DISUSUN OLEH :
2020
A. Definisi
Penyakit ginjal kronis adalah proses patofiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progesif dan pada umumnya berakhir
dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transpalasi ginjal
(Suwitra, 2010).
B. Patofisiologi
GGK (Gagal Ginjal Kronik) pada awalnya tergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Namun, setelah itu proses yang terjadi adalah sama. Pada diabetes
melitus, terjadi hambatan aliran pembuluh darah sehingga terjadi nefropati diabetik,
dimana terjadi peningkatan tekanan glomerular sehingga terjadi ekspansi mesangial,
hipertrofi glomerular. Semua itu akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi yang
mengarah pada glomerulosklerosis (Sudoyo, 2009). Tingginya tekanan darah juga
menyebabkan terjadi GGK. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan perlukaan pada
arteriol aferen ginjal sehingga dapat terjadi penurunan filtrasi (Rahman,dkk, 2013).
Pada pasien GGK, terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam tubuh. Hal
ini disebabkan karena gangguan ginjal dapat mengganggu keseimbangan
glomerulotubular sehingga terjadi peningkatan intake natrium yang akan
menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan volume cairan ekstrasel. Reabsorbsi
natrium akan menstimulasi osmosis air dari lumen tubulus menuju kapiler peritubular
sehingga dapat terjadi hipertensi .Hipertensi akan menyebabkan kerja jantung
meningkat dan merusak pembuluh darah ginjal. Rusaknya pembuluh darah ginjal
mengakibatkan gangguan filtrasi dan meningkatkan keparahan dari hipertensi
(Rahman, 2013).
Gangguan fungsi ginjal dapat berdampak pada kondisi klinis pasien, diantaranya
adalah:
a. Sindroma uremia (Irwan ,2016)
Ginjal merupakan organ dengan daya kompensasi tinggi. Jaringan ginjal sehat
akan mengambil alih tugas dan pekerjaan jaringan ginjal yang sakit dengan
mengkat perfusi darah ke ginjal dan flitrasi. Bila jaringan ginjal yang rusak
mencapai 77-85%, maka daya kompensasi tidak lagi mencukupi sehingga timbul
uremia yaitu penumpukan zat-zat yang tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal yang
sakit. Gejala sindroma uremia adalah:
1) Gastrointestinal, yang ditandai dengan nafsu makan menurun, mual, muntah,
mulut kering, rasa pahit, perdarahan ephitel. Manifestasi uremia pada saluran
pencernaan adalah mual, muntah, anoreksia, dan penurunan berat badan.
Keadaan anoreksia, mudah lelah, dan penurunan asupan protein
menyebabkan malnutrisi pada penderita. Penurunan asupan protein juga
memengaruhi kerapuhan kapiler dan mengakibatkan penurunan fungsi imun
serta kesembuhan luka (Price dan William, 2012).
2) Kulit kering, mengalami atrofi, dan gatal. Manifestasi sindrom uremia pada
kulit adalah gambaran kulit menyerupai lilin dan berwarna kuning akibat
gabungan antara retensi pigmen urokrom dan pucat karena anemia, pruritus
akibat deposit garam Ca++ atau PTH dengan kadar yang tinggi, perubahan
warna rambut, dan deposit urea yang berwarna keputihan (Price dan William,
2012).
3) Pada sistem kardiovaskuler yaitu hipertensi, pembesaran jantung, payah
jantung, pericarditis.
4) Anemia dan asidosis.
5) Pada sistem neurologi yaitu apatis, neuropati perifer, depresi, prekoma.
b. Anemia
Anemia merupakan salah satu gejala komplikasi akibat dari penyakit gagal
ginjal kronik. Mekanisme yang dikemukakan sebagai penyebab anemia pada
gagal ginjal kronis, yaitu: defisiensi eritropoietin (Epo), pemendekan panjang
hidup eritrosit, metabolik toksik yang merupakan inhibitor eritropoesis, dan
kecenderungan berdarah karena trombopati. (Pranawa,1993).
c. Hiperkalemia
Kelebihan kalium atau hiperkalemia biasanya akibat dari disfungsi ginjal
sementara atau permanen. Kelebihan ini sering terjadi dalam kaitannya dengan
gagal ginjal. Kelebihan ini juga dapat terjadi sementara (dengan fungsi ginjal
normal) setelah trauma jaringan mayor atau setelah tranfusi cepat darah yang
disimpan di bank darah (Tambayong, 2016).
Kalium serum akan meningkat karena penyerapan kalium yang meningkat,
penurunan eksternal ginjal, kematian sel dan pelepasan kalium serta keadaan
yang menimbulkan hipoaldosteronisme. Pada hiperkalemia terpenting pada klinik
gagal ginjal akut (ARF). Tidak bijaksana untuk melakukan operasi, kecuali bila
kalium dapat dibuang terlebih dahulu. Hemodialisis atau dialysis peritoneum
merupakan pilihan terbaik (Sabiston, 1995).
d. Hipokalemia
Hipokalemia adalah konsentrasi kalium plasma kurang dari 3,5 mEq/1. Dapat
terjadi akibat penurunan asupan dalam diet, peningkatan pengeluaran kalium dari
ginjal, usus, atau lewat keringat, atau perpindahan kalium dari kompartemen
ekstrasel ke intrasel. Pada hypokalemia yang lebih parah, muncul gejala
kelemahan, keletihan, mual dan muntah, dan konstipasi (Corwin, 2009).
Hipokalemia biasanya berhubungan dengan penurunan kalium total tubuh.
Diantara penyebab terlazimnya adalah penggunaan diuretik menahun dan disini
hipokalemia plasma dapat menunjukkan adanya kekurangan kalium total tubuh
yang besar. Penyebab lain dari hipokalemia meliputi pengeluaran
gastrointestinalis akibat muntah dan diare, serta pengeluaran ginjal akibat asidosis
tubulus ginjal (Sabiston, 1995).
Ada beberapa penyebab kekurangan kalium serum diantaranya adalah
kekurangan masukan, penggunaan diuretik pembuang-kalium, prosedur bedah
gastrointestinal dengan pengisapan nasogastrik dan penggantian yang tidak tepat,
sekresi gastrointestinal berlebihan, hiperadosteronisme, malnutrisi, dan trauma
atau luka bakar. Hipokalemia menyebabkan penurunan kemampuan tubulus
ginjal untuk mengkonsentrasikan sisa, yang menimbulkan peningkatankehilangan
air (Tambayong, 2016).
C. Etiologi
a. Hipertensi
b. Obesitas
c. Diabetes
d. Glomerulopati primer
e. Nefropati Diabetika
f. Nefropati Lupus/SLE
g. Ginjal polikistik
h. Nefropati asam urat
i. Nefropati obstruksi
j. Pielonefritis kronik/PNC
k. Gaya hidup yang buruk seperti merokok, makan makanan kurang sehat, diet yang
kurang tepat, sering menghirup polusi udara
l. Nefrolitiasis atau batu ginjal
m. Infeksi
n. Faktor metabolisme
o. Proteinuria
p. Genetik
D. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2014) setiap sistem tubuh pada Chronic Kidney
Disease (CKD) dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka klien akan menunjukkan
sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan
tingkat kerusakan ginjal, usia klien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala
klien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki, tangan,sakrum), pembesaran vena
leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul.
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal.
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, perubahan perilaku.
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop.
g. Manifestasi Reprodukti
Amenore dan atrofi testikuler
E. Pemeriksaan Penunjang
F. Penatalaksanaan
b. Dialisis
Peritoneal dialysis
1) Basanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis
yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD
(Continues Ambulatori Peritonial Dialysis).
2) Hemodialisis Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di
vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung)
c. Transplantasi ginjal
G. Asuhan Keperawatan
Kasus :
Tn.R usia 65 tahun sejak ± 1 minggu yang lalu mengeluhkan sesak napas. Tn. R merasa
mudah lelah dan sesak nafas saat beraktivitas. Kemudian pasien dibawa keluarga ke IGD
RSUD, dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan data TD: 210/120 mmHg, RR : 34x/Menit,
HR : 122x/Menit, Suhu : 36,8°C, pasien tampak cemas, kesulitan bernafas dan
mengggunakan otot- otot bantu pernafasan. Hasil laboratorium Ureum 65 mg/dL dan 2.3
mg/dL.
I. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Tn. R
Usia : 65 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : -
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Islam
Alamat : Palu
Tanggal Pengkajian : 22 Oktober 2012
No. MR :
2. Penanggung Jawab
Nama : Tn.M
Usia : 32 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pegawai PT Bank Sulteng
Agama : Islam
Alamat : Palu
Hubungan dgn klien : Anak
3. Pengkajian Primer
Airway : - Sumbatan Partial
- Terdengar bunyi lendir pada leher
- Keringat dingin
- Nampak anemis
4. Pengkajian Sekunder
Riwayat Kesehatan Utama :
Klien masuk dengan keluhan utama sesak nafas sejak kemarin.
- Batuk berlendir
- Terdengar bunyi lendir saat bernafas
- Konjungtiva anemis
- Mata cekung
- Kedua ekstremitas bawah tampak oedema
- Riwayat HD, jadwal hari rabu dan sabtu
dokter
5. Tanda-Tanda Vital
TD : 210/120 mmHg
N : 122 x/menit
RR : 34 x/menit
S : 36,8⁰C
6. Head to Toe
berbicara
P : Tidak teraba adanya hematoma
Dada : Thoraks :
Jantung :
P : Bunyi kembung
7. Pengkajian Psikososial :
- Klien nampak gelisah dan cemas dengan keadaannya
- Takikardi : 120 x/menit
Pemeriksaan
Radiologi Laboratorium Terapi/anjuran medis
lain
- GDS : 323 - Infus Dextrose 5 % life
mg/dl line
- Ureum : 109 - O2 masker 8 lpm
mg/dl - EKG
- Kreatinin : 4,1 - Foto Thorax
mg/dl - Pasang alat monitoring
- HCT : 22,3 - Injeksi Bisolvon 1
- WBC : H 12,4 amp/IV
- Injeksi Furosemid 1
amp/IV
- Injeksi Ceftriaxone 1
gr/IV
1. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas d.d penggunaan otot bantu
pernapasan
2. Bersihan jalan napas tifak efektif b.d sekresi yang tertahan d.d dyspnea
TGL/
SUBJEKTIF OBJEKTIF DIAGNOSA INTERVENSI IMPLEMENTASI EVALUASI
JAM
22-10- Klien - Gelisah - Pola nafas O: - S : Pasien
2012 mengataka Takipneu - Cemas tidak efektif - Observasi Mengobservasi mengataka
Pkl. n susah - Tampak b.d respirasi respirasi n susah
20.30 bernafas - penggunaan hambatan - Observasi - bernafas
Klien otototot
upaya nafas jalan nafas Mengobservasi dan
mengeluh pernafasan
capek tambahan - Klien
d.d N: jalan nafas mengeluh
tampak kelelahan penggunaan - - Mengkaji capek
- Riwayat HT - otot bantu Pemantauan pola napas
Riwayat PJK - pernapasan respirasi (frekuensi, O : Pasien
Riwayat HD - - kedalaman, terlihat
Takikardi - Nadi : Manajemen usaha napas) kelelahan
122 x/menit - jalan nafas - Menghitung - RR :
RR : 34 x/menit E: respirasi 34x/
- Edukasi dengan menit
pengukuran mengamati
respirasi naik turunnya A:
C: dada saat Masalah
- Kolaborasi bernafas belum
pencegahan teratasi
aspirasi
P:
Intervensi
dilanjutka
n
22-10- Klien - Terdengar suara Bersihan O: - Mengkaji S : Paien
2012 mengataka lendir saat jalan napas - Monitor pola napas mengataka
Pkl. n susah ekspirasi - tifak efektif pola napas (frekuensi, n susah
20.30 bernafas Kesulitan saat b.d sekresi - Monitor irama, bernafas
berbicara -
yang bunyi napas kedalaman dan
Dyspneu -
Gelisah - Batuk
tertahan d.d - Monitor upaya napas) O : Pasien
tidak efektif - dyspnea sputum - Mengkaji terlihat
Nafas cepat dan N: adanya bunyi gelisah
dangkal - Irama - Posisikan napas
pernafasan tidak semi-fowler tambahan A:
beraturan atau fowler - Mengkaji Masalah
- Lakukan sputum bersihan
fisioterapi (jumlah, jalan
dada warna, aroma) napas
- Berikan - tidak
oksigen Memposisikan efektif
E: kepala klien sebagian
- Ajarkan 30-45◦ (semi teratasi
teknik batuk fowler) atau
efektif 80-90◦ (fowler) P:
C: untuk Intervensi
- Kolabirasi memaksimalka dilajutkan
pemberian n ventilasi
bronkodilato - Melakukan
r, fisioterapi
ekspektoran, dada
mukolitik. - Mengajarkan
(jika perlu). teknik batuk
efektif
- Berkolaborasi
pemberian O2
DAFTAR PUSTAKA
Aisara Sitifa, Syaiful Azmi, Mefri Yanni. 2018. Gambaran Klinis Penderita Penyakit Ginjal
Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Penelitian, vol 7 (no1) : hal 42-50.
Ardani, M. H., Kp, S., & Dewangga, M. B. PROGRAM STUDI S-1 ILMU
KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO.
LeMone, Priscillia, dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 5. Alih
bahasa: Egi Komara Yudha, dkk. Jakarta: EGC.
Luyckx Valarie, dkk. 2019. Preventing CKD in Developed Countries. Kidney International
Reports, vol 5(3):263-277.
Price, S.A., dan Wilson, L. M., Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC. 2012. Hal : 43-51
PPNI (2016) . Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1 . Jakarta : DPP PPNI
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI