Anda di halaman 1dari 19

POSTMODERN, KONSTRUKTIVISME, DAN POST

STRUKTURALISME

Disusun Guna Memenuhi Mata Kuliah


Sejarah Hubungan Internasional

Dosen Pengampu: Dr. Miftahuddin, M.Pd.

Disusun Oleh:
Yosie Eva Purbaningrum 21418251019
Apriyani Putri Rezeki 21418251021

MAGISTER PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia tidak bisa


dilepaskan dari peran ilmu. Bahkan perubahan pola hidup manusia dari
waktu ke waktu sesungguhnya berjalan seiring dengan sejarah kemajuan
dan perkembangan ilmu. Tahap-tahap perkembangan itu kita menyebut
dalam konteks ini sebagai periodesasi sejarah perkembangan ilmu sejak
dari zaman klasik, zaman pertengahan, zaman modern dan zaman
kontemporer.
Begitu pula dengan filsafat, dalam perkmbangannya filsafat dibagi
menjadi 4 babakan yakni Filsafat klasik meliputi filsafat Yunani dan
Romawi pada abad ke-6 SM dan berakhir pada 529 M dominasi oleh
rasionalisme. Filsafat abad pertengahan meliputi pemikiran Boethius
sampai Nicolaus pada abad ke-6 M dan berakhir pada abad ke-15 M
didominasi dengan doktrin-doktrin agama Kristen. Filsafat modern dan
filsafat kontemporer yang didominasi kritik terhadap filsafat modern.
Pada tahun 1880-an Nietzsche menyatakan bahwa budaya Barat
telah berada di pinggir jurang kehancuran karena terlalu mendewakan rasio.
Hingga pada tahun 1990-an Capra menyatakan bahwa budaya Barat telah
hancur juga karena terlalu mendewakan rasio. Rasionalisme Filsafat
modern perlu di dekonstruksi karena ia Filsafat yang keliru dan juga keliru
cara penggunaannya, akibatnya budaya Barat menjadi hancur (Tafsir, 2009:
257).
Renaisans yang secara berlebihan mendewakan rasio manusia.
Mencerminkan kelemahan manusia modern. Akibatnya timbulah
kecenderungan untuk menyisihkan seluruh nilai dan norma yang
berdasarkan agama dalam memandang kenyataan hidup, sehingga manusia
modern yang mewarisi sikap positivistik cenderung menolak keterkaitan
antara substansi jasmani dan rohani manusia, mereka juga menolak adanya
hari akhirat, akibatnya manusia terasing tanpa batas.
Pada zaman kita hidup saat ini dikenal dengan zaman postmodern
dimana perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan sangat pesat.
Seluruh pengembangan tersebut bertujuan untuk memberikan kemudahan
dan kelancaran manusia dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari.
Pemikiran pada periode ini memfokuskan diri pada teori kritis yang
berbasis pada kemajuan dan emansipasi. Kemajuan dan emansipasi adalah
dua hal yang saling berkaitan, seperti yang dinyatakan oleh Habermas
bahwa keberadaan demokrasi ditunjang oleh sains dan teknologi.
Pada dasarnya posmodernisme merupakan suatu paham yang
mengkritisi dan melampaui nilai-nilai dan pandangan yang diusung oleh
zaman sebelumnya terkhusus pada modernisme yang dinilai gagal dan
sebagai bentuk reaksi pemberontakan dan kritik atas janji modernisme.
Adapun pola pikir dan kebiasaan manusia, baik secara individu
maupun dalam bermasyarakat, secara sengaja atau tidak sengaja terbentuk
oleh budaya karena budaya adalah buah pikir manusia. Setiap manusia
membentuk pengetahuannya sendiri. Pengetahuan bukanlah benda yang
bisa dipindahkan dari satu pikiran manusia kepada pikiran manusia yang
lainnya. Sehingga ketika suatu kebudayaan yang merupakan buah pikir
manusia ingin menyampaikan nilai, ide, norma, konsep, keterampilan dan
pengertian kepada manusia, manusia harus menginterpretasikan dan
membentuk sendiri kebudayaaan itu dalam pikirannya.
Sehingga paradigma konstruksionis memandang realitas kehidupan
sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi.
Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigm konstruksionis adalah
menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan
cara apa konstruksi itu dibentuk. paradigma konstruksionis ini sering sekali
disebut sebagai paradigma produksi dan pertukaran makna. Paradigma
Konstruktivisme menolak pandangan positivisme yang memisahkan subjek
dengan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak
lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan
dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru
menganggap manusia sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi
serta hubungan-hubungan sosial.
Adapun strukturalisme menjadi sejarah penting pemikir dari Eropa
di abad 19-an. Konsentrasinya mendorong perubahan cara dan mekanisme
bahasa sesuai dengan tutur bahasa tersebut dikembangkan. Seiring
berjalannya waktu, segala sesuatu di dunia ini mengalami perubahan dan
perkembangan. Isu-isu serta fenomena yang terjadi pun kian beragam. Hal
ini menyebabkan fokus utama Hubungan Internasional yang pada awalnya
terarahkan hanya kepada cita-cita perdamaian, solusi peperangan, dan
permasalahan negara, perlahan bergeser, meluas, menjadi lebih abstrak.
Setelah strukturalisme, muncul perspektif baru yaitu perspektif pos-
strukturalisme.
Berbagai macam teori di atas hakikatnya memiliki kekurangan dan
kelebihan masing-maisng. Terlepas dari itu penting memahami teori-teori di
atas secara lebih dalam. Oleh karena itu, dalam tulisan ini, penulis akan
berusaha untuk menjabarkan teori-teori post modernism, konstruktivisme,
dan post strukturalisme.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat di ambil beberapa
rumusan masalah yaitu:
1. Apa yang dimaksud Teori Post Modernism?
2. Apa yang dimaksud Teori Konstruktivisme?
3. Apa yang dimaksud Teori Post Strukturalisme?

B. Tujuan

Adapun berdasarkan rumusan masalah, maka diuraikan beberapa


tujuan sebagai berikut:
1. Memahami yang dimaksud Teori Post Modernism.
2. Memahami yang dimaksud Teori Konstruktivisme.
3. Memahami yang dimaksud Teori Post Strukturalisme.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Mengenal Teori Post Modernism


Istilah postmodernist, pertama kali dilontarkan oleh Arnold
Toynbee pada tahun 1939 lewat bukunya yang terkenal berjudul Study of
History. Toynbee yakin benar bahwa sebuah era sejarah baru telah
dimulai. Sampai saat ini belum ada kesepakatan dalam pendefinisiannya,
tetapi istilah tersebut berhasil menarik perhatian banyak orang di Barat.
Pada tahun 1960, untuk pertama kalinya istilah itu berhasil diekspor ke
benua Eropa sehingga banyak pemikir Eropa mulai tertarik pada
pemikiran tersebut (Septian,
http://septian.wordpress.com/2007/10/06/apa-itu-meta-narrative/).
Secara etimologis post modern terdiri dari dua kata yaitu “post”
dan modern. Kata post yang berarti “later or after” dan modern. Selain itu,
menurut kubu postmodernisme lainnya “post” berarti melampaui
kematian modernism (Muzairi, 2009:148).
Sedangkan secara terminologis postmodern merupakan kritik atas
masyarakat modern dan kegagalanya memenuhi janji-janjinya.
Postmodern cenderung mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan
dengan modernitas, yaitu akumulasi pengalaman peradaban Barat.
Postmodernisme merupakan aliran pemikiran yang menjadi paradigma
baru sebagai antithesis dari modernisme yang dianggap gagal dan tidal
lagi relevan dengan perkembangan zaman. (Maya Syifa dalam Aceng dkk,
2011: 104).
Dari bebrapa pengertian di atas dapat pula diartikan bahwa
posmodernisme merupakan suatu paham yang mengkritisi dan melampaui
nilai-nilai dan pandangan yang diusung oleh zaman sebelumnya terkhusus
pada modernisme yang dinilai gagal dan sebagai bentuk reaksi
pemberontakan dan kritik atas janji modernisme.
Pada tahun 1970-an Jean Francois Lyotard lewat karyanya The
Postmodern Condition: A Report and Knowlage menolak ide dasar filsafat
modern. Menurut Lyotard, aliran modernism dianggap bergantung dan
terpaku pada grand narrative (cerita-cerita besar) dari kemapanan filsafat
yang hanya mengandalkan akal. Lyotard menolak keras bentuk
metanarasi, dan tidak percaya adanya kebenaran tunggal yang universal,
sebab menurutnya kebenaran adalah kebenaran (Aceng dkk, 2011: 94).
“The Grand Narrative” yang dianggap sebagai dongeng hayalan
hasil karya masa Modernitas. Ketidakjelasan definisi sebagai mana yang
telah disinggung menjadi penyebab munculnya kekacauan dalam
memahami konsep tersebut. Tentu, kesalahan berkonsep akan berdampak
besar dalam menentukan kebenaran berpikir dan menjadi ambigu. Sedang
kekacauan akibat konsep berpikir akibat ketidakjelasan akan
membingungkan pelaku dalam pengaplikasian konsep tersebut.
Pada dasarnya, postmodern muncul sebagai reaksi terhadap fakta
tidak pernah tercapainya impian yang dicita-citakan dalam era modern.
Era modern yang berkembang antara abad kelima belas sampai dengan
delapan belas –dan mencapai puncaknya pada abad sembilan belas dan
dua puluh awal— memiliki cita-cita yang tersimpul dalam lima kata,
yaitu: reason, nature, happiness, progress dan liberty. Semangat ini harus
diakui telah menghasilkan kemajuan yang pesat dalam berbagai bidang
kehidupan dalam waktu yang relatif singkat. Nampaknya, mimpi untuk
memiliki dunia yang lebih baik dengan modal pengetahuan berhasil
terwujud. Namun, tidak lama, sampai kemudian ditemukan juga begitu
banyak dampak negatif dari ilmu pengetahuan bagi dunia. Teknologi
mutakhir ternyata sangat membahayakan dalam peperangan dan efek
samping kimiawi justru merusak lingkungan hidup. Dengan demikian,
mimpi orang-orang modernis ini tidaklah berjalan sesuai harapan (Surya,
http://suyadian.wordpress.com/2010/17/06/mengenal-postmodern/).
Rasionalitas modern gagal menjawab kebutuhan manusia secara
utuh. Ilmu pengetahuan terbukti tidak dapat menyelesaikan semua
masalah manusia. Teknologi juga tidak memberikan waktu senggang bagi
manusia untuk beristirahat dan menikmati hidup. Di masa lampau, ketika
hanya ada alat-alat tradisional yang kurang efektif, semua orang
mengharapkan teknologi canggih akan memperingan tugas manusia
sehingga seseorang dapat menikmati waktu senggang. Saat ini, teknologi
telah berhasil menciptakan alat-alat yang memudahkan kerja manusia.
Seharusnya, semua orang lebih senggang dibanding dulu, tetapi
kenyataannya, justru semua orang lebih sibuk dibanding dulu. Teknolog
instan yang ada saat ini justru menuntut pribadi-pribadi untuk lebih
bekerja keras untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari efektifitas
yang diciptakan. Ironis.
Berangkat dari perbedaan mimpi dan kenyataan modernism inilah
postmodern muncul dan berkembang. Akhirnya, pemikiran postmodern
ini mulai mempengaruhi berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam
bidang filsafat, ilmu pengetahuan, dan sosiologi. Postmodern akhirnya
menjadi kritik kebudayaan atas modernitas. Apa yang dibanggakan oleh
pikiran modern, sekarang dikutuk, dan apa yang dahulu dipandang rendah,
sekarang justru dihargai.
Melihat dan menelaah situasi dunia saat ini, masalah
postmoderrnisme juga kerap muncul. Modernisme dengan konsep
universalismenya menghendaaki semua negara menerapkan sistem
demokrasi ala Amerika yang konon katanya paling demokratis dan
menjunjung tinggi HAM.
Untuk dapat menjunjung tinggi HAM seperti Amerika Serikat,
maka sistem demokrasi harus dianut terlebih dahulu. Jadi, Negara
manapun yang ingin menghargai Hak Azasi warganya harus menerapkan
sistem demokrasi ala Amerika Serikat. Sebab Amerika Serikat dianggap
sebagai Negara terdepan pengimplementasi demokrasi. Hal tersebut
kemudian lebih ditekankan lagi dalam peraturan lembaga internasional
(United Nation). Semua Negara yang menjadi anggota United nation
diwajibkan untuk menjunjung tinggi HAM.
Tidak ada masalah jika Negara anggota United Nation diwajibkan
menjunjung tinggi HAM. Yang menjadi masalah adalah ketika demokrasi
dianggap satu-satunya jalan untuk menjunjung tinggi HAM. Secara tidak
langsung, mereka telah menafikan sistem lain seperti Kerajaan Khilafah
dan sistem politik lokal. Oleh karena demokrasi merupakan satu-satunya
jalan, maka Negara yang ingin menjunjung tinggi HAM harus pula
menganut sistem demokrasi. Barang siapa (negara) yang tidak mau
menjunjung tinggi HAM (menganut demokrasi), maka akan dikenai
sanksi oleh lembaga tertinggi dunia tersebut. Sanksi dapat beraneka
ragam, mulai dari embargo sampai penjajahan yang berkedok
penyelamatan umat manusia.
Para postmodernis melihat proyek pendemokrasian tersebut
sebagai akibat dari modernisme. Sebab dalam modernism terdapat satu
ciri penting, yaitu universalisme dalam segala bidang. Selain
universalisme, ada juga karakter penting dari modernism yaitu Oposisi
Biner (jika A benar, maka B pasti salah). Modernism beranggapan bahwa
demokrasi Amerika Serikat sudah benar, maka sesuai dengan prinsip
oposisi biner, semua sistem diluar itu adalah salah.
Postmodernisme lahir untuk mengkritik semua ambisi dan proyek
mahabesar modernism tersebut. Universalisme yang ditawarkan oleh
modernism tidak mungkin bisa tercapai, sebab dunia ini dipenuhi oleh
perbedaan dan keanekaragaman baik dalam hal ekonomi, sosial, politik
dan terlebih lagi budaya. Merupakan sebuah kemustahilan jika kita ingin
membuat semua Negara yang penuh dengan warna dan perbedaan tersebut
hidup dengan satu cara yang sama.
Selain hal tersebut diatas, satu karakter penting modernism yang
dikritik oleh postmodernisme adalah Oposisi biner. Tidak ada yang salah
dan benar dalam dunia ini. Akan tetapi semuanya memiliki kebenaran
masing-masing. Contoh yang paling sering diangkat oleh para
postmodernis adalah masalah budaya dan agama. Semua budaya yang
terdapat dimuka bumi ini memiliki cerita dan makna masing-masing.
Demikian juga halnya dengan agama, semua punya kebenaran tersendiri.
Tidak ada agama yang salah dan agama yang benar, namun semua agama
memiliki dan membawa kebenarannya.
Demikian jugalah pula dengan sistem politik yang akan dianut
oleh setiap Negara. Demokrasi yang dianut oleh Amerika serikat
mempunyai kebenaran, tetapi sistem kerajaan yang dianut oleh Inggris
juga mempunyai kebenarannya sendiri. Begitu juga dengan sistem politik
di Negara atau daerah lain (politik local/identitas misalnya) mempunyai
kebenaran tersendiri lagi.
Untuk mengatasi semua perbedaan dan banyaknya kebenaran yang
ada tersebut. Maka postmodernisme menawarkan satu prinsip baru, yaitu
Paralogi. Bahwa semua bias hidup dalam keberagaman, yang dibingkai
dalam prinsip Multikulturalisme. Atau jika kita melihat Negara Indonesia
misalnya, ada istilah Bhineka Tungggal Ika (http://librarianship-
umir.blogspot.com/2010/08/pendekatan-postmodernisme.html# uds-
search-results).
Kelebihan Posmodernisme adalah: Pertama, Pengingkaran atas
semua jenis ideology. Konsep berfilsafat dalam era postmodernisme
adalah hasil penggabungan dari berbagai jenis fondasi pemikiran. Mereka
tidak mau terkungkung dan terjebak dalam satu bentuk fondasi pemikiran
filsafat tertentu. Kedua, menggantikan peran cerita-cerita besar menuju
cerita-cerita kecil, dimana aliran modernism dianggap bergantung dan
terpaku pada grand narrative dari kemapanan filsafat yang hanya
mengandalkan akal, dialektika roh, emansipasi subjek yang rasional, dan
sebagainya. Ketiga, aliran ini tidak meniru sesuatu yang ada (pemikiran)
tetapi menggunakan sesuatu yang sudah ada dengan gaya baru.
Kelemahan Postmodernisme adalah: Pertama, postmodernisme
tidak memiliki asas-asa yang jelas (universal dan permanen). Bagaimana
mungkin akal sehat manusia dapat menerima sesuatu yang tidak jelas asas
dan landasannya? Jika jawaban mereka positif, jelas sekali hal itu
bertentangan dengan pernyataan mereka sendiri, sebagaimana
postmodernisme selalu menekankan untuk mengingkari bahkan
menentang hal-hal yang bersifat universal dan permanen.
Kedua, adalah segala pemikiran yang hendak merevisi
modernisme, tidak dengan menolak modernisme itu secara total,
melainkan dengan memperbaharui premis-premis modern di sana-sini
saja. Ini dimaksudkan lebih merupakan "kritik imanen" terhadap
modernisme dalam rangka mengatasi berbagai konsekuensi negatifnya.
Misalnya, mereka tidak menolak sains pada dirinya sendiri, melainkan
hanya sains sebagai ideologi dan scientism saja di mana kebenaran
ilmiahlah yang dianggap kebenaran yang paling sahih dan meyakinkan.
Ketiga, pemikiran-pemikiran yang terkait erat pada dunia sastra
dan banyak berurusan dengan persoalan linguistik. Kata kunci yang paling
populer dan digemari oleh kelompok ini adalah "dekontruksi".

B. Mengenal Teori Konstruktivisme


Konstruktivisme merupakan pandangan filsafat yang pertama kali
dikemukakan oleh Giambatista Vico tahun 1710, ia adalah seorang
sejarawan Italia yang mengungkapkan filsafatnya dengan berkata ”Tuhan
adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. Dia
menjelaskan bahwa “mengetahui” berarti “mengetahui bagaimana
membuat sesuatu”. Ini berarti bahwa seseorang baru mengetahui sesuatu
jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu
(Suparno, 1997:24).
Filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah
hasil konstruksi manusia melalui interaksi dengan objek, fenomena
pengalaman dan lingkungan mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat
Poedjiadi (2005 :70) bahwa “konstruktivisme bertitik tolak dari
pembentukan pengetahuan, dan rekonstruksi pengetahuan adalah
mengubah pengetahuan yang dimiliki seseorang yang telah dibangun atau
dikonstruk sebelumnya dan perubahan itu sebagai akibat dari interaksi
dengan lingkungannya”.
Karli (2003:2) menyatakan konstruktivisme adalah salah satu
pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam
proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik
kognitif yang hanya dapat diatasi melalui pengetahuan diri dan pada akhir
proses belajar pengetahuan akan dibangun oleh anak melalui
pengalamannya dari hasil interkasi dengan lingkungannya.
Konstruktivisme adalah cara memandang seseorang perihal
pemerolehan pengetahuan dan pengalaman berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman yang dimilikinya. Artinya seseorang dapat membangun dan
mengembangkan pengetahuan dan pengalaman melalui keterlibatan
langsung atau melalui perilaku yang dilakukannya. Teori konstruktivisme
adalah teori yang berpendapat bahwa pengetahuan adalah hasil dari
konstruksi pikiran manusia sendiri yang terjadi karena pengaruh dari
lingkungannya. Menurut teori konstrutivisme, pengetahuan dan
kebudayaan bisa berkembang terus menerus dan tidak statis. Pengetahuan
yang dimiliki oleh manusia tentang segala hal adalah hasil konstruksi
melalui interaksi antara manusia dengan sesama manusia maupun objek
benda, fenomena pengalaman dan lingkungan tempat tinggal. Beberapa
tokoh yang menggunakan teori konstruktivisme adalah Whitney R. Mundt,
Jean Piaget, dan Lev Vygotsky.
Mundt menjelaskan relasi antara pemegang kuasa dengan
masyarakat dalam menerima suatu informasi baru. Piaget menjelaskan
tentang teori kognitif yang mana seseorang mempelajari dan menyusun
pengetahuan dengan cara mengreorganisasikan pengetahuan sebelumnya.
Vygotsky menjelaskan tentang Zone of Proximal Development (ZPD) dan
Scallfolding. Vygotsky percaya bahwa seseorang mendapatkan
pengetahuan dari interaksi sosial dengan orang lain. Ketiga teoris ini
memiliki persamaan yaitu percaya bahwa keaktifan seseorang dalam
mencari dan mempelajari informasi baru berbeda sehingga mempengaruhi
pengetahuan seseorang.
Whitney R. Mundt adalah salah seorang tokoh filsafat dengan
pemikiran konstruktivisme. Mundt menyatakan bahwa media pers
memiliki peranan besar untuk membentuk pola pikir masyarakat. Mundt
juga menjelaskan adanya keterpautan antara pemerintah dan media pers
yang mempengaruhi budaya masyarakat di mana keseimbangan kekuatan
selalu bergeser (Mufid, 2009: 96). Media pers menurut Mundt memiliki
lima sistem yaitu Otoriter, Sosial-otoriter, Libertarian, Sosial-libertarian,
dan Sosial-sentralis:
a. Otoriter adalah sistem pers mengenai sensor dan lisensi dari
pemerintah. Tujuan dari otoriter adalah pemerintah ingin menekan
kritik dari masyarakat sehingga kekuasaan dapat terpelihara.
b. Sosial-otoriter menyatakan bahwa pers adalah milik pemerintah
atau partai pemerintah yang bertujuan untuk mencapai ekonomi
sosial dan tujuan filsafati.
c. Libertarian, yakni ketiadaan pengawasan dari pemerintah tentang
berita apapun kecuali berita yang menyangkut tentang fitnah dan
cabul. Hal ini menjamin pers dapat mengembangkan gagasan
secara bebas.
d. Sosial-libertarian, yakni pengawasan minimal dari pemerintah
untuk menyumbat saluran-saluran komunikasi dan untuk menjamin
kebebasan pers dalam mengembangkan gagasan secara bebas.
e. Sosial-sentralis, yakni kepemilikan pemerintah dan lembaga umum
terhadap saluran komunikasi terbatas. Hal ini menjamin kebebasan
pers dalam mengeluarkan gagasan secara bebas (Mufid, 2009: 97).
Dari konsep diatas dapat dikatakan bahwa konstruktivisme disusun
oleh ide atau nilai yang disadari dan telah disepakati bersama antara
pemilik kuasa dengan setiap anggota masyarakat. Setiap orang yang
menerima informasi baru dari pers mengolah ide atau nilai dalam
pikirannya. Dengan bantuan pengalaman pribadi yang telah dialami, setiap
orang mengintepretasikan informasi yang diterimanya dari luar hingga
akhirnya sepakat menggunakan atau menjalankan ide maupun nilai itu.
Salah satu contohnya adalah bagaimana menjelaskan trend tentang
model telepon genggam di masyarakat Indonesia. Jika dirunut, sepuluh
tahun lalu model terbaru dari telepon genggam yang banyak diminati oleh
masyarakat adalah telepon genggam yang masih memiliki layar berukuran
kecil. Seiring berjalan waktu, model telepon genggam banyak mengalami
perubahan. Telepon genggam sekarang lebih praktis karena memiliki layar
yang lebih lebar. Disini, peran pers melalui iklan baik dari media cetak
maupun media visual membuat masyarakat terpengaruh. Masyarakat yang
memperoleh informasi dari media itu mulai memproses dirinya untuk
menerima model telepon genggam yang terbaru. Masyarakat yang
menerima informasi itu pada akhirnya akan sependapat dan menggunakan
telepon genggam model terbaru. Contohnya adalah ketika Blackberry
menjadi fenomena alat komunikasi trend di Indonesia. Hampir semua
orang perkotaan memiliki ponsel pintar tersebut. Kini, orang-orang lebih
suka meminta pin bb daripada meminta nomer handphone kepada orang
yang baru dikenal.
Dari contoh di atas, dapat dikatakan Konstruktivisme adalah sistem
tatanan masyarakat sekarang ini dibentuk berdasarkan kesadaran dari
orang-orang dalam suatu lingkup masyarakat itu sendiri dan bukan muncul
dengan sendirinya. Kesadaran setiap anggota masyarakat dalam menerima
suatu budaya ini didasari adanya persamaan nilai maupun keyakinan.
Jean Piaget terkenal dengan teori belajar konstruktivistik kognitif
(personal constructivism). Piaget menggunakan pendekatan
konstruktivistik untuk menekankan pentingnya bagi pelajar untuk belajar
dengan lebih baik jika mereka aktif dan mencari solusi sendiri. Berdiskusi,
berpikir, dan membuat penemuan dapat menjadi cara untuk belajar yang
lebih efektif (Santrock, 2004: 61). Hal ini menekankan betapa lingkungan
atau faktor-faktor dari luar manusia memberi peranan penting bagi
manusia untuk mendapatkan pengetahuan. Maksudnya adalah bahwa
manusia tidak pasif dalam menerima pengetahuan baru. Hal ini berarti
manusia memahami segala sesuatu di sekitar lingkungannya melalui
tindakan dan pengalaman supaya dapat berperilaku yang sesuai aturan dan
norma-norma.
Proses kognitif adalah proses dimana seseorang menggunakan
skema, yaitu konsep atau kerangka yang berada di dalam pikiran individu,
untuk menginterpretasikan informasi. Ada dua tahap yang membantu
proses penggunaan skema seseorang yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah proses mental yang terjadi ketika seseorang memasukkan
pengetahuan baru ke dalam pengetahuan yang sudah ada. Akomodasi
adalah proses mental yang terjadi ketika anak menyesuaikan diri dengan
informasi baru. Organisasi adalah tentang pengelompokan perilaku yang
terpisah ke dalam sistem kognitif yang lebih tertib dan lancar (Santrock,
2004: 46).
Lev Vygotsky terkenal dengan teori belajar manusia yang
dipengaruhi oleh sosiokultural dan cara pembelajaran. Konsep penting dari
Vygotsky adalah Zone of Proximal Development (ZPD) dan Scaffolding.
Zone of Proximal Development (ZPD) adalah istilah yang dipakai
Vygotsky untuk menekankan arti penting dari pengaruh sosial terhadap
perkembangan pengetahuan seseorang (Santrock, 2004: 62). Contohnya
adalah kecerdasan yang dimiliki seorang anak berumur lima belas tahun.
Menurut Vygotsky, kecerdasan anak tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh
bagaimana si anak saat berada di kelas. Anak lima belas tahun itu harus
dilihat latar belakang keluarganya, siapa yang berteman dengannya di
sekolah, bagaimana cara dia memecahkan persoalan baik dalam masalah
individu maupun saat menghadapi masalah kelompok.
Menurut Santrock, Scaffolding adalah teknik belajar seseorang
melalui instruksi langsung dari guru atau orang yang lebih ahli. Seorang
guru atau sesama murid yang lebih pandai atau mampu menyesuaikan
jumlah bimbingan sesuai dengan kinerja murid. Dialog adalah satu alat
penting dalam teknik Scaffolding bagi seseorang untuk mendapatkan
pengetahuan baru (63).
Manusia memiliki kemampuan kognitif yang berasal dari
hubungan sosial dan kultur. Kedua konsep teori Vygotsky tersebut
menjawab persoalan mengenai bagaimana cara manusia mendapatkan
pengetahuan dan memahami kebudayaan. Faktor eksternal seperti realitas
dan kebenaran yang terdapat di lingkungan manusia tinggal menjadi
penunjuk arah dan penentu pengetahuan. Selain faktor eksternal, faktor
internal manusia yaitu pengalaman hidup menjadi pembentuk pengetahuan
bagi manusia.

C. Mengenal Teori Post Strukturalisme


Post-stukturalisme masuk sebagai unsur studi Hubungan
Internasional pada tahun 1980an melalui karya-karya dari tokoh seperti:
Richard Ashley (1981,1984), James Der Derian (1987), Michael Saphiro
(1988) dan R. B. J. Walker (1987, 1993) (Campbell, 2007). Seperti halnya
teori kritis lainnya, post-strukturalis berupaya mengkaji bagaimana kondisi
ilmu pengetahuan telah disusun oleh para perspektif tradisional.
Para kaum post-stukturalis berpendapat bahwa kaum realis telah
membatasi aktor-aktor transnasional yang baru, masalah yang baru, serta
hubungan-hubungannya dan gagal dalam mendengar dan menyelidik suara-
suara dari pihak-pihak lain yang tidak menguntungkan selama ini
(Campbell, 2007: 203). Sehingga yang terjadi adalah ilmu pengetahuan
yang terbatas dan hanya bergerak satu arah.
Poststrukturalisme juga mempertanyakan bagaimana dan mengapa
suatu negara dapat dipilih sebagai aktor utama yang memiliki peran paling
penting di dunia politik dan bagaimana negara dianggap sebagai aktor
utama paling rasional. Padahal yang kita ketahui selama ini ialah praktik
ketatanegaraan dan segala batasan yang muncul akibat state-addict itu tidak
sepenuhnya terjadi secara alami dan spontan. Hal inilah yang menjadi
fokus dalam post-strukturalisme (Campbell, 2007: 205).
Post-strukturalisme ini sendiri lahir akibat perdebatan atau
ketidaksetujuan dari pendekatan-pendekatan teori sebelumnya. Sehingga
Post Strukturalisme lahir menyempurnakan pendekatan sebelumnya.
Perspektif Strukturalis lebih mementingkan ekonomi dunia sebagai inti
focus pandangnya. Pos-Strukturalisme beranggapan bahwa perkumpalan
yang mengikuti aturan sekarang membuat karyanya tidak sesuai dengan
karya sebelumnya.
Post-strukturalis merupakan pengembangan dari strukturalis dan
juga memiliki asumsi dasar:
a. Asumsinya adalah Ilmu Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi
manusia. Berbeda dengan strukturalis yang menganggap identitas
terbentuk dari struktur yang ada, post-strukturalis menganggap bahwa
identitas dari individu atau Negara itulah yang membentuk suatu
struktur. Selain itu, post-strukturalis juga berasumsi tentang
pentingnya interpretasi dan representasi dalam politik internasional
(Ashley, 1996: 243).
b. Tidak hanya intepretasi dan representasi melainkan bahasa adalah hal
yang lebih penting daripada komunikasi. Bahasa merupakan bagian
penting bahwa memegang peranan besar dalam bertindak dan
memberikan makna dalam suatu kenyataan yang ada (Jackson dan
Sorensen, 2013: 409).
c. Struktur sosial yang dihasilkan secara historis merupakan hasil dari
alam dan tidak dapat diubah. Hal inilah yang menyebabkan neorealis
akan kesusahan untuk menghadapi perubahan yang ada dalam
hubungan internasional. Selain itu, kaum post-strukturalis juga
berpendapat teori yang ada dalam neorealis tidak sepenuhnya
mewakili realisme. Kemudian, pandangan tradisional seperti realisme
dianggap telah mengabaikan peran aktor transnasional dan terlalu
fokus kepada power dan state (Jackson dan Sorensen, 2013: 413).
d. Berbagai jenis-jenis asumsi dasar mengenai poststrukturalisme yaitu,
pertama poststrukturalisme sebagai sikap ingin tahu yang tinggi,
berdasarkan sikap tersebut sebagai usaha yang bagus yang dapat
menetapkan kondisi kemungkinan hingga menciptakan sebuah
alternatif. Tanggapan yang ada dalam pendekatan ini memiliki arti
yang tidak menyangkal pandangan sebelumnya, namun Post
Strukturalisme terus menanggapi teori sebelumnya sampai ada
perubahan yang terwujud. Kedua Post Strukturalisme membuat teori-
teori lain dari Hubungan Internasional sebagai sasaran yang ingin
diteliti, dan pendekatan yang ada dalam teori-teori tersebut dengan
pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk mengekspos bagaimana
teori-teori tersebut terancang. Asumsi yang ketiga ini menganggap
adanya hubungan antara ilmu pengetahuan dengan kekuasaan, dan
seperti pandangan konstruktivisme bahwa pengetahuan merupakan
hasil konstruksi sosial. Maka, fakta sosial yang ada bukanlah
pemberian melainkan hasil pandangan dan perwakilan dari manusia
sendiri (Campbell, 2007:225-226).
Perbedaan Strukturalisme dan Post Strukturalisme: (a)
Strukturalisme melihat fakta yang ada di balik atau dalam suatu teks.
Sedangkan Post Strukturalisme lebih memfokuskan interaksi pembaca
dengan teks menjadi sesuatu yang berguna. (b) Kritik terhadap subjek yang
terpadu, pengarang sebagai kesadaran asli. (c) Kesadaran menurut
postrukturalisme testruktur melalui bahasa.
Kekuasaan dan Pengetahuan dalam Hubungan Internasional, Post-
strukturalis mempunyai pemikiran bahwa kekuasaan berawal dari cara
berpikir manusia, dimana mengajarkan pemikiran manusia dengan ilmu
pengetahuan akan membantu manusia dalam mencapai kekuasaan,
sehingga pendapat dan perwakilan dalam pemikiran kaum post-strukturalis.
Mesir berkecamuk, Pemimpin Negara Morsi tetap berlakukan
dekrit. Para pelaku demo di Kairo rusuh dengan polisi, melontari bom api
dan kerikil dalam kemarahan menentang perampasan kekuasaan politik
oleh Pemimpin Negara yaitu Morsi, Selasa (27/11). (Indonesia, 2012) Jadi
melalui pemikiran posstrukturalisme dimana menjadi pusat dalam studi HI
kedaulatan menjadi bermasalah ketika menentukan penghapusan anarki
yang domestic. Kedaulatan tersebut demikian menjadi semakin bermasalah
dalam mencapai kedaulatan lain, akibat sifat anarki yang sebelum
melakukan kedaulatan. (Armandha, 2018: 7).
Diskursus dalam Hubungan Internasional ialah cara menjelaskan
kebenaran tentang keadaan yang sedang terjadi dimasa lalu atau di masa
kini seperti Human Trafficking. Berbicara tentang Human Trafficking
Konstruktivisme sudah membahas tentang keadaan atau situasi ini. Kaum
Konstruktivisme memanfaatkan sifat manusia itu, yang dikatakan bahwa
sifat manusia memiliki keinginan berhubungan seksual dengan manusia
lain. Mereka menanamkan sifat bahwa manusia itu tidak memiliki
martabat, begitu mereka tidak bermartabat lagi baru bisa dijual. Kaum Post
Strukturalisme memiliki pandangan berbeda tentang Human Trafficking.
Mereka berpendapat bahwa sifat manusia itu tidak selalu berkeinginan
berhubungan seksual dengan lawan jenisnya. Mereka menyatakan ada
beberapa alasan mengapa adanya Human Trafficking seperti Kemiskinan,
dsb.
Budaya Pop dan Hubungan Internasional, Budaya Pop bagi Lévi-
Strauss sistem-sistem kebudayaan merupakan gabungan yang membentuk
sejenis bahasa. Dengan cara pandang demikian dapat diperoleh pemahaman
yang penting tentang ”Sikap-sikap tak sadar” (Kridalaksana, 2005: 47).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Posmodernisme merupakan suatu paham yang mengkritisi dan
melampaui nilai-nilai dan pandangan yang diusung oleh zaman sebelumnya
terkhusus pada modernisme yang dinilai gagal dan sebagai bentuk reaksi
pemberontakan dan kritik atas janji modernisme. Postmodernisme bersifat
relative. Kebenaran adalah relative, kenyataan (realita) adalah relative, dan
keduanya menjadi konstruk yang tidak bersambungan satu sama lain. Hal
tersebut jelas mempunyai implikasi bagaimana kita memandang diri dan
mengkonstruk identitas diri.
Kosntruktivisme muncul sebagai filsafat yang menolak positivism.
Konstruktivisme tersusun atas ide dan nilai yang disadari dan disepakati
antara pemilik kuasa dan masyarakat. Konstruktivisme menerangkan
bahwa pengetahuan bersifat terus menerus dan tidak statis. Manusia dan
budaya saling terkait. Budaya tercipta dari hasil pemikiran manusia.
Budaya dapat membangun pola pikir seseorang apabila dapat diterima
secara menyeluruh.
Post-Strukturalisme merupakan pendapat terhadap pendekatan
sebelumnya yaitu Strukturalisme. Post-Strukturalisme juga merupakan
bentuk penataan ulang dari pandangan Strukturalisme untuk membuat
teori-teori baru dengan cara menganalisa struktur dengan konsisten. post-
strukturalisme juga menuai kritik yakni minimnya kontribusi perspektif ini
untuk Studi Hubungan Internasional dan dianggap hanya terfokus kepada
hal yang sifatnya mendasar. Post-strukturalisme menolah pemahaman
pengetahuan empiris meskipun pendekatan kritis sering empiris.
DAFTAR
PUSTAKA

Sumber Buku:
Aceng, dkk. 2011. Filsafat Ilmu Lanjutan. Jakarata: Prenada Meda Grup.
Mufid, Muhammad. Etika dan Filsafat Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada
Media Grup, 2009.
Muzairi. 2009. Filsafat Umum. Yogyakarta: Teras.
Jackson, Robert dan Sorensen, 2013.Pengantar Studi Hubungan Internasional:
Teori dan Pendekatan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Karli, H. dan Yuliariatiningsih, M.S. (2003). Model-Model Pembelajaran.
Bandung: Bina Media Informasi.
Poedjiadi, A. (2005). Sains Teknologi Masyarakat; Model Pembelajaran
Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suparno, P. (2001). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Kanisius.
Santrock, John W. Psikologi Pendidikan: Edisi Dua. Jakarta: Kencana Prenada
Media Grup, 2004.
Tafsir, A.2001. Filsafat Umum. Bandung: Rosda.

Sumber Jurnal :
Kridalaksana, H. (2005). Mongin-Ferdinand de Saussure. Peletak dasar
strukturalisme dan linguistik modern. dari laman:
https://aksara.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/aksara/article/view/236
Campbell, D. (2007). International Relations Theories Discipline and Diversity. In
M. K. Tim Dunne, International Relations Theories Discipline and
Diversity (pp. 203-228). Oxford: Online Resource Centre. Dari lama:
https://www.academia.edu/10064301/_HIN_100504_International_Relatio
ns_Theories_Tim_Dunne_Milja_Kurki_Steve_Smith
Armandha, S. T. (2018). Pasca-Strukturalisme: Mendekonstruksikan Negara-
Bangsa. Pasca-Strukturalisme: Mendekonstruksikan Negara-Bangsa, 7.
Dari laman: https://independent.academia.edu/SemmyTyarArmandha

Sumber Internet
Septian. 2007. Metanarative. http://septian.wordpress.com/2007/10/06/apa-itu-
meta-narrative/
Surya. 2010. Mengenal Postmodern.
(http://suyadian.wordpress.com/2010/17/06/mengenal-postmodern/).

Anda mungkin juga menyukai