Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI PENGEMBANGAN

ILMU PENGETAHUAN

Penyusun:

Muhamad Faturohman Ardiansa

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKES WIDYAGAMA HUSADA

MALANG

1
KATA PENGANTAR

   Puji syukur saya panjatkan pada Allah SWT sehingga membuat makalah tentang “Pancasila
Sebagai Nilai Pengembangan Ilmu Pengetahuan” ini dapat diselesaikan dengan tepat pada
saat diterima. Selain itu saya ingin memberi terima kasih yang diperhitungkan kepada dosen
pembimbing mata kuliah ”PENDIDIKAN PANCASILA” atas bimbingan dan motivasinya.

          Penulis menyadari akan kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Karena itu says
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini.
 

Malang,16,Jun,i2020

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. LATAR BELAKANG 1

B. PERMUSAN MASALAH 2

C. TUJUAN 3

D. METODE 3

BAB II ISI 4

A. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa 5


B. Pancasila sebagai dasar Perkembangan IPTEK 6
C. Sistem Etika Pembangunan dalam Pancasila 10
D. Hubungan Antara Pancasila dan Perkembangan IPTEK 12
BAB III PENUTUP 15
DAFTAR PUSTAKA 17

3
BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Tujuan perjuangan negara Indonesia adalah "Negara Indonesia yang melindungi


segenap bangsa dan seluruh tumpah ddarah Indonesia dan amuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan int melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Prinsip dasar yang tam
dipegang teguh untuk mencapai tujuan ini adalah dengan: me-nrusun kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu. Undang Undang Dasar Negara Indonesia yang
terbentuk dan suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan
berdasar kepada pancasila. Dengan demikian Negara Indonesia mempunyai fungsi dan
sekaligus menjadi tujuannya yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosoal.[1]

Dasar negara Indonesia adalah Pancasila, tentunya akan sejalan dengan tujuan
perjuangan negara Indonesia di atas, oleh karena itu dalam makalah ini akan di bahasa
mengengai beberapa hal yaitu tentang: Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu,
Ilmu dalam perspektif historis, Beberapa aspek penting dalam ilmu pengetahuan, pilar-pilar
penyangga bagi eksistensi ilmu pengetahuan, dan prinsip-prinsip berfikir ilmiah.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa maksud dari Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu ?

2.      Apa pengertian ilmu dalam perspektif historis ?

3.      Apa saja aspek penting dalam ilmu pengetahuan ?

4.      Apa saja pilar-pilar penyangga bagi eksistensi ilmu pengetahuan ?

5.      Apa saja prinsip-prinsip berfikir ilmiah ?

C.    Tujuan Penulisan

1.      Untuk menjelaskan maksud dari Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu.

2.      Untuk menjelaskan pengertian ilmu dalam perspektif historis.

3.      Untuk menjelaskan aspek penting dalam ilmu pengetahuan.

4.      Untuk menjelaskan saja pilar-pilar penyangga bagi eksistensi ilmu pengetahuan.

5.      Untuk menjelaskan saja prinsip-prinsip berfikir ilmiah.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

Andaikan para ilmuwan dalam pengembangan ilmu konsisten akan janji awalnya
ditemukan ilmu, yaitu untuk mencerdaskan manusia, memartabatkan manusia dan
mensejahterakan manusia, maka pengembangan ilmu yang didasarkan pada kaedah-kaedah
keilmuannya sendiri tak perlu menimbulkan ketegangan-ketegangan antara ilmu (teknologi)
dan masyarakat.

Fakta yang kita saksikan saat ini ilmu-ilmu empiris mendapatkan tempatnya yang
sentral dalam kehidupan manusia karena dengan teknologi modern yang dikembangkannya
dapat memenuhi kebutuhan praktis hidup manusia. Ilmu-ilmu empiris tersebut tumbuh dan
berkembang dengan cepat melebihi ritme pertumbuhan dan perkembangan peradaban
manusia. Ironisnya tidak diimbangi kesiapan mentalitas sebagian masyarakat, khususnya di
Indonesia.

Teknologi telah merambah berbagai bidang kehidupan manusia secara ekstensif dan
mempengaruhi sendi-sendi kehidupan manusia secara intensif, termasuk merubah pola pikir
dan budaya manusia, bahkan nyaris menggoyahkan eksistensi kodrati manusia sendiri
(Iriyanto, 2005). Misalnya, anak-anak sekarang dengan alat-alat permainan yang serba
teknologis seperti playstation, mereka sudah dapat terpenuhi hasrat hakekat kodrat sosialnya
hanya dengan memainkan alat permainan tersebut secara sendirian. Mereka tidak sadar
dengan kehidupan yang termanipulasi teknologi menjadi manusia individualis.Masih terdapat
banyak persoalan akibat teknologi yang dapat disaksikan, meskipun secara nyata manfaat
teknologi tidak dapat dipungkiri. Problematika keilmuan dalam era millenium ketiga ini tidak
terlepas dari sejarah perkembangan ilmu pada masa-masa sebelumnya. Karena itu untuk
mendapatkan pemahaman yang komprehensif perlu dikaji aspek kesejarahan dan aspek-aspek
lainnya terkait dengan ilmu dan teknologi. Dari sini,

Problematika keilmuan dapat segera diantisipasi dengan merumuskan kerangka dasar


nilai bagi pengembangan ilmu. Kerangka dasar nilai ini harus menggambarkan suatu sistem
filosofi kehidupan yang dijadikan prinsip kehidupan masyarakat, yang sudah mengakar dan
membudaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia, yaitu nilai-nilai Pancasila.[2]

Adapun penjelasan mengenai nilai dapat yaitu, nilai atau “value” (bahasa Inggris)


termasuk bidang kajian filsat. Persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah
satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai (axiologi, theory of value). Filsafat sering juga
diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam ilmu filsafat dipakai untuk
menunjuk kata benda abstrak yang artinya “keberhargaan” (Worth) atau kebaikan (goodness),
dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan
penilaian.[3]

B.     Ilmu dalam Perspektif Historis

5
Ilmu pengetahuan berkembang melangkah secara bertahap menurut dekade waktu
dan menciptakan jamannya, dimulai dari jaman Yunani Kuno, AbadPertengahan, Abad
Modern, sampai Abad Kontemporer.

Masa Yunani Kuno (abad ke 6 SM – 6 M) saat ilmu pengetahuan lahir, kedudukan


ilmu pengetahuan identik dengan filsafat memiliki corak mitologis. Alam dengan berbagai
aturannya diterangkan secara theogoni, bahwa ada peranan para dewa yang merupakan unsur
penentu segala sesuatu yang ada. Bagaimanapun corak mitologis ini telah mendorong upaya
manusia terus menerobos lebih jauh dunia pergejalaan, untuk mengetahui adanya sesuatu
yang esa, tetap, dan abadi, di balik yang bhinneka, berubah dan sementara.

Memasuki Abad Pertengahan (abad ke-5 M), pasca Aristoteles filsafat Yunani Kuno
menjadi ajaran praktis, bahkan mistis, yaitu sebagaimana diajarkan oleh Stoa, Epicuri, dan
Plotinus. Semua hal tersebut bersamaan dengan pudarnya kekuasaan Romawi yang
mengisyaratkan akan datangnya tahapan baru, yaitu filsafat yang harus mengabdi kepada
agama (Ancilla Theologiae).

Selanjutnya Abad Modern (abad ke 18-19 M) dengan dipelopori oleh gerakan.


Renaissance di abad ke 15 dan dimatangkan oleh gerakan Aufklaerung di abad ke-18, melalui
langkah-langkah revolusionernya filsafat memasuki tahap baru atau modern. Kepeloporan
revolusioner yang telah dilakukan oleh anak-anak Renaissance dan Aufklaerung seperti:
Copernicus, Galileo Galilei, Kepler, Descartes dan Immanuel Kant, telah memberikan
implikasi yang amat luas dan mendalam. Di satu pihak otonomi beserta segala kebebasannya
telah dimiliki kembali oleh umat manusia, sedang di lain pihak manusia kemudian
mengarahkan hidupnya ke dunia sekuler, yaitu suatu kehidupan pembebasan dari
kedudukannya yang semula merupakan koloni dan subkoloni agama dan gereja. Agama yang
semula menguasai dan manunggal dengan filsafat segera ditinggalkan oleh filsafat. Masing-
masing berdiri mandiri dan berkembang menurut dasar dan arah pemikiran sendiri (Koento
Wibisono, 1985)

Revolusi ilmu pengetahuan memasuki Abad Kontemporer (abad ke-20-sekarang)


berkat teori relativitas Einsteinyang telah  merombak filsafat Newton (semula sudah mapan)
di samping teori kuantumnya yang telah  mengubah  persepsi  dunia  ilmu  tentang  sifat-sifat
dasar dan perilaku materi sedemikian rupa sehingga para pakar dapat melanjutkan penelitian-
penelitiannya, dan berhasil mengembangkan ilmu-ilmu dasar seperti: astronomi, fisika,
kimia, biologi molekuler, hasilnya seperti yang dapat dinikmati oleh manusia sekarang ini
(Sutardjo,1982).

Ilmu  pengetahuan dalam  perkembangannya dewasa ini beserta anak-anak


kandungnya, yaitu teknologi bukan sekedar sarana bagi kehidupan umat manusia. Iptek kini
telah menjadi sesuatu yang substansial, bagian dari harga diri (prestige)
dan  mitos,  yang  akan  menjamin  survival suatu   bangsa,   prasyarat   (prerequisite)
untuk   mencapai kemajuan (progress) dan kedigdayaan  (power) yang dibutuhkan dalam
hubungan antar sesama bangsa. Dalam kedudukannya yang substansif tersebut, Iptek telah
menyentuh semua segi dan sendi kehidupan secara ekstensif, dan pada gilirannya mengubah
budaya manusia secara intensif. Fenomena perubahan tersebut tercermin dalam masyarakat
kita yang dewasa ini sedang mengalami masa transisi simultan, yaitu:

6
1.      Masa transisi masyarakat berbudaya agraris-tradisional menuju masyarakat dengan budaya
industri modern. Dalam masa transisi ini peran mitos mulai diambil alih oleh logos (akal
pikir). Bukan lagi melalui kekuatan kosmis yang secara mitologis dianggap sebagai penguasa
alam sekitar, melainkan sang akal pikir dengan kekuatan penalarannya yang handal dijadikan
kerangka acuan untuk meramalkan dan mengatur kehidupan. Pandangan mengenai ruang dan
waktu, etos kerja, kaedah-kaedah normatif  yang  semula  menjadi  panutan,  bergeser
mencari format baru yang dibutuhkan untuk melayani masyarakat yang berkembang menuju
masyarakat industri. Filsafat“sesama bus kota tidak boleh saling mendahului” tidak berlaku
lagi. Sekarang yang dituntut adalah prestasi, siap pakai, keunggulan kompetitif, efisiensi dan
produktif-inovatif-kreatif.

2.      Masa transisi budaya etnis-kedaerahan menuju budaya nasional  kebangsaan.  Puncak-


puncak  kebudayaan daerah mencair secara konvergen menuju  satu kesatuan pranata
kebudayaan demi tegak-kokohnya suatu negara kebangsaan (nation state) yang berwilayah
dari Sabang sampai Merauke. Penataan struktur  pemerintahan, sistem pendidikan,
penanaman nilai-nilai etik dan moral secara intensif merupakan upaya serius untuk membina
dan mengembangkan jati diri sebagai satu kesatuan bangsa.

3.      Masa   transisi    budaya   nasional - kebangsaan    menuju budaya global - mondial. Visi,


orientasi, dan persepsi mengenai nilai-nilai universal seperti hak asasi, demokrasi, keadilan,
kebebasan, masalah lingkungan dilepaskan dalam ikatan fanatisme primordial kesukuan,
kebangsaan ataupun keagamaan, kini mengendor menuju ke kesadaran mondial dalam satu
kesatuan sintesis yang lebih konkrit dalam tataran operasional.

4.      Batas-batas sempit menjadi terbuka, eklektis, namun tetap mentoleransi adanya


pluriformitas sebagaimana digerakkan oleh paham post-modernism.

 Implikasi globalisasi menunjukkan pula berkembangnya suatu standarisasi yang


sama dalam kehidupan di berbagai bidang. Negara atau pemerintahan
di  manapun,  terlepas  dari  sistem  ideologi  atau  sistem
sosial   yang   dimilikinya.   Dipertanyakan   apakah   hak-hak asasi dihormati, apakah
demokrasi dikembangkan, apakah kebebasan dan keadilan dimiliki oleh setiap warganya,
bagaimana lingkungan hidup dikelola.

Nyatalah  bahwa  implikasi  globalisasi  menjadi semakin kompleks,


karena   masyarakat hidup dengan standar ganda. Di satu pihak sementara orang ingin
mempertahankan nilai-nilai budaya lama yang diimprovisasikan untuk melayani
perkembangan baru yang kemudian disebut sebagai lahirnya budaya sandingan (sub-culture),
sedang  di  lain  pihak  muncul  tindakan-tindakan
yang   bersifat   melawan   terhadap   perubahan-perubahan yang dirasakan sebagai penyebab
kegerahan dan keresahan dari mereka yang merasa dipinggirkan, tergeser dan tergusur dari
tempat ke tempat, dari waktu ke waktu, yang disebut sebagai budaya tandingan (counter-
culture).[4]

C.    Beberapa Aspek Penting dalam Ilmu Pengetahuan

7
Melalui kajian historis tersebut yang pada hakekatnya pemahaman tentang sejarah
kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan, dapat dikonstatasikan bahwa ilmu
pengetahuan itu mengandung dua aspek, yaitu aspek fenomenal dan aspek struktural.

Aspek fenomenal menunjukan bahwa ilmu pengetahuan mewujud /


memanifestasikan dalam bentuk masyarakat, proses, dan produk. Sebagai masyarakat, ilmu
pengetahuan menampakkan diri sebagai suatu masyarakat atau kelompok elit yang dalam
kehidupan kesehariannya begitu mematuhi kaedah-kaedah ilmiah yang menurut paradigma
Merton disebutuniversalisme, komunalisme, dan  skepsisme yang  teratur  dan
terarah.  Sebagai proses, ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai aktivitas atau kegiatan
kelompok elit tersebut dalam upayanya untuk menggali dan mengembangkan ilmu melalui
penelitian, eksperimen, ekspedisi, seminar, kongres. Sedangkan sebagai produk, ilmu
pengetahuan menampakkan diri sebagai hasil kegiatan kelompok elit tadi berupa teori, ajaran,
paradigma, temuan-temuan lain sebagaimana disebarluaskan melalui karya-karya publikasi
yang kemudian diwariskan kepada masyarakat dunia.

Aspek struktural  menunjukkan bahwa ilmupengetahuan di dalamnya terdapat unsur-


unsur sebagai berikut:

1.      Sasaran yang  dijadikan  obyek  untuk  diketahui (Gegenstand);

2.      Obyek sasaran ini terus-menerus dipertanyakan dengan suatu cara (metode) tertentu tanpa
mengenal titik henti. Suatu  paradoks  bahwa  ilmu  pengetahuan  yang  akan terus
berkembang justru muncul permasalahan - permasalahan baru yang mendorong untuk terus
menerus mempertanyakannya.

3.      Ada alasan dan motivasi mengapa gegenstand itu terus- menerus dipertanyakan.

4.      Jawaban-jawaban   yang  diperoleh   kemudian  disusun dalam suatu kesatuan sistem


(Koento Wibisono, 1985).

Dengan Renaissance dan Aufklaerung ini, mentalitas manusia Barat mempercayai


akan kemampuan rasio yang menjadikan mereka optimis, bahwa segala sesuatu dapat
diketahui, diramalkan, dan dikuasai. Melalui optimisme ini, mereka selalu berpetualang untuk
melakukan penelitian secara kreatif dan inovatif.[5]

Sedangkan di dalam Islam, ada 6 aspek penting dalam pendidikan yaitu:

1.      Aspek pendidikan ketuhanan, menjadi aspek pertama dan aspek dasar pendidikan dalam
Islam. Dengan mengenal Allah Swt. sebagai Tuhan dan Pencipta, pribadi manusia dapat
menyadari bahwa segala yang dipelajari adalah ciptaan-Nya. Dengan bekal itu pula, dalam
proses mempelajari ilmu pengetahuan dan menguak fenoma alam, bukan kesombongan yang
muncul dalam diri, melainkan kesadaran akan kebesaran-Nya serta kedekatan kita dengan-
Nya.

2.      Aspek pendidikan akhlak, termasuk dalam aspek penting pendidikan dalam Islam. Kasus
korupsi ataupun tindak kejahatan sosial yang terjadi sekarang, Akhlak yang baik akan
mencerminkan pribadi akan selalu melakukan segala sesuatu dengan batas-batas yang sesuai
ajaran Islam dan jauh dari perbuatan yang merugikan orang lain. Hal ini sesuai dengan tujuan
pendidikan yang salah satunya membentuk hubungan yang harmonis antara sesama. Tanpa

8
akhlak, ilmu pengetahuan dan potensi diri dapat digunakan untuk melakukan tindakan yang
merugikan masyarakat.

3.      Aspek pendidikan akal dan ilmu pengetahuan, menjadi aspek yang tidak terpisahkan dalam
dunia pendidikan. Dalam proses belajar mengajar, pendidik maupun anak didik berkutat
dalam diskusi untuk memahami ilmu pengetahuan. Aspek ini berhubungan dengan
kesuksesan di dunia profesi. Dengan akal dan ilmu pengetahuan, potensi diri untuk
berkembang dan berprestasi dalam dunia profesi tertentu dapat dicapai.

4.      Aspek pendidikan fisik, berhubungan dengan potensi jasmani. Dengan fisik yang sehat,
potensi diri untuk melakukan berbagai aktivitas dan kegiatan belajar mengajar dapat berjalan
lancar. Adanya mata ajar olahraga, bahkan kompetisi dalam bidang olahraga, menjadi salah
satu media pemenuhan aspek ini.

5.      Aspek Pendidikan Kejiwaan, menjadi salah satu aspek yang harus dipenuhi dalam
pendidikan. Terdapat kata-kata bijak yang sangat familiar dan menunjukkan pentingnya
aspek pendidikan kejiwaan, yaitu, “Di dalam tubuh yang kuat, terdapat jiwa yang sehat.”
Tidak bisa dipungkiri bahwa pikiran positif dan semangat muncul dari jiwa sehat yang dapat
dipentuk dalam proses belajar mengajar.

6.      Aspek pendidikan keindahan, tidak hanya terbatas pada sesuatu yang enak untuk dilihat,
tetapi aspek ini juga menjadi salah satu aspek dalam pendidikan. Jika sahabat Abi Ummi lihat
dalam Alquran yang merupakan sumber berbagai ilmu bagi umat manusia, keindahan dalam
penyampaiannya dapat kita temukan dalam rima ayat-ayat dalam berbagai surat, seperti Al-
Ikhlas, An-Nas, dan Al-Falaq. Keindahan dalam berbahasa dan bertutur kata menjadi aspek
yang selalu ditunjukkan dalam penyampaian ilmu dari zaman Nabi Muhammad saw. hingga
saat ini.[6]

D.    Pilar-Pilar Penyangga bagi Eksistensi Ilmu Pengetahuan

Kekuatan   bangunan   ilmu   terletak   pada   sejumlah pilar-pilarnya, yaitu pilar


ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ketiga pilar tersebut dinamakan pilar-pilar filosofis
keilmuan. Berfungsi sebagai penyangga, penguat, dan bersifat integratif serta prerequisite /
saling mempersyaratkan. Pengembangan ilmu selalu dihadapkan pada persoalan ontologi,
epistemologi dan aksiologi.

1.      Pilar ontologi (ontology)

Selalu menyangkut problematika tentang keberadaan (eksistensi).

a.       Aspek  kuantitas  :  Apakah  yang  ada  itu  tunggal,  dual atau plural (monisme, dualisme,


pluralisme)

b.      Aspek kualitas (mutu, sifat) : bagaimana batasan, sifat, mutu dari sesuatu (mekanisme,
teleologisme, vitalisme dan organisme).

Pengalaman ontologis dapat memberikan landasan bagi penyusunan asumsi, dasar-


dasar teoritis, dan membantu terciptanya komunikasi interdisipliner dan multidisipliner.
Membantu pemetaan masalah, kenyataan, batas-batas ilmu dan kemungkinan kombinasi antar

9
ilmu. Misalnya masalah krisis moneter, tidak dapat hanya ditangani oleh ilmu ekonomi
saja.Ontologi menyadarkan bahwa ada kenyataan lainyang tidak mampu dijangkau oleh ilmu
ekonomi, makaperlu bantuan ilmu lain seperti politik, sosiologi.

2.      Pilar epistemologi (epistemology)

Selalu menyangkut problematika tentang sumber pengetahuan, sumber kebenaran,


cara memperoleh kebenaran, kriteria kebenaran, proses, sarana, dasar-dasar kebenaran,
sistem, prosedur, danstrategi.

Pengalaman epistemologis dapat memberikan sumbangan bagi kita:

a.       sarana  legitimasi  bagi  ilmu / menentukan  keabsahan disiplin ilmu tertentu;

b.      memberi kerangka acuan metodologis pengembangan ilmu;

c.       mengembangkan ketrampilan proses;

d.      mengembangkan daya kreatif dan inovatif.

3.      Pilar aksiologi (axiology)

Selalu berkaitan dengan problematika pertimbangan nilai (etis, moral, religius)


dalam setiap penemuan, penerapan  atau  pengembangan  ilmu.  Pengalaman aksiologis dapat
memberikan  dasar  dan  arah pengembangan ilmu, mengembangkan etos keilmuan
seorang  profesional  dan  ilmuwan.[7]

E.     Prinsip-Prinsip Berfikir Ilmiah

1.      Obyektif :  Cara  memandang  masalah  apa  adanya,terlepas dari faktor-faktor subyektif


(misalnya : perasaan, keinginan, emosi, sistem keyakinan, otorita)..

2.      Rasional : Menggunakan  akal  sehat yang dapatdipahami dan diterima oleh orang lain.


Mencoba melepaskan unsur perasaan, emosi, sistem keyakinan dan otorita.

3.      Logis : Berpikir dengan    menggunakan    asas logika


/runtut /  konsisten,  implikatif.  Tidak mengandung unsur pemikiran yang kontradiktif.
Setiap pemikiran logis selalu rasional, begitu sebaliknya yang rasional pasti logis.

4.      Metodologis : Selalu menggunakan cara dan metode


keilmuan  yang  khas  dalam  setiap  berpikir  dan bertindak (misalnya: induktif, dekutif,
sintesis, hermeneutik, intuitif).

5.      Sistematis : Setiap cara berpikir dan bertindakmenggunakan tahapan langkah prioritas yang
jelas dansaling terkait satu sama lain. Memiliki target dan arah tujuan yang jelas.[8]

10
BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Problematika keilmuan dapat segera diantisipasi dengan merumuskan kerangka dasar


nilai bagi pengembangan ilmu. Kerangka dasar nilai ini harus menggambarkan suatu sistem
filosofi kehidupan yang dijadikan prinsip kehidupan masyarakat, yang sudah mengakar dan
membudaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia, yaitu nilai-nilai Pancasila.

Ilmu pengetahuan berkembang melangkah secara bertahap menurut dekade waktu


dan menciptakan jamannya, dimulai dari jaman Yunani Kuno, AbadPertengahan, Abad
Modern, sampai Abad Kontemporer.

Melalui kajian historis tersebut yang pada hakekatnya pemahaman tentang sejarah
kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan, dapat dikonstatasikan bahwa ilmu
pengetahuan itu mengandung dua aspek, yaitu aspek fenomenal dan aspek struktural.

Kekuatan   bangunan   ilmu   terletak   pada   sejumlah pilar-pilarnya, yaitu pilar


ontologi, epistemologi dan aksiologi.

Prinsip-Prinsip Berfikir Ilmiah meliputi: Obyektif, Rasional, Logis, Metodologis, dan


Sistematis.

B.     Saran

Makalah ini mungkin sangat jauh dari kata sempurna. Untuk itu saya selalu
mengharapkan kritik dan saran dari bapak, agar menjadi masukan dan perbaikan bagi
sayasehingga kedepannya makalah ini menjadi lebih baik.

11
DAFTAR PUSTAKA
H.A.W. Widjaja, “Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Pancasila”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002.
http://abiummi.com/6-aspek-penting-pendidikan-dalam-islam/ diakses pada: Senin 10 Oktober 2016
pukul: 22.53

Kaelan, “Pendidikan Pancasila” Yogyakarta: Paradigma, 2003.

Materi Ajar Mata Kuliah Pendidikan Pancasila, Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan, 2013.

12

Anda mungkin juga menyukai