Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PASIEN Tn.

S DENGAN DIAGNOSA
NEFROLITHIASIS DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI BIVALVE
NEPHROLYTHOTOMI DENGAN TEKNIK GENERAL ANESTESI ETT DI RS PKU
MUHAMMADIYAH TEMANGGUNG

Disusun Oleh :

Nama : Muhammad irfan

NIM : 2019040029

INSTITUT TEKNOLOGI SAINS dan KESEHATAN PKU MUHAMMADIYAH


SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2022/2023


BAB I

TEORI PENYAKIT

A. DEFINISI
Ginjal adalah salah satu organ tubuh yang berfungsi mengatur sistem sekresi dan melakukan
penyaringan pada darah. Ginjal manusia ada dua, ginjal kiri dan kanan. Batu ginjal adalah
batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal
dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu saluran kemih
yang paling sering terjadi. Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan
dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan
keadaankeadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik) (Dawson & Tomson, 2012).
Batu ginjal atau kalkulus adalah batu yang terdapat di saluran kemih, batu yang sering
dijumpai tersusun dari kristal-kristal kalsium. Batu ginjal atau kalkulus adalah bentuk deposit
mineral, paling umum oksalat Ca 2+ dan fosfat Ca2+ , namun asam urat dan kristal juga
pembentuk batu dalam saluran kemih, batu ini umumnya ditemukan pada pelvis dan kaliks
ginjal (Spivacow et al., 2016)
Batu ginjal atau nefrolitiasis adalah suatu keadaan dimana terdapat satu atau lebih batu
didalam pelvis atau kaliks dari ginjal dan merupakan penyebab terbanyak kelainan disaluran
kemih (Tondok, 2014).

B. ETIOLOGI
Penyakit batu ginjal atau Nefrolitiasis disebakan yaitu antara lain : (Nengsi, 2018)
a) Genetik ( Bawaan ) Terdapat beberapa yang mempunyai kelainan bahkan gangguan pada
organ ginjalnya dari lahir walaupun kasusnya sangat relatif sedikit anak yang sudah sejak
kecil mengidap gangguan pada metabolisme khususnya pada bagian ginjal seperti air seninya
yang cenderung mudah mengalami pengendapan garam sehingga akan mudah membentuk
batu karena fungsi ginjal yang tidak dapat bekerja secara normal sehingga kelancaran proses
pengeluaran air kemihnya mengalami gangguan contohnya banyak zat kapur yang berada di
air kemih sehingga mudah mengalami pengendapan batu.
b) Makanan Beberapa penyakit batu ginjal ini berawal dari faktor makanan dan minuman.
Makanan yang memiliki komposisi bahan kimia dapat berefek pada pengendapan air kemih,
contohnya makanan yang mempunyai kalsium banyak yaitu oksalat dan fosfat.
c) Aktifitas Aspek dari karier dan sport juga dapat berdampak terjadinya penyakit batu ginjal.
Resiko orang yang dapat mengalami penyakit ini adalah seseorang yang pekerjaannya sering
bersandar makin tinggi dari orang yang sering banyak berdiri atau beralih dan jarang
melakukan olahraga, sehingga menyebabakan peredaran darah atau air seni mengakibatkan
jadi kurang lancar.(Nengsi, 2018)
d) Penyebab yang lain juga bisa karena terdapatnya suatu Kristal kalsium berada di dalam ginjal,
dan Kristal tersebut bisa berupa seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat bahkan kalsium
sitrat.Tidak ada yang dapat membuktikan dengan sendiri bahwa faktor yang selalu dijadikan
predisposisi merupakan saluran kemih, hiperkasiuria, hiperpostpasutria, hipervitarminosis,
dan hipertiroidism. Sering sekali cenderung timbul presipittasi garam yang mengandung
kalsium dalam urin terlalu banyak.(Soares, 2013)

C. TANDA DAN GEJALA


Gejala yang muncul sangat bervariasi tergantung dari ukuran pembentukan batu ginjal
tersebut. Rasa sakit yang dimulai dari pinggang bawah menuju ke pinggul yang kemudian
menjalar ke bagian perut dan alat kelamin luar. Intensitas rasa sakit ini berfluktuasi dan rasa
sakit yang luar biasa dapat menjadi puncak dari kesakitan tersebut. (Nengsi, 2018).
Gejala umum lainnya yaitu :
a. Adanya nyeri hebat yang dapat mengakibatkan demam atau menggigil.
b. kemungkinan adanya rasa mual yang terjadi seperti muntah dan gangguan perut lainnya
c. Juga adanya darah yang keluar dari urin dan gangguan dalam buang air kecil, dan dapat
terjadi sering BAK atau bisa juga terjadi penyumbatan pada saluran kemih tersebut.
(Hasanah, 2016)

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Adapun pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnose nefrolitiasis atau batu
ginjal:
a. Urinalisa
Warnanya terkadang kuning, coklat atau bahkan gelap untuk PH lebih dari 7,6 , dan sediment
sel darah merah biasanya lebih dari 90 % dan terjadi ekskresi urin selama 24 jam fosfor,
kalsium dan asam urat.
b. Laboratorium
Harus adanya pemeriksaan seperti darah lengkap yaitu mencakup : Hb, Leukosit yang
menurun, dan urin kreatinin, Kalsium, fosfor dan asam urat.
c. Radiologi
1) Harus adanya foto rontgens abdomen untuk melihat adanya batu
2) Edoskopi ginjal yaitu untuk menentukan pelvis yang ada pada ginjal dan untuk
mengelurakan batu kcil yang ada di ginjal
3) USG Abdomen untuk melihat semua jenis batu yang ada
4) PIV ( Pieolografi Intravena ) yang dilakukan tujuannya untuk melihat keadaan anatomi dan
fungsi ginjal tersebut.
5) CT urografi tanpa kontras yaitu standart baku untuk melihat adanya suatu batu di traktus
urinarius (Fauzi and Putra, 2016)
E. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. ESWL( Extracorporeal Shoeckwave Lithotrispy ) Yang dimana alat ini pertama kali
ditemukan tahun 1980 oleh Caussy. Yang cara berkerjanya dengan menggunakan gelombang
kejut yang dihasilkan di luar tubuh untuk menghancurkan batu yang ada di dalam tubuh. Dan
batu tersebut nantinya akan dipecah menjadi beberapa bagian yang kecil sehingga nanti akan
memudah untuk dikeluarkan melalui saluran kemih. ESWL ini adalah salah satu pengobatan
yang dapat dianggap cukup berhasil untuk mengeluarkan batu ginjal yang berukuran kecil,
menengah bahkan batu ginjal yang berukukuran lebih dari 20 – 30 mm.(Fauzi and Putra,
2016)
2. Perkutan NephroLitholapaxy(Percutaneus NephroLitholapaxy) Adalah tindakan minimal
invasif di bidang urologi yang mempunyai tujuan untuk mengupas batu ginjal dengan
memakai cara perkuatan untuk mencapai pelviokalises . Dan PCNL memerlukan operasi yang
lama dan perawatan yang singkat pasca operasi , dan komplikasi demam yang dapat terjadi
pasca operasi dibandingkan dengan operasi terbuka. (Aslim et al., 2014) Asosiasi Eropa
Pedoman Urologi tentang urolitiasisis tersebut menjadi pengobatan primer penyakit batu
ginjal yang berdimensi lebih dari 20mm, sedangkan ESWL lebih disukai sebagai pengobatan
kedua dalam pengobatan batu ginjal, karena ESWL sendiri membutuhkan beberapa perawatan
dan juga menyimpan efek obstruksi ureter, sedangkan dibutuhkan juga potensi imbuhan .
Sehingga ini merupakan salah satu alasan utama yang direkomendasikan untuk pengobatan
batu ginjal pada pasien.(Fauzi and Putra, 2016).
3. Ureteroskopi Ureteroskopi atau uretero renoskopi adalah cara memasukan alat ureteroskopi
per utera untuk memeriksa kondisi ureter atau sistem peilo kaliks ginjal. Dengan memakai
energi tertentu dapat memecahkan batu yang berpengaruh di dalam ureteroskopi, maupun
sistem pelvikaliks, dengan menggunakan ureteroskopi bantuan tersebut. (2019, Fildayanti et
al.)
4. Bedah Terbuka Merupakan sebuah jasa kesehatan yang masih belum mempunyai fasilitas
PCNL dan ESWL, sehingga tindakan yang hanya bisa dilakukan yaitu dengan menggunakan
Operasi 11 terbuka. Pembedahan terbuka tersebut antara lain biasanya yaitu seperti
Pielolitotomi atau Nefrolitotomi yang berfungsi untuk pengambilan batu pada saluran ginjal.
(Fauzi and Putra, 2016)
5. Terapi Konservatif atau Terapi Eksplusif Medikamentosa ( TEM ) Dengan menggunakan
terapi medikamentosa ini dapat ditunjukan pada kasus batu yang berukuran masih kurang dari
5mm, dapat juga di digunakan pada pasien yang sama sekali belum pernah memilii indikasi
pengeluaran batu secara aktif. (Fauzi and Putra, 2016)
BAB II
PETIMBANGAN ANESTESI
A. DEFINISI ANESTESI
Anestesi adalah menghilangnya rasa nyeri, dan menurut jenis kegunaannyadibagi menjadi
anestesi umum yang disertai hilangnya kesadaran, sedangkan anestesi regional dan anestesi
local menghilangya rasa nyeri disatu bagian tubuhsaja tanpa menghilangnya kesadaran
(Sjamsuhidajat & De Jong, 2012). Dari beberapa definisi anestesi menurut para ahli maka
dapat disimpulkan bahwa Anestesti merupakan suatu tindakan menghilangkan rasa sakit pada
saat pembedahan atau melakukan tindakan prosedur lainnya yang menimbulkan rasasakit
dengan cara trias anestesi yaitu hipnotik, analgetik, relaksasi.

B. JENIS ANESTESI
1. General Anestesi
Anestesi umum dapat didefinisikan sebagai suatu depresi dari SSP (Sistim saraf pusat) yang
menyeluruh akan tetapi bersifat reversible, yang mengakibatkan hilangnya respons dan
persepsi terhadap semua rangsang dari luar (Goodman & Gilman, 2012). Anestesi umum
yang baik dan ideal harus memenuhi kriteria atau komponen yang sering disebut dengan trias
anestesi yang meliputi anelgesi, sedasi dan relaksasi. Dengan demikian, tujuan utama
dilakukan anestesi umum adalah untuk menciptakan kondisi sedasi, analgesi, relaksasi dan
penekanan reflek yang Optimal serta adekuat untuk dilakukan tindakan dan prosedur
diagnostik atau pembedahan tanpa menimbulkan Sangguan haemodinamik, respiratorik dan
metabolik (Soenardjo, dkk. 2013) Anestesi umum meliputi:
 Induksi inhalasi, rumatan anestesi dengan anestetika inhalasi (VIMA=Volatile
Induction and Maintenance of Anesthesia)
 Induksi intravena, rumatan anestesi dengan anestetika intravena(TIVA=Total
Intravenous Anesthesia)
 Anestesi umum merupakan suatu cara menghilangkan seluruh sensasi
dankesadarannya. Relaksasi otot mempermudah manipulasi anggota tubuh.
Pembedahan yang menggunakan anestesi umum melibatkan prosedur mayor,yang
membutuhkan manipulasi jaringan yang luas.

2. Regional Anestesi
Anestesi berarti “hilangnya rasa atau sensasi”. Istilah yang digunakan para ahli saraf dengan
maksud untuk menyatakan bahwa terjadi kehilangan rasa secara patologis pada bagian tubuh
tertentu, atau bagian tubuh yang dikehendaki (Boulton, 2012).
Anestesi regional merupakan suatu metode yang lebih bersifat sebagai analgesik. Anestesi
regional hanya menghilangkan nyeri tetapi pasien tetap dalam keadaan sadar. Oleh sebab itu,
teknik ini tidak memenuhi trias anestesi karena hanya menghilangkan persepsi nyeri saja
(Pramono, 2017).
Jenis Anestesi Regional menurut Pramono (2017) digolongkan sebagai berikut:
Anestesi Spinal penyuntikan anestesi lokal ke dalam ruang subaraknoid disegmen lumbal 3-4
atau lumbal 4-5. Untuk mencapai ruang subaraknoid, jarum spinal menembus kulit subkutan
lalu menembus ligamentum supraspinosum, ligamen interspinosum, ligamentum flavum,
ruang epidural, durameter, dan ruang subaraknoid. Tanda dicapainya ruang subaraknoid
adalah dengan keluarnya liquor cerebrospinalis (LCS). Menurut Latief (2010) anestesi spinal
menjadi pilihan untuk operasi abdomen bawah dan ekstermitas bawah.
Teknik anestesi ini popular karena sederhana, efektif, aman terhadap sistem saraf, konsentrasi
obat dalam plasma yang tidak berbahaya serta mempunyai analgesi yang kuat namun pasien
masih tetap sadar, relaksasi otot cukup, perdarahan luka operasi lebih sedikit, aspirasi dengan
lambung penuh lebih kecil, pemulihan saluran cerna lebih cepat. Anestesi spinal memiliki
komplikasi. Beberapa komplikasi yaitu hipotensi terjadi 20-70% pasien, nyeri punggung 25%
pasien, kegagalan tindakan spinal 3-17% pasien dan post dural punture headache di Indonesia
insidensinya sekitar 10% pada pasien paska spinal anestesi kekurangan dari anestesi spinal
dibahas dalam sub bab komplikasi anestesi spinal.

C. TEKNIK ANESTESI
General anestesi merupakan teknik yang paling banyak dilakukan pada berbagai macam
prosedur pembedahan. Teknik ini menghilangkan kesadaran yang bersifat pulih kembali
(reversible) dan meniadakan nyeri secara sentral. Trias anestesia terdiri dari analgesia,
hipnotik dan relaksasi. Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi. Induksi anestesi
merupakan peralihan dari keadaan sadar sampai dengan hilangnya kesadaran akibat
pemberian obat–obat anestesi. Perhatian utama pada anestesi umum adalah keamanan dan
keselamatan pasien baik itu dalam hemodinamik maupun dalam pernafasan pasien. keamanan
dari pernafasan pasien terkait dengan management pernafasan yang merupakan salah satu
keterampilan di bidang anestesiologi.Beberapa macam alat bantu pernafasan yang digunakan
di bidang anestesiologi diantaranya : sungkup muka / face mask (FM), pemasangan pipa
trakea/endotracheal tube (ETT), sungkup laring / laryngeal mask airway (LMA), Ketiga jenis
alat ini memiliki kelebihan, kekurangan, dan efek samping pasca pemakaian masing-masing
alat tersebut. Efek samping yang sering terjadi pasca pemasangan alat-alat management
pernafasan tersebut adalah nyeri tenggorok (Sore throat), tetapi frekuensi terjadinya nyeri
tenggorok ini berbeda-beda antara FM, ETT, dan LMA. Frekuensi nyeri tenggorok yang
berbeda-beda ini dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya umur, jenis kelamin, dan
lama pemasangan LMA.

D. RUMATAN ANESTESI
Rumatan anestesi adalah dosis obat yang diperlukan untuk memelihara dan mempertahankan
efek klinik atau konsentrasi terapeutik obat yang sesuai dengan regimen dosis. Diberikan
dalam tiap obat untuk menggantikan jumlah obat yang dieliminasi dari dosis sebelumnya.
Obat anestesi inhalasi dengan atau tanpa N2O dapat diberikan. Penggunaan propofol,
fentanyl, alfentanil atau remifentanil dapat juga diberikan bersamaan. Penggunaan anestesi
lokal dapat diberikan untuk suplemen tambahan sebagai analgesik post operatif.

E. RESIKO
Walaupun anestesi general semakin aman dari tahun ke tahun, anestesi general juga tidak
terlepas dari komplikasi dan resiko tersendiri. Terdapat berbagai macam komplikasi dan
resiko setelah menggunakan anestesi general mulai dari yang minor hingga yang major.
Komplikasi minor setelah menggunakan anestesi general meliputi, tenggorokan serak, PONV
(Postoperative Nausea Vomiting) atau mual muntah dan kerusakan gigi. Komplikasi major
terdiri dari sistem pernapasan, sistem sirkulatori dan sistem saraf. PONV atau mual muntah
pasca operasi adalah salah satu penyebab paling sering ketidakpuasannya pasien setelah
menjalani operasi menggunakan anestesi general, dengan tingkat insidensi yang didapatkan
berjumlah 30 persen dari semua pasca pasien pasca bedah dan 80 persen dari semua pasien
yang mempunyai resiko tinggi terhadap PONV (Pierre 2012). Pada hasil salah satu penelitian
ditemukan bahwa pasien menunjukan tingkat stress yang tinggi sebelum dilakukannya operasi
terhadap resiko PONV yang kemungkinan dideritanya (Manahan, et.al 2013). Pada salah satu
survey preoperative, PONV adalah salah satu komplikasi anestesi yang pasien sangat ingin
hindari, pasien dari Eropa dan Amerika Utara mengungkapkan keinginan yang tinggi untuk
membayar sebanyak 50 USD - 100 USD untuk menghindari PONV (Pierre, Whelan, 2013).
Dikarenakan pasien merasa bahwa PONV sangat tidak nyaman.
BAB III

WEB OF CAUTION (WOC)

Infeksi saluran kemih kronis, gangguan metabolisme


(Hiperparotirodisme, Hiperuresemia, Hiperkalsiuria), dehidrasi,
benda asing, jaringan mati, masukkan vitamin D yang berlebih

Pengendapan garam mineral

Infeksi
(Mengubah pH urin dari asam menjadi alkalis)

Pembentukan batu di ginjal


(Nefrolitiasis)

Tindakan Pembedahan

Pre Op Intra Post Op

Obstruksi pada
Tindakan Anastesi Pemasangan Post anastesi
Ginjal
Invasif Plat GA
Diartermi

Inflamasi Perdarahan Penumpukan sekret


Risiko
Cidera
Risiko Syok
Nyeri Akut
GA
Resiko bersihan
jalan napas tidak
Penurunan efektif
kesadaran
BAB IV
Apnea
TINJAUAN TEORI ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI

A. PENGKAJIAN
B. MASALAH KESEHATAN ANESTESI

Pre op
1. Nyeri akut

Intra
1. Resiko syok
2. Resiko jatuh
3. Resiko cedera

Post op
1. Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif

C. RENCANA INTERVENSI
Pre Anestesi :
a) Nyeri akut Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
nyerihilang atau terkontrol, klien tampak rileks.
Kriteria hasil :
1) Pasien mangatakan nyeri berkurang atau hilang
2) Pasien mampu istirahat atau tidur
3) Ekspresi wajah nyaman atau tenang
4) TTV dalam batas normal (TD : 100-120/70-80 mmHg, N : 60-100 x/mntR : 16-24 x/mnt, S
: 36,5-37,5oC)
Rencana tindakan:
1) Observasi tanda-tanda vital
2) Identifikasi derajat, lokasi, durasi, frekwensi dan karakteristik nyeri
3) Lakukan Teknik komunikasi terapeutik
4) Ajarkan Teknik relaksasi
5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetic

Intra
a) Resiko syok
Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pompajantung dan
sirkulasi efektif.
Kriteria hasil :
1) TTV dalam batas normal
2) Denyut jantung dalan batas normal
3) Hipotensi aorta statis tidak ada
4) Distensi vena leher tidak ada
5) Pasien mengatakan tidak pusing
6) Denyut nadi perifer kuat dan teratur
Rencana tindakan :
1) Atur posisi pasien
2) Kaji toleransi aktivitas : awal napas pendek, nyeri, pusing, palpitasi
3) Monitoring TTV
4) Beri oksigen
5) Kolaborasi dengan dokter

b) Risiko jatuh
Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien aman setelah
pembedahan.
Kriteria hasil :
1) TTV dalam batas normal
2) Pasien mengatakan kaki dapat digerakkan
3) Pasien tampak tidak lemah
Rencana tindakan :
1) Monitoring TTV
2) Lakukan penilaian bromage score
3) Berikan pengaman pada tempat tidur pasien
4) Berikan gelang resiko jatuh
5) Latih angkat atau gerakkan ekstremitas bawah
Post op
a) Risiko berihan jalan nafas tidak efektif
Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan bersihan jalan nafas menjadi
efektif.
Kriteria hasil :
1) Ventilasi meningkat
2) Frekuensi napas membaik
3) Suara napas tambahan tidak ada
Rencana Tindakan :
1) Monitor saturasi oksigen
2) Monitor status pernafasan
3) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
4) Lakukan kolaborasi dengan dokter

D. EVALUASI
Pada tahap ini, penulis menggunakan metode pendokumentasian SOAP yaitu Subyektif(S),
Obyektif(O), Assesment(A), dan Planning(P). Evaluasi dari diagnosa hipotermi diperoleh
hasil: Subyektif: pasien mengatakan sudah tidak dingin. Obyektif: terpasang selimut elektrik
pada pasien, tanda – tanda vital TD : 130/80 mmHg, HR : 90x/menit, RR : 22x/menit, suhu
tubuh pasien: 36,30 c. Assesment: -. Planning: observasi suhu tubuh pasien, pertahankan
selimut pasien sampai suhu tubuh diatas 36,50 c, pindahkan ke ruang rawat. Sesuai dengan
teori (Tarwoto & Wartonah, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Nengsi, Y. F. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Ny. Z Dengan Post Operasi PCNL Atas
Indikasi Batu Ginjal Di Ruang Bedah Ambun Suri Lantai 2 RSUD Dr. Achmad
Mochtar Bukit Tinggi Tahun 2018. Asuhan Keperawatan, (juli).
Soares, C. de S., Tinôco, J. D. de S., Delgado, M. F., Paiva, M. das G. M. N. de, Oliveira, L.
M. V. de, & Carvalho, L. A. L. B. de. (2013).
Spivacow, F. R., del Valle, E. E., Boailchuk, J. A. & Díaz, G. S., 2020. Metabolic Risk
Factors in Children With Kidney Stone Disease: An Update. Journal of Pediatric
Nephrology, Volume 35, p. 2107–2112.
Tarwoto dan Wartonah.,2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan .
Edisi :4 .Jakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi
1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tondok B.E.M, Manoarfa, A, Limpeleh, H. 2014. Angka Kejadian Batu Ginjal Di RSUP Prof
DR.R.D. Kandou Manado

Anda mungkin juga menyukai