Anda di halaman 1dari 72

LAPORAN PENDAHULUAN

SOAL KASUS
Batu Ginjal
Untuk Memenuhi Pembekalan Ujian Kompetensi Program Profesi Ners Stase
Keperawatan Medikal Bedah (KMB)
Dosen Pengampu: Monika Ginting, S.Kep, Ners, M.Kep

Oleh :
Kelompok 10
M.Dicky Abdurohman 1490120076
Michail Meyer 1490120080
Midzi Nur Oktavani 1490120090
Natalia Magdalena 1490120077
Nopia Dewi 1490120056

PROGRAM PROFESI NERS XXV


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL
BANDUNG
2021
A. Pendahuluan
Batu ginjal adalah salah satu penyakit ginjal, dimana ditemukannya batu yang
mengandung komponen kristal yang merupakan penyebab terbanyak pada kelainan
saluran kandung kemih (Hanley JM, 2012). Batu yang terbentuk pada ginjal atau
saluran kandung kemih yang lainnya memiliki masa yang keras, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya penyumbatan pada saluran kandung kemih dan lama
kelamaan dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada saluran kandung kemih, selain
itu batu pada saluran kandung kemih dapat terjadi perdarahan dan adanya rasa nyeri
pada bagian pinggang. Batu ginjal sering dijumpai di bagian kaliks atau pelvis
ginjal dan bisa keluar dan akan terhenti dan menyumbat pada daerah ureter dan
kandung kemih. Batu ini terbentuk dari pengendapan garam kalsium, magnesium,
asam urat dan sistein (Chang, 2009).

Batu ginjal merupakan penyebab terbanyak pada kelainan saluran kemih. Di Negara
maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia, batu saluran kemih banyak
dijumpai di saluran kemih bagian atas, sedangkan di Negara berkembang seperti
India, Thailand dan Indonesia lebih banyak dijumpai batu kandung kemih (Sudoyo,
2011).

Penduduk Amerika Serikat menderita penyakit batu ginjal 5-10 %, Sedangkan di


seluruh dunia rata – rata terdapat 1-2% penduduk yang menderita batu saluran
kemih. Penyakit batu ginjal merupakan tiga penyakit terbanyak di bidang urologi di
samping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna (Purnomo, 2011).

Penyakit ginjal yang sering ditemui di Indonesia adalah gagal ginjal dan batu ginjal.
Prevalensi tertinggi penyakit nefrolitiasis yaitu di daerah DI Yogyakarta (1,2%),
diikuti Aceh (0,9%), Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Tengah masing –
masing (0,8%) (Depkes, 2013).

Tujuan dalam penatalaksanaan medis pada batu ginjal adalah untuk menyingkirkan
batu dan menentukan jenis batunya agar dapat mencegah penghancuran nefron dan
mengontrol infeksi dalam mengatasi obstruksi yang mungkin terjadi (Smeltzer &
Bare, 2015). Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kandung kemih
yang secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih
berat. Indikasi yang melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kandung
kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi dan infeksi. Batu dapat
dikeluarkan dengan cara dipecahkan dengan ESWL melalui tindakan endourologi,
bedah laparoskopi atau pembedahan terbuka (Purnomo, 2011). Pada umumnya
setelah dilakukan tindakan pengeluaran batu, pasien akan dipasang kateter urin
untuk memperlancar pengeluaran urin.

Penelitian Makie et al tahun 2011 menjelaskan bahwa pemasangan kateter selama


kurang lebih 2 hari dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial
yang biasa terjadi setelah pemasangan kateter adalah infeksi saluran kemih sehingga
perlu dilakukan perawatan kateter 2 kali sehari.

Infeksi saluran kemih mengakibatkan mikroorganisme di dalam saluran kandung


kemih, dalam keadaan normal tidak mengandung bakteri, virus atau mikroorganisme
lain (Suharyanto, 2009). Infeksi saluran kemih merupakan masalah yang sering
ditemukan pada pasien yang terpasang kateter, terhitung 6-7 juta kunjungan klinik
tiap tahun di rumah sakit di Amerika menjelaskan bahwa infeksi saluran kandung
kemih pada pasien di rawat inap menempati urutan pertama sebanyak 42% (Hooton
et al, 2010). Pemasangan kateter dapat menyebabkan perlengketan bakteri pada
mukosa kandung kemih akan menyebabkan infeksi saluran kemih. Infeksi saluran
kemih biasanya disebabkan oleh bakteri escherica coli, klebsiela, proteus (Potter &
Perry, 2012).

Peran perawat sebagai care giver memberikan asuhan keperawatan secara langsung
kepada pasien batu ginjal dengan cara melakukan perawatan kateter yang bertujuan
untuk mencegah terjadinya infeksi pada saluran kandung kemih.

B. Pengertian
Batu ginjal adalah suatu keadaan terdapat satu atau lebih di dalam pelvis atau
calyces ginjal atau saluran kemih (Pratomo, 2007). Batu ginjal di saluran kemih
(Kalkulus uriner) adalah masa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang
saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih
dan infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam
kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu disebut dengan
urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis).

Batu ginjal terbentuk bila konsentrasi garam atau mineral dalam urin mencapai
nilai yang memungkinkan terbentuknya kristal yang akan mengendap pada tubulus
ginjal atau ureter. Meningkatnya konsentrasi garam-garam ini disebabkan adanya
kelainan metabolisme atau pengaruh lingkungan. Sebagian besar batu ginjal
merupakan garam kalsium, fosfat, oksolat serta asam urat. Batu ginjal lainnya
adalah batu sistim tetapi jarang terjadi (Nurqoriah, 2012).
Penyakit batu ginjal merupakan penyakit yang terbentuk karena terjadinya
pengkristalan kalsium dan atau asam urat dalam tubuh (ginjal), cairan mineral ini
memompa dan membentuk kristal yang mengakibatkan terjadinya batu ginjal.
Penyakit batu ginjal biasanya terdapat di dalam ginjal tubuh seseorang, dimana
tempat bernaungnya urin sebelum dialirkan melalui ureter menuju kandung kemih
(Nurqoriah dkk, 2012).

C. Anatomi Fisiologi
1. Ginjal
Ginjal manusia berjumlah 2 buah, terletak di pinggang, sedikit di bawah tulang
rusuk bagian belakang (Danils, wibowo, 2005). Ginjal kanan sedikit lebih
rendah di banding ginjal kiri. Mempunyai panjang 7 cm dan tebal 3 cm.
terbungkus dalam kapsul yang terbuka ke bawah. Di antara ginjal dan kapsul
terdapat jaringan lemak yang membantu melindungi ginjal terhadap goncangan
(Danils, wibowo, 2005).

Ginjal mempunyai nefron yang tiap-tiap tubulus dan glomerulusnya adalah satu
unit. Ukuran ginjal di tentukan oleh sejumlah nefron yang di milikinya. Kira-
kira terdapat 1,3 juta nefron dalam tiap-tiap ginjal manusia (Marya, 2013).

Dua ginjal terletak diluar rongga peritonium dan dikedua sisi kolumna vertebrae
seringgi T12 hingga L3. Organ berbentuk kacang yang kaya akan pembukuh
darah ini mempunyai panjang sekitar 11,4 cm dan lebar 6,4 cm. permukaan
lateral ginjal berbentuk cembung, permukaan tengahnya berbentuk cekung dan
membentuk percabangan vertikel, yang disebut hilum. Ureter, arteri renalis,
vena renalis, pembuluh darah limfatik, dan saraf masuk atau keluar ginjal di
tingkat hilum.

Dibagian internal, masing-masing ginjal mempunyai 3 bagian yang berbeda,


yaitu korteks, medula, dan pelvis. Bagian eksternal atau korteks renal, berwarna
terang dan tampak berkanula. Bagian ginjal ini berisi glomerulus, kumpulan
kecil kapiler. Glomerulus membawa darahmeuju danmembawa produk sisa dari
nefron, unit fungsional ginjal.
Medula ginjal (terletak tepat dibawah korteks) berisi masa jaringan berbentuk
kerucut yang disebut piramida ginjal, hampir seluruhnya dibentuk oleh berkas
tubulus penampung. Tubulus penampung yang membentuk piramida tersebut
mengalirkan urine ke bagian terdalam yang disebut pelvis ginjal. Pelvis ginjal
bersambung menjadi ureter saat meninggalkan hilum. Cabang pelvis (kalik)
memanjang ke arah medula dan bekerja menampung urin serta mengalirkannya
ke dalam pelvis. Dari pelvis, urine dialirkan melalui ureter dan masuk ke dalam
kandung kemih untuk disimpan. Dinding kalik, pelvis ginjal, dan ureter terdiri
atas otot polos yang mengalirkan urine secara peristalsis.

Fungsi ginjal :
a. Menyaring dan membersihkan darah dari zat-zat sisa metabolisme tubuh.
b. Mengekresikan zat yang jumlahnya berlebihan.
c. Reabsorbsi (penyerapan kembali) elektrolit tertentu yang dilakukan oleh
bagian tubulus ginjal.
d. Menjaga keseimbangan asam basa dalam tubuh.
e. Menghasilkan zat hormon yang berperan membentuk dan mematangkan sel-
sel darah merah (SDM) di sumsum tulang.
f. Hemostasis ginjal, mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan komposisi air
dalam darah (Guyton, 1996)
2. Ureter
Ureter merupakan dua saluran dengan panjang sekitar 25-30 cm, terbentang
dari ginjal sampai vesika urinaria. Fungsi satusatunya adalah menyalurkan urin
ke vesika urinaria (Roger watson, 2002)
3. Vesika Erinaria
Vesika Erinaria adalah kantong berotot yang dapat mengempis, terletak 3-4 cm
di belakang simpisis pubis (tulang kemaluan). Vesika urinaria mempunyai 2
fungsi yaitu :
a. Sebagai tempat penyimpanan urin sebelum meninggalkan tubuh.
b. Dibantu uretra, vesika urinaria berfungsi mendorong urin keluar tubuh
(Roger watson, 2002). Di dalam vesika urinaria mampu menampung urin
antara 170 sampai 230 ml (Evelyn 2009)
4. Uretra
Uretra adalah saluran kecil dan dapat mengembang, berjalan dari kandung
kemih sampai ke luar tubuh. Pada wanita uretra terpendek dan terletak di dekat
vagina. Pada uretra laki-laki mempunyai panjang 5 sampai 20 cm (Daniels
wibowo, 2008).

D. Etiologi
Penyakit batu ginjal dapat disebabkan oleh beberapa hal. Berikut ini merupakan
beberapa faktor penyebab dari batu ginjal :
1. Genetik (Bawaan)
Ada orang-orang tertentu memiliki kelainan atau gangguan organ ginjal sejak
dilahirkan, meskipun kasusnya relatif sedikit anak yang sejak kecil mengalami
gangguan metabolisme khususnya di bagian ginjal yaitu air seni nya memiliki
kecenderungan mudah mengendapkan garam membuat mudah terbentuknya
batu karna fungsi ginjal tidak dapat bekerja normal maka kelancaran proses
pengeluaran air kemih nya mengalami gangguan, misalnya banyak zat kapur di
air kemih sehingga mudah mengendapkan batu.

2. Makanan
Sebagian besar penyakit batu ginjal disebabkan oleh faktor makanan dan
minuman. Makanan-makanan tertentu memang mengandung bahan kimia yang
berefek pada pengendapan air kemih, misalnya makanan yang mengandung
kalsium tinggi, seperti oksolat dan fosfat.
3. Aktivitas
Faktor pekerjaan dan olah raga dapat mempengaruhi penyakit batu ginjal.
Resiko terkena penyakit ini pada orang yang pekerjaannya banyak duduk lebih
tinggi dari pada orang yang banyak berdiri atau bergerak dan orang yang
kurang berolah raga karena tubuh kurang bergerak (baik olah raga maupun
aktivitas bekerja) menyebabkan peredaran darah maupun aliran air seni
menjadikurang lancar. Bahkan tidak hanya penyakit batu ginjal yag diderita,
penyakit lain bisa dengan gampang menyerang.
E. Patofisiologi
Substansi kristal yang normalnya larut dan di ekskresikan ke dalam urine
membentuk endapan. Batu renal tersusun dari kalsium fosfat, oksalat atau asam
urat. Komponen yang lebih jarang membentuk batu adalah struvit atau magnesium,
amonium, asam urat, atau kombinasi bahan-bahan ini. Batu ginjal dapat disebabkan
oleh peningkatan pH urine (misalnya batu kalsium bikarbonat) atau penurunan pH
urine (misalnya batu asam urat). Konsentrasi bahanbahan pembentuk batu yang
tinggi di dalam darah dan urine serta kebiasaan makan atau obat tertentu, juga dapat
merangsang pembentukan batu. Segala sesuatu yang menghambat aliran urine dan
menyebabkan stasis (tidak ada pergerakan) urine di bagian mana saja di saluran
kemih, meningkatkan kemungkinan pembentukan batu. Batu kalsium, yang
biasanya terbentuk bersama oksalat atau fosfat, sering menyertai keadaan-keadaan
yang menyebabkan resorpsi tulang, termasuk imobilisasi dan penyakit ginjal. Batu
asam urat sering menyertai gout, suatu penyakit peningkatan pembentukan atau
penurunan ekskresi asam urat.

Kegemukan dan kenaikan berat badan meningkatkan risiko batu ginjal akibat
peningkatan ekskresi kalsium, oksalat, dan asam urat yang berlebihan. Pengenceran
urine apabila terjadi obstruksi aliran, karena kemampuan ginjal memekatkan urine
terganggu oleh pembengkakan yang terjadi di sekitar kapiler peritubulus.

Komplikasinya Obstruksi urine dapat terjadi di sebelah hulu dari batu di bagian
mana saja di saluran kemih. Obstruksi di atas kandung kemih dapat menyebabkan
hidroureter, yaitu ureter membengkak oleh urine. Hidroureter yang tidak diatasi,
atau obstruksi pada atau di atas tempat ureter keluar dari ginjal dapat menyebabkan
hidronefrosis yaitu pembengkakan pelvis ginjal dan sistem duktus pengumpul.
Hidronefrosis dapat menyebabkan ginjal tidak dapat memekatkan urine sehingga
terjadi ketidakseimbangan elektrolit dan cairan. Obstruksi yang tidak diatasi dapat
menyebabkan kolapsnya nefron dan kapiler sehingga terjadi iskemia nefron karena
suplai darah terganggu. Akhirnya dapat terjadi gagal ginjal jika kedua ginjal
terserang. Setiap kali terjadi obstruksi aliran urine (stasis), kemungkinan infeksi
bakteri meningkat sehingga Dapat terbentuk kanker ginjal akibat peradangan dan
cedera berulang.
F. Pathway
G. Klasifikasi
Batu ginjal mempunyai banyak jenis nama dan kandungan yang berbeda-beda. Ada
4 jenis utama pada batu ginjal yang masingmasing cenderung memiliki penyebab
berbeda, yaitu : (Ahmad Anang, 2016)
1. Batu kalsium
Batu jenis ini adalah jenis batu yang paling banyak ditemukan, yaitu 70-80%
jumlah pasien yang mengalami batu ginjal. Ditemukan banyak pada laki-laki,
rasio pasien laki-laki dibanding wanita adalah 3:1, dan paling sering ditemui
pada usia 20-50 tahun. Kandungan batu ini terdiri atas kalsium oksolat, kalsium
fosfat atau campuran dari keduanya. Kelebihan kalsium dalam darah secara
normal akan dikeluarkan oleh ginjal melalui urine. Penyebab tingginya kalsium
dalam urine antara lain peningkatan penyerapan kalsium oleh usus, gangguan
kemampuan penyerapan kalsiu oleh ginjal dan penyerapan kalsium tulang.
2. Batu infeksi atau struvit
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan
oleh adanya infeksi saluran kemih. Adanya infeksi saluran kemih dapat
menimbulkan gangguan keseimbangan bahan kimia dalam urine. Bakteri dalam
saluran kemih mengeluarkan bahan yang dapat menetralisir asam dalam urine
sehingga bakteri berkembang biak lebih cepat dan mengubah urine menjadi
bersuasana basa. Suasana basa memudahkan garam-garam magnesium,
ammonium, fosfat dan karbonat membentuk batu. Magnesium amonium fosfat
(MAP) dan karbonat apatit. Terdapat pada sekitar 10-15 % dari jumlah pasien
yang menderita penyakit ini. Lebih banyak pada wanita, dengan rasio laki-laki
dibanding wanita yaitu 1:5. Batu struvit biasanya menjadi batu yang besar
dengan bentuk seperti tanduk (staghorn).
3. Batu asam urat
Ditemukan 5-10% pada penderita batu ginjal. Rasio laki-laki dibandingkan
wanita adalah 3:1. Sebagian dari pasien jenis batu ini menderita Gout, yaitu
suatu kumpulan penyakit yang berhungan dengan meningginya atau
menumpuknyaasam urat(sludge) dapat menyebabkan keluhan berupa nyeri
hebat(kolik),karena ada endapan tersebut menyumbat saluran kencing. Batu
asam urat bentuknya halus dan bulat sehingga sering kali keluar spontan. Batu
asam urat tidak tampak pada foto polos.
4. Batu sistin
Batu sistin jarang ditemukan, terdapat pada sekitar 1-3 % pasien BSK. Penyakit
batu jenis ini adalah suatu penyakit yang diturunkan. Batu ini berwarna kuning
jeruk dan berkilau. Rasio laki-laki dibanding wanita adalah 1:1. Batu lain juga
jarang yaitu batu Silica dan batu Xanthine.

H. Manifestasi Klinis
Hariyanto (2008) menyatakan bahwa besar dan lokasi batu bervariasi, rasa sakit
disebabkan oleh obstruksi merupakan gejala utama. Batu yang besar dengan
permukaan yang kasar yang masuk ke dalam ureter akan menambah frekuensi dan
memaksa kontraksi ureter secara otomatis. Rasa sakit yang dimulai dari pinggang
bawah menuju ke pinggul, kemudian ke alat kelamin luar. Intensitas rasa sakit
berfluktuasi dan rasa sakit yang luar biasa bisa merupakan puncak dari kesakitan.

Menurut handriadi (2006) menyatakan apabila batu berada di ginjal dan kalik, rasa
sakit menetap dan kurang intensitasnya. Sakit pinggang terjadi bila batu yang
mengadakan obstruksi berada di dalam ginjal. Sedangkan rasa sakit yang parah
terjadi bila batu telah pindah ke bagian ureter. Mual dan muntah selalu mengikuti
rasa sakit yang berat. Penderita batu ginjal kadang-kadang juga mengalami panas,
kedinginan, adanya darah di dalam urin bila batu melukai urin, distensi perut,
nanah dalam urin.

Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam kandung
kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang menyumbat
ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung
atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat). Kolik renalis ditandai dengan nyeri
hebat yang hilang-timbul, biasanya di daerah antara tulang rusuk dan tulang
pinggang, yang menjalar ke perut, daerah kemaluan dan paha sebelah dalam
(Brunner dan Suddarth, 2003). Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut
menggelembung, demam, menggigil dan darah di dalam air kemih. Penderita
mungkin menjadi sering berkemih, terutama ketika batu melewati ureter. Batu bisa
menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih, bakteri
akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan,
sehingga terjadilah infeksi.
Jika penyumbatan ini berlangsung lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran
di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal
(hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal. (jarot,2008)

I. Komplikasi
Komplikasi batu ginjal dapat terjadi menurut Guyton 1990 :
1. Gagal ginjal
Terjadi kerusakan neuron yang lebih lanjut dan pembuluh darah yang disebut
kompresi batu pada membran ginjal oleh karena suplai oksigen terhambat. Hal
ini menyebabkan iskemik ginjal dan jika dibiarkan menyebabkan gagal ginjal.
2. Infeksi
Dalam aliran urine yang statis menupakan tempatyang baik untuk
perkembangbiakan mikroorganisme. Sehingga akan menyebabkan infeksi pada
peritoneal.
3. Hydronefrosis Oleh karena aliran urine terhambat menyebabkan urine tertahan
dan menumpuk diginjal dan lama kelamaan ginjal akan membesar karena
penumpukan urine.
4. Vaskuler iskemia Terjadi karena aliran darah kedalam jaringan berkurang
sehingga terjadikematian jaringan.

J. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien batu saluran kemih
adalah (American Urological Association, 2005) :
1. Urinalisa
Warna kuning, coklat atau gelap. : warna : normal kekuningkuningan, abnormal
merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis,
tumor,kegagalan ginjal). pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam
(meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan magnesium,
fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat,
kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urine
menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan
untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang
bemitrogen.
BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular Filtration Rate. BUN
dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan
status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85
sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk
memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen.
Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya
batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
2. Laboratorium
a. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau
polisitemia.
b. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH
merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum
dan kalsium urine.
3. Foto KUB (Kidney Ureter Bladder)
Menunjukkan ukuran ginjal, ureter dan bladder serta menunjukan adanya batu
di sekitar saluran kemih.
4. Endoskopi ginjal
Menentukan pelvis ginjal, dan untuk mengeluarkan batu yang kecil.
5. USG Ginjal
Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.
6. EKG (Elektrokardiografi)
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
7. Foto Rontgen
Menunjukan adanya batu didalam kandung kemih yang abnormal,
menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal dan
sepanjang ureter.
8. IVP (Intra Venous Pyelografi )
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih, membedakan derajat
obstruksi kandung kemih divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal
otot kandung kemih dan memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti
penyebab nyeri abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada
struktur anatomik (distensi ureter).
9. Pielogram retrograd
Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung kemih. Diagnosis
ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih, urografi intravena atau
pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan urine dalam 24 jam untuk
mengukur kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, dan volume total merupakan
upaya dari diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta adanya riwayat batu
ginjal, ureter, dan kandung kemih dalam keluarga di dapatkan untuk
mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu kandung kemih
pada klien.

K. Penatalaksanaan
1) Keperawatan
1) Pengurangan nyeri
Morfin atau meperiden untuk mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang
luar biasa, mandi air panas atau hangat di area panggul, pembarian cairan
kecuali untuk pasien muntah atau menderita gagal jantung kongestif.
Pemberian cairan dibutuhkan mengurangi konsentrasi kristoid urin,
mengecerkan urin, dan menjamin haluaran yang besar serta meningkatkan
tekanan hidrostatik pada ruang dibelakang batu sehingga mendorong
massase batu kebawah.
2) Pengakatan batu
Pemeriksaan sitoskopik dan passase ureter kecil untuk menghilangkan
batu yang obstruktif. Jika batu tersangkut, dapat dilakukan analisa kimiawi
untuk menentukan kandungan batu.
3) Terapi nutrisi dan medikasi
Tujuan terapi adalah membuat pengeceran dimana batu sering terbentuk
dan membatasi makanan yang memberikan kontribusi pada pembentukan
batu serta anjurkan klien untuk bergerak agar mengurangi pelepasan
kalsium dari tulang. Tujuan pemberian terapi diit rendah protein, rendah
garam adalah pembatu memperlambat pertumbuhan batu ginjal atau
membatu mencengah pembentukan batu ginjal.
2) Medis
a) Percutaneus Nephrolitotomy (PCNL)
Merupakan salah satu tindakan minimal invasif di bidang urologi yang
bertujuan mengangkat batu ginjal dengan menggunakan akses perkutan
untuk mencapai sistem pelviokalises. Prosedur ini sudah diterima secara
luas sebagai suatu prosedur untuk mengangkat batu ginjal karena relatif
aman, efektif, murah, nyaman, dan memiliki morbiditas yang rendah,
terutama bila dibandingkan dengan operasi terbuka.

Keuntungan prosedur PCNL adalah angka bebas batu yang lebih besar dari
pada ESWL, dapat digunakan untuk terapi batu gunjal berukuran besar
(>20 mm), dapat digunakan padabatu kalik inferior yang sulit di terapi
dengan ESWL, dan morbiditasnya yang lebih rendah di bandingkan
dengan operasi terbuka baik dalam respon sistemik tubuh maupun
preservasi terhadap fungsi ginjal pasca operasi. Kelemahan PCNL adalah
dibutuhkan keahlian kusus dalam pengalaman untuk melakukan
prosedurnya. Saat ini operasi terbuka batu ginjal sudah banyak di ganti
oleh prosedur PCNL dan ESWL baik dalam bentuk monoterapi maupun
kombinasi, hal ini disebabkan morbiditas operasi terbuka lebih besar
dibandingkan kedua modalitas lainnya.

PCNL dianjurkan untuk :


1) Batu pilium simpel dengan ukuran > 2 cm, dengan angka bebas batu
sebesar 89%, lebih tinggi dari angka bebas batu bila dilakukan ESWL
yaitu 43 %.
2) Batu kalik ginjal, terutama batu kalik inferior dengan ukuran 2 cm
dengan angkan bebas batu 90% dibandingkan dengan ESWL 28,8 %.
Batu kalik superior biasanya dapat diambil dari akses kalik inferior
sedangkan untuk batu kalik media seringkali sulit bila akses berasal
dari kalik inferior sehingga membutuhkan akses yang lebih tinggi.
3) Batu multipel, pernah dilaporkan kasus multipel pada ginjal tapal kuda
dan berhasil di ekstraksi batu sebanyak 36 buah dengan hanya
menyisakan 1 fragmen kecil pada kalik media posterior.
4) Batu pada ureteropelvik juntion dan ureter proksimal. Batu pada
tempat ini seringkali infacted dan menimbulkan kesulitan saat
pengambilannya. Untuk batu ureter proksimal yang letaknya sampai 6 cm
proksimal masih dapat di jangkau dengan nefroskop, namun harus
diperhatikan bahaya terjadinya preforasi dan kerusakan ureter, sehungga
teknik ini direkomendasikan hanya untuk yang berpengalaman.
5) Batu ginjal besar. PCNL pada batu besar terutama staghorn
membutuhkan waktu operasi yang lebih lama, mungkin juga
membutuhkan beberapa sesi operasi, dan harus diantisipasi
kemungkinan adanya batu sisa, keberhasilan sangat berkaitan dengan
pengalaman operator.
6) Batu pada solitari kidney lebih aman dilakukan terapi dengan PCNL
dibandingkan dengan bedah terbuka.
b) Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang dari 5 mm. Batu
ureter yang besarnya kurang dari 5 mm bisa keluar spontan (Fillingham
dan Douglass, 2000). Untuk mengeluarkan batu kecil tersebut terdapat
pilihan terapi konservatif berupa (American Urological Association,
2005):
1) Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
2) α - blocker
3) NSAID

Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu


syarat lain untuk terapi konservatif adalah berat ringannya keluhan pasien,
ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK
menyebabkan konservatif bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan
adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal
tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi
terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi
(American Urological Association, 2005).

c) Extracorporal Shock Wave Lithotripsy ( ESWL ) ESWL banyak


digunakan dalam penanganan batu saluran kemih. Badlani (2002)
menyebutkan prinsip dari ESWL adalah memecah batu saluran kemih
dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin dari
luar tubuh. Gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin di luar tubuh
dapat difokuskan ke arah batu dengan berbagai cara. Sesampainya di batu,
gelombang kejut tadi akan melepas energinya. Diperlukan beberapa ribu kali
gelombang kejut untuk memecah batu hingga menjadi pecahan-pecahan kecil,
selanjutnya keluar bersama kencing tanpa menimbulkan sakit.
Al-Ansari (2005) menyebutkan komplikasi ESWL untuk terapi batu ureter
hampir tidak ada. Keterbatasan ESWL antara lain sulit memecah batu
keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat), perlu beberapa kali tindakan,
dan sulit pada orang bertubuh gemuk. Penggunaan ESWL untuk terapi
batu ureter distal pada wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan
dengan serius karena ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium
d) Ureterorenoskopic (URS)
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara
dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu
ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu
ureter. Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu
ureter yang besar, sehingga diperlukan alat pemecah batu seperti yang
disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu
tertentu, tergantung pada pengalaman masing-masing operator dan
ketersediaan alat tersebut
e) Operasi Terbuka
Fillingham dan Douglass (2000) menyebutkan bahwa beberapa variasi
operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan. Hal tersebut
tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa dilakukan
lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior. Saat ini operasi terbuka pada
batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderita-
penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.

L. Teori Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Data klien, mencakup : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,
pekerjaan, suku bangsa, status perkawinan, alamat, diagnosa medis, No
RM, tanggal masuk, tanggal pengkajian, dan ruangan tempat klien dirawat
b. Riwayat Kesehatan Klien
Riwayat kesehatan pada klien dengan batu ginjal sebagai berikut :
1) Keluhan Utama
Alasan spesifik untuk kunjungan klien ke klinik atau rumah sakit.
Biasa klien dengan batu ginjal mengeluhkan adanya nyeri pada
pinggang.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama dan data yang
menyertai dengan menggunakan pendekatan PQRST, yaitu :
P: Paliatif / Propokative: Merupakan hal atau faktor yang
mencetuskan terjadinya penyakit, hal yang memperberat atau
memperingan. Pada klien dengan urolithiasis biasanya klien mengeluh
nyeri pada bagian pinggang dan menjalar kesaluran kemih.
Q: Qualitas: Kualitas dari suatu keluhan atau penyakit yang dirasakan.
Pada klien dengan urolithiasis biasanya nyeri yang di rasakan seperti
menusuk - nusuk.
R: Region : Daerah atau tempat dimana keluhan dirasakan. Pada klien
dengan urolithiasis biasanya nyeri dirasakan pada daerah pinggang.
S: Severity :Derajat keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut.
Skala nyeri biasanya 7.
Time : Waktu dimana keluhan dirasakan, time juga menunjukan
lamanya atau kekerapan. Keluhan nyeri pada klien dengan urolithiasi
biasanya dirasakan kadang-kadang.
3) Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Biasanya klien dengan batu ginjal mengeluhkan nyeri pada daerah
bagian pinggang, adanya stress psikologis, riwayat minum-minuman
kaleng.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya tidak ada pengaruh penyakit keturunan dalam keluarga
seperti jantung, DM, Hipertensi.
c. Data Biologis dan Fisiologis
Meliputi hal-hal sebagai berikut :
1) Pola Nutrisi
Dikaji mengenai makanan pokok, frekuensi makan, makanan
pantangan dan nafsu makan, serta diet yang diberikan. Pada klien
dengan batu ginjal biasanya mengalami penurunan nafsu makan
karena adanya luka pada ginjal.
2) Pola Eliminasi
Dikaji mengenai pola BAK dan BAB klien, pada BAK yang dikaji
mengenai frekuensi berkemih, jumlah, warna, bau serta keluhan saat
berkemih, sedangkan pada pola BAB yang dikaji mengenai
frekuensi, konsistensi, warna dan bau serta keluhan-keluhan yang
dirasakan. Pada klien dengan batu ginjal biasanya BAK sedikit
karena adanya sumbatan atau batu ginjal dalam perut.
3) Pola Istirahat dan Tidur
Dikaji pola tidur klien, mengenai waktu tidur, lama tidur, kebiasaan
mengantar tidur serta kesulitan dalam hal tidur. Pada klien dengan
batu ginjal biasanya mengalami gangguan pola istirahat tidur karena
adanya nyeri.
4) Pola Aktivitas
Dikaji perubahan pola aktivitas klien. Pada klien dengan batu ginjal
klien mengalami gangguan aktivitas karena kelemahan fisik
gangguan karena adanya luka pada ginjal.
5) Pola Personal Hygiene
Dikaji kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan personal
hygiene (mandi, oral hygiene, gunting kuku, keramas). Pada klien
dengan batu ginjal biasanya ia jarang mandi karna nyeri di bagian
pinggang.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Pernafasan
Inspeksi : Klien dengan batu ginjal dadanya simetris kiri kanan
Palpasi : Pada klien dengan batu ginjal saat dilakuan palpasi tidak
teraba massa

Perkusi : Pada klien dengan batu ginjal saat diperkusi di atas lapang
paru bunyinya normal
Auskultasi : klien dengan batu ginjal suara nafasnya normal.
2) Sistem Cardiovaskuler
Inspeksi :Klien dengan batu ginjal ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi :Klien dengan batu ginjal ictus cordis tidak teraba.
Perkusi :Suara jantung dengan kasus batu ginjal berbunyi normal.
Auskultasi :Reguler, apakah ada bunyi tambahan atau tidak.
3) Sistem Gastrointestinal
Inspeksi : Klien dengan batu ginjal abdomen tidak membesar atau
menonjol, tidak terdapat luka operasi tertutup perban, dan terdapat
streatmarc
Auskultasi : Peristaltik normal.
Palpasi : Klien dengan batu ginjal tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Klien dengan batu ginjal suara abdomen nya normal
(Timpani).

4) Sistem Neurologi
Fungsi serebral
Kesadaran : pada klien dengan batu ginjal kesadarannya
composmentis
Orientasi :
a. Orang : pada klien dengan batu ginjal tidak ada masalah
mengenai ingatan terhadap orang

b. Tempat : pada klien dengan batu ginjal tidak ada masalah


mengenai ingatan terhadap tempat

c. Waktu : pada klien dengan batu ginjal tidak ada masalah


mengenai ingatan terhadap waktu

d. Memori : pada klien dengan batu ginjal tidak ada masalah mengenai
ingatan terhadap memorinya

e. Gaya bicara : pada klien dengan batu ginjal tidak ada gangguan pada
gaya bicara (jelas pengungkapan kata)

Fungsi nervus
Nervus I : pada pasien batu ginjal normal

Nervus II : pada pasien batu ginjal dapat melihat saat pemeriksaan


Nervus III (okulomotoris ) : pada pasien batu ginjal reaksi pupil
kanan dan kiri normal
Nervus IV (tochiearis) : pada pasien batu ginjal dapat membuka dan
menutup mata kembali
Nervus V (trigeminus) : pada pasien batu ginjal dapat menggerakkan
rahang ke kanan dan ke kiri
Nervus VI (abdusen) : pada pasien batu ginjal dapat menggerakkan
bola mata
Nervus VII (facial) : pada pasien batu ginjal dapat mengerutkan dahi,
menutup mata, memperlihatkan gigi dan lidah
Nervus VIII (trigeminus) : pada pasien batu ginjal tidak ada gangguan
pendengaran
Nervus IX (vestibulokoklear) : pada pasien batu ginjal dapat
mereflekkan rasa muntah
Nervus X (vagus) : pada pasien batu ginjal tidak ada gangguan
menelan
Nervus XI (aksesorius) : pada pasien batu ginjal dapat mengangkat
bahu keatas
Nervus XII (hipoglosus) : pada pasien batu ginjal dapat menjulurkan
lidah keluar
5) Sistem Muskuloskeletal
Ekstermitas Klien dengan batu ginjal biasanya ekstremitasnya dalam
keadaan normal.
6) Sistem Endokrin
Klien dengan batu ginjal tidak ada pembengkakan kelenjer tiroid.
d. Data Psikologis
Konsep diri terdiri atas lima komponen yaitu :
1) Citra tubuh
Sikap ini mencakup persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh
yang disukai dan tidak disukai.
2) Ideal diri
Persepsi klien terhadap tubuh, posisi, status, tugas, peran, lingkungan
dan terhadap penyakitnya.
3) Harga diri
Penilaian/penghargaan orang lain, hubungan klien dengan orang lain.
4) Identitas diri
Status dan posisi klien sebelum dirawat dan kepuasan klien terhadap
status dan posisinya.
5) Peran
Seperangkat perilaku/tugas yang dilakukan dalam keluarga dan
kemampuan klien dalam melaksanakan tugas.
e. Data Sosial dan Budaya
Dikaji mengenai hubungan atau komunikasi klien dengan keluarga,
tetangga, masyarakat dan tim kesehatan termasuk gaya hidup, faktor
sosial kultural dan support sistem.
1) Stresor
Setiap faktor yang menentukan stress atau menganggu
keseimbangan. Seseorang yang mempunyai stresor akan
mempersulit dalam proses suatu penyembuhan penyakit.
2) Koping Mekanisme
Suatu cara bagaimana seseorang untuk mengurangi atau
menghilangkan stres yang dihadapi.
3) Harapan dan pemahaman klien tentang kondisi kesehatan Perlu
dikaji agar tim kesehatan dapat memberikan bantuan dengan efisien.
4) Data Spiritual Pada data spiritual ini menyangkut masalah keyakinan
terhadap tuhan Yang Maha Esa, sumber kekuatan, sumber kegiatan
keagamaan yang biasa dilakukan dan kegiatan keagamaan yang
ingin
5) dilakukan selama sakit serta harapan klien akan kesembuhan
penyakitnya.
f. Data Penunjang
1) Farmakoterapi : Dikaji obat yang diprogramkan serta jadwal
pemberian obat.
2) Prosedur Diagnostik Medik.
3) Pemeriksaan Laboratorium
a) Tes urine
b) Tes darah
c) Pemindaian: CT scan, foto rontgen atau USG
d) Analisis batu ginjal yang keluar
2. Analisa Data

No. Diagnosa Keperawatan Etiologi Masalah


1. Data Subyektif : Obstruksi di ureter Nyeri akut
Mengeluh nyeri
Data Obyektif : Kalkulus berada di ureter
o Tampak meringis Gesekan pada dinding
o Bersikap protektif (mis: ureter
waspada, posisi
menghindar nyeri) Nyeri
o Gelisah
o Frekuensi nadi
meningkat
o Sulit tidur

2. Data Subyektif : Peningkatan distensi Ketidak seimbangan


Nafsu makan menurun abdomen nutrisi kurang dari
Data Obyektif : kebutuhan tubuh
o Berat badan menurun Anoreksia
minimal 10% di
bawah rentang ideal Mual / muntah
o Otot menelan lemah
Output berlebihan

Gangguan pemenuhan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
3. Data Subyektif : Faktor Ekstrinsik Gangguan Eliminasi
o Desakan berkemih (Asupan air mengandung Urine
o Urin menetes kapur)

o Sering buang air kecil ↓


Proses kristalisasi dan
o Nokturia
agresi substansi
o Mengompol

o Enuresis
Pengendapan batu
Data Obyektif : ↓
o Distensi kandung kemih Pembentukan Batu

o Berkemih tidak tuntas Saluran Kemih



o Volume residu urin
Hambatan aliran urine
meningkat

Gangguan Eliminasi
Urine
Data Subyektif :
4 o Merasa khawatur dengan Ansietas

akibat dari kondisi yang


dihadapi
o Merasa bingung
o Sulit berkonsentrasi
Data objektif:
o Tampak gelisah
o Tampak tegang
o Sulit tidur
3. Perumusan Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan batu ginjal, adalah:
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
b) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhungan dengan mual,
muntah dari efek sekunder nyeri.

c) Gangguan Eliminasi Urin berhubungan dengan pembentukan batu saluran kemih

d) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

4. Prioritas Masalah
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
b) Gangguan Eliminasi Urin berhubungan dengan pembentukan batu saluran kemih
c) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhungan dengan mual,
muntah dari efek sekunder nyeri.

d) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional


No. Diagnosa keperawatan Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan Tupan : 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Mengetahui
dengan agen cidera fisik secara komprehensif perkembangan nyeri
Setelah dilakukan
termasuk lokasi, dan tanda-tanda nyeri
asuhan keperawatan
karateristik, durasi, sehingga dapat
selama 3 x 24 jam
frekuensi, dan kualitas. menentukan intervensi
diharapkannyeri teratasi
2. Observasi reaksi non selanjutnya
verbal dari 2. Mengetahui respon
Tupen :
ketidaknyamanan. pasien terhadap nyeri
Setelah dilakukan 3. Menumbuhkan sikap
3. Gunakan teknik
asuhan keperawatan saling percaya
komunikasi terapeutik
selama 1 x 24 jam 4. Untuk mengetahui
untuk mengetahui
diharapkan nyeri bagaimana klien
pengalaman nyeri pasien.
berkurang menghilangkan rasa
4. Evaluasi pengalaman
nyeri yang dirasakan
nyeri masa lampau.
a. Pain level. 5. Mengetahui
5. Kaji tipe dan sumber
perkembangan nyeri
b. Pain control. nyeri untuk menentukan
dan menentukan
intervensi
c. Comfort level intervensi selanjutnya
6. Tingkatkan istirahat.
Kriteria Hasil : 7. Monitor penerimaan 6. Istirahat yang cukup
1. Mampu pasien tentang dapat mengurangi rasa
mengontrol nyeri ( manajemen nyeri. nyeri
tahu penyebab Analgesic administration 7. Menurunkan
nyeri,mampu 1. Tentukan lokasi, ketegangan otot, sendi
menggunakan karateristik, kualitas, dan dan melancarkan
teknik non derajat nyeri sebelum peredaran darah
farmakologi untuk pemberian obat. sehingga dapat
mengurangi nyeri). 2. Cek instruksi dokter mengurangi nyeri
2. Melaporkan bahwa tentang jenis obat, dosis
nyeri berkurang dan frekuensi. Analgesic administration
dengan 3. Cek riwayat alergi. 1. Mengetahui status
menggunakan 4. Tentukan analgesik kesehatan sebelum
manajemen nyeri. tergantung tipe dan pemberian obat
3. Mampu mengenali beratnya nyeri. 2. Sebagai acuan dalam
nyeri. 5. Evaluasi efektivitas pemberian dosis obat
4. Menyatakan rasa analgesik, tanda dan yang tepat
nyaman nyeri gejala (efek samping) 3. Menghindari adanya
setelah nyeri 6. Monitor vital sign kemerahan, gatal-gatal
berkurang. sebelum dan sesudah dan efek lain dari
pemberian analgetik konsumsi obat yang
pertama kali. salah
7. Bantu pasien dalam 4. Mengurangi nyeri yang
minum obat dirasakan sehingga
dapat menentukan
intervensi selanjutnya
5. Memberikan informasi
untuk membantu dalam
menentukan pilihan /
keefektifan intervensi
6. Mengetahui perubahan
status kesehatan setelah
pemberian obat
7. Memenuhi kebutuhan
dengan mendukung
partisipasi dan
kemandirian pasien
2. Gangguan Eliminasi Urin Tupan : Manajemen Eliminasi Urine 1. Memberikan informasi
berhubungan dengan Setelah dilakukan 1. Monitor eliminasi urine tentang fungsi ginjal
pembentukan batu saluran asuhan keperawatan termasuk frekuensi, dan adanya
Kemih selama 3 x 24 jam komplikasi,
diharapkan gangguan konsistensi, bau, volume, contoh infeksi dan
eliminasi urine teratasi dan warna perdarahan.
2. Ajarkan pasien untuk 2. Hidrasi yang cukup
Tupen : minum 8 gelas per hari meningkatkan
Setelah dilakukan pada saat makan, di pengenceran kemih dan
asuhan keperawatan antara waktu makan, dan membantu mendorong
selama 1 x 24 di awal petang lewatnya batu
diharapkan klien tidak 3. Ajarkan pasien mengenai 3. Membantu identivikasi
merasakan nyeri saat tanda dan gejala infeksi dini jika terjadi infeksi
pengeluaran urine saluran kemih saluran kemih sehingga
dapat ditindaklanjuti
Kriteria Hasil : Bantuan Berkemih sesegera mungkin
a. Pengeluaran urine 4. Berikan privasi untuk 4. Privasi dalam eliminasi
tanpa nyeri, eliminasi memberi rasa
kesulitan di awal 5. Berikan cukup waktu nyamanan bagi
atau urgensi untuk pengosongan individu
b. Bau, jumlah dan kandung kemih (10 5. Adanya batu dalam
warna urine dalam menit) saluran kemih
rentang yang menghambat haluaran
diharapkan urine sehingga
membutuhkan waktu
lebih lama dalam
pengosongan kandung
kemih
3. Ketidak seimbangan nutrisi Tupan : Nutrition management Nutrition management
kurang dari kebutuhan Setelah dilakukan 1. Kaji adanya alergi makan 1. Mengetahui intake
tubuh berhungan dengan asuhan keperawatan 2. Kolaborasi dengan ahli masukan pasien dan
mual, muntah dari efek selama 3 x 24 jam gizi untuk menentukan menentukan intervensi
sekunder nyeri. diharapkan ketidak jumlah kalori dan nutrisi yang sesuai
seimbangan nutrisi yang dibutuhkan pasien. 2. Meningkatkan
klien teratasi 3. Anjurkan pasien untuk keseimbangan nutrisi
meningkatkan intake. yang adekuat
Tupen : 4. Anjurkan pasien untuk 3. Meningkatkan
Setelah dilakukan meningkatkan protein kesehatan pasien
asuhan keperawatan dan vitamin C. 4. Dapat meningkatkan
selama 1 x 24 jam 5. Berikan subtansi gula. intake yang adekuat
diharapkan gangguan 6. Yakinkan diet yang 5. Meningkatkan gula
ketidakefektifan nutrisi dimakan mengandung darah
berkurang tinggi serat untuk 6. Mempermudah
mencegah konstipasi. melancarkan defekasi
Nutritional status : 7. Berikan makanan yang
dipilih (sudah
1. Nutritioanal status : dikonsultasikan dengan 7. Nutrisi yang adekuat
food and fluid ahli gizi ). dapat meningkatkan
inatake. 8. Ajarkan pasien status kesehatan
2. Nutritional status : bagaimana membuat 8. Mempertahankan
nutrient intake. catatan makan harian. nutrisi pasien yang
3. Weight control 9. Monitor jumlah nutrisi adekuat
dan kandungan kalori. 9. Mepertahankan
Kriteria Hasil : 10. Berikan informasi keseimbangan nutisi
1. Adanya peningkatan tentang kebutuhan 10. Pengetahuan yang
berat badan sesuai nutrisi. cukup dapat
dengan tujuan . 11. Kaji kemampuan pasien meningkatkan motivasi
2. Berat badan ideal untuk mendapatkam pasien
sesuai dengan tinggi nutrisi yang dibutuhkan 11. Menjaga kebutuhan
badan nutrisi
3. Mampu Nutrition monitoring
mengidentifikasi 1. BB pasien dalam batas Nutrition monitoring
kebutuahan nutrisi normal. 1. Meningkatkan
4. Tidak ada tanda- 2. Monitir adanya keseimbangan nutrisi
tanda malnutrisi. penurunan berat badan. 2. Penurunan berat badan
5. Menunjukkan menunjukkan
peningkatan fugsi
2

01 pengecapan dari 3. Monitor tipe dan jumlah kebutuhan nutrisi yang


menelan.
aktifitas yang bisa tidak adekuat
6. Tidak terjadi
penurunan berat dilakukan. 3. Aktivitas yang baik
4. Monitor lingkungan dapat meningkat intake
selama makan masukan nutrisi
4. Lingkungan yang
nyaman meningkatkan
nafsu makan
4. Tupan : 1. Agar klien mampu
Ansietas berhubungan 1. Bimbingan antisipasi:
mengungkapkan
Setelah dilakukan mempersiapkan pasien
dengan krisis situasional masalah
menghadapi kemungkinan
asuhan keperawatan 2. Klien dapat merasa lega
krisis perkembangan dan
dan perawat dapat
selama 3 x 24 jam atau situasional
mengetahui masalah
diharapkan ansietas 2. Penurunan ansietas: yang dihadapi
meminimalkan 3. Memberikan suasana
berkurang
kekhawatiran, ketakutan, tenang agar klien tidak
prasangka, atau perasaan terdistraksi dan merasa
tidak tenang yang nyaman dalam
Tupen :
berhubungan dengan mengungkapkan
Setelah dilakukan sumber bahaya yang masalahnya
diantisipasi dan tidak jelas 4. Mengetahui
asuhan keperawatan
perkembangan klien
3. Teknik menenangkan diri:
selama 1 x 24 jam dan klien termotivasi
meredakan kecemasan
untuk melakukannya
Diharapkan ansietas pada pasien yang
5. Terapi berguna untuk
berkurang dibuktikan mengalami distres akut
menurunkan tingkat
oleh bukti tingkat
4. Peningkatan koping: kecemasan klien
ansietas hanya ringan
membantu pasien untuk
sampai sedang, dan
beradaptasi dengan
selalu menunjukan
persepsi stresor,
pengendalian diri
perubahan atau ancaman
terhadap ansietas,
yang menghambat
konsentrasi, koping, dan
pemenuhan tuntutan dan
tingkatan hiperaktivias
peran hidup
Kriteria hasil: 5. Terapi relaksasi:
1. Merencanakan menerapkan teknik untuk
strategi koping untuk meningkatkan dan
situasi penuh tekanan memperoleh relaksasi
2. Mempertahankan untuk menurunkan tanda
peforma peran dan gejala yang tidak
3. Memantau distorsi diinginkan, seperti nyeri,
persepsi sensori ketegangan otot, atau
4. Memantau ansietas
manisfestasi perilaku
ansietas
5. Menggunakan
relaksasi untuk
meredakan ansietas
5. Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing oders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Terdapat 3 tahap dalam
tindakan keperawatan, yaitu persiapan, perencanaan dan dokumentasi (Nursalam,
2009 : 127).

Kegiatan implementasi pada klien dengan batu ginjal adalah membantunya


mencapai kebutuhan dasar seperti :
a. Melakukan pengakajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau
mamantau status atau masalah yang ada.
b. Melakukan penyuluhan untuk membantu klien mamperoleh pengetahuan baru
mangenai kesehatan mereka sendiri atau penatalaksanaan penyimpangan.
c. Membantu klien membuat keputusan tentang perawatan kesehatan dirinya
sendiri.
d. Konsultasi dan rujuk pada profesional perawatan kesehatan lainnya untuk
memperoleh arahan yang tepat.
e. Memberikan tindakan perawatan spesifik untuk menghilangkan, mengurangi
atau mengatasi masalah kesehatan.
f. Membantu klien untuk melaksanakan aktivitas mereka sendiri.

6. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yan
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan
mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan
(Nursalam, 2009 : 135).

Evaluasi dapat dibagi dua, yaitu evaluasi hasil atau formatif dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan, evaluasi hasil sumatif dilakukan dengan membandingkan
respons klien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan.

Problem-Intervention-Evaluation adalah suatu singkatan masalah, intervensi dan


evaluasi. Sistem pendokumentasian PIE adalah suatau pendekatan orientasi-proses
pada dokumentasi dengan penekanan pada proses keperawatan dan diagnosa
keperawatan (Nursalam, 2009 : 207)

Proses dokumentasi dimulai pengkajian waktu klien masuk diikuti pelaksanaan


pengkajian sistem tubuh setiap hari setiap pergantian jaga (8 jam), data masalah
hanya dipergunakan untuk asuhan keperawatan klien jangka waktu yang lama
dengan masalah yang kronis, intervensi yang dilaksanakan dan rutin dicatat dalam
“flowsheet”, catatan perkembangan digunakan untuk pencatatan nomor intervensi
keperawatan yang spesifik berhubungan dengan masalah, intervensi langsung
terhadap penyelesaian masalah ditandai dengan “I” (intervensi) dan nomor masalah
klien, keadaan klien sebagai pengaruh dari intervensi diidentifikasikan dengan
tanda “E” (Evaluasi) dan nomor masalah klien, setiap masalah yang diidentifikasi
dievaluasi minimal setiap 8 jam (Nurasalam, 2009 : 208).
DAFTAR
PUSTAKA

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi


dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.


Jakarta: DPP PPNI

Muttaqin A & Sari K, (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan


System Perkemihan. Jakarta : Salamba Medika

Marya. (2013). Buku Ajar Patofisiologi. Tanggerang Selatan :


Binarupa Aksara

Putri & Wijaya. S.A. (2013). KMB I Keperawatan Medikal Bedah


(Keperawatan dewasa). Yogyakarta : Nuha Medika

Saputra dan Dwisang Evi. (2014). Anatomi dan Fisiologi untuk


Perawat dan Paramedis. Tangerang selatan : Binarupa Aksara
Publisher.

Suharyanto & Madjid. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien


Dengan Gangguan System Perkemihan. Jakarta : Transinfo Media.

Willkinson, Judith M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan :


diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil / NOC. Alih
bahasa : Esty Wahyuningsih, editor edisi bahasa Indonesia: Dwi
Widiarti. Edisi 9. Jakarta: EGC

Wardani F.A.M, (2014). Hubungan Batu Saluran Kemih dengan


Penyakit Ginjal Kronik Di Rumah Sakit An-Nur Yogyakarta
Periode Tahun 2012-2013. Yogyakarta (Tidak Di Publikasikan).

Wijayaningsi. S. K. (2013). Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta:


CV. Trans Info Media
SOAL KASUS

1. Seorang laki – laki (55 tahun) dirawat di Rumah Sakit setelah menjalani operasi batu
ginjal. Hari ini pasien sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Perawat akan
melepaskan kateter urine yang terpasang dan saat ini telah menggunakan handscond .
Apakah tindakan yang tepat dilakukan perawat setelah menjelaskan prosedur pada
pasien ?
a. Memasang sampiran
b. Memasang pengalas dibawah pada pasien
c. Menarik selang kateter saat pasien ekspirasi
d. Mengeluarkan cairan dan balon menggunakan spuit
e. Melakukan latihan kandung kemih

2. Seorang perempuan 61 tahun datang ke poliklinik rumah sakiti melaporkan sering


nyeri saat berkemih, kadang kadang keluar darah, setelah dilakukan pemeriksaan
USG di duga menderita batu ginjal. Hasil pemeriksaan LAB dalam batas normal
kecuali Ca2+ dan oksalat. RR 20 x/menit, TD 160/100 MmHg, HR 80 x/menit.
Apakah faktor risiko terbentuknya batu ginjal berdasarkan kasus diatas?
a. hypoalbuminemia
b. hypopospatemia
c. uricemia
d. proteinuria
e. hypercalsemia

3. Seorang perempuan yang sudah berusia 51 tahun dirawat dirumah sakit karena
mengeluh nyeri pada bagian pinggang dan di diagnosis batu ginjal . Hasil
pemeriksaan menunjukan Urine keluar sedikit, warna urine kuning keruh , skla nyeri
7 (0-10), mual dan muntah, Td 140/80 , RR 23xmnt, S 36,8
Manakah masalah utama dari kasus tersebut?
a. Nyeri
b. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
c. Intoleransi aktivitas
d. Resiko terjadinya kekurangan cairan berhubungan
e. Gangguan Eliminasi Urine

LAPORAN KASUS
Asuhan Keperawatan Pada Ny. Z Dengan Post Operasi
PNCL Atas Indikasi Batu Ginjal

Untuk Memenuhi Tugas Program Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB)

Oleh :
Kelompok 10

PROGRAM PROFESI NERS XXV


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL
BANDUNG
2020
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas klien
Nama : Ny. Z
Tempat tanggal lahir / umur : Indramayu, 29 Juli 1963 / 57 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku bangsa : Jawa, Indonesia
Status perkawinan : Sudah menikah
Alamat : Indramayu Selatan
No. Medrec : 33.67.97
Tanggal masuk RS : 31 Mei 2020
Tanggal pengkajian : 07 Juni 2020
Tanggal operasi : 04 Juni 2020
Diagnosa medis : Batu Ginjal

b. Identitas penanggung jawab


Nama penanggung jawab : Tn. R
Usia : 34 Tahun
Pekerjaan : Dagang
Hubungan dengan klien : Anak
Alamat : Indramayu Selatan

2. Riwayat kesehatan klien


a. Keluhan Utama
Nyeri pinggang kanan
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri pinggang kanan
menjalan ke perut dan tidak dipengaruhi mobilitas fisik, nyeri dirasakan
bertambah berat dalam 2 hari ini dan tidak hilang dengan minum obat yang
biasa di makan nyeri yang dirasakan seperti ditusuk - tusuk, skala nyeri
4, Ny. Z
mengatakan nyerinya terasa kadang – kadang. Pada saat pengkajian Ny. Z
mengatakan nyeri pada bagian bekas luka operasi dipinggang sebelah kanan
c. Riwayat Penyakit Masa Lalu
Ny. Z mengatakan bahwa klien pernah melakukan operasi batu ginjal pada
tahun 2009 dan klien pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Ny. Z mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
yang sama seperti yang dialami Ny. Z, tidak memiliki penyakit keturunan
seperti DM, Hipertensi, Jantung dan penyakit menular TBC, HIV, Hepatitis.
e. Genogram

Keterangan :

: Perempuan atau : Meninggal : Tinggal dalam satu rumah


: Laki – laki : Menikah

: Klien : Keturunan
3. Pola aktivitas sehari – hari
No. Jenis Aktivitas Sebelum Sakit Selama Sakit
1. Pola makan dan minum
a. Makan
Jenis makanan Nasi, tempe, tahu, Makan makanan
ikan dan sayur yang di sedikan RS
Frekuensi 3x1 3x1
Jumlah makanan 1 porsi ¼ porsi
Makanan pantangan Tidak ada Tidak ada
Gangguan / keluhan Tidak ada Penurunan nafsu
makan
b. Minum
Jenis minuman Air putih, minuman Air putih
suplemen
Frekuensi 8 gelas / hari 4 gelas/hari
Jumlah minuman 1000cc 500 cc
Gangguan / keluhan Tidak ada Tidak ada
2. Pola eliminasi
a. BAB
Frekuensi 1 x sehari 1 x selama di rawat
Konsistensi dan warna Lunak/ kuning Lunak/ kuning
Bau Khas Khas
Gangguan /keluhan Tidak ada Tidak ada
b. BAK
Frekuensi 4 – 5 x/hari 200 cc
Warna Kuning Kekuningan
Bau Amoniak Amoniak
Gangguan / keluhan Tidak ada Tidak ada
3. Pola istirahat/tidur
a. Siang
Waktu 14.00 – 15.00 13.00 – 14.30
Lama 1 jam 30 menit
Kualitas/gangguan Tidak ada Tidak ada
b. Malam
Waktu 21.00 – 05.00 23.00 - 03.30
Lama 8 jam 5 jam
Kualitas / gangguan Tidak ada Beban pikiran
4. Personal hygiene
Mandi 2x sehari Belum mandi
Cuci rambut 2x seminggu Belum cuci rambut
Gosok gigi 2x sehari 1x sehari
Ganti pakaian 2x sehari 1x sehari
Gunting kuku 1x seminggu Tidak ada
Gangguan / masalah Tidak ada Tidak ada
5. Pola aktivitas/ latihan fisik
Mobilisasi/jenis aktivitas Ibu rumah tangga Tidak bekerja
Waktu/lama/frekuensi - -
Gangguan / masalah Tidak ada Tidak dapat
beraktivitas karena
adanya kelemahan
fisik
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Tingkat Kesadaran
a) Kualitatif : Composmentis
b) Kuantitatif : 15 E4 M6 V5
2) Tanda – Tanda Vital :
a) TD : 135/80 mmHg
b) Nadi : 85x / menit
c) Respirasi : 20 x/ menit
d) Suhu : 37o C
3) Antropometri
a) Tinggi Badan : 158 cm
b) Berat Badan : 45 kg
c) IMT : 18.0 Kg/m2
b. Data Fisik
1) Sistem Pernafasan
Inspeksi : Simetris kiri-kanan, pengembangan/pergerakan dinding dada
simetris, tidak tampak adanya pembengkakan, tidak tampak adanya
perlukaan Palpasi :Tidak teraba adanya pembengkakan, tidak ada nyeri
tekan,pergerakan dinding dada teraba, taktil fremitus teraba sama kuat
pada lapang paru kiri dan kanan.
Perkusi :Sonor di kedua lapang paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler dan tidak ada suara nafas tambahan,
RR : 20x/menit
2) Sistem Cardiovaskuler
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat pada ICS IV linea Medio
Clavicularis sinistra, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Batas jantung kanan atas : ICS II Linea Para Sternalis Dextra.
Batas jantung kanan bawah : ICS IV Linea Para Sternalis Dextra. Batas
jantung kiri atas : ICS II Linea Para Sternalis Sinistra. Batas jantung kiri
bawah : ICS IV Linea Medio Clavicularis Sinistra.
Auskultasi : Terdengar pada ICS IV linea Medio Clavicularis sinistra.
Bunyi jantung I : Lup, bunyi jantung II : Dup. Tidak ada bunyi jantung
tambahan
3) Sistem Neurologi
Nervus I : normal
Nervus II : Ny. Z dapat melihat pemeriksaan
Nervus III (Okulomotoris) : reaksi pupil kanan dan kiri terhadap cahaya
baik, ukuran pupil kanan dan kiri 3 mm
Nervus IV (Tochiearis) : dapat membuka dan menutup kembali
Nervus V (Trigeminus) : Ny. Z dapat menggerakkan rahang ke kanan
dan kiri
Nervus VI (Abdusen): Ny. Z mampu menggerakkan bola mata
Nervus VII (Facial) : Ny. Z mampu mengerutkan dahi, menutup mata,
memperlihatkan gigi dan menjulurkan lidah
Nervus VIII (Trigeminus) : Ny. Z mendengar dengan baik
Nervus IX (vertibulokoklear) : pasien dapat mereflekkan rasa muntah
Nervus X (Vagus) : Ny. Z tidak mengalami gangguan menelan
Nervus XI (Aksesorius) : Ny. Z dapat mengangkat bahu keatas
Nervus XII (Hipoglosus) : pasien bisa menjulurkan lidah keluar
4) Sistem Gastrointestinal
Inspeksi :Tampak simetris, tidak tampak pembesaran yang abnormal,
tidak tampak adanya perlukaan.
Auskultasi : Bising usus 10 kali/menit.
Palpasi :Tidak teraba adanya pembengkakan, terdapat nyeri tekan pada
daerah Abdomen kuadran atas sinistra.
Perkusi : suara bising usus timpani
5) Sistem Pencernaan
Tampak simetris, mukosa bibir tampak kering, tidak ada gangguan
menelan, gigi sudah tidak lengkap, tidak memakai gigi palsu, turgor
kulit normal kembali <2detik
6) Sistem Urogenital
Inspeksi : Genitalia klien bersih, tidak terdapat kelainan pada genitalia
klien, dan klien terpasang kateter
7) Sistem Imunologi
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
8) Sistem Endokrin
Tampak simetris, tidak tampak pembengkakan kelenjar tiroid dan
kelenjar getah bening, tidak ada perlukaan, vena jugularis tidak terlihat
tapi teraba
9) Sistem Integumen
Rambut tampak beruban, berminyak, tidak ada ketombe, berbau, tidak
rontok dan rambut tidak mudah di cabut, warna kulit kuning lansat,
tidak tampak adanya perlukaan.
10) Sistem Muskuloskeletal
Ekstremitas atas :
Inspeksi :Simetris kiri dan kanan, warna kulit kuning lansat, kulit tampak kering, dan
terpasang infus pada tangan sebelah kiri (Sodium Chlorium 20 tetes per menit).
Palpasi :Tidak ada pembengkakan dan tidak ada fraktur. 5 5

5 5
Ekstremitas bawah :
Inspeksi :Simetris kiri dan kanan, warna kulit kuning lansat, kulit tampak
kering, tidak ada pembengkakan.
Palpasi :Tidak ada pembengkakan dan tidak ada fraktur. Kekuatan otot :

5 5

5 5
11) Punggung
Tidak tampak adanya kelainan pada tulang punggung, tidak teraba
adanya pembengkakan, dan tidak ada perlukaan
12) Pinggang
Terdapat luka post operasi di pinggang sebelah kanan ± 2 cm luka
tampak memerah dan mengeluarkan nanah. Tampak terpasamgg slang
drain di pinggang sebelah kanan pasien, berwarna merah gelap, ± 8 cc.
Pada pinggang sebelah kiri tampak bekas luka operasi ± 10 cm
5. Data Psiko – Sosial – Spiritual
a. Data Psikologis
1. Pengaruh penyakit terhadap psikologi
Ny. Z tampak tenang menjelaskan penyakit yang dialami, merespon
semuanya dengan baik
2. Persepsi klien terhadap penyakit
Ny. Z menganggap keadaan saat ini merupakan ujian hidup
3. Harapan klien terhadap pelayanan keperawatan
Ny. Z berharap mendapatkan pelayanan yang baik dan ingin segera
kembali di rumah berkumpul bersama keluarga
b. Data Sosial
1. Hubungan klien dengan orang lain
Hubungan Ny. Z dengan orang lain dan keluarga baik – baik saja
2. Peran dan fungsi klien dalam keluarga /
masyarakat Peran Ny. Z dalam keluarga sebagai
anak pertama
c. Data Spiritual
Klien beragama islam, dalam kondisinya sekarang ibadah Ny. Z terganggu
klien meyakini bahwa ini adalah cobaan dari allah, klien juga meyakini
bahwa kesembuhan datangnya dari Tuhan

6. Data penunjang
Diagnosa medis : batu ginjal
Pemeriksaan diagnostic 04 Juni 2020
No. Nama pemeriksaaan Jumlah Satuan Rujukan
1. HGB 6.7 (g/dl) 12.0 – 14.0
2. RBC 2.32 (10ˆ6/ul) 4.0 – 5.0
3. HCT 19.3 (%) 37.0 – 43.0
4. WBC 9.57 (10ˆ3/ul) 5.0 – 10.0
5. PLT 324 (10ˆ3/ul) 150 – 400
Pemeriksaan diagnostic 08 Juni 2020
No. Nama pemeriksaaan Jumlah Satuan Rujukan
1. HGB 12.9 (g/dl) 12.0 – 14.0
2. RBC 4.51 (10ˆ6/ul) 4.0 – 5.0
3. HCT 36.2 (%) 37.0 – 43.0
4. WBC 17.30 (10ˆ3/ul) 5.0 – 10.0
5. PLT 343 (10ˆ3/ul) 150 – 400

Chemistry Result (serum / plasma)


Tanggal pemeriksaan : 04 Juni 2020
No. Nama pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
1. CREAT 79 mg/dL 0.80 – 1.30
2. Urea 17 14 - 43

7. Therapy
Infuse sodium chlorium20 tetes/ menit
Cefoperazon 2x1 mg
Ondancentron 2x1 mg
Lasix 2x1 mg
B. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
1. Data Subyektif : Terbentuknya batu Resiko tinggi
- Klien mengatakan ginjal terhadap infeksi
lukanya bernanah
dan berdarah Batu menyumbat
Data Obyektif : diginjal, ureter,
- Terdapat ada balutan vessicae erinaria dan
luka di pinggang uretra
sebelah kanan
- Luka klien ±2 cm. Terjadi obstruksi
- TD : 135/80 mmHg
HR : 85 kali/menit Adanya kuman
RR : 20 kali/menit proteus spp,
Suhu : 37 0C klebsiella, serratia,
enterobakter,
pseudomonas, dan
staphiloccocus

Infeksi

Terjadi peradangan
(inflamasi)

Suhu meningkat

Resiko tinggi
terhadap infeksi
2. Data subyektif : Pengendapan garam Nyeri akut
- Klien mengatakan nyeri mineral, infeksi,
pingang sebelah kanan mengubah Ph urine
bekas operasi. dari asam menjadi
alkalis
- Klien mengatakan nyeri
yang dirasakan seperti Pembentukan batu
menusuk-nusuk.
Data obyektif : Obstruksi saluran
- Klien tampak terpasang kemih
slang dipinggang
sebelah kanan. Obstruksi ureter
- Klien tampak meringis
- Klien tampang Kalkulus berada di
memegang pinggang ureter
sebelah kanan
- Klien terlihat gelisah Gesekan pada
- Skala nyeri 4 dinding ureter

- TD : 135/80 mmHg
HR : 85 kali/menit Nyeri

RR : 20 kali/menit
Suhu : 37o C
3. Data Subyektif : Pengendapan garam Ketidakseimbangan
- Klien mengatakan mineral, infeksi, nutrisi kurang dari
saat mau makan nasi mengubah Ph urine kebutuhan tubuh.
perutnya terasa dari asam menjadi
mual. alkalis
- Klien mengatakan
nafsu makan Pembentukan batu
nenurun.
- Klien mengatakan Obstruksi saluran
makanya hanya ¼ kemih
porsi
Data Obyektif : Peningkatan distensi
- Klien tampak lemas abdomen
- Klien tampak tidak
menghabiskan porsi Anoreksia
makananan yang
telah di sediakan. Mual/muntah
- TD : 135/80 mmHg
HR : 85 kali/menit Output berlebihan
RR : 20 kali/menit
Suhu : 37 0C Gangguan
pemenuhan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
4. Data Subyektif : Batu saluran kemih Defisit perawatan
- Klien mengatakan diri mandi
sudah 3 hari belum Pembedahan
mandi.
- Klien mengatakan Post operasi
badanya berkeringat
dan lengket. Hematuria
- Klien mengatakan
tidak nyaman. Tirah
- Wajah klien tampak
kusam Gangguan defisit
Data Obyektif : perawatan diri
- Kulit klien tampak
berdaki dan kotor.
- Badan klien berbau
- Terpasang slang di
pinggang sebelah
kanan pasien.
- Terpasang infuse
ditanggan sebelah
kanan.
- Klien terpasang
kateter.
5. Data Subyektif : Faktor Ekstrinsik Gangguan
- klien mengatakan (Asupan air Eliminasi Urine
sering bolak – mengandung kapur)
balik ke kamar ↓
mandi untuk Proses kristalisasi
buang air kecil dan agresi substansi
- Klien mengatakan ↓
setiap BAK Pengendapan batu
kencingnya keluar ↓
sedikit - sedikit Pembentukan Batu
Data Obyektif : Saluran Kemih
- Volume residu ↓
urin 200 cc Hambatan aliran
urine

Gangguan
Eliminasi Urine

C. Perumusan Diagnosa Keperawatan


1. Resiko infeksi berhungan dengan Insisi bedah / adanya luka bekas operasi
2. Nyeri akut berhungan dengan agen cidera fisik
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhungan dengan
Mual, muntah dari efek sekunder nyeri
4. Deficit perawatan diri b.d kelemahan dan kelelahan
5. Gangguan Eliminasi Urin berhubungan dengan pembentukan batu saluran kemih

D. Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhungan dengan agen cidera fisik
2. Gangguan Eliminasi Urin berhubungan dengan pembentukan batu saluran kemih
3. Resiko infeksi berhungan dengan Insisi bedah / adanya luka bekas operasi.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhungan dengan
Mual, muntah dari efek sekunder nyeri
5. Deficit perawatan diri b.d kelemahan dan kelelahan
E. Rencana Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri akut b.d agen Tupan : 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Mengetahui perkembangan
cidera fisik Setelah dilakukan asuhan secara komprehensif nyeri dan tanda-tanda nyeri
keperawatan selama 3 x 24 termasuk lokasi, sehingga dapat menentukan
jam diharapkan nyeri hilang karateristik, durasi, intervensi selanjutnya
frekuensi, dan kualitas. 2. Mengetahui respon pasien
Tupen : 2. Observasi reaksi non terhadap nyeri
Setelah dilakukan asuhan verbal dari 3. Mengetahui keadaan umum
keperawatan selama 1 x 24 ketidaknyamanan. pasien terhadap reaksi
jam diharapkan nyeri 3. Monitor vital sign. nyerinya
berkurang 4. Ajarkan teknik relaksasi 4. Menurunkan ketegangan
(Tarik nafas dalam). otot, sendi dan melancarkan
Kriteria hasil : peredaran darah sehingga
a. Skala nyeri 0 dapat mengurangi nyeri
b. Klien mengatakan
nyeri berkurang
c. Klien nyaman dan
tenang
2. Gangguan Eliminasi Urin Tupan : Manajemen Eliminasi Urine 1. Memberikan informasi
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor eliminasi urine tentang fungsi ginjal dan
pembentukan batu keperawatan selama 3 x 24 termasuk frekuensi, adanya komplikasi, contoh
saluran kemih jam diharapkan gangguan konsistensi, bau, volume, infeksi dan perdarahan.
eliminasi urine teratasi dan warna 2. Hidrasi yang cukup
2. Ajarkan pasien untuk meningkatkan pengenceran
Tupen : minum 8 gelas per hari kemih dan membantu
Setelah dilakukan asuhan pada saat makan, di antara mendorong lewatnya batu
keperawatan selama 1 x 24 waktu makan, dan di awal 3. Membantu identivikasi dini
diharapkan klien tidak petang jika terjadi infeksi saluran
merasakan nyeri saat 3. Ajarkan pasien mengenai kemih sehingga dapat
pengeluaran urine tanda dan gejala infeksi ditindaklanjuti sesegera
saluran kemih mungkin
Kriteria Hasil : 4. Privasi dalam eliminasi
a. Pengeluaran urine tanpa Bantuan Berkemih memberi rasa nyamanan
nyeri, kesulitan di awal 4. Berikan privasi untuk bagi individu
atau urgensi eliminasi 5. Adanya batu dalam saluran
b. Bau, jumlah dan warna 5. Berikan cukup waktu kemih menghambat
urine dalam rentang yang untuk pengosongan haluaran urine sehingga
diharapkan kandung kemih (10 menit) membutuhkan waktu lebih
lama dalam pengosongan
kandung kemih
3. Nutrisi kurang dari Tupan : 1. Kaji adanya alergi 1. Mengetahui intake masukan
kebutuhan tubuh b.d Setelah dilakukan asuhan makanan. pasien dan menentukan
perjalan penyakit keperawatan selama 3 x 24 2. Kolaborasi dengan ahli intervensi yang sesuai
jam diharapkan tidak ada gizi untuk menentukan 2. Meningkatkan
malnutrisi jumlah kalori dan nutrisi keseimbangan nutrisi yang
yang dibutuhkan pasien. adekuat
Tupen : 3. Anjurkan pasien untuk 3. Meningkatkan kesehatan
Setelah dilakukan asuhan meningkatkan intake. pasien
keperawatan selama 1 x 24 4. Berikan makanan yang 4. Nutrisi yang adekuat dapat
jam diharapkan kebutuhan dipilih (sudah meningkatkan status
nutrisi pasien dapat terpenuhi dikonsultasikan dengan kesehatan
kembali ahli gizi ). 5. Pengetahuan yang cukup
5. Berikan informasi tentang dapat meningkatkan
Kriteria hasil : kebutuhan nutrisi. motivasi pasien
a. Berat badan 6. Kaji kemampuan pasien 6. Menjaga kebutuhan nutrisi
meningkat untuk mendapatkam
b. Nafsu makan nutrisi yang dibutuhkan.
meningkat
c. Tidak mual dan
muntah

4. Resiko infeksi b.d insisi Tupan : 1. Monitor tanda-tanda vital 1. Suhu yang meningkat
bedah/adanya luka bekas Setelah dilakukan asuhan 2. Kaji keadaan luka. mengindikasikan terjadinya
operasi keperawatan selama 3 x 24 3. Lakukan perawatan luka. infeksi
jam diharapkan pasien dari 4. Inspeksi kondisi luka/ 2. Mengidentifikasi apakah
tanda dan gejala infeksi insisi bedah. ada tanda-tanda infeksi
5. Bersihkan lingkungan 3. Untuk mencegah
Tupen : setelah dipakai pasien lain. kontaminasi kuman masuk
Setelah dilakukan asuhan 6. Cuci tangan setiap ke luka insisi sehingga
keperawatan selama 1 x 24 sebelum dan sesudah menurunkan resiko
jam diharapkan resiko infeksi tindakan keperawatan. terjadinya infeksi
dapat di minimalisir 7. Monitor tanda dan gejala 4. Mengidentifikasi indikasi –
infeksi sistemik dan lokal indikasi kemajuan atau
Kriteria hasil : penyimpangan dari hasil
a. paisen bebas dari yang diharapkan
tanda dan gejala 5. Meminimalkan risiko
infeksi infeksi
b. TTV dalam batas 6. Agar tidak terjadi risiko
normal infeksi maupun penularan
7. Meminimalkan adanya
infeksi sistemik dan lokal
5. Defisit perawatan diri b.d Tupan : 1. Kaji kemampuan klien 1. Mengetahui kemampuan
kelemahan dan kelelahan Setelah dilakukan asuhan untuk perawatan diri yang klien dalam perawatan
keperawatan selama 3 x 24 mandiri. dirinya sendiri.
jam diharapkan pasien bisa 2. Sediakan bantuan sampai 2. Mendukung klien dalam
melakukan perawatan diri klien mampu secara utuh melakukan aktivitas dengan
mandi mandiri untuk melakukan aktivitas bantuan sampai klien bisa
secara mandiri. melakukan aktivitas secara
Tupen : 3. Dukung keluarga untuk mandiri
Setelah dilakukan asuhan berpartisipasi dalam 3. Meningkatkan rasa nyaman
keperawatan selama 1 x 24 membantu aktivitas klien klien
jam diharapkan pasien dapat 4. Monitor integritas kulit 4. Mengetahui perkembangan
melakukan perawatan diri klien. penyakit dan mencegah
mandi dibantu 5. Lakukan personal hygiene terjadinya komplikasi
keluarga/perawat melalui deteksi dini pada
kulit
Kriteria hasil : 5. Mempertahankan
a. Klien mengatakan rasa kebersihan diri
nyaman dan segar
setelah mandi.
F. Implemantasi Keperawatan
Hari/ Diagnosa Keperawatan Jam Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan Tanda
Tanggal Tangan
07 Juni Nyeri akut berhungan 16.00 1. Monitor tanda-tanda vital S : Klien mengatakan nyeri
2020 dengan agen cidera fisik 16.10 2. Lakukan pengkajian nyeri pada bagian pinggang sebelah
secara komperhensif kanan, nyerinya hilang timbul
termasuk lokasi skala nyeri 4
karakteristik, durasi O :
frekuensi, kualitas dan - TD 135/80 mmHg, HR
16.20 faktor presipitasi. 85x/ menit, RR
3. Observasi reaksi 20x/menit, Suhu 37 oC,
16.40 nonverbal dari GCS 15 E4M6V5
ketidaknyamanan. (composmentis)
4. Mengajarkan tentang - Klien tampak meringis
16.50 teknik non farmakologi memegang perut bagian
(Teknik nafas dalam) bawah dan pinggang
5. Menganjurkan klien untuk A : Masalah nyeri belum
meningkatkan istirahat teratasi
P : intervensi dilanjutkan
1. Lakukan pengkajian
nyeri secara
komperhensif termasuk
lokasi, karakteristik,
durasi frekuensi,
kualitas dan factor
presipitasi.
2. Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan
3. Observasi tanda-tanda
vital.
4. Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan berulang).
5. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi.
6. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
(teknik relaksasi nafas
dalam)
7. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
I:
1. Monitor tanda-tanda
vital
2. Lakukan pengkajian
nyeri secara
komperhensif termasuk
lokasi karakteristik,
durasi frekuensi,
kualitas dan faktor
presipitasi.
3. Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan.
4. Mengajarkan tentang
teknik non farmakologi
(Teknik nafas dalam)
5. Menganjurkan klien
untuk meningkatkan
istirahat
E:
1. TD 135/80 mmHg, HR
85x/ menit, RR
20x/menit, Suhu 37 oC,
2. Klien mengatakan nyeri
pada pinggang sebelah
kanan, dengan skala 4
nyerinya hilang timbul
3. Klien nampak meringis
memegang perut bagian
bawah dan pinggang.
4. Klien Nampak
mengikuti apa yang
diajarkan (teknik
relaksasi nafas dalam
dan distraksi)
5. Klien nampak mengerti
dengan apa yang
dianjurkan dan akan
melakukannya.
Gangguan Eliminasi Urin 17.00 1. Ajarkan pasien untuk S : Klien mengatakan BAK
berhubungan dengan minum 200 ml cairan pada masih terasa sakit, masih butuh
pembentukan batu saluran saat makan, di antara waktu cukup lama untuk
kemih waktu makan dan di awal menuntaskan BAK-nya dan
petang urine masih berwarna kuning
17.10 2. Ajarkan pasien tentang keruh
tanda dan gejala infeksi O : Klien nampak cukup lama
saluran kemih yang harus saat masuk WC, warna urine
dilaporkan (misalnya kuning keruh
demam, menggigil, nyeri A : Masalah gangguan
pinggang, hematuria, serta eliminasi urin belum teratasi
perubahan konsistensi dan P : Intervensi tetap dilanjutkan
bau urine) 1. Pantau eliminasi urine,
17.20 3. Mendorong pasien untuk meliputi frekuensi,
mengungkapkan perasaan, konsistensi, bau,
ketakutan, persepsi. volume, dan warna jika
17.30 4. Mendengarkan dengan perlu
penuh perhatian 2. Ajarkan pasien untuk
minum 200 ml cairan
pada saat makan, di
antara waktu makan,
dan di awal petang
3. Berikan privasi untuk
eliminasi
4. Berikan cukup waktu
untuk pengosongan
kandung kemih (10
menit)
5. Ajarkan pasien tentang
tanda dan gejala infeksi
saluran kemih yang
harus dilaporkan
(misalnya demam,
menggigil, nyeri
pinggang, hematuria,
serta perubahan
konsistensi dan bau
urine)
I:
1. Ajarkan pasien untuk
minum200 ml cairan
pada saat makan, di
antara waktu makan
dan di awal petang
2. Ajarkan pasien tentang
tanda dan gejala infeksi
saluran kemih yang
harus dilaporkan
(misalnya demam,
menggigil, nyeri
pinggang, hematuria,
serta perubahan
konsistensi dan bau
urine)
3. Mendorong pasien
untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi.
4. Mendengarkan dengan
penuh perhatian
E:
1. Klien mengerti dan
bersedia mengikuti
instruksi yang diberikan
2. klien mengerti dengan
tanda dan gejala infeksi
yang dijelaskan perawat
3. klien mengatakan
sangat cemas dengan
penyakitnya, klien juga
mengatakan takut bila
harus dioperasi.
4. Klien menceritakan
segala keluhan yang ia
rasakan selama sakit.
Ketidakseimbang an 18.30 1. Mengkaji adanya alergi S : Klien mengatakan masih
nutrisi kurang dari makanan yaitu mual, nafsu makan menurun.
kebutuhan tubuh memperhatikan reaksi O :
berhungan dengan Mual, pasien setelah makan. - Klien tampak lemas.
muntah dari efek sekunder
nyeri
19.00 2. Menganjurkan pasien - Klien tampak tidak
untuk meningkatkan menghabiskan
intake protein dan vitamin. makanannya.
19.15 3. Memberikan makanan A : Masalah nutrisi kurang dari
yang dipilih (sudah kebutuhan tubuh belum
dikonsultasikan dengan teratasi. P : Intervensi
ahli gizi ). dilanjutkan
19.30 4. Memberikan informasi 1. Mengkaji adanya alergi
tentang kebutuhan nutrisi makanan yaitu
yaitu menjelaskan kepada memperhatikan reaksi
pasien tentang makanan pasien setelah makan.
yang mengandung 2. Menganjurkan pasien
karbohifrat, protein dan untuk meningkatkan
vitamin. intake protein dan
vitamin.
3. Memberikan makanan
yang dipilih (sudah
dikonsultasikan dengan
ahli gizi ).
4. Memberikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi yaitu
menjelaskan kepada
pasien tentang makanan
yang mengandung
karbohifrat, protein dan
vitamin.
I:
1. Mengkaji adanya alergi
makanan yaitu
memperhatikan reaksi
pasien setelah makan
2. Memberikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi yaitu
menjelaskan kepada
pasien tentang makanan
yang mengandung
karbohidrat, protein dan
vitamin
3. Memberikan makanan
yang dipilih (sudah
dikonsultasikan dengan
ahli gizi )
E:
1. Ny. Z tidak memiliki
alergi terhadap
makanan
2. Klien mengetahui
informasi mengenai
kebutuhan nutrisi
3. Ny. Z tampak tidak
menghabiskan
makanannya
Resiko infeksi berhungan 19.45 1. Mengkaji keadaan luka S:
dengan Insisi bedah / 19.55 2. Menginspeksi kondisi - Klien mengatakan ada
adanya luka bekas operasi luka/ insisi bedah bekas luka operasi di
20.10 3. Melakukan perawatan luka bagian pinggang
20.35 4. Membersihkan lingkungan sebelah kanan
setelah di pakai pasien - Klien mengatakan luka
21.55 lain. nya berdarah dan
5. Membatasi pengunjung bernanah
bila perlu. O:
- Terdapat balutan luka
pada pinggang klien.
- Luka klien tampak
berdarah dan bernanah
- Luka klien ± 2 cm
A : masalah resiko infeksi
belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
1. Mengkaji keadaan luka
2. Menginspeksi kondisi
luka/ insisi bedah
3. Melakukan perawatan
luka
4. Bersihkan lingkungan
setelah dipakai pasien
lain.
5. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
I:
1. Mengkaji keadaan luka
2. Menginsp
luka/ insis
3. Melakuka
luka
E:
1. Luka Ny
memerah
2. Luka Ny.
3. Terdapat
pada ping
08 Juni Defisit perawatan diri 05.00 1. Mengkaji kemampuan S : Klien meng
2020 berhubungan dengan klien untuk perawatan diri badannya tera
kelemahan dan kelelahan yang mandiri. setelah mandi.
05.15 2. Menyediakan bantuan O : Klien terliha
sampai klien mampu nyaman.
secara utuh untuk A : Masalah Def
melakukan aktivitas secara diri : mandi terata
mandiri. P : Intervensi dila
3. Dukung keluarga untuk 1. Mengkaji
06.00 berpartisipasi dalam klien unt
membantu aktivitas klien. diri yang

4. Monitor integritas kulit 2. Menyedia


06.15 klien. sampai k
5. Melakukan personal secara
07.00 Hygiene melakuka
secara ma
3. Dukung k
berpartisip
membantu
klien.
4. Monitor i
klien.
5. Melakuka
Hygiene
I:
1. Mengkaji
klien unt
diri yang
2. Menyedia
sampai
secara
melakuka
secara ma
3. Dukung k
berpartisi
membant
klien
4. Melakuka
Hygiene
E:
1. Ny. Z dal
diri masih
keluarga
2. Keluarga
bantuan p
Ny. Z
3. Klien dim
oleh kelua
4. Klien
bahwa ba
nyaman s

Anda mungkin juga menyukai