Anda di halaman 1dari 10

A.

DEFINISI
Gagal ginjal kronis stadium End Stage Renal Disease (ESRD) yaitu kerusakan
fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu
memelihara metabolisme dan gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit
yang berakibat peningkatan pada kadar ureum (uremia). Gagal ginjal kronis adalah
kerusakan ginjal yang terjadi selama atau lebih tiga bulan dengan LFG kurang dari
60ml/menit/1,73 (Perhimpunan Nefrologi Indonesia). Gagal ginjal kronik merupakan
suatu perubahan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel. Ditandai oleh penurunan
laju filtrasi glomerulus secara medadak dan cepat (hitungan jam – minggu). Penyakit
gagal ginjal tahap akhir tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan
urin secara normal, ginjal tidak dapat merespon sesuai dengan perubahan masukan
cairan dan elektrolit sehari-hari. Retensi natrium dan air dapat meningkatkan beban
sirkulasi berlebihan, terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi (Isroin,
2016).
B. ETIOLOGI ( Penyebab )
Pada mumnya penyebab gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut :
- Penyakit infeksi tubulointersitial ( pielonefritis kronik atau refluks nefropati )
- Penyakitr peradangan ( glomerulonefritis )
- Penyakit vaskuler hipertensif ( nefoskleorisis beningns, nefosklerosis maligna,
stenosis arteria renalis )
- Gangguan jaringan ikat ( lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodusa )
- Gangguan kongiental dan herediter ( penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus
ginjal )
- Penyakit metabolik ( diabetes melitus, goit, hiperparatiroidisme, amiloidosis )
- Nefropati obstrktif ( penyalahgunaan analegsik, nefropati timah )
C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung ada penyakit yang
mendasarinya. Tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertropi strruktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephron) sebagai upaya kompensasi,
yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokinin dan growth factor. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi yang diikuti oeh peningkatan tekanan kapiler
dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti
oeh penurunan nefron yang progesif walaupun penyakit dasarnya tidak aktif lagi.
Adanya peningkatan aktivitas renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas
tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis reninangiotensin-aldosteron sebagian
diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor ß (TGF-ß). Beberapa
hal juga dianggap berperan terhadap terjadiya progesifitas penyakit ginjal kronik
adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas
interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun
tubulointersitial. Pada stadium yang paling dini gagal ginjal kronik, terjadi kehilangan
daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal
atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progesif yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60% pasien masih belum merasakan
keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kretainin
serum. Sampai pada LFG sebesar 30% mulai terjadi keluhan seperti nokturia, badan
lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG
kurang dari 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti
anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,
pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti
infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas maupun infeksi saluran cerna. Juga akan
terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipovolemia atau hipervolumia, gangguan
keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan
terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal (ginjal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi
ginjal.
D. TANDA dan GEJALA
Tanda dan gejala yang sering muncul pada sesorang yang menderita gagal
ginjal kronis menurut Nuari (2017), yaitu:
1. Kardiovaskuler yang terdiri dari hipertensi, pitting edema, edema periorbital, friction
rub perikardial, pembesaran vena leher
2. Gastrointestinal terdiri dari Pendarahan saluran GI, anoreksia, mual dan muntah,
konstipasi/ diare, nafas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut.
3. Pulmoner terdiri dari nafas dangkal, kusmau, krekel’s.
4. Integumen terdiri dari kulit kering, bersisik, warna kulit menjadi abu-abu mengkilat,
ekimosis, pruritus, rambut tipis dan kasar, kuku titps dan rapuh.
5. Muskulokeletal yaitu kehilangan kekuatan otot, fraktur tulang, foot drop, kram otot.
6. Reproduksi yaitu atrofi testis, amenore (Nuari, 2017).
E. KLASIFIKASI
Gagal ginjal kronik diklasifikasikan berdasarkan nilai GFR (Glomeruli Fitrate Rate).
Berikut tabel klasifikasi gagal ginjal kronik, sebagai berikut :
- Derajat 1 ( kerusakan ginjal dengan GFR ≥ 90 )
- Derajat 2 ( kerusakan ginjal ringan dengan GFR 60 – 89 )
- Derajat 3 ( kerusakan ginjal ringan dengan GFR 30 – 59 )
- Derajat 4 ( kerusakan ginjal ringan dengan GFR 15 – 29 )
- Gagal ginjal ( < 15 atau menjalani dialisis.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi potensial gagal ginjal kronik yang memerlukan pendekatan
kolaboratif dalam perawatan mencakup:

a. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme


dan masukan diit berlebih.

b. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung akibat retensi produksi


sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat

c. Hipertensi akibat retensi cairan dalam natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin, aldosteron.

d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah


merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi.

e. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik akibat retensi fofat kadar kalium
serum yang rendah.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa gagal
ginjal kronis :
a. Pemeriksaan fungsi ginjal
Pemeriksaan atau tes fungsi ginjal dilakukan untuk mengevaluasi beratnya penyakit
ginjal dan mengikuti perjalanan klinik klien. Pemeriksaan ini juga akan memberikan
informasi tentang efektifitas ginjal dalam menjalankan fungsi ekskresinya.
Pemeriksaan yang umum dilakukan kemampuan pemekatan ginjal, klirens kreatinin,
kreatinin serum, Blood Ureum Nitrogen (BUN).
b. Urinalisasi
Urinalisis dapat memberikan informasi klinik yang penting. Meskipun biasanya urinalis
dilakukan secara rutin pada saat klien masuk rumah sakit dan dalam pemeriksaan
skrining pra-operatif. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menapis ada atau tidaknya
infeksi ginjal atau perdarahan aktif akibat infamasi pada jaringan ginjal.
c. Ultrasonografi ginjal
Ultrasonografi (USG) menggunakan gelombang suara yang dipancarkan ke dalam
ubuh untuk mendeteksi abnormalitas. Pemeriksaan ini memberikan informasi yang
mendukung meenegakkan diagnosis gagal ginjal.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Risiko Penurunan Curah Jantung
b. Kelebihan volume cairan
c. Intoleransi aktivitas
d. Nyeri
I. PENATALAKSANAAN
1. Manajemen terapi Tujuan dari manajemen adalah untuk mempertahankan
fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.Semua faktor yang
berkontribusi terhadap gagal ginjal kronis dan semua faktor yang reversibel
(misal obstruksi) diindentifikasi dan diobati. Manajemen dicapai terutama
dengan obat obatan dan terapi diet, meskipun dialisis mungkin juga diperlukan
untuk menurunkan tingkat produk limbah uremik dalam darah.
a. Terapi fakrmakologis
Komplikasi dapat dicegah atau ditunda dengan pemberian resep
antihipertensi, eritropoitin, suplemen Fe, suplemen fosfat, dan kalsium.
2. Antasida
Hyperphosphatemia dan hipokalsemia memerlukan antasid yang
merupakan zat senyawa alumunium yang mampu mengikat fosfor pada
makanan di dalam saluran pencernaan.Kekhawatiran jangka panjang tentang
potensi toksisitas alumunium dan asosiasi alumunium tingkat tinggi dengan
gejala neurologis dan osteomalasia telah menyebabkan beberapa dokter untuk
meresepkan kalsium karbonat di tempat dosis tinggi antasid berbasis
alumunium.Obat ini mengikat fosfor dalam saluran usus dan memungkinkan
penggunaan dosis antasida yang lebih kecil.Kalsium karbonat dan
fosforbinding, keduanya harus di berikan dengan makanan yang efektif.Antasid
berbasis magnesium harus dihindari untuk mencegah keracunan magnesium.
3. Antihipertensi dan kardovaskuler agen
Hipertensi dapat dikelola dengan mengontrol volume cairan
intravaskular dan berbagai obat antihipertensi.Gagal jantung dan edema paru
mungkin juga memerlukan pengobatan dengan pembatasan cairan, diet
rendah natrium, agen diuretik, agen inotropik seperti digitalis atau dobutamin,
dan dialisis.Asidosis metabolik yang disebabkan dari gagal ginjal kronis
biasanya tidak menghasilkan gejala dan tidak memerlukan pengobatan,
namun suplemen natrium bikarbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk
mengoreksi asidosis jika hal itu menyebabkan gejala.
4. Agen antisezure
Kelainan neurologis dapat terjadi, sehingga pasien harus diamati jika
terdapat kedutan untuk fase awalnya, sakit kepala, delirium, atau aktivitas
kejang.Jika kejang terjadi, onset kejang dicatat bersama dengan jenis, durasi,
dan efek umum pada pasien, dan segera beritahu dosen segera. Diazepam
intravena (valium) atau phenytoin (dilantin) biasanya diberikan untuk
mengendalikan kejang. Tempat tidur pasien harus diberikan pengaman agar
saat pasien kejang tidak terjatuh dan mengalami cidera.
5. Eritropoetin
Anemia berhubungan dengan gagal ginjal kronis diobati dengan eritropoetin
manusia rekombinan (epogen).Pasien pucat (hematokrit kurang dari 30%)
terdapat gejala nonspesifik seperti malaise, fatigability umum, dan intoleransi
aktivitas.Terapi epogen dimulai sejak hematokrit 33% menjadi 38%, umumnya
meredakan gejala anemia.Epogen diberikan baik intravena atau subkutan tiga
kali seminggu.Diperlukan 2-6 minggu untuk meningkatkan hematokrit, oleh
karena itu epogen tidak diindikasikan untuk pasien yang perlu koreksi anemia
akut.Efek samping terlihat dengan terapi epogen termasuk hipertensi
(khususnya selama awal tahap pengobatan), penigkatan pembekuan situs
askes vaskular, kejang, dan kelebihan Fe.
6. Terapi gizi
Intervensi diet pada pasien gagal ginjal kronis cukup kompleks, asupan
cairan dikurangi untuk mengurangi cairan yang tertimbun dalam tubuh. Asupan
natrium juga perlu diperhatikan untuk menyeimbangkan retensi natrium dalam
darah, natrium yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/ hari (1-2 gr natrium), dan
pembatasan kalium. Pada saat yang sama, asupan kalori dan asupan vitamin
harus adekuat. Protein dibatasi karena urea, asam urat, dan asam organik hasil
pemecahan makanan dan protein menumpuk dalam darah ketika ada
gangguan pembersihan di ginjal. Pembatasan protein adalah dengan diet yang
mengandung 0,25 gr protein yang tidak dibatasi kualitasnya per kilogram berat
badan per hari. Tambahan karbohidrat dapat diberikan juga untuk mencegah
pecahan protein tubuh. Jumlah kebutuhan protein biasanya dilonggarkan
hingga 60-80 gr/ hari (1,0 kg per hari) apabila pendrita mendapatkan
pengobatan hemodialisis teratur (Price dan wilson, 2006). Asupan cairan
sekitar 500 sampai 600 ml lebih banyak dari output urin selama 24 jam. Asupan
kalori harus adekuat untuk pencegahan pengeluaran energi berlebih.Vitamin
dan suplemen diperlukan kerena diet protein yang dibatasi.Pasien dialisis juga
kemungkinan kehilangan vitamin yang larut dalam darah saat melakukan
hemodialisa.
7. Terapi dialisis
Hiperkalemi biasanya dicegah dengan memastikan dialisis yang
memadai, mengeluarkan kalium dan pemantauan seksama terhadap semua
obat obatan baik peroral maupun intravena. Pasien harus diet rendah kalium.
Kayexalate, resin kation terkadang diberikan peroral jika diperlukan.Pasien
dengan peningkatan gejala kronis gagal ginjal progresif. Dialisis biasanya
dimulai ketika pasien tidak dapat mempertahankan gaya hidup yang wajar
dengan pengobatan konservatif.
J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Riwayat kesehatan : keluhan anoreksia, mual, kenaikan berat badan, atau
edema; terapi saat ini (jika ada), termasuk jenis dan frekuensi dialisis atau
transplantasi ginjal sebelumnya; penyakit kronik seperti diabetes, gagal
jantung, atau penyakit ginjal.
b. Kaji derajat kerusakan ginjal dan gangguan sistem tubuh lainnya melalui
pengkajian sistem tubuh dan kaji hasil laboratorium.
c. Pemeriksaan fisik : status mental; tanda vital termasuk suhu, bunnyi jantung
dan paru, dan nadi perifer; haluaran urine (jika ada); berat badan; warna,
kelembapan, kondisi kulit; adanya edema (periorbital atau tungkai); bising
usus; adanya dan letak fistula, pirau tandur AV atau kateter peritoneum.
d. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, Gangguan tidur
(insomnia/gelisah atau somnolen).
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
e. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat, Palpitasi ; nyeri dada(angina)
Tanda : Hipertensi, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik
menunjukan hipovolemia yang jarang pada penyakittahap akhir, pucat,
kecenderungan perdarahan.
f. Eliminasi
Gejala : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahaplanjut),
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
Tanda : Perubahan warna urine, Oliguria, dapat menjadi anuria.
g. Makanan/cairan
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi), Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap
pada mulut (pernapasan ammonia)
Tanda : Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir), perubahan
turgor kulit/kelembaban, edema (umum, tergantung), ulserasi gusi, perdarah
gusi/lidah, penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak
bertenaga.
h. Nyeri/Kenyaman
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk saat
malam hari)
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
i. Pernapasan
Gejala : Napas pendek, dispnea batuk dengan/tanpa sputum kental dan
banyak. Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman, batuk
produktif dengan sputum merah muda-encer (edema paru).
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Urine :
 Volume : biasanya kurang dari 400ml/24jam (oliguria) atau urine tak ada
(anuria).
 Warna : secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat atau urat. Sedimen kotor,
kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
 Berat jenis : kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat)
 Natrium : lebih besar dari 40 mEq/L karena gagal ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium
 Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
b. Darah :
 BUN/kreatinin : meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi
 Kadar kreatinin 10mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5)
 Hitung darah lengkap : Ht: menurun pada adanya anemia Hb:
biasanya kurang dari 7-8g/dL
 SDM : waktu hidup menurun pada defisiensi eritropoetin seperti pada
azotemia.
 GDA : pH: penurunan asidosis metabolic (kurang dari 7,2) terjadi
karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresi hydrogen
dan ammonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat
menurun. PCO2 menurun.
 Natrium serum: mungkin rendah (bila ginjal “kehabisan natrium” atau
normal (menunjukkan status dilusi hipertermia)
 Kalium : peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan selular (asidosi) atau pengeluaran jaringan (hemolisis
SDM). Pada tahap akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi
sampai kalium 6,5 mEq atau lebih besar. –
 Magenesium fosfat : meningkat.
 Kalsium : menurun.
 Biopsi ginjal : mungkin dilakukan secara endoskopik untuk
menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologis
 Endoskopi ginjal, nefroskopi : dilakukan untuk menentukan pelvis
ginjal; keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor
 EKG : mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit
dan asam/basa.
3. Analisa Data
Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status
kesehatan pasien, kemampuan pasien mengelola kesehatan terhadap
dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan
lainnya. Data fokus adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon
pasien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal hal yang
mencakup tindakan yang dilaksanakan terhadap klien.
4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah pernyataan mengenai masalah
kesehatan klien yang aktual atau potensial yang dapat dikelola melalui
intervensi keperawatan mandiri. Diagnosis keperawatan adalah
pernyaataan yang ringkas, jelas, berpusat pada klien dan spesifik pada
klien.
5. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan adalah pedoman formal untuk mengarahkan
staf keperawatan untuk memberi asuhan klien. Biasanya berdasarkan
prioritas, hasil yang diharapkan (sasaran jangka pendek atau panjang) dan
progam keperawatan.
6. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah
rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu
rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-
faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien
7. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian terakhir didasarkan pada tujuan keperawatan
yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan
didasarkan pada kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya
adaptasi pada individu.
DAFTAR PUSTAKA

Wahyuni, T., Nelwati, N., & Rahmiwati, R. (2022). Karakteristik Kualitas Tidur
Pasien ESRD yang Menjalani Hemodialisis. Jurnal Keperawatan Silampari, 6(1), 629-
634.

Wahyuningsih, S. A. (2020). Terapi Thought Stopping, Relaksasi Progresif dan


Psikoedukasi terhadap Penurunan Ansietas Pasien GGK yang Menjalani Hemodialisa.
Jurnal Keperawatan Silampari, 3(2), 648-660.

LISNAWATI, L. S. (2020). LITERATURE REVIEW: FAKTOR-FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI KEPATUHAN PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DALAM
MENJALANI HEMODIALISA.

Safruddin, S., Asfar, A., Hidayat, R., Sulhan, S., Faradillah, Y., Jama, F., &
Masnaidah, M. (2022). Edukasi Pentingnya Diet Cairan dan Nutrisi pada Penderita
Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisis. Idea Pengabdian
Masyarakat, 2(04), 196-201.

Ardianti, P. N. (2018). TINJAUAN ASUHAN GIZI DIET RENDAH PROTEIN


PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK RAWAT INAP DI RS PKU
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta).

Anda mungkin juga menyukai