Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Urolithiasis atau Batu ginjal merupakan batu pada saluran kemih(urolithiasis),


Urolithiasis sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya
batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang
saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini
mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau
memang terbentuk disaluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada
batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel
uretra. Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan
merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000).
Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di
negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih
banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter), perbedaan ini
dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari.Angka prevalensi rata-rata di
seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu saluran kemih. Penyebab
terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine,
gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang
masih belum terungkap (idiopatik).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Batu ginjal adalah suatu keadaan terdapat satu atau lebih batu di dalam pelvis
atau calyces ginjal atau di saluran kemih (Pratomo, 2007).

Batu ginjal didalam

saluran kemih (kalkulus uriner) adalah masa keras seperti batu yang terbentuk
disepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan
aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun
di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut
urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitialis).

B.

Anatomi
Ginjal
merupakan
organ

yang

berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan


dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih
rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang
mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra
T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun
kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari
krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3.
Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah
dibandingkan ginjal kiri.
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
2

a. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus


renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal
dan tubulus kontortus distalis.
b. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
c. Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal.
d. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
e. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau
duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
f. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan
calix minor.
g. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
h. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
i. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara
calix major dan ureter.
j. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis/
Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal,
lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus pengumpul. Di
sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang
membawa darah dari dan menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang
memperdarahi jaringan ginjal).
Berdasarkan letakya nefron dapat dibagi menjadi:
a) Nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks yang
relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung Henle yang
terbenam pada medulla
b) Nefron juxta medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi
medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan
pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari
aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah
memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris
yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior,
anterior-superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan
simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major,
n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen
viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus.
C. Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaankeadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat
beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang.
4

Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh
seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan
sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
a. Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
b. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
c. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien
perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:
a. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang
lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah stone belt (sabuk
batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit
batu saluran kemih.
b. Iklim dan temperature
c. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
d. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu
saluran kemih.
e. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau
kurang aktivitas atau sedentary life.
D. Epidemiologi
Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan penyakit batu
mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan berubah sesuai
dengan perkembangan kehidupan suatu bangsa. Berdasarkan pembandingan data
penyakit batu saluran kemih di berbagai negara, dapat disimpulkan bahwa di negara
yang mulai berkembang terdapat banyak batu saluran kemih bagian bawah, terutama
terdapat di kalangan anak.
Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih relatif
rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun batu saluran kemih
5

bagian atas. Di negara yang telah berkembang, terdapat banyak batu saluran kemih
bagian atas, terutama di kalangan orang dewasa. Pada suku bangsa tertentu, penyakit
batu saluran kemih sangat jarang, misalnya suku bangsa Bantu di Afrika Selatan.
Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak kejadian di
usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar 12% untuk pria dan 7%
untuk wanita. Batu struvite lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria.
E. Patofisiologi
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu
pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises
(stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada
hyperplasia prostat benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaankeadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada
dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan
tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling
mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan
mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang
lebih besar.
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum
cukup mampu menyumbat saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada
epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain
diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk
menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan,
adanya koloid di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya
korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.

Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :


a.
b.
c.
d.

75 % kalsium.
15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).
6 % batu asam urat.
1-2 % sistin (cystine).

Faktor- faktor yang mempengaruhi batu kandung kemih (Vesikolitiasis) adalah


1. Hiperkalsiuria
Suatu keadaan dimana kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250-300
mg/24 jam, disebabkan karena, hiperkalsiuria idiopatik (meliputi hiperkalsiuria
disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein), hiperparatiroidisme
primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium.
2. Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih,
khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap
atau tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi.
3. Hiperurikosuria
Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan
batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.
4. Penurunan jumlah air kemih
Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.
5. Jenis cairan yang diminum
Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus
anggur.
6. Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan
oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit
usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu absorbsi garam
empedu.
7

7. Ginjal Spongiosa Medula


Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak
dijumpai predisposisi metabolik).
8. Batu Asam Urat
Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan
hiperurikosuria (primer dan sekunder).
9. Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan organisme
yang memproduksi urease. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk
batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal. Kuman penyebab
infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat
menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui
hidrolisis

urea

menjadi

amoniak,

seperti

pada

reaksi:

CO(NH2)2+H2O2NH3+CO2.
Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya adalah matriks
struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple phosphate,
batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease, walaupun dapat pula terbentuk dari
campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat.

Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, ammonium,


fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amoniun fosfat (MAP) atau (Mg
NH4PO4.H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3. Karena terdiri atas 3 kation Ca++
8

Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal dengan nama batu triple-phosphate. Kumankuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella,
Serratia, Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E.coli banyak
menyebabkan infeksi saluran kemih, namun kuman ini bukan termasuk bakteri
pemecah urea.
F. Gambaran Klinis
Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat karena
distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis renalis, dapat bermanifestasi
tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala batu saluran kemih
merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi. Keluhan yang disampaikan
oleh pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang
telah terjadi.
Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri
ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi
karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam
usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu
menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari
terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri.
Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat saluran kemih,
biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter (ureteropelvic junction), dan
ureter. Nyeri bersifat tajam dan episodik di daerah pinggang (flank) yang sering
menjalar ke perut, atau lipat paha, bahkan pada batu ureter distal sering ke kemaluan.
Mual dan muntah sering menyertai keadaan ini.
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi
hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan
nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat
hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi
didapatkan demam-menggigil.
G. Diagnosis
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan
diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik,
laboratorium dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi
saluran kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal. Secara radiologik, batu dapat

radioopak atau radiolusen. Sifat radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu
sehingga dari sifat ini dapat diduga jenis batu yang dihadapi.
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang
dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan
menentukan sebab terjadinya batu.
Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua ginjal secara
terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total. Cara ini
dipakai untuk memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa faal yang cukup
sebagai dasar untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan
ultrasonografi dapat untuk melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan lumen
saluran kemih, serta dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama tindakan
pembedahan untuk mencegah tertingggalnya batu.
H. Diagnosis Banding
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut, misalnya
distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika dicurigai terjadi
kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang kanan, perlu dipertimbangkan
kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu, atau apendisitis akut. Selain itu
pada perempuan perlu juga dipertimbangkan adneksitis.
Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan apalagi
bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga diingat bahwa batu saluran
kemih yang bertahun-tahun dapat menyebabkan terjadinya tumor yang umumnya
karsinoma epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi. Pada batu ginjal dengan
hidronefrosis, perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis
ginjal polikistik hingga tumor Grawitz.

I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan
rencana terapi antara lain:
a. Foto Polos Abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya
batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium

10

fosfat bersifat radio opak dan paling sering dijumpai diantara batu lain, sedangkan
batu asam urat bersifat non opak (radio lusen). Urutan radioopasitas beberapa
batu saluran kemih seperti pada tabel 1.

Jenis Batu
Radioopasitas
Kalsium
Opak
MAP
Semiopak
Urat/sistin
Non opak
Tabel. Urutan Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih

Gambar. Polo Polos Abdomen (BOF)


b. Pielografi Intra Vena (PIV)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu
PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak
dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika PIV belum dapat menjelaskan
keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai
penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograde.

11

Gambar. Foto Pielografi Intra Vena (PIV)


c. Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada
keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan
pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di
ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis,
pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.

12

Gambar. Ultrasonografi (USG)


d.
e.
f.
g.
h.

Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal.


Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai fungsi ginjal.
Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.
Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.
DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein, fosfatase alkali
serum.

J. Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk
melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi sosial.
Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau
hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera
dikeluarkan.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas,
namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita
oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat menimbulkan
sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang menjalankan
profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi
antara lain :
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan
sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan untuk
mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum,
berupa :
a. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
13

b.
c.

blocker
NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu

syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya
infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi
bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada
pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan
fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus
segera dilakukan intervensi.

14

2.

ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi obat
penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan
gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan pada ESWL generasi
terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal
sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi
akan bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi
batu ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni.
Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis yaitu
elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-masing generator
mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan air atau
gelatin sebagai medium untuk merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin
mempunyai sifat akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak
akan menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan
gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. ESWL hanya sesuai untuk
menghancurkan batu ginjal dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di
15

ginjal atau saluran kemih antara ginjal dan kandung kemih (kecuali yang
terhalang oleh tulang panggul). Batu yang keras (misalnya kalsium oksalat
monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. ESWL tidak boleh
digunakan oleh penderita darah tinggi, kencing manis, gangguan pembekuan
darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan anak-anak, serta berat badan berlebih
(obesitas).
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anakanak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi
kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di
bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya.

3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan
batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke
dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi
kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara
mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau
dengan energi laser.
Beberapa tindakan endourologi antara lain:
a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang
berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke
sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau
dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.

16

Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat diambil atau
dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat
dengan jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera dapat
diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan
khusus bagi ahli urologi.
b.

Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan

c.

memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli).


ureteroskopi atau uretero-renoskopi.
Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter
yang besar, sehingga perlu alat pemecah batu seperti yang disebutkan di
atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung

d.

4.

pada pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.


Ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui

alat keranjang Dormia).


Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakantindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu masih
dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain
adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran
ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus
menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah
tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis,
atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan
obstruksi atau infeksi yang menahun.

5.

Pemasangan
Stent
Meskipun

bukan

pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang memegang peranan


17

penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu ureter. Misalnya


pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent
sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak
kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka
kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50%
dalam 10 tahun.
K. Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang
menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya
pencegahan itu berupa :
a. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urin 2-3
liter per hari.
b. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
c. Aktivitas harian yang cukup.
d. Pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:
a. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan
b.
c.
d.
e.

menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.


Rendah oksalat.
Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri.
Rendah purin.
Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita
hiperkalsiuri tipe II.

L. Komplikasi
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut
yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan ginjal,
kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang tidak direncanakan. Data
kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi pada tindakan batu ureter
memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan
dan kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter,
trauma organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak, emboli
paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang signifikan perforasi ureter,
hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.
18

Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya


disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu,
terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari yang
ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita tidak
dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi.
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan
terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang
berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Komplikasi lainnya dapat terjadi
saat penanganan batu dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya adalah pielonefritis
dan sepsis yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti
ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada
beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan obstruksi
terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon dan paru serta
perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi yang
adekuat, penanganan yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat
menurunkan resiko terjadinya komplikasi ini.
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah, demam,
dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih sedikit dan
berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL. Demikian pula
ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat
dibandingkan PNL.
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi keseluruhan.
Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasi terapi sama (<
20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali pada hematom
perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka mencapai 25-50%.
Mortalitas akibat tindakan jarang, namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien
dengan komorbiditas atau mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data
yang ada di pusat urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka kurang
dari 1%.
Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%), urosepsis
(1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat trauma parietal dan
viseral. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca ESWL, dijumpai adanya
19

perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara yang kembali normal setelah 15
hari. Belum ada data mengenai efek jangka panjang pasca ESWL pada anak.
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang
memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8% kasus akibat
perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi urin. Pada satu kasus
dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi operasi terbuka meliputi
leakage urin (9%), infeksi luka (6,1%), demam (24,1%), dan perdarahan
pascaoperasi (1,2%). Pedoman penatalaksanaan batu ginjal pada anak adalah dengan
ESWL monoterapi, PNL, atau operasi terbuka.
M. Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan
adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk
prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah
terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor
obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal.
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan bebas
dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa
fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL,
80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh
pengalaman operator.

20

BAB III
LAPORAN KASUS

I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Pekerjaan
Alamat
Status
Suku
Bangsa
MRS
Waktu

: Ny. Khusnul Khotimah


: 55 tahun
: Perempuan
: Islam
: Petani
: Laren RT 1/RW1 Lamongan
: Menikah
: Jawa
: Indonesia
: 01 Februari 2015
: 11.12 WIB

ANAMNESIS
Keluhan Utama: nyeri pada pinggang kanan dan kiri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengatakan nyeri pada pinggang kanan dan kiri tembus belakang
dirasakan sejak 4 bulan yang lalu, sejak 3 hari yang lalu kencing mulai susah,
kencing berwarna kuning dan sedikit pekat, biasanya disertai demam (+).
Tidak ada riwayat trauma, tidak ada riwayat pernah opname di rumah sakit.
Sejak 1 Bulan yang lalu, pasien memeriksakannya ke poli bedah RS Ibnu Sina
Gresik, dan disarankan untuk opname di RS untuk dilakukan operasi.

Riwayat Penyakit Dahulu:


- Riwayat diabetes mellitus disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat alergi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat diabetes mellitus disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat alergi disangkal
Keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang serupa
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran
: Compos mentis
GCS
: 456
Tekanan darah : 110/70 mmHg
21

Suhu
: 36,6 C
Nadi
: 96 x/menit
RR
: 21 x /menit
A. Status Generalisata
Kepala-leher
1. Mata : anemis +/+
Icterus -/Pupil isokor bulat
Reflek cahaya +/+
2. Hidung: gangguan penciuman -/Bentuk normal
Epistaksis -/3. Mulut: mulut bersih
Cyanosis (-)
Mukosa lembab
4. Telinga: gangguan pendengaran (-)
Perdarahan telinga (-)
5. Leher: deviasi trakea (-)
Struma (-)
Pembesaran KGB (-)
Thorax
1. Paru
Inspeksi
: simetris statis dan dinamis
Palpasi

: vocal fremitus lapang paru kiri dan kanan simetris

Perkusi

: sonor pada lapang paru kiri dan kanan

Auskultasi

:lapang paru kiri dan kanan vesikuler,


rhonki dan wheezing tidak ada

2. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Punggung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

: iktus kordis tidak terlihat


: iktus kordis teraba di 1 jari medial sela iga 5 LMCS
: batas-batas jantung dalam batas normal
: S1-S2 reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
: datar
: nyeri tekan tidak ada, defans muskular tidak ada, hepar dan
limpa tidak teraba
: Flank test dextra-sinistra (+), shifting dullness tidak ada
: bising usus (+) normal

: simetris statis dan dinamis


: vocal fremitus kedua lapang paru sama kuat
: sonor pada lapang paru kiri dan kanan
22

Auskultasi

: lapang paru kiri dan kanan vesikuler, rhonki dan wheezing


tidak ada

Ekstremitas : anemis (+), akral hangat, edema tidak ada, capillary refill time <
2 detik

B. Status Urologi :
Terdapat nyeri ketok pada sudut kostofrenikus dextra-sinistra
Suprasimfisis buli kesan kosong
Tidak terpasang kateter
Colok dubur
: tidak dilakukan
C. Status Neurologis:
Reflek fisiologis (+), normal, reflek patologis (-).

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium
Laboratoriom sebelum MRS (30 Januari 2015)
Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
PCV
MCV
MCH
MCHC
Leukosit
Trombosit
Laju
darah

endap

Hasil

Batas Normal

Satuan

8,6

L: 13,0 17
P: 11,4 - 15,1
40 48
80-94
26-32
32-36
4.500 11.000
150.000

400.000
L: 0 15
P: 0 20
< 200

g/%

30
77
27
31
23.000
512.00
0
15-30
147

GDA
Faal Ginjal
BUN
Serum creatinin

20,2
1,25

Faal hati perempuan


Bilirubin Direct
0,21
Bilirubin total
0,44
SGOT
13,9
SGPT
14,6
HBsAg
Negative
Elektrolit
Natrium
136
Kalium
4,9
Chlorida
115

%
Fl
Pg
g/dL
/L
/L
Mm
Mg/dl

4,8-23
Serum
creatinin
dewasa dan anak :
0,5 1,2

g/dl
Mg/dl

< 0,2 mg/dl


0,1-1,2 mg/dl
0-31
0-32
Negatif

Mg/dl
Mg/dl
/l
/l

23

135-145 mmol/Liter
3.5-5.5 mmol/Liter
98-108 mmol/Liter

mmol/Liter
mmol/Liter
mmol/Liter

Laboratorium (2 Februari 2015)


Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin

Hasil

Batas Normal

Satuan

8,7

L: 13,0 17
P: 11,4 - 15,1

g%

Faal Ginjal
BUN
Serum Creatinin

19,9
1,17

4,8-23
Serum creatinin
dewasa dan anak :
0,5 1,2

g/dl
Mg/dl

Elektrolit
Natrium
Kalium
Chlorida

145
4,8
113

135-145 mmol/Liter
3.5-5.5 mmol/Liter
98-108 mmol/Liter

mmol/Liter
mmol/Liter
mmol/Liter

Laboratorium (6 Februari 2015)


Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
PCV
MCV
MCH
MCHC
Leukosit
Trombosit
Laju
darah

endap

Faal Ginjal
BUN
Serum creatinin

Hasil

Batas Normal

Satuan

9,87

L: 13,0 17
P: 11,4 - 15,1
40 48
80-94
26-32
32-36
4.500 11.000
150.000

400.000
L: 0 15
P: 0 20

g/%

30
79
26
33
18.000
522.00
0
35-71

21,6
1,11

4,8-23
Serum
creatinin
dewasa dan anak :
0,5 1,2

Laboratorium (8 Februari 2015)


24

%
Fl
Pg
g/dL
/L
/L
Mm

g/dl
Mg/dl

Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
PCV
MCV
MCH
MCHC
Leukosit
Trombosit
Laju
darah

endap

Hasil

Batas Normal

Satuan

10,0

L: 13,0 17
P: 11,4 - 15,1
40 48
80-94
26-32
32-36
4.500 11.000
150.000

400.000
L: 0 15
P: 0 20

g/%

30
80
27
33
13.900
554.00
0
31-61

%
Fl
Pg
g/dL
/L
/L
Mm

Faal Ginjal
BUN
Serum creatinin

18,3
0,88

4,8-23
Serum
creatinin
dewasa dan anak :
0,5 1,2

g/dl
Mg/dl

Elektrolit
Natrium

141

mmol/Liter

Kalium
Chlorida

3,9
116

135-145
mmol/Liter
3.5-5.5 mmol/Liter
98-108 mmol/Liter

Laboratorium (10 Februari 2015)

25

mmol/Liter
mmol/Liter

Pemeriksaan
Faal Ginjal
BUN
Serum creatinin

Hasil

Batas Normal

Satuan

19,9
0,88

4,8-23
Serum
creatinin
dewasa dan anak :
0,5 1,2

g/dl
Mg/dl

2,83
4.15

3,5-5,2
1-3

141
3,9
116

135-145 mmol/Liter
3.5-5.5 mmol/Liter
98-108 mmol/Liter

Faal hati Perempuan


Albumin
Globulin
Elektrolit
Natrium
Kalium
Chlorida

g/dl
g/dl
mmol/Liter
mmol/Liter
mmol/Liter

Laboratorium (12 Februari 2015)


Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin

Hasil
9,1

Batas Normal
L: 13,0 17
P: 11,4 - 15,1

Satuan
g/%

Laboratorium (13 Februari 2015)


Pemeriksaan
Faal Ginjal
BUN
Serum creatinin
Elektrolit
Natrium
Kalium
Chlorida

Hasil

Batas Normal

Satuan

19,2
0,82

4,8-23
Serum
creatinin
dewasa dan anak :
0,5 1,2

g/dl
Mg/dl

139
4,7
114

135-145 mmol/Liter
3.5-5.5 mmol/Liter
98-108 mmol/Liter

mmol/Liter
mmol/Liter
mmol/Liter

26

B. Foto thorax Proyeksi AP

Hasil Pemeriksaan Foto Thorax :

normal

normal
Sinus Phrenico costalis bilateral tajam .
Tulang dan soft tissue dalam batas normal.
Kesimpulan : Foto thorax dalam batas normal

C. Ultrasonografi

27

Pulmo : dalam batas


Cor : Bentuk dan besar

Hasil Pemeriksaan USG :


Ren bilateral : membesar, tampak kortek tipis bilateral, bataas kortek dengan
medula jelas. Tampak batu pole ditengah ukuran dextra 17 mm, ukuran

V.

sinistra 21 mm dan ectasis berat bilateral.


Kesimpulan :
- Hydronefrosis berat ren bilateral
- Nephrolithiasis ren bilateral

PERJALANAN PENYAKIT PASIEN SELAMA PERAWATAN DI RUANG


DAHLIA
1. Tanggal 1 Februari 2015
S. Nyeri pinggang kanan dan kiri, kadang terasa panas.
O. TD
: 90/60 mmHg
N
: 87 x/menit
RR
: 20 x/menit
S
:36,1 0C
A. Nephrolithiasis ren bilateral
P. RL 1500 cc/24 jam
Transfusi PRC 1 bag/hari
Inj. Ceftriaxone 2x1 g
Inj. Gentamisin 2x80 mg
2. Tanggal 2 Februari 2015
S. Nyeri pinggang kanan dan kiri, kadang terasa panas.
O. TD
: 100/60 mmHg
N
: 95 x/menit
RR
: 24 x/menit
S
:36,3 0C
A. Nephrolithiasis ren bilateral
P. RL 1500 cc/24 jam
Transfusi PRC 1 bag/hari
Inj. Ceftriaxone 2x1 g
Inj. Gentamisin 2x80 mg
28

3. Tanggal 3 Februari 2015


S. Nyeri pinggang kanan dan kiri, kadang terasa panas, mual (+)
O. TD
: 110/70 mmHg
N
: 79 x/menit
RR
: 21 x/menit
S
:37 0C
A. Nephrolithiasis ren bilateral
P. RL 1500 cc/24 jam
Transfuse PRC 1 bag/hari (sampai Hb > 10)
Inj. Ceftriaxone 2x1 g
Inj. Gentamisin 2x80 mg
4. Tanggal 4 februari 2015
S. Nyeri pinggang kanan dan kiri, kadang terasa panas, mual (+)
O. TD
: 100/70 mmHg
N
: 77 x/menit
RR
: 20 x/menit
S
:36,5 0C
A. Nephrolithiasis ren bilateral
P. RL 1500 cc/24 jam
Inj. Ceftriaxone 2x1 g
Inj. Gentamisin 2x80 mg
5. Tanggal 5 Februari 2015
S. Nyeri pinggang kanan dan kiri, kadang terasa panas, mual (+)
O. TD
: 130/90 mmHg
N
: 100 x/menit
RR
: 24 x/menit
S
: 36,7 0C
A. Nephrolithiasis ren bilateral
P. RL 1500 cc/24 jam
Inj. Ceftriaxone 2x1 g
Inj. Gentamisin 2x80 mg
Cek lab : DL
6. Tanggal 6 Februari 2015
S. Nyeri pinggang kanan dan kiri menjalar ke perut
O. TD
: 120/80 mmHg
N
: 79 x/menit
RR
: 21 x/menit
S
: 36,50C
A. Nephrolithiasis ren bilateral
P. RL 1500 cc/24 jam
Transfuse PRC 1 bag/hari (sampai Hb > 10)
Inj. Ceftriaxone 2x1 g
Inj. Gentamisin 2x80 mg
Cek DL, RFT

29

7. Tanggal 7 Februari 2015


S. Nyeri perut (+), pinggang kanan dan kiri terasa kemeng
O. TD
: 120/70 mmHg
N
: 85 x/menit
RR
: 20 x/menit
S
: 36,2 0C
A. Nephrolithiasis ren bilateral
P. RL 1500 cc/24 jam
Transfuse PRC 1 bag/hari (sampai Hb > 10)
Inj. Cefotaxim 3x1
Inj. Gentamisin 2x80 mg
8. Tanggal 8 Februari 2015
S. Nyeri perut (+), pinggang kanan dan kiri kemeng, batuk (+), dahak (+)
O. TD
: 120/70 mmHg
N
: 82 x/menit
RR
: 22 x/menit
S
:36 0C
A. Nephrolithiasis ren bilateral
P. RL 1500 cc/24 jam
Inj. Ceftriaxone 2x1 g
Inj. Gentamisin 2x80 mg
9. Tanggal 9 februari 2015
S. Nyeri pinggang kanan dan kiri, kadang terasa panas, nyeri perut
O. TD
: 110/80 mmHg
N
: 80 x/menit
RR
: 20 x/menit
S
: 36 0C
A. Nephrolithiasis ren bilateral
P. RL 1500 cc/24 jam
Inj. Ceftriaxone 2x1 g
Inj. Gentamisin 2x80 mg
c/ anastesi
c/ cardio
10. Tanggal 10 februari 2015
S. Nyeri pinggang kanan dan kiri, nyeri perut (+)
O. TD
: 120/700 mmHg
N
: 80 x/menit
RR
: 20 x/menit
S
: 36,3 0C
A. Nephrolithiasis ren bilateral
P. RL 1500 cc/24 jam
Inj. Ceftriaxone 2x1 g
Inj. Gentamisin 2x80 mg
Cardio : Acc Operasi CRI 2
Bisoprolol 1x2,5 mg
Anastesi
: Acc. Operasi
Puasa dari jam 24.00 WIB
Inf. Asering 500 cc
30

11. Tanggal 11 februari 2015


S. Nyeri pinggang kanan dan kiri, kadang terasa panas
O. TD
: 120/70 mmHg
N
: 81 x/menit
RR
: 20 x/menit
S
: 36 0C
A. Post Operasi Batu Ginjal
P. RL 1000 cc/24 jam
Inj. Ceftriaxone 2x1 g
Inj. Gentamisin 2x 80 mg
Inj. Antrain 3 x 1 amp
Alinamin F 3 x 1 tab
Transamin 500 mg 3 x 1 tab
12. Tanggal 12 februari 2015
S. Nyeri pada bekas operasi
O. TD
: 130/80 mmHg
N
: 84 x/menit
RR
: 21 x/menit
S
: 36,4 0C
A. Post Operasi Batu Ginjal hari 1
P. RL 1000 cc/24 jam
Inj. Ceftriaxone 2x1 g
Inj. Gentamisin 2x 80 mg
Inj. Antrain 3 x 1 amp
Alinamin F 3 x 1 tab
Transamin 500 mg 3 x 1 tab
13. Tanggal 13 februari 2015
S. perut terasa kembung karena susah kentut
O. TD
: 110/70 mmHg
N
: 81 x/menit
RR
: 20 x/menit
S
: 36,1 0C
A. Post Operasi Batu Ginjal hari 2
P. RL 1000 cc/24 jam
Inj. Ceftriaxone 2x1 g
Inj. Gentamisin 2x 80 mg
Inj. Antrain 3 x 1 amp
Alinamin F 3 x 1 tab
Transamin 500 mg 3 x 1 tab
Acc KRS besok jika kondisi baik
14. Tanggal 14 februari 2015
S. tidak ada keluhan
O. TD
: 110/70 mmHg
N
: 82 x/menit
RR
: 20 x/menit
S
: 36,3 0C
31

A.
P.
VI.

Post Operasi Batu Ginjal hari 3


KRS.

RESUME MEDIS
Anamnesis

: nyeri pinggang kanan dan kiri tembus sampai belakang,

kencing sedikit susah


Hasil Pemeriksaan
: anemis (+)
Pemeriksaan penunjang : Batu Ginjal Sinistra
Diagnosis Akhir
: Nephrolithiasis ren bilateral
Penatalaksanaan
: Infus RL
Inj. Ceftriaxone 2x1 g
Inj. Gentamisin 2x 80 mg
Inj. Antrain 3 x 1 amp
Alinamin F 3 x 1 tab
Transamin 500 mg 3 x 1 tab

BAB IV
PEMBAHASAN
1. Pada kasus ini diagnosa ditegakkan berdasarkan anmanesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
2. Dari anamnesis didapatkan, pasien 55 tahun mengatakan Pasien mengatakan nyeri
pada pinggang kanan dan kiri tembus belakang dirasakan sejak 4 bulan yang lalu,
sejak 3 hari yang lalu kencing mulai susah, kencing berwarna kuning dan sedikit
pekat, biasanya disertai demam (+), tidak ada riwayat pernah opname di rumah sakit.
RPD : DM dan Hipertensi disangkal pasien.
3. Hasil pemeriksaan USG abdomen didapatkan Nephrolithiasis berat ren bilateral
4. Hasil pemeriksaan faal ginjal:
- BUN
: 20,2 g/dl
32

- Serum Creatinin
: 1,25 Mg/dl
5. Hasil pemeriksaan Elekrolit saat MRS
- Natrium
: 136 mmol/Liter
- Kalium
: 4.9 mmol/Liter
- Clorida
: 115 mmol/Liter
6. Kesimpulan hasil pemeriksaan pada pasein ini tampak jelas adanya batu ginjal
bilateral dan anemis.
7. Tindakan saat MRS melakukan perbaikan keadaan umum pasien sampai stabil baru
dilakukan operasi pengambilan baru ren dextra-sinistra.

DAFTAR PUSTAKA
Chris. 2011.Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy. Artikel2011.
http://www.healthhype.com diakses tanggal 19 Januari 2015
Demirkeses O, Onal B, Tansu N, Altintas R, Yalcin V, Oner A. Efficacy of extracorporeal
shock wave lithotripsy for isolated lower caliceal stones in children compared with
stones in other renal locations. Urology 2006; 67: 170 5.
Matlaga, Brian R. 2011. Minimal Invasive Surgery Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsy. 1 Juni 2011. Johns Hopkins Medicine Jurnal. http://urology.jhu.edur
Moore, Keith L dan Anne M. R. Agur. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : EGC.
Netto NR Jr, Claro JFA, Lemos GC, Cortado PL. Renal calculi in lower pole calices : what
is the best method of treatment? J Urol 1991; 146: 721 3.
Purnomo, Basuki B. 2007. Dasar Dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto
Skolarikos A, Alivizatos G, de la Rossette J. Extracorporeal shock wave lithotripsy 25
years later: complication and their prevention. Eur Urol 2006. (Article in press)
Snell, Richard S.2006. Anatomi Klinik. Jakarta : EGC.

33

Tiselius HG, Ackermann D, Alken P, Buck C, Conort P, Galucci M. Guidelines of


urolithiasis. European Association of Urology 2001.
Villanyi KK, Szekely JG, Parkas LM, Javor E, Pusztai C. Short-term changes in renal
function after extracorporeal shock wave lithotripsy in children. J Urol 2001; 166:
222 4.
Wilbert DM. A comparative review of extracorporeal shock wave generation. BJU Int
2002; 90: 507 11.

34

Anda mungkin juga menyukai