Anda di halaman 1dari 14

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Klien dengan

Penyakit Kronis pada Fase Trajectory Akut


“GGK (Gagal Ginjal Kronik)”

DISUSUN OLEH :

1. Irvan kurniawan J210170133


2. Kurniasari Budi H J210180120
3. Rizky Ramadhan J210180123
4. Nove Wiand Dwi W J210180127
5. Syafira Shelsabilla J210180133
6. Sofia ngizatu rahma J210180137
7. Aldi Yopi Candra J210180144
8. Henita Setyaningru J210180147
9. Irmanda Pangestika J210180154
10. Mutia Alifianti J210180160
11. Langgeng Adi S J210180165
12. Devita Maharani J210180167
13. Dhini Mandasari J210180177

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2020
A. Definisi

Penyakit ginjal kronis adalah proses patofiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progesif dan pada umumnya berakhir
dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transpalasi ginjal
(Suwitra, 2010).

Gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan


metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal
progesif dengan menifestasi penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) di dalam
darah (Muttaqin & Sari, 2011).

B. Patofisiologi

GGK (Gagal Ginjal Kronik) pada awalnya tergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Namun, setelah itu proses yang terjadi adalah sama. Pada diabetes
melitus, terjadi hambatan aliran pembuluh darah sehingga terjadi nefropati diabetik,
dimana terjadi peningkatan tekanan glomerular sehingga terjadi ekspansi mesangial,
hipertrofi glomerular. Semua itu akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi yang
mengarah pada glomerulosklerosis (Sudoyo, 2009). Tingginya tekanan darah juga
menyebabkan terjadi GGK. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan perlukaan pada
arteriol aferen ginjal sehingga dapat terjadi penurunan filtrasi (Rahman,dkk, 2013).

Pada pasien GGK, terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam tubuh. Hal
ini disebabkan karena gangguan ginjal dapat mengganggu keseimbangan
glomerulotubular sehingga terjadi peningkatan intake natrium yang akan
menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan volume cairan ekstrasel. Reabsorbsi
natrium akan menstimulasi osmosis air dari lumen tubulus menuju kapiler peritubular
sehingga dapat terjadi hipertensi .Hipertensi akan menyebabkan kerja jantung
meningkat dan merusak pembuluh darah ginjal. Rusaknya pembuluh darah ginjal
mengakibatkan gangguan filtrasi dan meningkatkan keparahan dari hipertensi
(Rahman, 2013).
Gangguan fungsi ginjal dapat berdampak pada kondisi klinis pasien, diantaranya
adalah:
a. Sindroma uremia (Irwan ,2016)
Ginjal merupakan organ dengan daya kompensasi tinggi. Jaringan ginjal sehat
akan mengambil alih tugas dan pekerjaan jaringan ginjal yang sakit dengan
mengkat perfusi darah ke ginjal dan flitrasi. Bila jaringan ginjal yang rusak
mencapai 77-85%, maka daya kompensasi tidak lagi mencukupi sehingga timbul
uremia yaitu penumpukan zat-zat yang tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal yang
sakit. Gejala sindroma uremia adalah:
1) Gastrointestinal, yang ditandai dengan nafsu makan menurun, mual, muntah,
mulut kering, rasa pahit, perdarahan ephitel. Manifestasi uremia pada saluran
pencernaan adalah mual, muntah, anoreksia, dan penurunan berat badan.
Keadaan anoreksia, mudah lelah, dan penurunan asupan protein
menyebabkan malnutrisi pada penderita. Penurunan asupan protein juga
memengaruhi kerapuhan kapiler dan mengakibatkan penurunan fungsi imun
serta kesembuhan luka (Price dan William, 2012).
2) Kulit kering, mengalami atrofi, dan gatal. Manifestasi sindrom uremia pada
kulit adalah gambaran kulit menyerupai lilin dan berwarna kuning akibat
gabungan antara retensi pigmen urokrom dan pucat karena anemia, pruritus
akibat deposit garam Ca++ atau PTH dengan kadar yang tinggi, perubahan
warna rambut, dan deposit urea yang berwarna keputihan (Price dan William,
2012).
3) Pada sistem kardiovaskuler yaitu hipertensi, pembesaran jantung, payah
jantung, pericarditis.
4) Anemia dan asidosis.
5) Pada sistem neurologi yaitu apatis, neuropati perifer, depresi, prekoma.

b. Anemia
Anemia merupakan salah satu gejala komplikasi akibat dari penyakit gagal
ginjal kronik. Mekanisme yang dikemukakan sebagai penyebab anemia pada
gagal ginjal kronis, yaitu: defisiensi eritropoietin (Epo), pemendekan panjang
hidup eritrosit, metabolik toksik yang merupakan inhibitor eritropoesis, dan
kecenderungan berdarah karena trombopati. (Pranawa,1993).
c. Hiperkalemia
Kelebihan kalium atau hiperkalemia biasanya akibat dari disfungsi ginjal
sementara atau permanen. Kelebihan ini sering terjadi dalam kaitannya dengan
gagal ginjal. Kelebihan ini juga dapat terjadi sementara (dengan fungsi ginjal
normal) setelah trauma jaringan mayor atau setelah tranfusi cepat darah yang
disimpan di bank darah (Tambayong, 2016).
Kalium serum akan meningkat karena penyerapan kalium yang meningkat,
penurunan eksternal ginjal, kematian sel dan pelepasan kalium serta keadaan
yang menimbulkan hipoaldosteronisme. Pada hiperkalemia terpenting pada klinik
gagal ginjal akut (ARF). Tidak bijaksana untuk melakukan operasi, kecuali bila
kalium dapat dibuang terlebih dahulu. Hemodialisis atau dialysis peritoneum
merupakan pilihan terbaik (Sabiston, 1995).

d. Hipokalemia
Hipokalemia adalah konsentrasi kalium plasma kurang dari 3,5 mEq/1. Dapat
terjadi akibat penurunan asupan dalam diet, peningkatan pengeluaran kalium dari
ginjal, usus, atau lewat keringat, atau perpindahan kalium dari kompartemen
ekstrasel ke intrasel. Pada hypokalemia yang lebih parah, muncul gejala
kelemahan, keletihan, mual dan muntah, dan konstipasi (Corwin, 2009).
Hipokalemia biasanya berhubungan dengan penurunan kalium total tubuh.
Diantara penyebab terlazimnya adalah penggunaan diuretik menahun dan disini
hipokalemia plasma dapat menunjukkan adanya kekurangan kalium total tubuh
yang besar. Penyebab lain dari hipokalemia meliputi pengeluaran
gastrointestinalis akibat muntah dan diare, serta pengeluaran ginjal akibat asidosis
tubulus ginjal (Sabiston, 1995).
Ada beberapa penyebab kekurangan kalium serum diantaranya adalah
kekurangan masukan, penggunaan diuretik pembuang-kalium, prosedur bedah
gastrointestinal dengan pengisapan nasogastrik dan penggantian yang tidak tepat,
sekresi gastrointestinal berlebihan, hiperadosteronisme, malnutrisi, dan trauma
atau luka bakar. Hipokalemia menyebabkan penurunan kemampuan tubulus
ginjal untuk mengkonsentrasikan sisa, yang menimbulkan peningkatankehilangan
air (Tambayong, 2016).

C. Etiologi
a. Hipertensi
b. Obesitas
c. Diabetes
d. Glomerulopati primer
e. Nefropati Diabetika
f. Nefropati Lupus/SLE
g. Ginjal polikistik
h. Nefropati asam urat
i. Nefropati obstruksi
j. Pielonefritis kronik/PNC
k. Gaya hidup yang buruk seperti merokok, makan makanan kurang sehat, diet yang
kurang tepat, sering menghirup polusi udara
l. Nefrolitiasis atau batu ginjal
m. Infeksi
n. Faktor metabolisme
o. Proteinuria
p. Genetik

D. Manifestasi Klinis

Menurut Smeltzer dan Bare (2014) setiap sistem tubuh pada Chronic Kidney
Disease (CKD) dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka klien akan menunjukkan
sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan
tingkat kerusakan ginjal, usia klien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala
klien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki, tangan,sakrum), pembesaran vena
leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul.
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal.
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, perubahan perilaku.
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop.
g. Manifestasi Reprodukti
Amenore dan atrofi testikuler

E. Pemeriksaan Penunjang

Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu


pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara
lain :
a. Pemeriksaan lab.darah
1) Hematologi : Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
2) RFT (renal fungsi test) : Ureum dan kreatinin
3) LFT (liver fungsi test )
4) Elektrolit : Klorida, kalium, kalsium
5) Koagulasi studi : PTT, PTTK
6) BGA
b. Urine
1) Urine rutin
2) Urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
c. Pemeriksaan kardiovaskuler
1) ECG
2) ECO
d. Radidiagnostik
1) USG abdominal
2) CT scan abdominal
3) BNO/IVP, FPA
4) Renogram
5) RPG ( retio pielografi )

F. Penatalaksanaan

Menurut (Reeves, Roux, Lockhart, 2001) penatalaksanaan terhadap CKD


meliputi :
a. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
1) Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida
untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta
diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa
bila terjadi anemia.

b. Dialisis
Peritoneal dialysis
1) Basanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis
yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD
(Continues Ambulatori Peritonial Dialysis).
2) Hemodialisis Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di
vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung)

c. Transplantasi ginjal

G. Asuhan Keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA “Tn. R” DENGAN GAGAL


GINJAL KRONIS DI IGD RSUD UNDATA PALU

Kasus :

Tn.R usia 65 tahun sejak ± 1 minggu yang lalu mengeluhkan sesak napas. Tn. R merasa
mudah lelah dan sesak nafas saat beraktivitas. Kemudian pasien dibawa keluarga ke IGD
RSUD, dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan data TD: 210/120 mmHg, RR : 34x/Menit,
HR : 122x/Menit, Suhu : 36,8°C, pasien tampak cemas, kesulitan bernafas dan
mengggunakan otot- otot bantu pernafasan. Hasil laboratorium Ureum 65 mg/dL dan 2.3
mg/dL.

I. PENGKAJIAN

1. Identitas Klien
Nama : Tn. R
Usia : 65 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : -
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Islam
Alamat : Palu
Tanggal Pengkajian : 22 Oktober 2012
No. MR :

2. Penanggung Jawab
Nama : Tn.M
Usia : 32 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pegawai PT Bank Sulteng
Agama : Islam
Alamat : Palu
Hubungan dgn klien : Anak

3. Pengkajian Primer
Airway : - Sumbatan Partial
- Terdengar bunyi lendir pada leher

Breathing : - Tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan


- Dyspneu
- Takipneu
- RR : 34 x/menit
Circulation : - Akral dingin

- Keringat dingin

- Nampak anemis

- Extremitas bawah oedema


- Nadi cepat dan dalam : 122 x/menit

Disability : a. GCS : E4V5M6

b. Kemampuan motorik dan sensorik : 6

4. Pengkajian Sekunder
Riwayat Kesehatan Utama :
Klien masuk dengan keluhan utama sesak nafas sejak kemarin.
- Batuk berlendir
- Terdengar bunyi lendir saat bernafas
- Konjungtiva anemis
- Mata cekung
- Kedua ekstremitas bawah tampak oedema
- Riwayat HD, jadwal hari rabu dan sabtu

S : Klien mengatakan sesak bernafas

A : Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi

M : Klien mengatakan mengkonsumsi obat sesuai dengan anjuran

dokter

P : Klien mengatakan memiliki riwayat penyakit Jantung, Tekanan


Darah Tinggi DM dan penyakit GGK sudah lama diderita klien.

L : Klien mengatakan sudah susah makan dan menelan

E : Klien mengatakan bahwa rasa sesak dirasakan secara tiba-tiba

5. Tanda-Tanda Vital

TD : 210/120 mmHg

N : 122 x/menit

RR : 34 x/menit

S : 36,8⁰C

6. Head to Toe

Kepala :I : Mata cekung, Konjungtiva anemis, klien kesulitan

berbicara
P : Tidak teraba adanya hematoma

Leher :I : Klien nampak susah menelan makanan

P : Tidak ada benjolan

A : Terdengar bunyi lendir saat bernafas

Dada : Thoraks :

I : Pernafasan kussmaul, simetris, tampak penggunaan

otot-otot pernafasan tambahan

P : Tidak ada kelainan

A : Terdengar ronchi pada kedua paru

Jantung :

A : terdengar bunyi jantung III (Gallop)

Abdomen :I : Tampak penggunaan otot-otot perut saat klien bernafas

P : Tidak teraba adanya massa

P : Bunyi kembung

A : Terdengar bising usus Ekstremitas

I : Tungkai bawah oedema

P : Teraba dingin pada ujung-ujung ekstremitas

Integumen : I : Tampak agak pucat

P : Berkeringat dingin, turgor jelek

7. Pengkajian Psikososial :
- Klien nampak gelisah dan cemas dengan keadaannya
- Takikardi : 120 x/menit

8. Pemeriksaan Penunjang & Terapi Medis

Pemeriksaan
Radiologi Laboratorium Terapi/anjuran medis
lain
- GDS : 323 - Infus Dextrose 5 % life
mg/dl line
- Ureum : 109 - O2 masker 8 lpm
mg/dl - EKG
- Kreatinin : 4,1 - Foto Thorax
mg/dl - Pasang alat monitoring
- HCT : 22,3 - Injeksi Bisolvon 1
- WBC : H 12,4 amp/IV
- Injeksi Furosemid 1
amp/IV
- Injeksi Ceftriaxone 1
gr/IV

II. ANALISA DATA

No Waktu Data Fokus Etiologi Problem


1. 22-10- Ds: Hambatan upaya Pola nafas tidak
2012 Pkl.  Pasien mengatakan sulit nafas efektif
20.30 bernapas
 Pasien mengeluh capek
Do:
 Pasien tampak gelisah dan
cemas
 Takipneu
 Pasien tampak menggunakan
otot-otot bantu pernafasan
 Pasien tampak kelelahan
 Terdengar lendir saat ekspirasi
 Riwayat HT dan PJK
 Nadi: 122x/Menit
 RR: 34x/Menit
2. 22-10- Ds: Sekresi yang Bersihan jalan
2012 Pkl. b. Klien mengatakan sulit tertahan napas tidak
20.30 bernafas efektif
Do:
 Terdengar suara lendir saat
ekspirasi
 Pasien kesulitan saat berbicara
 Dyspneu
 Pasien tampak gelisah
 Napas cepat dan dangkal
 Irama pernafasan yang tidak
beraturan

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas d.d penggunaan otot bantu
pernapasan
2. Bersihan jalan napas tifak efektif b.d sekresi yang tertahan d.d dyspnea

IV. DOKUMENTASI KEPERAWATAN


Nama: Tn.R Usia: 36 Tahun Jenis Kelamin: L No. MR: 51-73-26 Diagnosa Medis: Chronic
Kidney Desease

TGL/
SUBJEKTIF OBJEKTIF DIAGNOSA INTERVENSI IMPLEMENTASI EVALUASI
JAM
22-10- Klien - Gelisah - Pola nafas O: - S : Pasien
2012 mengataka Takipneu - Cemas tidak efektif - Observasi Mengobservasi mengataka
Pkl. n susah - Tampak b.d respirasi respirasi n susah
20.30 bernafas - penggunaan hambatan - Observasi - bernafas
Klien otototot
upaya nafas jalan nafas Mengobservasi dan
mengeluh pernafasan
capek tambahan - Klien
d.d N: jalan nafas mengeluh
tampak kelelahan penggunaan - - Mengkaji capek
- Riwayat HT - otot bantu Pemantauan pola napas
Riwayat PJK - pernapasan respirasi (frekuensi, O : Pasien
Riwayat HD - - kedalaman, terlihat
Takikardi - Nadi : Manajemen usaha napas) kelelahan
122 x/menit - jalan nafas - Menghitung - RR :
RR : 34 x/menit E: respirasi 34x/
- Edukasi dengan menit
pengukuran mengamati
respirasi naik turunnya A:
C: dada saat Masalah
- Kolaborasi bernafas belum
pencegahan teratasi
aspirasi
P:
Intervensi
dilanjutka
n
22-10- Klien - Terdengar suara Bersihan O: - Mengkaji S : Paien
2012 mengataka lendir saat jalan napas - Monitor pola napas mengataka
Pkl. n susah ekspirasi - tifak efektif pola napas (frekuensi, n susah
20.30 bernafas Kesulitan saat b.d sekresi - Monitor irama, bernafas
berbicara -
yang bunyi napas kedalaman dan
Dyspneu -
Gelisah - Batuk
tertahan d.d - Monitor upaya napas) O : Pasien
tidak efektif - dyspnea sputum - Mengkaji terlihat
Nafas cepat dan N: adanya bunyi gelisah
dangkal - Irama - Posisikan napas
pernafasan tidak semi-fowler tambahan A:
beraturan atau fowler - Mengkaji Masalah
- Lakukan sputum bersihan
fisioterapi (jumlah, jalan
dada warna, aroma) napas
- Berikan - tidak
oksigen Memposisikan efektif
E: kepala klien sebagian
- Ajarkan 30-45◦ (semi teratasi
teknik batuk fowler) atau
efektif 80-90◦ (fowler) P:
C: untuk Intervensi
- Kolabirasi memaksimalka dilajutkan
pemberian n ventilasi
bronkodilato - Melakukan
r, fisioterapi
ekspektoran, dada
mukolitik. - Mengajarkan
(jika perlu). teknik batuk
efektif
- Berkolaborasi
pemberian O2
DAFTAR PUSTAKA

Aisara Sitifa, Syaiful Azmi, Mefri Yanni. 2018. Gambaran Klinis Penderita Penyakit Ginjal
Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Penelitian, vol 7 (no1) : hal 42-50.

Anggeria,E., & Resmita, M. (2019). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kecemasan


Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Hemodialisa Rumah Sakit Royal Prima Medan.
Jurnal Keperawatan Priority, Vol 2, No. 1.

Ardani, M. H., Kp, S., & Dewangga, M. B. PROGRAM STUDI S-1 ILMU
KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi (diterjemahkan oleh Nkhe


Budhi subekti). Jakarta : EGC

LeMone, Priscillia, dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 5. Alih
bahasa: Egi Komara Yudha, dkk. Jakarta: EGC.

Luyckx Valarie, dkk. 2019. Preventing CKD in Developed Countries. Kidney International
Reports, vol 5(3):263-277.

Price, S.A., dan Wilson, L. M., Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC. 2012. Hal : 43-51

PPNI (2016) . Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1 . Jakarta : DPP PPNI

PPNI (2018) . Standar Intervensi Keperawatan Indonesia; Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1 . Jakarta: DPP PPNI

Sabiston, D.C, 1995, Buku Ajar Bedah, EGC, Jakarta.

Suwitra , K. (2009) Penyakit Gijal Kronis. Dalam A. W. Sudoyo, S. Bambang, A. Idrus, K.


Marcellus Simadibrata ,& S. Setiadi (Ed.) , Buku Ajar IlmuPenyakitDalam . (pp. 1035-
1040). Jakarta :Interna Publishing

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai