Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

KOLIK RENAL(RENAL COLIC)

DI RS TK. IV GUNTUNG PAYUNG

DI BANJARBARU

DOSEN PEMBIMBING : ERNAWATI, S.Kep.,Ns., M.Kep

DISUSUN OLEH :

NAMA : Ahmad Nazmy Aldavin

NIM : 11409719005

TINGKAT : II

SEMESTER : III

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA

BANJARMASIN

2020
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH KOLIK RENAL DI


RS TK. IV GUNTUNG PAYUNG DI BANJARBARU, TELAH DI SETUJUI
OLEH PEMBIMBING LAHAN DAN PEMBIMBING AKADEMIK.

Banjarbaru, Desember 2020

Ahmad Nazmy Aldavin


NIM : 11409719005
Menyetujui

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Ernawati,S.Kep.,Ns., M.Kep Ns. Nurlailatul Khairiyyah,S.Kep


NIK : 014637120 NIK : 02.19.0418.93
KOLIK RENAL

I. KONSEP DASAR TEORI


A. PENGERTIAN
Urolithiasis berasal dari bahasa Yunani Ouron, “urin” dan Lithos,
“batu” (Ram, Moteriya and Chanda, 2015).Urolithiasis secara umum
mencakup nefrolithiasis (batu ginjal), ureterolithiasis (batu ureter) dan
cystolithiasis (batu kandung kemih) (Panigrahi, Dey and Jena, 2016).
Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras
seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa
menyebabkan nyeri, perdarahan,  penyumbatan aliran kemih atau infeksi.
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam
kandung kemih (batu kandung kemih).Proses pembentukan batu ini disebut
urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis). Batu saluran kemih adalah adanya
batu di traktus urinarius. (ginjal, ureter, atau kandung kemih, uretra) yang
membentuk kristal; kalsium, oksalat, fosfat, kalsium urat, asam urat dan
magnesium.(Brunner & Suddath,2015).
Batu ginjal terbentuk bila konsentrasi garam atau mineral dalam urin
mencapai nilai yang memungkinkan terbentuknya kristal yang akan
mengendap pada tubulus ginjal atau ureter. Meningkatnya konsentrasi
garam-garam ini disebabkan adanya kelainan metabolisme atau pengaruh
lingkungan. Sebagian besar batu ginjal merupakan garam kalsium, fosfat,
oksolat serta asam urat. Batu ginjal lainnya adalah batu sistim tetapi jarang
terjadi (Nurqoriah, 2014 dalam buku ajaran keperawatan medikal bedah
Jakarta : EKG.2016).

B. ANATOMI DAN FISILOGI


1. Ginjal
Ginjal manusia berjumlah 2 buah, terletak di pinggang, sedikit di
bawah tulang rusuk bagian belakang (Danils, wibowo, 2015). Ginjal
kanan sedikit lebih rendah di banding ginjal kiri. Mempunyai panjang 7
cm dan tebal 3 cm. terbungkus dalam kapsul yang terbuka ke bawah. Di
antara ginjal dan kapsul terdapat jaringan lemak yang membantu
melindungi ginjal terhadap goncangan (Danils, wibowo, 2015).
Ginjal mempunyai nefron yang tiap-tiap tubulus dan glomerulusnya
adalah satu unit. Ukuran ginjal di tentukan oleh sejumlah nefron yang di
milikinya. Kira-kira terdapat 1,3 juta nefron dalam tiap-tiap ginjal
manusia (Ganong, 2014).
Dua ginjal terletak diluar rongga peritonium dan dikedua sisi
kolumna vertebrae seringgi T12 hingga L3. Organ berbentuk kacang
yang kaya akan pembukuh darah ini mempunyai panjang sekitar 11,4
cm dan lebar 6,4 cm. permukaan lateral ginjal berbentuk cembung,
permukaan tengahnya berbentuk cekung dan membentuk percabangan
vertikel, yang disebut hilum. Ureter, arteri renalis, vena renalis,
pembuluh darah limfatik, dan saraf masuk atau keluar ginjal di tingkat
hilum.
Dibagian internal, masing-masing ginjal mempunyai 3 bagian yang
berbeda, yaitu korteks, medula, dan pelvis. Bagian eksternal atau
korteks renal, berwarna terang dan tampak berkanula. Bagian ginjal ini
berisi glomerulus, kumpulan kecil kapiler. Glomerulus membawa
darahmeuju danmembawa produk sisa dari nefron, unit fungsional ginjal.
Medula ginjal (terletak tepat dibawah korteks) berisi masa jaringan
berbentuk kerucut yang disebut piramida ginjal, hampir seluruhnya
dibentuk oleh berkas tubulus penampung. Tubulus penampung yang
membentuk piramida tersebut mengalirkan urine ke bagian terdalam
yang disebut pelvis ginjal. Pelvis ginjal bersambung menjadi ureter saat
meninggalkan hilum. Cabang pelvis (kalik) memanjang ke arah medula
dan bekerja menampung urin serta mengalirkannya ke dalam pelvis.
Dari pelvis, urine dialirkan melalui ureter dan masuk ke dalam kandung
kemih untuk disimpan. Dinding kalik, pelvis ginjal, dan ureter terdiri atas
otot polos yang mengalirkan urine secara peristalsis.
Fungsi ginjal :
a. Menyaring dan membersihkan darah dari zat-zat sisa metabolisme
tubuh.
b. Mengekresikan zat yang jumlahnya berlebihan.
c. Reabsorbsi (penyerapan kembali) elektrolit tertentu yang dilakukan
oleh bagian tubulus ginjal.
d. Menjaga keseimbangan asam basa dalam tubuh.
e. Menghasilkan zat hormon yang berperan membentuk dan
mematangkan sel-sel darah merah (SDM) di sumsum tulang.
f. Hemostasis ginjal, mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan
komposisi air dalam darah (Guyton, 2016).

Gambar Anatomi ginjal manusia (Moore dan Agur, 2002).


2. Ureter
Ureter merupakan dua saluran dengan panjang sekitar 25-30 cm,
terbentang dari ginjal sampai vesika urinaria. Fungsi satu-satunya
adalah menyalurkan urin ke vesika urinaria (Roger watson, 2014).

Gambar Anatomi Ginjal (Sumber: fisiologi ginjal dan Cairan Tubuh, 2009)
3. Vesika Erinaria
Vesika Erinaria adalah kantong berotot yang dapat mengempis,
terletak 3-4 cm di belakang simpisis pubis (tulang kemaluan). Vesika
urinaria mempunyai 2 fungsi yaitu :
a. Sebagai tempat penyimpanan urin sebelum meninggalkan tubuh.
b. Dibantu uretra, vesika urinaria berfungsi mendorong urin keluar tubuh
(Roger watson, 2014). Di dalam vesika urinaria mampu menampung
urin antara 170 sampai 230 ml (Evelyn 2016).
4. Uretra
Menurut Saputra dan Dwisang Evi (2014) uretra adalah suatu
saluran sambungan yang membawa urine dari kandung kemih ke arah
luar. Uretra pada perempuan berukuran pendek dengan panjang 3,8 cm.
Lubang keluarnya membuka di antara bibir vagina, di atas lubang
vagina. Otot sfringter uretra perempuan terdapat di permulaan saluran
tersebut. Pada laki-laki uretra memiliki panjang 15 hingga 20 cm dari
kandung kemih ke lubang keluarnya di ujung penis. Uretra laki-laki
menjalankan dua tugas: tugas pertama adalah menyalurkan urine dan
yang kedua adalah menyalurkan mani.

C. ETIOLOGI
Menurut Purnomo (2011) dalam Wardani (2014), Terbentuknya
batu saluran kemih diduga ada hubungannya gangguan aliran urine,
gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan lain
yang masih belum terungkap (idiopatik).
Secara epidemiologis terdapat beberapa beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor
itu meliputi faktor intrinsik, yaitu keadaan yang berasal dari tubuh
seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dari
lingkungan di sekitarnya (Purnomo, 2011).
Faktor intrinsik itu antara lain adalah : Herediter (keturunan) :
Penyakit ini diduga diturunkan dari orangtuanya, Umur : Pada umumnya
batu terbentuk pada yang orang orang yang lebih tua (Daudon et al.,
2014). Dimana penyakit Batu Saluran Kemih S masih tetap jarang terjadi
pada anak-anak (Rizvi et al.,2015), Jenis kelamin: Ada penelitian yang
mengatakan bahwa prevalensi terjadinya Batu Saluran Kemih pada
wanita dan pria adalah sama tapi ada juga penelitian yang mengatakan
bahwa pada pria resiko nya lebih besar (Cameron MA, Sakhaee K,
2016).
Beberapa faktor ekstrinsik di antaranya adalah : Geografi : Pada
beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang
lebih tinggi dari pada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah
stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan
hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih (Purnomo, 2011),
Iklim dan temperatur : Ada beberapa penulis yang mengemukakan
bahwa ada dampak perubahan iklim terhadap penyakit BSK (Chen et
al., 2014), Asupan air : Kurangnya asupan air dan tingginya kadar
mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden
batu saluran kemih (Purnomo, 2011).
Selain itu jenis cairan yang diminum dapat memperbaiki masukan
cairan yang kurang. Jus apel dan jus anggur juga dihubungkan dengan
peningkatan risiko pembentukan batu, sedangkan kopi, teh, dan bir
dapat mengurangi risiko kejadian batu ginjal (Sja‟bani, 2014), Diet : Diet
banyak purin,oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit
batu saluran kemih. Perubahan gaya hidup dan pilihan asupan makanan
adalah penyebab memungkinkan terjadinya peningkatan insidensi dan
prevalensi BSK (Brikowski TH, Lotan Y, 2015), Pekerjaan : Penyakit ini
sering dijumpai pada orang yang pekerjaanya banyak duduk atau
kurang aktivitas atau sedentary life, Hiperkarsiuria: kelainan ini dapat
menyebabkan hematuria tanpa di temukan pembentukan batu. Kejadian
hematuria di duga disebabkan karena kerusakan jaringan local yang di
pengaruhi oleh agregasi Kristal kecil. Peningkatan ekskresi kalsium
dalam saluran kemih dengan atau tanpa faktor resiko lainnya, di
temukan pada setengah dari pembentuk batu kalsium idiopatik. Kejadian
hiperkalsiuria idipatik di ajukan dalam tiga bentuk, yaitu: Hiperkalsiuria
absorbsif oleh adanya keniakan absorbsi kalsium dari lumen usus.
Kejadian ini paling banyak di jumpai, hiperkalsiuria ginjal yang di
akibatkan kelainan rebasorbsi kalsium di tubulus ginjal, Hipositraturia:
Suatu penurunan ekskresi inhibator pembentukan Kristal dalam air
kemih, khususnya sitrat merupakan suatu mekanisme lain untuk
timbulnya batu ginjal. Masukan protein merupakan salah satu faktor
utama yamg dapat membatasi ekskresi sitrat. Peningkatan reabsorbsi
sitra akibat peningkatan asamm di proksimal di jumpai pada asidosis
metabolic kronik, diare kronik, asidosis tubulus ginjal, diversi ureter atau
masukan protein tinggi. Sitrat pada lumen tubulus akan mengikat
kalsium membentuk larutan kompleks yang tidak terdisosiasi.
Kekurangan inhibator pembentukan batu selain sitrat, meliputi
glikoprotein yang di sekresi oleh sel epitel tubulus ansa henle asenden
seperti mukoprotein Tamm-Horsfal dan nefrokalsin. Nefrokalsin muncul
untuk menganggu pertumbuhan Kristal dengan mengabsorbsi
permukaan Kristal dan memutus interaksi dengan larutan Kristal lainnya.
Produk kelainan kimaawi inhibator, seperti muko-protein Tamm-Horsfall
dapat berperan dalam kontribusi batu kambuh, Hiperurikosuria:
Merupakan suatu peningkatan asam urat air kemih yang dapat memacu
pertumbuhan batu kalsium, minimal oleh sebagian Kristal asam urat
dengan membantu nidus untuk prespitasi kalsium fosfat. Pada
kebanyakan pasien lebih kearah diet purin tinggi, Penurunan jumlah air
kemih, Keadaan ini biasanya di sebabkan masuka cairan sedikit,
selanjutnya dapat menimbulkan pembentukan batu dengan peningkatan
reaktan dan pengurangn aliran air kemih. Penghambatan masukan air
dapat di hubungkan dengan rendahnya jumlah kejadian batu kambuh.
Selain faktor resiko diatas, perubahan metabolik juga menjadi
salah satu faktor resiko.Diabetes dan hipertensi juga merupakan faktor
resiko lain yang berhubungan dekat dengan terjadinya batu ginjal.
Selain itu, batu ginjal juga sering terjadi pada orang orang yang obesitas
dibandingkan orang-orang dengan berat badan normal (Shahida Banu
Shamsuddeen* and Shamaah Huseen Al Enezi, 2014).
D. TANDA DAN GEJALA
Urolithiasis dapat menimbulkan berbagai gejala tergantung pada
letak batu, tingkat infeksi dan ada tidaknya obstruksi saluran kemih
(Brooker, 2014). Ketika batu menghambat aliran urine, terjadi obstruksi,
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal
serta ureter proksimal. Infeksi (pielonefritis dan sistisis yang di sertai
menggigil, demam, dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus
menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala, sedangkan
yang lain menyebabkan nyeri yang luar biasa dan ketidaknyamanan
(Zmeltzer dan Bare, 2014)
Beberapa gambaran klinis yang dapat muncul pada urolithiasis
1. Nyeri
Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu nyeri
kronik dan nyeri non kolik. Nyeri kolik terjadi karena adanya stagnansi
batu pada saluran kemih sehingga terjadi resistensi dan iritabilisasi pada
jaringan sekitar. Nyeri kolik juga karena adanya aktivitas peristaltic otot
polos system kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk
mengeluarkan batu pada saluran kemih. Peningkatan peristaltic itu
menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi
peregangan pada terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri.
2. Gangguan Mikasi
Adanya obstruksi pada saluran kemih, maka aliran urine (urine
flow) mengalami penururnan sehungga sulit sekali untuk miksasi secara
spontan. Pada pasien nefrolithiasis, obstruksi saluran kemih terjadi di
ginjal sehingga urine yang masuk ke vesika urinary mengalami
penurunan. Sedangkan pada pasien uretrolithiasis, obstruksi urin
eterjadi di saluran paling akhir sehingga kekuatan untuk mengeluarkan
urine ada namun hambatan pada saluran menyebabkan urin stagnansi.
Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat keluar secara spontan setelah
melalui hambatan pada perbatasan uretro-pelvik, saat ureter menyilang
vasa iliaka dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli.
3. Hematuria
Batu yang terperangkap di dalam ureter (klonik ureter) sering
mengalami desakan berkemih, tetapi hanya sedikit urine yang keluar.
Keadaan ini akan menimbulkan gesekan yang di sebabkan oleh batu
sehingga urine yang di keluarkan bercampur dengan darah (hematuria)
(Brunner & suddart, 2015). Hematuria. Tidak selalu terjadi pada pasien
urolithiasis, namun jika terjadi lesi pada saluran kemih utamanya ginjal
maka seringkali menimbulkan hematuria yang massive, hal ini di
karenakan vaskuler pada ginjal sangat kaya dan memiliki sensivitas
yang tinggi dan didukung jika karakteristik batu yang tajam pada
sisanya.
4. Mual dan muntah
Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi ketidaknyamanan
pada pasien karena nyeri yang sangat hebat sehingga pasien
mengalami stess yang tinggi dan memacu sekresi HCLI pada lambung.
Selain itu, hal ini juga dapat di sebankan karena adanya stimulasi dari
celiac plexus, namun gejala gastrointestinal biasanya tidak ada.
5. Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang menyebar ke tempat
lain. Tanda demam di sertai dengan hipotensi, palpitasi,vasodilatasi
pembuluh darah di kulit merupakan tanda terjadinya urosepsis.
Urosepsis merupakan kedaruratan di bidang urologi dalam hal ini harus
secepatnya ditentutakn letak kelainan anatomic pada saluran kemih
yang mendasari timbulnya urosepsis dan di lakukan terapi berupa
drainase dan pemberian antibiotic
6. Distensi vesika urinaria
Akumulasi urin yang tinggi melebihi kemampuan vesika urinaria
akan menyebabkan vasodilatasi maksimal pada vesika. Oleh karena itu,
akan teraba bendungan (distensi) pada waktu di lakukan palpasi pada
region vesika.
E. PATOFISIOLOGI
Berdasaran tipe batu, proses pembentukan batu melalui kristalisasi. 3
faktor yang mendukung proses ini yaitu saturasi urin, difisiensi inhibitor dan
produksi matriks protein. Pada umumnya Kristal tumbuh melalui adanya
supersaturasi urin. Proses pembentukan dari agregasi menjadi partikel
yang lebih besar, di antaranya partikel ini ada yang bergerak kebawah
melalui saluran kencing hingga pada lumen yang sempit dan berkembang
membentuk batu. Renal kalkuli merupakan tipe Kristal dan dapat
merupakan gabungan dari beberapa tipe. Sekitar 80% batu salurn kemih
mengandung kalsium fosfat dan kalsium oksalat (Suharyanto dan Madjid,
2014).
Substansi kristal yang normalnya larut dan di ekskresikan ke dalam
urine membentuk endapan. Batu renal tersusun dari kalsium fosfat, oksalat
atau asam urat. Komponen yang lebih jarang membentuk batu adalah
struvit atau magnesium, amonium, asam urat, atau kombinasi bahan-bahan
ini. Batu ginjal dapat disebabkan oleh peningkatan pH urine (misalnya batu
kalsium bikarbonat) atau penurunan pH urine (misalnya batu asam urat).
Konsentrasi bahan-bahan pembentuk batu yang tinggi di dalam darah dan
urine serta kebiasaan makan atau obat tertentu, juga dapat merangsang
pembentukan batu. Segala sesuatu yang menghambat aliran urine dan
menyebabkan stasis (tidak ada pergerakan) urine di bagian mana saja di
saluran kemih, meningkatkan kemungkinan pembentukan batu. Batu
kalsium, yang biasanya terbentuk bersama oksalat atau fosfat, sering
menyertai keadaan-keadaan yang menyebabkan resorpsi tulang, termasuk
imobilisasi dan penyakit ginjal. Batu asam urat sering menyertai gout, suatu
penyakit peningkatan pembentukan atau penurunan ekskresi asam urat.
F. PATHWAY
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urinalisa
Warna kuning, coklat atau gelap. : warna : normal kekuning-
kuningan, abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan
obstruksi urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal). pH : normal
4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam
urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu
kalsium fosfat), Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat,
oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukkan
Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk
memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang
bemitrogen.
BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular Filtration
Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah dalam
saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin serum
hasil normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25
mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk
mengekskresi sisa yang bemitrogen. Abnormal (tinggi pada
serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif
pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
2. Laboratorium
a. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau
polisitemia.
b. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH
merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi
serum dan kalsium urine.
3. Foto KUB (Kidney Ureter Bladder)
Menunjukkan ukuran ginjal, ureter dan bladder serta menunjukan
adanya batu di sekitar saluran kemih.
4. Endoskopi Ginjal
Menentukan pelvis ginjal, dan untuk mengeluarkan batu yang
kecil.
5. USG Ginjal
Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.
6. EKG
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
7. Foto Rontegen
Menunjukan adanya batu didalam kandung kemih yang abnormal,
menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal
dan sepanjang ureter.
8. IVP
Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih,
membedakan derajat obstruksi kandung kemih divertikuli kandung
kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih dan memberikan
konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau
panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi
ureter).
9. Pieleogram Retrograd
Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung
kemih. Diagnosis ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih,
urografi intravena atau pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan
urine dalam 24 jam untuk mengukur kalsium, asam urat, kreatinin,
natrium, dan volume total merupakan upaya dari diagnostik. Riwayat
diet dan medikasi serta adanya riwayat batu ginjal, ureter, dan kandung
kemih dalam keluarga di dapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang
mencetuskan terbentuknya batu kandung kemih pada klien.
H. PROGNOSIS
Komplikasi batu ginjal dapat terjadi menurut Guyton 2014 :
1. Gagal ginjal
Terjadi kerusakan neuron yang lebih lanjut dan pembuluh darah
yang disebut kompresi batu pada membran ginjal oleh karena suplai
oksigen terhambat. Hal ini menyebabkan iskemik ginjal dan jika
dibiarkan menyebabkan gagal ginjal.
2. Infeksi
Dalam aliran urine yang statis menupakan tempatyang baik untuk
perkembangbiakan mikroorganisme. Sehingga akan menyebabkan
infeksi pada peritoneal.
3. Hydronefrosis
Oleh karena aliran urine terhambat menyebabkan urine tertahan
dan menumpuk diginjal dan lama kelamaan ginjal akan membesar
karena penumpukan urine.
4. Vaskuler iskemia
Terjadi karena aliran darah kedalam jaringan berkurang sehingga
terjadikematian jaringan.

I. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksaan Nonfarmakologis
a. Pengurangan nyeri
Morfin atau meperiden untuk mencegah syok dan sinkop akibat
nyeri yang luar biasa, mandi air panas atau hangat di area panggul,
pembarian cairan kecuali untuk pasien muntah atau menderita gagal
jantung kongestif. Pemberian cairan dibutuhkan mengurangi
konsentrasi kristoid urin, mengecerkan urin, dan menjamin haluaran
yang besar serta meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang
dibelakang batu sehingga mendorong massase batu kebawah.
b. Pengangkatan bahu
Pemeriksaan sitoskopik dan passase ureter kecil untuk
menghilangkan batu yang obstruktif. Jika batu tersangkut, dapat
dilakukan analisa kimiawi untuk menentukan kandungan batu.
c. Terapi nutrisi dan medikasi
Tujuan terapi adalah membuat pengeceran dimana batu sering
terbentuk dan membatasi makanan yang memberikan kontribusi pada
pembentukan batu serta anjurkan klien untuk bergerak agar mengurangi
pelepasan kalsium dari tulang. Tujuan pemberian terapi diit rendah
protein, rendah garam adalah pembatu memperlambat pertumbuhan
batu ginjal atau membatu mencengah pembentukan batu ginjal.
2. Penatalaksaan Farmakologi
a. Percutaneus nephrolitotomy (PNCL)
Merupakan salah satu tindakan minimal invasif di bidang
urologi yang bertujuan mengangkat batu ginjal dengan menggunakan
akses perkutan untuk mencapai sistem pelviokalises. Prosedur ini
sudah diterima secara luas sebagai suatu prosedur untuk
mengangkat batu ginjal karena relatif aman, efektif, murah, nyaman,
dan memiliki morbiditas yang rendah, terutama bila dibandingkan
dengan operasi terbuka.
b. Terapi konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter kurang dari 5
mm. Batu ureter yang besarnya kurang dari 5 mm bisa keluar
spontan (Fillingham dan Douglass, 2014). Untuk mengeluarkan batu
kecil tersebut terdapat pilihan terapi konservatif berupa (American
Urological Association, 2005):
1) Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
2) α - blocker
3) NSAID
c. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy ( ESWL )
ESWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran
kemih. Badlani (2014) menyebutkan prinsip dari ESWL adalah
memecah batu saluran kemih dengan menggunakan gelombang
kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh. Gelombang kejut
yang dihasilkan oleh mesin di luar tubuh dapat difokuskan ke arah
batu dengan berbagai cara. Sesampainya di batu, gelombang kejut
tadi akan melepas energinya. Diperlukan beberapa ribu kali
gelombang kejut untuk memecah batu hingga menjadi pecahan-
pecahan kecil, selanjutnya keluar bersama kencing tanpa
menimbulkan sakit.
Al-Ansari (2015) menyebutkan komplikasi ESWL untuk terapi
batu ureter hampir tidak ada. Keterbatasan ESWL antara lain sulit
memecah batu keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat), perlu
beberapa kali tindakan, dan sulit pada orang bertubuh gemuk.
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan
anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius karena ada
kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium.
d. Ureterorenoskopic (URS)
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah
mengubah secara dramatis terapi batu ureter. Kombinasi
ureteroskopi dengan pemecah batu ultrasound, EHL, laser dan
pneumatik telah sukses dalam memecah batu ureter. Keterbatasan
URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang
besar, sehingga diperlukan alat pemecah batu seperti yang
disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu
tertentu, tergantung pada pengalaman masing-masing operator dan
ketersediaan alat tersebut
e. Operasi Terbuka
Fillingham dan Douglass (2014) menyebutkan bahwa beberapa
variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan.
Hal tersebut tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi
bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior. Saat ini
operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen
saja, terutama pada penderita-penderita dengan kelainan anatomi
atau ukuran batu ureter yang besar.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap pertama dan utama yang sangat
menentukan keberhasilan tahapan proses keperawatan selanjutnya.
Criteria pengkajian harus mencakup tersedianya format pengkajian, data
harus valid dan akurat (Wedho,dkk.,2015).
1. Keadaan umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat
kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
2. Tanda-tanda vital
Meliputi pemeriksaan :
a. Tekanan darah : sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji
tekanan nadi, dan kondisi patologis.
b. Pulse rate
c. Respiratory rate
d. Suhu
3. Keluhan utama
Alasan spesifik untuk kunjungan klien ke klinik atau rumah sakit.
Biasa klien dengan batu ginjal mengeluhkan adanya nyeri padang
pinggang.
4. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama dan data yang
menyertai dengan menggunakan pendekatan PQRST, yaitu :
P : Paliatif / Propokative: Merupakan hal atau faktor yang mencetuskan
terjadinya penyakit, hal yang memperberat atau memperingan. Pada
klien dengan urolithiasis biasanya klien mengeluh nyeri pada bagian
pinggang dan menjalar kesaluran kemih.
Q : Qualitas: Kualitas dari suatu keluhan atau penyakit yang dirasakan.
Pada klien dengan urolithiasis biasanya nyeri yang di rasakan seperti
menusuk -nusuk.
R : Region : Daerah atau tempat dimana keluhan dirasakan. Pada klien
dengan urolithiasis biasanya nyeri dirasakan pada daerah pinggang.
S : Severity :Derajat keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut.
Skala nyeri biasanya 7.
T : Time : Waktu dimana keluhan dirasakan, time juga menunjukan
lamanya atau kekerapan. Keluhan nyeri pada klien dengan urolithiasi
biasanya dirasakan kadang-kadang.
5. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya, riwayat bladder
tanpa batu yang keluar, riwayat trauma saluran kemih.
6. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya tidak ada pengaruh penyakit keturunan dalam keluarga
seperti jantung, DM, Hipertensi
7. Pola Fungsi Keperawatan
a. Aktivitas dan Latihan
Kaji tentang pekerjaan yang monoton, lingkungan pekerjaan
apakah pasien terpapar suhu tinggi, keterbatasan aktivitas misalnya
karena penyakit yang kronis atau adanya cedera pada medulla
spinalis.
b. Eliminasi
Dikaji mengenai pola BAK dan BAB klien, pada BAK yang dikaji
mengenai frekuensi berkemih, jumlah, warna, bau serta keluhan saat
berkemih, sedangkan pada pola BAB yang dikaji mengenai frekuensi,
konsistensi, warna dan bau serta keluhan-keluhan yang dirasakan.
Pada klien dengan batu ginjal biasanya BAK sedikit karena adanya
sumbatan atau batu ginjal dalam perut
c. Makan/ minum
Dikaji mengenai makanan pokok, frekuensi makan, makanan
pantangan dan nafsu makan, serta diet yang diberikan. Pada klien
dengan batu ginjal biasanya mengalami penurunan nafsu makan
karena adanya luka pada ginjal.
d. Nyeri / kenyamanan
Kaji episode akut nyeri berat, nyeri kolik, lokasi tergantung pada
lokasi batu misalnya pada panggul di regio sudut costovertebral
dapat menyebar ke punggung, abdomen dan turun ke lipat paha
genetalia, nyeri dangkal konstan menunjukkan kalkulus ada di pelvis
atau kalkulus ginjal, nyeri yang khas adalah nyeri akut tidak hilang
dengan posisi atau tindakan lain, nyeri tekan pada area ginjal pada
palpasi.
e. Kebutuhan Oksigenasi
Perkembangan dada dan frekuensi pernapasan pasien teratur
saat inspirasi dan ekspirasi dan tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan.
f. Kebutuhan istirahat dan tidur
Kesulitan tidur karena mungkin terdapat nyeri, cemas akan
hospitalisasi.
g. Kebutuhan Persepsi dan Sensori
Perkembangan kognitif klien dengan kejadian di luar
penampilan luar mereka.
h. Kebutuhan Personal Hygiene
Dikaji kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan personal
hygiene (mandi, oral hygiene, gunting kuku, keramas). Pada klien
dengan batu ginjal biasanya ia jarang mandi karna nyeri di bagian
pinggang.
i. Kebutuhan Informasi
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang diet pada
vesikolitiasis serta proses penyakit dan penatalakasanaan
8. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
1) Rambut
Pada klien dengan batu ginjal biasanya pemeriksaan pada
rambut akan terlihat sedikit berminyak karena klien belum mampu
mencuci rambut karena keterbatasan gerak klien.
2) Mata
Pada klien dengan batu ginjal pada pemeriksaan mata,
penglihatan klien baik, mata simetris kiri dan kanan, sklera tidak
ikterik.
3) Telinga
Pada klien dengan batu ginjal tidak ada gangguan
pendengaran, tidak adanya serumen, telinga klien simetris, dan
klien tidak merasa nyeri ketika di palpasi.
4) Hidung
Klien dengan batu ginjal biasanya pemeriksaan hidung
simetris, bersih, tidak ada sekret, tidak ada pembengkakan.
5) Mulut
Klien dengan batu ginjal kebersihan mulut baik, mukosa bibir
kering.
b. Leher
Klien dengan batu ginjal tidak ada pembengkakan kelenjer
tiroid.
c. Thorak
1) Paru paru
Inspeksi : Klien dengan batu ginjal dadanya simetris kiri kanan.
Palpasi : Pada klien dengan batu ginjal saat dilakuan palpasi
tidak teraba massa.
Perkusi : Pada klien dengan batu ginjal saat diperkusi di atas
lapang paru bunyinya normal.
Auskultasi : klien dengan batu ginjal suara nafasnya normal.
2) Jantung
Inspeksi : Klien dengan batu ginjal ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Klien dengan batu ginjal ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : Suara jantung dengan kasus batu ginjal berbunyi
normal.
Auskultasi : Reguler, apakah ada bunyi tambahan atau tidak.
d. Abdomen
Inspeksi : Klien dengan batu ginjal abdomen tidak membesar
atau menonjol, tidak terdapat luka operasi tertutup
perban, dan terdapat streatmarc
Auskultasi : Peristaltik normal.
Palpasi : Klien dengan batu ginjal tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Klien dengan batu ginjal suara abdomen nya normal
(Timpani).
e. Ekstremitas
Klien dengan batu ginjal biasanya ekstremitasnya dalam
keadaan normal.
f. Genetalia
Pada klien dengan batu ginjal klien tidak ada mengalami
gangguan pada genitalia.
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Farmakoterapi : Dikaji obat yang diprogramkan serta jadwal
pemberian obat.
b. Prosedur Diagnostik Medik.
c. Pemeriksaan Laboratorium

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan dalam buku PPNI, T. P. (2016). Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia yaitu
1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada saluran kemih.
2. Perubahan pola eliminasi: urine berhubungan dengan obstruksi karena
batu.
3. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan
muntah.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses penyakitnya.
5. Retensi urin berhubungan dengan stimluasi kandung kemih oleh batu,
iritasi ginjal atau uretra, inflamasi atau obstruksi mekanis.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi keperawatan dalam buku PPNI, T. P. (2018). Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia yaitu
1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada saluran kemih
Intervensi
a. Kaji karakteristik nyeri secara komprehensif
b. Observasi tanda-tanda vital.
c. Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi seperti teknik relaksasi nafas
dalam, distraksi dan kompres hangat/dingin.
d. Jelaskan penyebab rasa nyeri
e. Ciptakan lingkungan yang nyaman
f. Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri
Rasional
a. Membantu mengevaluasi perkembangan dari obstruksi.
b. nyeri hebat ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan nadi. .
c. Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan
meningkatkan kemampuan koping.
d. mengurangi kecemasan pasien
e. meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot
f. Perlu penanganan obat untuk memudahkan istirahat adekuat dan
penyembuhan
2. Perubahan pola eliminasi: urine berhubungan dengan obstruksi karena
batu.
Intervensi
a. Anjurkan untuk meningkatkan cairan per oral 3 – 4 liter per hari.
b. Kaji karakteristik urine
c. Kaji pola Bak normal pasien, catat kelainnya
Rasional
a. Mempermudah pengeluaran batu, mencegah terjadinya
pengendapan.
b. adanya darah merupakan indikasi meningkatnya obstruksi/iritasi
ureter
c. batu dapat menyebabkan rangsangan mervus yang menyebabkan
sensasi untuk buang air kecil
3. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan
muntah.
Intervensi
a. Monitor intake dan output
b. Berikan intake cairan 3 –  4 liter per hari.
c. Kaji tanda vital, catat perubahan TD, takikardi, turgor kulit dan
kelembaban membran mukosa.
d. Berikan cairan intra vena sesuai intruksi dokter.
e. Kalau perlu berikan obat anti enemik
Rasional
a. Membandingkan secara aktual dan mengantisipasi output yang dapat
dijadikan tanda adanya renal stasis.
b. Menjaga keseimbangan cairan untuk homeostasis.
c. Dapat menunjukkan tanda-tanda dehidrasi
d. Menjaga keseimbangan cairan bila intake per oral kurang.
e. Mengurangi mual dan muntah
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses penyakitnya.
Intervensi
a. Jelaskan patofisiologi penyakit dan apa anatomi dan fisiologi yang
sesuai
b. Jelaskan informasi tentang kondisi pasien saat ini
Rasional
a. Pasien perlu tahu tentang penyakitnya
b. Untuk menambah pengetahuan pasien tentang penyakitnya
5. Retensi urin berhubungan dengan stimluasi kandung kemih oleh batu,
iritasi ginjal atau uretra, inflamasi atau obstruksi mekanis.
Intervensi
a. Monitor intake dan output
b. Monitor penggunaan obat antikolionergik
c. Monitor derajat distensi bladder
d. Instruksian pada pasien dan keluarga untuk menctat output urine

.
Rasional
a. Membandingkan secara aktual dan mengantisipasi output yang dapat
dijadikan tanda adanya renal stasis..
b. Untuk mengetahui adanya efek obat
c. Untuk mengetahui isi
d. Untuk memudahkan menghitung intakse dan output

D. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan adalah tahapan terakhir dari proses
keperawatan untuk mengukur respons klien terhadap tindakan
keperawatan dan kemajuan klien ke arah pencapaian tujuan.
Evaluasi keperawatan terhadap pasien dengan Kolik Renal,
diantaranya:
1. Nyeri akut pada pasien dapat diatasi.
2. Risiko tinggi kekurangan volume cairan dapat diatasi.
3. Ketidakseimbangan nutrisi  pada pasien Kolik Renal dapat ditangani.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses penyakitnya dapat
diatasi
5. Ansietas pada pasien dapat diatasi.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth,2015. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC


Cameron MA, Sakhaee K, O. W. 2016, „Nephrolithiasis in Children‟, Advances in
Chronic Kidney Disease
Evelyn CP, 2016. Anatomi dan Fisiologu Untuk Paramedis. Jakarta. Gramedia
Ganong, William F 2014. Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Guyton A.C.,Hall j.E 2016.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :EGC.
Lemone Prisila dkk. 2016. Buku Ajaran Keperawatan. Medikal bedah.
Jakarta:EGC
Panigrahi, P.N., Dey, S. and Jena, S.C. Urolithiasis: Critical Analysis of
Mechanism of Renal Stone Formation and Use of Medicinal Plants as
Antiurolithiatic Agents. Asian J. Anim. Vet. Adv. (2015). DOI: 10.3923/
ajava.2016
PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan :
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan :
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Saputra dan Dwisang Evi. 2014. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat dan
Paramedis. Tangerang selatan : Binarupa Aksara Publisher
Sja’bani (2016), ilmu penyak it dalam. jilid I Edisi 4. Jakarta: pusat penerbitan
Departemen Ilmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Watson.R. 2014. Anatomi Fisiologi. Ed 10. Buku Kedokteran ECG. Jakarta.
Wardani F.A.M, 2014. Hubungan Batu Saluran Kemih dengan Penyakit Ginjal
Kronik Di Rumah Sakit An-Nur Yogyakarta Periode Tahun 2012-2013.
Yogyakarta
Wedho, dkk. 2015. Pedoman Praktek Metodologi Keperawatan. Kupang: Lima
Bintang.
Wibowo, Daniel S., Anatomi Tubuh Manusia, Jakarta : Grasindo, 2015.

Anda mungkin juga menyukai