Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Sdr Y DENGAN DIAGNOSA MEDIS

CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE) DI RUANG AROFAH (ICU) RUMAH SAKIT


PKU MUHAMMADIYAH TEMANGGUNG

Disusun Oleh :
Muhammad Irfan
2019040029

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI FAKULTAS ILMU


KESEHATAN ITS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2022/2023
A. PENGERTIAN
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu prosespatofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjalyang irreversibel dan progresif dimana
kemampuan tubuh gagal untukmempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit sehinggamenyebabkan uremia (Black & Hawk dalam Dwy Retno
Sulystianingsih, 2018).

Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD)saat ini merupakan masalah
kesehatan yang penting mengingat selain insidens dan pravelensinya yang semakin
meningkat, pengobatan pengganti ginjal yang harus di jalani oleh penderita gagal ginjal
merupakan pengobatan yang sangat mahal. Dialisa adalah suatu tindakan terapi pada
perawatan penderita gagal ginjal terminal. Tindakan ini sering juga di sebut sebagai
terapi pengganti karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi
pengganti yang sering di lakukan adalah hemodialisis dan peritonealialisa. Diantara
kedua jenis tersebut, yang menjadi pilihan utama dan metode perawatan yang
umum untuk penderita gagal ginjal adalah hemodialisis (Arlizadalam Nita Permanasari,
2018).

Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2017). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)
didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,
progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi
uremia atau azotemia (Smeltzer, 2017)

B. ETIOLOGI

Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap proporsi
GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis menjadi yang
ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati
refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering
terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21 %. Price &
Wilson, 2017).

Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000
menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan
46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan
12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2017).

C. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya bergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Ginjal mempunyai kemampuan untuk beradaptasi, pengurangan massa ginjal
mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving
nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang di perantarai oleh molekul vasoaktif seperti
sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung
singkat, kemudian terjadi proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa.
Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun
penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis
reninangiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-
angiotensinaldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth
factor β (TGFβ) Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas
Penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemi, dislipidemia. (Basuki,
2019). Pada stadium paling dini penyakit CKD, gejala klinis yang serius belum muncul,
terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LGF
masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan,
tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar
30%, mulai terjadi keluhan pada penderita antara lain penderita merasakan letih dan tidak
bertenaga, susah 7 berkonsentrasi, nafsu makan menurun dan penurunan berat badan, susah
tidur, kram otot pada malam hari, bengkak pada kaki dan pergelangan kaki pada malam hari,
kulit gatal dan kering, sering kencing terutama pada malam hari. Pada LFG di bawah 30%
pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan
tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain
sebagainya. Selain itu pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih,
infeksi saluran cerna, maupun infeksi saluran nafas. Sampai pada LFG di bawah 15% akan
terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal.
Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal. Di samping itu, ketika
BUN meningkat secara otomatis, dan pasien akan mengalami risiko kelebihan beban cairan
seiring dengan output urin yang makin tidak adekuat (Smeltzer & Bare, 2014).
D. PATHWAY
E. .TANDA GEJALA
Menurut Brunner & Suddart (2018) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal
kronis adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin- angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema
periorbital,Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul

d. Manifestasi Gastrointestinal

Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,


mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal

Komplikasi
Menurut (NKDEP, 2015) yang mungkin akan terjadi atau timbul akibat gagal ginjal
kronis, antara lain :

a. Hiperkalemia
Hiperkalimia adalah kelebihan kalium yang terjadi bila kalium yang normal
diekskresikan melalui ginjal terakumulasi didala darah. Keseimbangan
elektrolit ini dapat mengakibatkan serangan jantung, memberikan gejala
seperti lemas, merasa tidak nyaman, merasa kram diperut.
b. Gastrointestinal
Meningkatnya kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum lebih sering
terjadi pada pasien dengan gagal ginjal kronik dibandingkan populasi
normal. Namun demikian, gejala mual, muntah anoreksia, dan dada
seperti terbakar. Insiden esofagitis seperti angiodysplasia lebih tinggi,
keduanya dapat menyebutkan perdarahan. Gangguan pengecap dapat
berkaitan dengan bau nafas yang menyerupai urin.
c. Hipertensi
Penyakit vaskular dan hipertensi merupakan penyebab utama kematian pada
gagal ginjal kronik. Pada pasien yang tidak menderita diabetes, hipertensi,
mungkin merupakan salah satu faktor yang penting. Sebagian besar
hipertensi pada penyakit ginjal kronik disebabkan hipervolemia akibat
retensi natrium dan air. Keadaan ini biasanya tidak cukup parah untuk yang
bisa menimbulkan edema, namun mungkin terdapat ritem jantung tripel.
Hipertensi seperti ini biasanya memberikan respons terhadap restriksi
natrium dan pengendalian volume tubuh melalui dialysis, jika fungsi ginjal
memadai, pemberia furosemid dapat bermanfaat.
d. Anemia
Anemia harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang
berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi
Penyakit Gagal Ginjal Kronik, dan perjalanan penyakit termasuk semua
faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Kadar eritropoietin
dalam sirkulasi rendah. Eritropoietin rekombinan parenteral meningkatkan
kadar hemoglobin, memperbaiki toleransi terhadap aktivitas fisik, dan
mengurangi kebutuhan tranfusi darah. Pada pasien gagal ginjal stadium
lanjut sebelum dialisis, eritropoiten mengkoreksi anemia dan memperaiki
keadaan umum tanpa mempengaruhi tingkat penurunan ginjal. Hipertensi
tergantung dosis terjadi pada 35% pasien dan biasanya bisa dikendalikan
dengan obatobatan penurunan tekanan darah, walawpun enselafalopati
hipertensi bisa timbul mendadak

F. PENATALAKSANAAN
Menurut Monika, (2019) Penatalaksanaan medis pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu:
a. Konservatif
1) Melakukan pemeriksaan lab darah dan urine
2) Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam. Biasanya diusahakan agar
tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat edema betis ringan. Pengawasan
dilakukan melalui pemantauan berat badan, urine serta pencatatan keseimbangan cairan.
3) Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein). Diet rendah protein (20-240 gr/hr) dan tinggi
kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia serta menurunkan kadar
ereum. Hindari pemasukan berlebih dari kalium dan garam.
4) Kontrol hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan
cairan diatur tersendiri tanpa tergantung pada tekanan darah. Sering diperlukan diuretik loop
selain obat anti hipertensi (Guswanti, 2019).
5) Kontrol ketidak seimbangan elektrolit. Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan
asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia hindari pemasukan kalium yang banyak
(batasi hingga 60 mmol/hr), diuretik hemat kalium, obat-obat yang berhubungan dengan
yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui
kalium plasma dan EKGekskresi kalium (penghambat ACE dan obat anti inflamasi
nonsteroid), asidosis berat, atau kekurangan garam
b. Dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan
dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial
Dialysis).
c. Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan
mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk
mempermudah maka dilakukan: AV fistule : menggabungkan vena dan arteri Double
lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung) Tujuannya yaitu
untuk menggantikan fungsi ginjal dalam tubuh fungsi eksresi yaitu membuang sisa-
sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang
lain (Guswanti, 2019).
G. PROSES KEPERAWATAN
Untuk mengetahui permasalahan yang ada pada pada pasien Chronic Kidney Disease
(CKD) perlu dilakukan pengkajian yang lebih menyeluruh dan mendalam dari berbagai
aspek yang ada sehingga dapat ditemukan masalah-masalah yang ada pada pasien dengan
CKD menurut (Muttaqin & Sari, 2014) adalah sebagai berikut :

1) Pengkajian
a) Biodata
Mengenai identitas pasien meliputi nama lengkap, tanggal lahir, alamat
dan sebagainya.
b) Keluhan utama
Pada pasien CKD dengan masalah kulit biasanya memiliki keluhan seperti
kulit kering sampai bersisik, kasar, pucat, gatal, mengalami iritasi karena
garukan, edema.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien akan mengeluhkan mengalami penurunan urine output (oliguria)
sampai pada anuria, anoreksia, mual dan muntah, fatigue, napas berbau
urea, adanya perubahan pada kulit. Kondisi ini terjadi karena penumpukan
(akumulasi) zat sisa metabolisme/toksin dalam tubuh karena ginjal
mengalami kegagalan dalam filtrasi.
d) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat pemakaian obat-obatan, ada riwayat gagal ginjal akut, ISK, atau
faktor predisposisi seperti diabetes melitus dan hipertensi biasanya sering
dijumpai pada penderita CKD.
e) Riwayat Psikososial
CKD bisa menyebabkan gangguan pada kondisi psikososial pasien seperti
adanya gangguan peran pada keluarga karena sakit.
f) Pola nutrisi
Pada pasien CKD terjadi peningkatan BB karena adanya edema, namun
bisa juga terjadi penurunan BB karena kebutuhan nutrisi yang kurang
ditandai dengan adanya anoreksia serta mual atau muntah.
g) Pola eliminasi
Pada pasien CKD akan terjadi oliguria atau penurunan produksi urine
kurang dari 30 cc/jam atau 500 cc/24 jam. Bahkan bisa juga terjadi
anuria yaitu tidak bisa mengeluarkan urin selain itu juga terjadi
perubahan warna pada urin seperti kuning pekat, merah dan coklat
(Haryono, 2013).
h) Pola aktivitas

Pada pasien CKD akan terjadi kelemahan otot dan kelelahan yang
ekstrem

Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)


Pemeriksaan fisik menurut (Muttaqin & Sari, 2014) pada pasien Chronic
Kidney Disease (CKD), sebagai berikut:

1) Pemeriksaan TTV
a. Tekanan darah
Pada pasien CKD tekanan darah cenderung mengalami
peningkatan dari hipertensi ringan hingga berat.

b. Nadi
Pada pasien CKD biasanya teraba kuat dan jika disertai dengan
disritmia jantung nadi akan teraba lemah halus.

c. Suhu
Pada pasien CKD biasanya suhu akan mengalami peningkatan
karena adanya sepsis atau dehidrasi sehingga terjadi demam.

d. Frekuensi pernapasan
Pada pasien CKD akan cenderung meningkat karena terjadi
takipnea dan dispnea.

e. Keadaan umum
Pada pasien CKD cenderung lemah dan nampak sakit berat
sedangkan untuk tingkat kesadaran menurun karena sistem saraf
pusat yang terpengaruhi sesuai dengan tingkat uremia yang
mempengaruhi

2) Kepala

Pada pasien CKD, rambut tampak tipis dan kering, berubah warna
dan mudah rontok, wajah akan tampak pucat, kulit tampak kering
dan kusam

3) Telinga
Pemeriksaan kesimetrisan telinga, produksi serumen, warna,
kebersihan dan kemampuan mendengar.

4) Mata
Pada pasien CKD akan tampak kalsifikasi (endapan mineral kalsium
fosfat) akibat uremia yang berlarut-larut di daerah pinggir mata, di
sekitar mata akan tampak edema, penglihatan kabur dan konjungtiva
akan terlihat pucat jika ada yang mengalami anemia berat. Pada
palpasi bola mata akan teraba kenyal dan melenting, pada sekitar
mata akan teraba edema

5) Hidung
Periksa adanya produksi sekret, ada atau tidak pernapasan cuping
hidung, kesimetrisan kedua lubang hidung.

6) Mulut
Pada saat bernapas akan tercium bau ammonia karena faktor uremik,
ulserasi pada gusi, bibir tampak kering.

7) Leher
Periksa ada massa atau tidak, pembengkakan atau kekakuan leher,
kulit kering, pucat, kusam. Palpasi adanya pembesaran kelenjar
limfe, massa atau tidak.

8) Dada
Pada pasien CKD pergerakan dada akan cepat karena pola napas
juga cepat dan dalam (kusmaul), batuk dengan ada tidaknya sputum
kental dan banyak apabila ada edema paru batuk akan produktif
menghasilkan sputum merah muda dan encer, pada kulit akan
ditemukan kulit kering, uremic frost, pucat atau perubahan warna
kulit dan bersisik. Pada pemeriksaan palpasi periksa pergerakan
dinding dada teraba sama atau tidak, terdapat nyeri dan edema atau
tidak. Pada perkusi pada seluruh lapang paru normalnya resonan dan
pada CKD pekak apabila paru terisi cairan karena edema.

9) Abdomen
Pada saat inspeksi kulit abdomen akan tampak mengkilap karena
asites dan kulit kering, pucat, bersisik, warna cokelat kekuningan,
akan muncul pruritus. Auskultasi bunyi bising usus di keempat
kuadran abdomen. Pasien dengan CKD akan mengeluh nyeri pada
saat dilakukan pemeriksaan di sudut costo-vertebrae pada penderita
penyakit ginjal Pemeriksaan palpasi pada daerah terakhir diperiksa
yang terasa nyeri, teraba ada massa atau tidak pada ginjal

10) Kulit dan kuku


Pemeriksaan kuku akan menjadi rapuh dan tipis, kulit menjadi pucat,
kering dan mengelupas, bersisik, akan muncul pruritus, warna
cokelat kekuningan, hiperpigmentasi, memar, uremic frost,
ekimosis, petekie, CRT > 3 detik, kulit teraba kasar dan tidak rata.

11) Ekstermitas
Pada pasien CKD terdapat edema pada kaki karena adanya gravitasi
biasanya ditemukan di betis dan paha pada klien yang bedrest,
kelemahan, kelelahan, kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik, turgor
kulit > 3 detik karena edema, kulit teraba kering dan kasar.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai


respon pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial (PPNI,
2017). Diagnosis kepewatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
penyakit yaitu (Black & Hawk, 2021) :

a. Resiko Ketidak efektifan perfusi jaringan ginjal (00203)


b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme regulasi
(00026)
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
metabolisme (00046)
d. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor bologis (00002)
e. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen (00092)
f. Pola nafas tidak efektif berhubungan hiperventilasi (00032)
(Heardman et al, 2015)
3. Intervensi Keperawatan

No. DX Tujuan & KH Intervensi Keperawatan Rasional


1. Tujuan : Circulatory Care
Setelah dilakukan 1. Lakukan penilaian secara 1. Sebagai data dasar
tindakan keperawatan komprehensif fungsi untuk menentukan
selama 3x24 jam sirkulasi perifer. (cek nadi intervensi selanjutnya
resiko ketidak priper,oedema, kapiler
efektifan perfusi refil, temperatur
ginjal adekuat. ekstremitas).
2. Kaji nyeri 2. Mengetahui persepsi
Kriteria Hasil: dan tingkatan nyeri
Circulation Status yang dirasakan klien
1. Membran mukosa 3. Inspeksi kulit dan Palpasi 3. Mengetahui adanya
merah muda anggota badan edema ekstremitas
2. Conjunctiva tidak 4. Atur posisi pasien, 4. Posisi tersebut dapat
anemis ekstremitas bawah lebih memperbaiki sirkulasi
3. Akral hangat rendah untuk memperbaiki
4. TTV dalam batas sirkulasi.
normal. 5. Monitor status cairan 5. Mengetahui balance
5. Tidak ada edema intake dan output cairan
6. Evaluasi nadi, oedema 6. Mengetahui tingkatan
edema pada klien dan
kondisi klien
7. Berikan therapi 7. Terapi antikoagulan
antikoagulan. dapat mencegah
terjadinya
penggumpalan darah
klien.

2. Tujuan: Fluid Management


Setelah dilakukan 1. Kaji status cairan : 1. Mengetahui adanya
asuhan keperawatan timbang berat kelebihan volume cairan
selama 3x24 jam badan,keseimbangan pada klien
volume cairan masukan dan haluaran,
seimbang. turgor kulit dan adanya
edema
Kriteria Hasil: 2. Timbang popok/pembalut 2. Mengetahui output cairan
Fluid Balance jika diperlukan klien
1. Terbebas dari
edema, efusi, 3. Pertahankan catatan intake 3. Mengetahui status balance
anasarka dan output yang akurat cairan klien
2. Bunyi nafas 4. Batasi masukan cairan 4. Mencegah adanya edema
bersih,tidak 5. Pasang urin kateter jika 5. Pemasangan kateter dapat
adanya dipsnea diperlukan melancarkan output urine
3. Memilihara klien
tekanan vena 6. Monitor hasil lab yang 6. Hasil lab
sentral, tekanan sesuai dengan retensi menginterpretasikan status
kapiler paru, cairan (BUN , Hematokrit, cairan dan elektrolit klien
output jantung osmolalitas urin  )
dan vital sign
normal. 7. Monitor vital sign 7. Mengetahui kondisi umum
4. Pasien dapat klien
menjelaskan 8. Monitor indikasi retensi / 8. Indikasi retensi/kelebihan
indikator kelebihan cairan (kreacles, cairan dapat menentukan
kelebihan cairan CVP , edema, distensi intervensi yang tepat bagi
vena leher, asietes) klien

9. Kaji lokasi dan drajat 9. Lokasi dan derajat edema


edema dapat menentukan seberapa
berat kelebihan volume
cairan klien
10. Berikan diuretik sesuai 10. Diuretic dapat meningkatkan
interuksi output cairan klien
11. Kolaborasi dokter jika 11. Dapat dilakukan terapi yang
tanda cairan berlebih tepat pada klien
muncul memburuk
12. Jelaskan pada pasien dan 12. Mencegah klien dari
keluarga rasional kelebihan cairan dan
pembatasan cairan keluarga dapat memantau
asupan cairan klien
13. Menjelaskan cara diit 13. Klien dapat mengetahui diit
pasien yang tepat untuk menjaga
kondisinya
14. Kolaborasi pemberian 14. Pemberian cairan yang tepat
cairan sesuai terapi. dapat mencegah klien dari
kelebihan cairan

Fluid Monitoring
1. Tentukan riwayat jumlah 1. Sebagai data dasar dalam
dan tipe intake cairan dan menentukan intervensi
eliminasi selanjutnya
2. Tentukan kemungkinan 2. Untuk mengetahui tindakan
faktor resiko dari ketidak yang tepat untuk mengatasi
seimbangan cairan masalah
(hipertermia, terapi
diuretik, kelainan renal,
gagal jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll )
3. Monitor berat badan 3. Mengetahui adakah
keleibihan volume cairan
4. Monitor serum dan 4. Mengetahui kadar cairan dan
elektrolit urine elektrolit
5. Monitor adanya distensi 5. Mengetahui adanya
leher, rinchi, eodem kelebihan volume cairan
perifer dan penambahan
BB
6. Monitor tanda dan gejala 6. Edema dapat menjadi tanda
dari odema kelebiihan cairan
Hemodialysis therapy
1. Bekerja secara 1. Terapi hemodialisa sesuai
kolaboratif dengan pasien prosedur dapat mengurangi
untuk menyesuaikan kelebihan cairan dan sisa
panjang dialisis, metabolism di tubuh
peraturan diet,
keterbatasan cairan dan
obat-obatan untuk
mengatur cairan dan
elektrolit pergeseran
antara pengobatan.
3. Tujuan : Pressure management
Setelah dilakukan 1. Monitor kulit akan adanya 1. Kemerahan dapat
asuhan keperawatan kemerahan menjadi tanda
selama 3x24 jam kerusakan integritas
diharapkan gangguan kulit.
integritas kulit 2. Monitor tanda dan gejala 2. Infeksi dapat
teratasi dengan infeksi pada area insisi menjadikan integritas
kulit menjadi rusak
Kriteria Hasil: 3. Anjurkan pasien 3. Pakaian yang longgar
1. Tidak ada tanda – menggunakan pakaian dapat mengurangi rasa
tanda infeksi yang longgar nyeri pada kulit yang
2. Ketebalan dan rusak
teksture jaringan 4. Hindari kerutan pada 4. Kerutan di tempat tidur
normal tempat tidur dapat menyebabkan
3. Menunjukan nyeri pada kulit yang
pemahaman rusak
dalam proses 5. Jaga kebersihan kulit agar 5. Menjaga integritas kulit
perbaikan kulit tetap bersih dan kering agar tetap bagus
dan mencegah 6. Mobilisasi pasien (ubah 6. Mobilidsasi rutin dapat
terjadinya cidera posisi pasien setiap dua mencegah dekubitus
berulang jam sekali)
4. Menunjukan 7. Oleskan lotion atau 7. Lotion dapat
terjadinya proses minyak baby oil pada melembabkan kulit
penyembuhan daerah yang tertekan.
luka
4. Tujuan : Nutritional Management
Setelah dilakukan 1. Monitor adanya mual dan 1. Mual dan muntah dapat
asuhan keperawatan muntah menjadi data untuk
selama 3x24 jam menentukan status
nutrisi seimbang dan nutrisi
adekuat. 2. Monitor status nutrisi. 2. Mengetahui adanya
gangguan nutrisi pada
Kriteria Hasil: klien
Nutritional Status 3. Monitor adanya 3. Sebagai data penguat
1. Nafsu makan kehilangan berat badan untuk mengetahui
meningkat dan perubahan status adanya gangguan nutrisi
2. Tidak terjadi nutrisi.
penurunan BB 4. Monitor albumin, total 4. Hasil lab dapat menjadi
3. Masukan nutrisi protein, hemoglobin, dan data pendukung
adekuat hematocrit level yang menentukan intervensi
4. Menghabiskan menindikasikan status
porsi makan nutrisi dan untuk
5. Hasil lab normal perencanaan treatment
(albumin, kalium) selanjutnya.
5. Monitor intake nutrisi dan 5. Intake nutrisi yang
kalori klien. adekuat dapat
meningkatkan status
nutrisi
6. Berikan makanan sedikit 6. Makanan sedikit tapi
tapi sering sering dapat
meningkatkan nafsu
makan klien
7. Berikan perawatan mulut 7. Perawatan mulut dapat
sering meningkatkan nafsu
klien
8. Kolaborasi dengan ahli 8. Diet yang sesuai dapat
gizi dalam pemberian diet menyeimbangkan status
sesuai terapi nutrisi klien
9. Monitor masukan 9. Masukan makanan yang
makanan / cairan dan adekuat dapat
hitung intake kalori harian meningkatkan status
nutrisi klien

5 Tujuan: Activity Therapy


Setelah dilakukan 1. Bantu klien untuk 1. Mengetahui tingkat
tindakan keperawata mengidentifikasi aktivitas aktivitas yang mampu
selema 2x24 jam yang mampu dilakukan. dilakukan klien
pasien diharapkan 2. Bantu untuk mendapatkan 2. Alat bantu dapat
masalah intoleransi alat bantuan aktivitas membantu aktivitas
aktivitas dapat seperti kursi roda, krek. klien
teratasi dengan 3. Bantu pasien dan keluarga 3. Kekurangan aktivitas
untuk mengidentivikasi klien dapat menjadi data
Kriteria Hasil : kekurangan dalam untuk menentukan
1. Mampu beraktivitas intervensi yang tepat
melakukan 4. Bantu klien untuk 4. Motivasi diri dapat
aktivitas sehari mengembangkan motivasi meningkatkan
hari (ADLS) diri dan penguat kepercayaan diri klien
secara mandiri 5. Kolaborasikan dengan 5. Terapi yang tepat dapat
2. Berpartipasi tenaga medik dalam meningkatkan kondisi
dalam aktivitas merencanakan program klien
fisik tampa terapi yang tepat.
disertai
peningkatan
tekanan darah,
nadi dan RR
3. Status respirasi :
pertukaran gan
dan ventilasi
adekuat
4. Mampu
berpindah :
dengan atau
tampa bantuan
alat

6. Tujuan : Respiratory Monitoring


Setelah dilakukan 1. Monitor rata – rata, 1. Menjadi data dasar
asuhan keperawatan kedalaman, irama dan dalam menentukan
selama 1x24 jam pola usaha respirasi intervensi yang tepat
nafas adekuat. 2. Catat pergerakan 2. Mengetahui adanya
dada,amati kesimetrisan, gangguan pola nafas
Kriteria Hasil: penggunaan otot klien
Respiratory Status tambahan, retraksi otot
1. Peningkatan supraclavicular dan
ventilasi dan intercostal
oksigenasi yang 3. Monitor pola nafas : 3. Mengetahui adanya
adekuat bradipena, takipenia, gangguan pernafasan
2. Bebas dari tanda kussmaul, hiperventilasi, pada klien
tanda distress 4. Auskultasi suara nafas, 4. Mengetahui adanya
pernafasan catat area penurunan / suara nafas tambahan
3. Suara nafas yang tidak adanya ventilasi dan
bersih, tidak ada suara tambahan
sianosis dan
dyspneu (mampu Oxygen Therapy
mengeluarkan 1. Auskultasi bunyi nafas, 1. Mengetahui adanya
sputum, mampu catat adanya crakles gangguan pola nafas
bernafas dengan klien
mudah, tidak ada 2. Ajarkan pasien nafas 2. Nafas dalam dapat
pursed lips) dalam meningkatkan
4. Tanda tanda vital oksigenasi klien
dalam rentang 3. Atur posisi senyaman 3. Memberikan rasa
normal mungkin nyaman dan rileks
4. Batasi untuk beraktivitas 4. Aktivitas yang
berlebihan dapat
menyebabkan pasien
kelelahan dan dispnea
5. Kolaborasi pemberian 5. Pemberian oksigen
oksigen dapat meningkatkan
oksigenasi klien

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi Keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Nursalam, 2013).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan dengan cara melakukan
indentifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak
(Nursalam,2013
DAFTAR PUSTAKA

Guswanti, Guswanti (2019) Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan


Hemodialisa Di ruang Flamboyan RSUD Abdul Wahab Sjahre
Samarinda. Skripsi, D-III Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Kaltim
Herdman, T . H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis KeperawatanDefinisi & Klasifikasi2015-2017
Edisi 10. Jakarta: EGC.
Muttaqin, A & Sari, K. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: salemba
Medika.
National Kidney Disease Education Program (NKDEP), 2015. CKD and Diet : Assesment
Management and Treatment, p: 1-16
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. (2018). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :EGC.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth,
edisi 8. Jakarta : EGC.
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2017

Anda mungkin juga menyukai