Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE KIDNEY INJURY (AKI)

DISUSUN OLEH:
LAILI SITA FITRI
NIM 19.025

PRODI D3 KEPERAWATAN
POLITEKNIK YAKPERMAS BANYUMAS
TA 2021
A. Pengertian
Acute Kidney Injury (AKI) adalah penurunan cepat (dalam jam
hingga minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya
berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa
metabolisme nitrogen, dengan/ tanpa gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit
B. ETIOLOGI
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis
AKI, yakni:
1. penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan
gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%).
2. penyakit yang secara langsung menyebabkan gangguan pada
parenkim ginjal (AKI renal/intrinsik,~40%)
3. penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih (AKI
pascarenal,~5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat tergantung
dari tempat terjadinya AKI.
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Pasien tampak sangat menderita dan mual, muntah dan diare

2. Kulit dan membaran mukosa kering akibat dehidrasi dan nafas


mungkin berbau urine (fetouremik)
3. Manifestasi system saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot dan
kejang)
4. Perubahan pengeluaran produksi urine sedikit, dapat mengandung
darah
5. Anoreksia (disebabkan oleh akumulasi produk sisa nitrogen)
6. Sakit dan nyeri pada tulang dan sendi (karena kehilangan kalsium dari
tulang)
7. Kelelahan(akibat anemia)

8. Hipertensi, peningkatan BB dan edema


D. PATOFISIOLOGI
Menurut price, ( 2010 ) ada beberapa kondisi yang menjadi faktor
predisposisi yang dapat menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan
gangguan fungsi ginjal, yaitu sebagai berikut :
1. Obtruksi tubulus
2. Kebocoran cairan tubulus
3. Penurunan permeabilitas glomerulus
4. Disfungsi vasomotor
5. Glomerulus feed back
Teori obtruksi glomerulus menyatakan bahwa NTA ( necrosis tubular
acute ) menyebabkan deskuamasi sel-sel tubulus yang nekrotik dan
materi protein lainnya, yang kemudian membentuk silinder-silinder dan
menumbat lumen tubulus. Pembengkakan selular akibat iskemia awal,
juga ikut menyokong terjadinya obtruksi dan memperberat iskemia.
Tekanan tubulus meningkat sehingga tekanan filtrasi glomerulus
menurun. Hipotesis kebocoran tubulus menyatakan bahwa filtrasi
glomerulus terus berlangsung normal keluar melalui sel-sel tubulus yang
rusak dan masuk dalam sirkulasi peritubular. Kerusakan membran basalis
dapat terlihat NTA yang berat. Pada ginjal normal, 90% aliran darah
didistribusikan ke korteks ( tempat dimana terdapat glomerulus ) dan
10% pada medulla. Dengan demikian, ginjal dapat memekatkan urine
dan menjalankan fungsinya. Sebaliknya pada gagal ginjal akut,
perbandingan antara distribusi korteks dan medulla menjadi terbalik
sehingga terjadi iskemia relatif pada korteks ginjal. Kontriksi dari arterior
aferen merupakan dasar penurunan laju filtrasi glomerulus. Iskemia
ginjal akan mengaktivasi sistem reninangiotensin dan memperberat
iskemia korteks luar ginjal setelah hilangnya rangsangan awal. Pada
disfungsi vasomotor, prostaglandin dianggap bertanggung jawab
terjadinya GGA ( gagal ginjal akut ), dimana dalam keadaan normal,
hipoksia merangsang ginjal untuk melakukan vasodilator sehingga aliran
darah ginjal direstribusikan ke kortek yang mengakibatkan diuresis. Ada
kemungkinan iskemia akut yang berat atau berkepanjangan dapat
menghambat ginjal untuk menintesi prostaglandin. Penghambatan
prostaglandin seperti aspirin diketahui dapat menurunkan aliran darah
renal pada orang normal dan menyebabkan NTA.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urine : Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein
2. Darah : BUN/kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah,
Natrium serum, Kalium, Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas
serum.
3. Ultrasono ginjal : Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya
massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
4. Biopsi ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menetukan
sel jaringan untuk diagnosis histologist
5. Endoskopi ginjal nefroskopi : Dilakukan untuk menemukan pelvis
ginjal ; keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
6. EKG : Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit
dan asam basa, aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda-tanda
perikarditis
F. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengelolaan AKI yang utama adalah mencegah kerusakan ginjal
lebih lanjut dan mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya
kembali ke fungsi normal. Sampai saat ini belum ada terapi spesifik
dalam penanganan AKI, penatalaksanaan yang diberikan hanya berupa
terapi konservatif (suportif) dan terapi pengganti ginjal (renal replacement
therapy/RRT). Terapi suportif dilakukan dengan obat-obatan atau
pemberian cairan dengan tujuan mencegah atau mengurangi progresivitas
penurunan fungsi ginjal, morbiditas, dan mortalitas akibat komplikasi
AKI. Jika terapi koservatif gagal, maka perlu dipertimbangkan terapi
pengganti ginjal (dialisis)
a. Terapi Pengganti Ginjal (Renal Replacement Therapy (RRT)/ Hemodialisis
Penggunaan dosis Continous Renal Replacement Therapy (CRRT) yang
tinggi tidak memberikan bukti dalam menurunkan angka mortalitas sepsis
AKI. Pedoman KDIGO yang saat ini digunakan berdasarkan penelitian uji
coba terhadap subpopulasi dengan sepsis merekomendasikan dosis CRRT
sebesar 20-25 ml/kg/jam. Dosis 25–30 ml/kg/jam mungkin diperlukan pada
pasien sepsis AKI
b. Diuretik
Penggunaan diuretik untuk menginduksi atau meningkatkan produksi
urin tanpa adanya hipervolemia dikaitkan dengan peningkatan mortalitas.
KDIGO tidak merekomendasikan penggunaan diuretik dalam pencegahan
maupun penanganan AKI. Sebaliknya, diuretik dapat digunakan untuk
memperbaiki outcome ketika keseimbangan cairan tetap positif atau dalam
kasus kelebihan cairan (volume overload). Penelitian oleh Ho dan Power
meninjau penggunaan furosemide di AKI dan tidak menemukan efek
menguntungkan dalam penurunan angka mortalitas
c. Dosis antimikroba selama CRRT
CRRT secara signifikan mempengaruhi farmakokinetik dan
farmakodinamik dari sebagian besar agen antimikroba. Hal ini tidak cukup
diantisipasi oleh pedoman pemberian dosis yang direkomendasikan saat ini.
Pasien sangat berisiko untuk menerima dosis yang lebih rendah
(underdosing) yang dapat menyebabkan kegagalan pengobatan dan
meningkatkan resistensi. Tabel 1 meringkas rekomendasi dosis berdasarkan
literatur untuk beberapa obat antibiotik dan antijamur utama selama terapi
Continuous Veno-Venous Hemofiltration(CVVH) dengan dosis 25 ml/kg/jam
G. KONSEP ASKEP
1. Pengkajian
a) Identitas : nama, usia, alamat, telp, tingkat pendidikan, dll.
b) Riwayat Kesehatan :
c) Pola kebutuhan
d) Aktivitas dan istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, dan malaise
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus
e) Sirkulasi Tanda : hipotensi /hipertensi, disritmia jantung, nadi
lemah/halus, hipovolemia, hipervolemia ( nadi kuat ), oedema
jaringan umum, pucat
f) EliminasiGejala : Perubahan pola kemih : peningkatan frekuensi,
poliuria (kegagalan dini)atau penurunan frekuensi/oliguria (fase
akhir), disuria, ragu-ragu berkemih,dorongan kurang, kemih tidak
lampias, retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi),abdomen kembung,
diare atau konstipasi, Riwayat Hipertropi prostat, batu/kalkuli
g) Makanan/cairan Gejala : Peningkatan berat badan (edema),
penurunan berat badan (dehidrasi),mual, muntah, anoreksia, nyeri
ulu hati, riwayat penggunaan diuretic Tanda : Perubahan turgor
kulit/kelembaban, edema
h) Neurosensorik
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindro
Tanda : gangguan status mental, penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan
i) Pernafasan
Gejala : Nafas pendek
Tanda : Tachipnea, dispnea, peninggkatan frekuensi dan kedalaman
pernafasan (kussmaul), nafas amonia, batuk produktif dengan
sputum kental merah muda (edema paru)
2. Diagnosa keperawatan
a. Resiko kurangnya volume cairan (intravaskuler) b/d retensi Na
dan H2O , edema dan efek diuretic
Tujuan : cairan tubuh seimbang
kriteria hasil :
- Mukosa mulut lembab
- Turgor kulit bagus
- Tanda vital stabil
Intervensi :
- monitor intake dan output evaluasi harian keberhasilan terapi
dan dasar penentu tindakan
- Monitor tanda-tanda vital perubahan tekanan darah dan nadi
dapat digunakan untuk perkiraan kadar kehilangan cairan,
hipotensi postural menunjukkan penurunan volume sirkulasi
- Anjurkan tirah baring atau istirahat aktivitas berlebih dapat
meningkat kebutuhan akan cairan.
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi sodium dan
air
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan
cairan
Kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan
output
Intervensi :
- Kaji keadaan Edema menunjukan perpindahan cairan karena
peningkatan permebilitas sehingga mudah ditensi oleh
akumulasi cairan walaupun minimal, sehingga berat badan
dapat meningkat hingga 4,5 kg
- Kontrol intake dan out put per 24 jam.Untuk mengetahui
fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan
kelebihan resiko cairan.
- Timbang berat badan tiap hari
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung
yang meningkat
Tujuan: Penurunan curah jantung tidak terjadi
Kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan
frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama
dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi :
- Auskultasi bunyi jantung dan paru
- Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
- Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas

DAFTAR PUSTAKA

Hoste EAJ, Bagshaw SM, Bellomo R, Cely CM, Colman R, Cruz DN, et al.
Epidemiology of acute kidney injury in critically ill patients: the
multinational AKI-EPI study. Intensive Care Med. 2015; 41(7): 15p.
PPNI (2016).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai