manusia.
Permasalahannya ialah, siapakah yang benar-benar berada (bereksistensi); apakah manusia,
atau Tuhan atau kedua-duanya.
Sudut pandang humanisme adalah factual. Sebagaimana halnya dengan libreralisme Barat-
borjuis yang mengklaim sebagai pewaris peradaban humanisme dalam sejarah, marxisme pun
mengklaim diri sebagai metode untuk merealisasikan humanisme  dalam bentuk manusia
sempurna. Eksistensialisme, mengajukan klaim lebih dari dua aliran sebelumnya, seperti
yang terlihat dalam ucapan, “Eksistensialisme adalah humanisme itu sendiri”. Dengan klaim
seperti itu, eksistensialisme mempunyai hak yang lebih besar daripada dua yang disebut
terdahulu.

Eksistensialisme dalam justifikasi filosofinya tentang makhluk yang sepenuhnya asing,


mengakui manusia sebagai makhluk yang wujud dengan sendirinya dialam semesta ini, yakni
makhluk yang dalam dirinya tidak terdapat bagian atau karakteristik tertentu yang datang dari
Tuhan atau alam. Akan tetapi, karena mempunyai kemampuan untuk memilih, dia merancang
dan menciptakan dirinya sendiri.

Asas-asas penting mengenai generasi manusia dalam humanisme yang telah disepakati


bersama adalah sebagai berikut:

1. Manusia adalah makhluk asli.


2. Manusia adalah makhluk yang memiliki kehendak
bebas, dan ini merupakan kekuatan paling besar yang
luar biasa dan tidak dapat ditafsirkan.
3. Manusia adalah makhluk yang sadar (berpikir).
4. Manusia sebenarnya tidak pernah menjadi sesuatu yang
lain.
5. Manusia adalah makhluk yang sadar akan dirinya
sendiri.
6. Manusia adalah makhluk yang kreatif.
7. Manusia adalah makhluk yang mempunyai cita-cita dan
merindukan sesuatu yang ideal.
8. Manusia adalah makhluk moral.
Tokoh/filosof Eksistensialisme

Filosof yang terkenal sebagai tokoh filsafat Eksistensialisme adalah Martin Heidegger, Soren


Kierkegard.
2.3 Pemikiran Tokoh/Filosof yang Hidup pada Masa Modern.

            Aliran-aliran masa modern tidak terlepas dari pemikiran tokoh/filosof yang


mendukung perkembangan pada masa modern. Berdasarkan aliran diatas, akan dijabarkan
pemikiran tokoh-tokoh sesuai dengan alirannya sebagai berikut:

2.3.1 Tokoh/filosof Rasionalisme dan Pemikirannya

            Adapun tokoh-tokoh penganut Rasionalisme adalah Plato, Rene Descrates, Benedict


Spinoza, G. W. Leibniz.

1. Plato (428 – 348 SM)


Metode yang digunakan adalah kritis dialektis dengan sepenuhnya percaya pada kemampuan
berpikir dengan cara dialog secara terus menerus sehingga dicapai makna yang esoteris atau
makna sesungguhnya. Cara berpikir ini didasarkan pada realitas konkret yang dihadapi.
Dengan metode dialektis Plato dapat mencapai pengetahuan murni yang
disebut episteme atau neosis, yaitu pengetahuan yang benar.

1. Rena Descrates (1596 – 1650)


Ia merupakan bapak rasionalisme yang memberikan dasar pemikiran rasionalisme.
Kemampuan berpikir manusia sudah tertanam pada tiap-tiap manusia sejak manusia
dilahirkan. Dia mengajukan patokan berpikir menjadi beberapa tingkatan. Pertama, seoran
pemikir atau ilmuwan harus meragukan setiap apa saja yang muncul di
pikirannya. Kedua, seorang pemikir harus menyederhanakan setiap kesulitan-kesulitan
dengan membagi-bagi menjadi bagian yang banyak sekali. Ketiga, pemikir harus
menurunkan pernyataan yang masih gelap dengan menguraikan langkah demi langkah
menjadi pernyataan yang sederhana secara deduktif. Keempat,  dia mulai menjalankan
pikirannya secara teratur mulai dari unsure yang paling sederhana sampai pada hal yang
rumit.

1. Benedict Spinoza (1623 – 1677)


Filsuf ini sangat bertentangan dengan Descrates. Ia membagi pengetahuan menjadi tiga
tahap. Pertama, pengetahuan inderawi, yaitu manusia mendapatkan pengetahuan ini setelah
manusia berhubungan dengan objek di luar dirinya. Kedua, pengetahuan akal budi atau
rasional diperoleh dari kemampuan akal budi manusia. Ketiga, pengetahuan yang tertinggi,
yaitu pengetahuan intuitif atau pengetahuan murni. Pengetahuan akan memberikan
penyesuaian dalam kehidupannya yang bermuara pada kebahagiaan dalam hidup.

1. G. W. Leibniz
Menurutnya, pengetahuan dikembangkan oleh pengalaman, tetapi pengalaman bukan sumber
pengetahuan karena pengalaman tidak mempunyai sumber umum dan mutlak.

2.3.2 Tokoh/filosof Idealisme dan Pemikirannya

Adapun tokoh-tokoh penganut Idealisme adalah J.G. Fichte, F.W.U. Schelling, G.W.F.


Hegel.

1. J.G. Fichte (1762 – 1814 M)


Dialektika Fichte dapat diterangkan sebagai berikut: manusia memandang objek benda-benda
dengan inderanya. Dalam mengindra objek tersebut, manusia berusaha mengetahui yang
dihadapinya maka berjalanlah proses intelektualnya untuk membentuk dan mengabstraksikan
objek itu menjadi pengertian seperti yang dipikirkannya. Ia menganjurkan supaya kita
memenuhi tugas, dan hanya demi tugas. Tugaslah yang menjadi pendorong moral. Isi hukum
moral ialah berbuatlah menurut kata hati.

Bagi seorang idealis, hukum moral ialah setiap tindakan harus berupa langkah menuju
kesempurnaan spiritual. Itu hanya dapat dicapai dalam masyarakat yang anggota-anggotanya
adalah pribadi yang bebas merealisasikan diri mereka dalam kerja untuk masyarakat. Pada
tingkat yang lebih tinggi, keimanan dan harapan manusia muncul dalam kasih Tuhan.

1. F.W.U. Schelling (1775 – 1854 M)


Pemikiran Schelling merupakan mata rantai antara Fichte dan Hegel. Ia menggambarkan
jalan yang dilalui intelek dalam proses mengetahui, semacam epistimologi. Reese (1980 :
511) menyatakan bahwa filsafat Schelling berkembang melalui tahap:

1. Idealisme subjektif; pada tahap ini, ia mengikuti


pemikiran Fichte.
2. Filsafat alam, menerapkan prinsip atraksi dan repulsi
dalam berbagai problem filsafat dan sains. Alam
dilihatnya sebagai vitalistis, self-creative,  dan motivasi
oleh suatu proses dialektif.
3. Idealisme transandental atau idealisme objektif.
4. Filsafat identitas.
5. Filsafat positif
Secara ringkas, bahwa yang mutlak atau rasio mutlak adalah sebagai identitas murni atau
indiferensi, dalam arti tidak mengenal pembedaan antara yang subjektif dan objektif. Yang
mutlak menjelmakan diri dalam dua potensi, yaitu yang nyata (alam sebagai objek) dan ideal
(gambaran alam yang subjektif dari subjek). Yang mutlak sebagai identitas mutlak menjadi
sumber roh (subjek) dan alam (objek) yang subjektif dan yang objektif, yang sadar dan yang
tidak sadar. Yang mutlak adalah identitas mutlak atau indiferensi mutlak.

1. G.W.F. Hegel (1770 – 1831 M)


Idealisme di Jerman mencapai puncaknya pada masa Hegel. Ia termasuk salah satu filosof
Barat yang menonjol. Inti filsafat Hegel adalah konsep Geists ( roh, spirit), suatu istilah yang
diilhami oleh agamanya. Ia berusaha menghubungkan yang mutlak itu dengan yang tidak
mutlak. Yang mutlak itu roh (jiwa), menjelma pada alam sehingga sadarlah ia akan dirinya.
Roh itu dalam intinya idea, artinya berpikir. Dalam sejarah kemanusiaan, sadarlah roh ini
akan dirinya. Demikian pula, kemanusiaan merupakan bagian pula dari idea mutlak, Tuhan
sendiri. Idea yang berpikir itu sebenarnya adalah gerak yang menimbulkan gerak lain. Gerak
ini menimbulkan tesis yang dengan sendirinya menimbulkan gerak yang bertentangan,
antisintesis. Yang menjadi aksioma Hegel: apa yang masuk akal (rational) itu sungguh real,
dan apa yang real itumasuk akal.

2.3.3 Tokoh/filosof Idealisme Theist dan Pemikirannya

            Adapun penganut aliran filsafat Idealisme Theist adalah Pascal dan Immanuel Kant.

1. Pascal (1623 – 1622)


Filsafat kata Pascal, dapat melakukan apa saja, tetapi hasilnya tidak sempurna.
Kesempurnaan itu ada pada iman, sehebat apapun manusia berpikir ia tidak akan memperoleh
kepuasan karena memang manusia memiliki logika yang kemampuannya melampaui logika
itu sendiri. Berkenaan dengan usaha mencari Tuhan, Pascal tidak menggunakan argumen
metafisika, karena disamping tidak termasuk bidang geometri, juga tidak akan memiliki
pengaruh apa-apa terhadap keimanan seseorang. Pascal menafikan metafisika dan solusinya
ialah “kembalikan persoalan ketuhanan kepada jiwa”.

Kesimpulan filsafat Pascal antara lain ialah sebagai berikut.

1.   Pengetahuan diperoleh melalui dua jalan, yaitu akal (reason) dan hati (heart),

2.   Hati memiliki logika tersendiri,

3.   Unsur terpenting dalam manusia ia kontradiksi, satu-satunya jalan memahami manusia


ialah jalan agama, pengetahuan-pengetahuan rasional tidak mampu menyingkap manusia,
pengetahuan rasional itu hanya mampu menangkap objek-objek yang bebas dari kontradiksi,

4.    Tuhan juga tidak dapat dipahami melalui argumen metafisika, Tuhan hanya dapat
dipahami melalui hati.

1. Immanuel Kant (1724-1804)


Pemikiran Kant berhasil menghentikan sofisme modern untuk mendudukan kembali akal dan
iman pada kedudukan masing-masing. Dalam kerangka inilah, agaknya, Kant mendapat
tempat yang lebih dari lumayan di dalam sejarah filsafat.

Situasi pemikiran yang dihadapi oleh Kant, sekalipun sama dengan situasi pemikiran yang
dihadapi oleh Socrates pada esensinya, benar-benar sudah mencapai titik kritis. Kritis artinya
menentukan, menentukan eksistensi manusia dan kemanusiaan. Karena itulah, mungkin,
argumen yang diajukan oleh Kant jauh lebih rumit dari pada argumen yang diajukan oleh
Socrates kira-kira 2000 tahun sebelumnya. Argumen-argumennya itu dimuat di dalam
bukunya, Critique of pure Reason dan Critique of Practical Reason. Masih ada Critique satu
lagi, teteapi kelihatannya tidak sehebat buku Critique pertama dan kedua.

Sebelum tertarik pada metefisika, ia lebih dulu menyenangi pengetahuan yang bukan
metafisika. Ia menulis tentang planet, gempa, api, angin, eter, gunung, bumi, etnologi, dan
ratusan subjek lainnya yang tidak berhubungan dengan metafisika. Bukunya, Theory of
Heavens (1755), mirip sekali dengan hipotesisi nebula dari laplace. Menurut Kant, semua
planet sudah atau akan dihuni, dan planet-planet yang jauh dari matahari mempunyai masa
berkembang lebih panjang, barangkali dihuni oleh species yang lebih cerdas dibandingkan
dengan penghuni bumi kita ini. Bukunya, Antropology (1778, bahan yang pernah
dikuliahkan), memperkirakan keberasalan manusia dari hewan.

2.3.3 Tokoh/filosof Empirisme dan Pemikirannya

Adapun tokoh-tokoh penganut Empirisme adalah John Locke, George Barkeley, David


Hume, Francis Bacon, Thomas Hobbes, dan Herbert Spencer.

1. John Locke (1632 – 1704)


Merupakan bapak empirisme. Menurutnya, pengetahuan manusia didasarkan atas
pengalaman yang kemudian diterima atau ditolak oleh akal budinya. Sensasi pengalaman dari
luar manusia dan refleksi merupakan pengalaman batin.

1. Geoge Barkeley (1685 – 1753)


Marupakan seorang filsuf dari Irlandia. Menurutnya, segala sesuatu yang diketahui oleh
manusia bersumber dari pengalaman adanya objek karena diterimanya barang atau sesuatu
oleh indera. Pada prinsipnya pengetahuan bersandar pada pengalaman yang terjadi karena
hubungan antara pengamatan indera yang satu merupakan penguatan dari indera yang lain.

1. David Hume (1711 – 1776)


Menurutnya, segala yang tidak dapat disusun oleh pengalaman tidak dapat dikatakan sebagai
pengetahuan yang benar. Dalam pikiran tidak ada satupun ide yang tidak sesuai dengan kesan
yang berasal dari pengalaman indera. Ide merupakan hasil dari analisis pikiran dan kombinasi
sari kesan yang diungkapkan oleh indera kembali sehingga jika kesan itu tidak ada, ide tidak
akan muncul.

1. Francis Bacon
Menurutnya, pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang melalui
persentuhan imdrawi dan dunia fakta. Pengetahuan merupakan sumber pengetahuan sejati.
Pengetahuan haruslah dicapai dengan induksi. Kata bacon selanjutnya adalah kita sudah
terlalu lama dipengaruhi oleh metode deduktif. Ilmu yang benar adalah yang telah
terakumulasi antara pikiran dan kenyataan, kemudian diperkuat oleh sentuhan indrawi.
(Ahmad Syadali dan Mudzakir, 2004 : 117)

1. Thomas Hobbes
Hobbes berpandangan bahwa pengalaman merupakan permulaan segala pengenalan.
Pengenalan intelektual tidak lain dari semacam perhitungan, yaitu penggabungan data-data
indrawi yang sama dengan cara berlain-lainan. Tentang dunia dan manusia, ia dapat
dikatakan sebagai penganut materialistis. Oleh karena itu, ajaran Hobbes merupakan sistem
materialistis yang pertama dalam sejarah modern.Hobbes mengingkari bahwa manusia
menurut kodratnya adalah makhluk sosial. Filsafat Hobbes mewujudkan suatu system yang
lengkap mengenai  keterangan tentang “yang ada” secara mekanis. Jadi, ia merupakan
seorang materialis di bidang ajaran tentang antropologi serta seorang absolute di bidang
ajaran tentang negara.

1. Filsafat Materialisme; segala sesuatu yang ada bersifat


bendawi
2. Manusia; bagian dalam bendawi yang mengelilinginya
yang dapat diterangkan seperti cara-cara yang terjadi
pada kejadian ilmiah, yaitu secara mekanis.
3. Jiwa; merupakan kompleks dari proses-proses mekanis
di dalam tubuh.
4. Teori Pengenalan; pengenalan atau pengetahuan
diperoleh karena pengalaman.
5. Herbert Spencer
Berpusat pada teori evolusi. Menurutnya, kita hanya dapat mengenali fenomena-fenomena
atau gejala-gejala. Memang benar di belakang gejala-gejala itu ada suatu dasar absolute,
tetapi yang absolute itu tidak dapat kita kenal. Secara prinsip, pengenalan kita hanya
menyangkut ralasi-relasi antara gejala-gejala. Dibelakang gejala-gejala ada sesuatu yang oleh
Spencer disebut yang tidak diketahui (the great unknownable). Metafisika menjadi tidak
mungkin.

2.3.4 Tokoh/filosof Pragmatisme dan Pemikirannya


            Filosof yang terkenal sebagai tokoh filsafat Pragmatisme adalah William James dan
John Dewey.

1. William James
Pandangan filsafatnya diantaranya menyatakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, berlaku
umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri lepas dari akal yang mengenal. Sebab,
pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan
pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam praktik, apa yang kita anggap benar
dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.

Ia mengatakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, yang bersifat tetap, yang
berdiri sendiri lepas dari akal yang mengenal. Sebab, pengalaman kita berjalan terus dan
segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah,
karena di dalam praktik, apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman
berikutnya. Menurutnya bahwa dunia tidak dapat diterangkan dengan berpangkal pada satu
asas saja.

1. John Dewey
Ia mengatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata.
Filsafat tidak boleh larut dalam pemikran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada
faedahnya. Oleh karena itu, filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara
kritis. Menurutnya tidak ada ssuatu yang sempurna. Satu-satunya cara yang dapat dipercaya
untuk mengatur pengalaman dan untuk mengetahui artinya yang sebenarnya adalah metode
induktif. Metode ini tidak hanya berlaku bagi ilmu pengetahuan fisika, melainkan juga bagi
persoalan-persoalan sosial dan moral.

2.3.5 Tokoh/filosof Eksistensialisme dan Pemikirannya

Filosof yang terkenal sebagai tokoh filsafat Eksistensialisme adalah Martin Heidegger, Soren


Kierkegard, Jean Paul Sartre, Gabriel Marcel.

1. Soren Kierkegaard (1813-1955)


Menurut Kierkegaard, filsafat bukan merupakan suatu sistem tetapi suatu eksistensi
individual. Keberatan utama yang dijukan oleh kierrkegaard kepada Hegel ialah karena Hegel
meremehkan eksistensi yang kongkrit dengan mengutamakan idea secara umum. Ia
memperkenalkan eksistensi dengan memandang manusia sebagai “aku secara individual”.
Kedua, Ia juga mengkritik agama Kristen. Kierkegaard mengemukakan kritik tajam terhadap
gereja Lutheran yang merupakan gereja Kristen resmi di Denmark ketika itu. Ia menganggap
gereja ditanah airnya itu telah menyimpng dari inzil kritus. Pemikirannya mengemukakan
bahwa kebenaran itu tidak berada pada suatu sistem yang umum tetapi berada dalam
eksistensi yang individu, yang kongkrit karena, eksistensi manusia penuh dengan dosa, hanya
iman kepada Tuhan itulah yang dapat menghapus dosa-dosa.

1. Martin Heidegger (1905 M)


Menurutnya bahwa keberadaan hanya akan dapat ijab melalui jalan ontologi, artinya jika
persoalan ini dibubungkn dengan manusia dan dicari artinya dalm hubungan itu.Metode
untuk ini dlh metode fenomenologis. Jadi, yang terpenting adalah menemukan arti dari
kebenaran itu sendiri. Keberadaan manusia disebut Desein (berada disana,
ditempat). Keberadan manusia yaitu berada didalam dunia maka ia dapat memberi tempat
kepada benda-benda yang ada disekitrnya.

1. Jean Paul Sarte (1905 – 1980)


Menurut Sartre eksistensi manusia mendahului esensinya. Menurutnya, filsafaf
eksistensialisme membicarakan cara berada di dunia ini, terutama cara berada manusia.
Filsafat ini menempatkan cara wujud-wujud manusia sebagai tema sentral pembahasannya.
Hanya manusialah yang bereksistensi. Binatang, tumbuhan, bebatuan memang ada, tetapi
mereka tidak dapat disebut bereksistensi. Menurut ajaran eksistensialisme, eksistensi manusia
mendahului esensinya. Hal ini berbeda dari tumbuhan, hewan, dan bebatuan yang esensinya
mendahului eksistensinya, sendinya mereka mempunyai ekistensi.

1. Gabriel Marcel
Dalam filsafatnya ia menyatakan bahwa manusia tidak hidup sendirian, tetapi bersama-sama
dengan orang lain. Manusia memiliki kebebasan yang bersifat otonom. Pada saat itu ia selalu
dalam situasi yang ditentukan oleh jasmaninya. Dari luar ia dapat menguasai jasmaninya,
tetapi dari dalam ia dikuasai oleh jasmaninya. Didalam pertemuannya dengan manusia lain,
manusia mungkin bersikap dua macam. Kesetiaan yang menciptakan ini pada akhirnya
berdasarkan atas partisipasi manusia pada Tuhan.
Perjuangan manusia sebenarnya terjadi di daerah perbatasan antara tidak berada. Oleh karena
itu manusia menjadi gelisah , menjadi putus asa dan takut kepada kematian namun sebenrnya
kemenangan kematian itu hanyalah semu saja, sebab hanya cinta kasih dan kesetian itulah
yang memberi harapan guna mengatasi kematian.

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang berjudul “Sejarah Perkembangan Ilmu pada Masa Modern”
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Perkembangan filsafat pada zaman modern secara


umum dapat dinyatakan sebagai masa ‘modern’, dapat
dilihat dari berbagai sisi adanya perubahan mental yang
menunjukkan perbedaan bila disbanding dengan masa
pertengahan. Paling tidak, perbedaan itu tampak dalam
dua hal yang penting, yaitu pertama, berkurangnya
cengkeraman kekuasaan gereja dan kedua, bertambah
kuatnya otoritas ilmu pengetahuan. Russell menyatakan
bahwa penolakan terhadap kekuasaan gereja yang
merupakan ciri negatif dunia modern dimulai lebih
awal daripada menerima otoritas ilmu pengetahuan
sebagai positifnya.
2. Aliran-aliran beserta tokoh/filosof yang hidup pada
masa modern yang dibahas di dalam makalah ini
adalah:
 Rasionalisme
Rasionalisme merupakan paham filsafat yang menyatakan bahwa akal (reason) adalah alat
terpenting untuk memperoleh pengetahuan.

Adapun tokoh-tokoh penganut Rasionalisme adalah Plato, Rene Descrates, Benedict Spinoza,


G. W. Leibniz.

 Idealisme
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dipahami
dalam kaitannya dengan dengan jiwa dan roh. Adapun tokoh-tokoh
penganut Idealisme adalah J.G. Fichte, F.W.U. Schelling, G.W.F. Hegel.

 Idealisme Theist
Idealisme theist merupakan aliran idealisme yang bertuhan.

Adapun penganut aliran filsafat Idealisme Theist adalah Pascal dan Immanuel Kant.

 Empirisme
Aliran dalam filosof yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan
serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal.

Adapun tokoh-tokoh penganut Empirisme adalah John Locke, George Barkeley, David


Hume, Francis Bacon, Thomas Hobbes, dan Herbert Spencer.

 Pragmatisme
Aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa criteria kebenaran sesuatu ialah apakah
sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.

Filosof yang terkenal sebagai tokoh filsafat Pragmatisme adalah William James dan John
Dewey.

 Eksistensialisme
Aliran filsafat yang membicarakan keberadaan segala sesuatu, termasuk manusia

Filosof yang terkenal sebagai tokoh filsafat Eksistensialisme adalah Martin Heidegger, Soren


Kierkegard.

1. Pemikiran tokoh/filosof pada masa modern dapat


disimpulkan bahwa setiap aliran memiliki
tokoh/penganut sendiri-sendiri yang mendukung
pengembangan alirannya dan bertujuan sebagai
pedoman pengembangan ilmu pada saat itu yaitu masa
modern. Ada kaitan antara aliran yang satu dengan
yang lainnya, dimana ada kritik bukti ketidakpuasan
pada aliran yang satu dan terciptanya aliran baru yang
sangat banyak sesuai dengan pendapat filsafat masing-
masing tokoh.
Kini, pemikiran ilmiah telah menjadikan manusia memperoleh kemewahan dan manusia
ilmuwan telah melepas ambisinya untuk menjelajahi ruang angkasa. Mengenai
siapa founding father zaman modern, beberapa ahli berpendapat lain. Rena Descartes dengan
pikiran rasionalisnya, John Locke dengan pikiran empirisnya, Immanuel kant dengan kritis
melihat ketidaksempurnaan, baik pada Descrates maupun pada John Locke. Zaman ini
sebagai zaman yang tepat untuk menuangkan dengan bebas segala pemikirannya. Ciri-ciri
pemikiran filsafat modern, antara lain menghidupkan kembali rasionalisme keilmuwan
subjektivisme (individualisme), humanism dan lepas dari pengaruh atau dominasi agama
(gereja). Hal ini sangat berkebalikan dengan masa abad pertengahan.

POST MODERNISME

1. Postmodernisme adalah lawan dari modernisme yang dianggap tidak berhasil


mengangkat martabat manusia moden ( lyotand)
2. Postmodernisme adalah pengemmbangan dari moderenits( janneson, dengan alsan
kitta tidak mungkin dapat masuk jenjang masuk moderenisme tanpa melalui tahap
moderenisme )
3. Postmodernisme adalah usaha keras sebgai reaksi dari kesia sian zaman modernis
yang sirna begitu saja bagai dit tiup angin. Adapun penyebeb dari kesia sian zaman
modernis adalah akibat dari tekanan yang bersumber dari orasangka belaka

Anda mungkin juga menyukai