Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN

Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan

zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada

kandung kemih seorang mumi. Berdasarkan lokasinya, batu saluran kemih ini

dapat dibagi menjadi empat yaitu batu ginjal, batu ureter, batu kandung kemih,

dan batu uretra1.

Ureter adalah organ berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan

urine dari pielum (pelvis) ginjal ke dalam buli-buli. Dindingya terdiri atas 1)

mukosa yang dilapisi oleh sel transisional, 2) otot polos sirkuler, dan 3) otot polos

longitudinal. Kontraksi dan relaksasi kedua otot polos itulah yang memungkinkan

terjadinya gerakan peristaltik ureter guna mengalirkan urine ke dalam buli-buli1.

Ureterolithiasis adalah batu pada ureter. Anatomi ureter memiliki tiga

tempat penyempitan, yaitu 1) pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau

pelvi-ureter junction, 2) tempat pada saat ureter menyilang arteri iliaka di rongga

pelvis, dan 3) pada saat ureter masuk ke buli-buli. Jika ada batu di lumen ureter

sehingga menyumbat aliran urine, otot polos ureter akan berkontraksi secara

berlebihan, yang bertujuan untuk mendorong/mengeluarkan sumbatan itu dari

saluran kemih. Kontraksi itu dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara

berkala, sesuai dengan irama peristaltik ureter1.

Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita batu saluran kemih,

sedangkan di dunia rata-rata terdapat 1-12% penduduk menderita batu saluran

1
kemih. Penyakit ini merupakan tiga penyakit terbanyak di bidang urologi di

samping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna 1. Di Indonesia

sendiri dari penelitian di RSUP Sanglah Denpasar November 2013 – Oktober

2014 didapatkan 141 orang menderita batu saluran kemih, dengan proporsi batu di

ureter sebanyak 24,8% setelah batu ginjal sebanyak 59,6%2.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi
Ureter adalah organ berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urine

dari pielum (pelvis) ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang dewasa panjangnya

lebih kurang 25-30 cm, dan diameternya 3-4 mm. Dindingya terdiri atas 1)

mukosa yang dilapisi oleh sel transisional, 2) otot polos sirkuler, dan 3) otot polos

longitudinal. Kontraksi dan relaksasi kedua otot polos itulah yang memungkinkan

terjadinya gerakan peristaltik ureter guna mengalirkan urine ke dalam buli-buli1.


Ureter membentang dari pielum hingga buli-buli, dan secara anatomis

terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih sempit daripada

tempat lain. Tempat penyempitan itu antara lain adalah 1) pada perbatasan antara

pelvis renalis dan ureter atau pelvi-ureter junction, 2) tempat pada saat ureter

menyilang arteri iliaka di rongga pelvis, dan 3) pada saat ureter masuk ke buli-

buli. Ureter masuk ke buli-buli dalam posisi miring dan berada di dalam otot buli-

buli (intramural); keadaan ini dapat mencegah terjadinya aliran balik urine dari

buli-buli ke ureter atau refluks vesiko-ureter pada saat buli-buli berkontraksi1.


Untuk kepentingan pembedahan, ureter dibagi menjadi dua bagian yakni

ureter pars abdominalis, yang membentang mulai dari pelvis renalis sampai

menyilang vasa iliaka, dan ureter pars pelvika yang membentang dari

persilangannya dengan vasa iliaka sampai muaranya di dalam buli-buli.

Disamping itu secara radiologis ureter dibagi dalam tiga bagian, yaitu 1) ureter

1/3 proksimal mulai dari pelvis renalis sampai batas atas sakrum, 2) ureter 1/3

3
medial mulai dari batas atas sakrum sampai pada batas bawah sakrum, dan 3)

ureter 1/3 distal mulai batas bawah sakrum sampai masuk ke buli-buli1.

2.2. Etiologi

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan

gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan

keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik)

Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah

terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor itu meliputi faktor instrinsik,

yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu

pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya1.

Faktor intrinsik adalah 1:

1. Herediter (keturunan)

Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.

2. Umur

Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.

3. Jenis kelamin

Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien

perempuan.

4
Faktor ekstrinsik adalah 1:

1. Geografi

Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih

yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah

stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir

tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.

2. Iklim dan temperatur

3. Asupan air

Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang

dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.

4. Diet

Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit

batu saluran kemih.

5. Pekerjaan

Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk

atau kurang aktivitas atau sedentary life.

2.3. Proses Pembentukan Batu


Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada

tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (statis urin) seperti

pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada

pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis

seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik

merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan urin1.

5
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik

maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal-kristal tetap berada dalam

keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaan-keadaan

tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal yang saling

mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan

mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal

yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar kristal tersebut bersifat rapuh

dan belum cukup membuntukan saluran kemih. Untuk itu agregat kristal

menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal) dan dari sini

bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang

cukup besar untuk menyumbat saluran kemih1.


Kondisi metastable dapat dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid

di dalam urin, konsentrasi solute di dalam urin, laju aliran urin di dalam saluran

kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak

sebagai inti batu1.


Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang

berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk kalsium oksalat dan

kalsium fosfat; sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium

amonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis lainnya.

Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu diatas hampir sama, tetapi suasana

di dalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak

sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana

asam, sedangkan batu magnesium amonium fosfat terbentuk karena urine bersifat

basa1.
2.4. Gambaran Klinis

6
Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada: posisi atau letak
batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan

oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri

kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot

polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan

batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan

intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang

memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal

karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal1.


Batu yang terletak disebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai

nyeri pada saat kencing atau sering kencing. Batu dengan ukuran kecil mungkin

dapat keluar spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan uretero-pelvik,

saat ureter menyilang vasa iliaka, dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli.

Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran

kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari

pemeriksaan urinalisis berupa hematuria mikroskopik1.


Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan

kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak

kelainan anatomik pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsi dan

segera dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotika1.


Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah

kostovertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-

tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan

demam/menggigil1.
2.5. Pemeriksaan Penunjang1
1. Sedimen urine

7
Pemeriksaan sedimen urine dapat menunjukkan adanya leukosituria,

hematuria dan dijumpai berbagai kristal pembentuk batu1.


2. Kultur urine
Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan

kuman pemecah urea.


3. Pemeriksaan Faal Ginjal
Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan terjadinya

penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien menjalani

pemeriksaan foto IVU.


4. Pemeriksaan Kadar Elektrolit
Pemeriksaan kadar elektrolit diperiksa untuk mencari faktor penyebab

timbulnya batu saluran kemih (antara lain kadar: kalsium, oksalat, fosfat

maupun urat didalam darah maupun didalam urine).


5. Foto polos abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan

adanya batu radio-opak disaluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan

kalsium fosfat bersifat radio-opak dan paling sering dijumpai diantara batu

jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat non-opak (radio-lusen). Foto

polos abdomen sering pula disebut KUB (Kidney Ureter Bladder)/BNO

(Blaas Nier Overzicht)/BOF (Buik Overzicht Foto).

Jenis Batu Radio-Opasitas


Kalsium Opak
MAP Semiopak
Urat/Sistin Non opak
Tabel 1. Urutan Radio-Opasitas beberapa jenis batu saluran kemih
6. Pielografi Intra Vena (IVU)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi

ginjal. Selain itu IVU dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun

non opak yang tidak dapat terlihat ole foto polos abdomen. Jika IVU

8
belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya

penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan

pielografi retrograd.
7. Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVU,

yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal

yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG

dapat menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (yang ditunjukkan

sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengerutan ginjal.


2.6. Penatalaksanaan
1. Perawatan konservatif/observasi3
Hanya ada data terbatas mengenai batu yang spontan hilang sesuai dengan

ukuran batu. Diperkirakan 95% batu hingga 4 mm hilang dalam 40 hari.

Observasi layak dilakukan pada pasien yang tidak mengalami komplikasi

(infeksi, nyeri refrakter, penurunan fungsi ginjal). Berdasarkan analisis bukti

yang tersedia, ukuran cut-off yang tepat untuk batu yang kemungkinan lewat

secara spontan tidak dapat disediakan; <10 mm dapat dianggap sebagai

estimasi terbaik. Oleh karena itu, diputuskan untuk tidak memasukkan ukuran

batu dalam rekomendasi ini dan lebih suka menyarankan ukuran batu <6 mm.

Batu yang hilang secara spontan berkurang dengan meningkatnya ukuran batu

dan bahwa ada perbedaan antara masing-masing pasien.


2. Perawatan farmakologis, Medical Expulsive Therapy (MET)3
MET hanya boleh digunakan pada pasien yang telah mendapat informasi.

Pengobatan harus dihentikan jika terjadi komplikasi (infeksi, nyeri refrakter,

dan penurunan fungsi ginjal). Meta-analisis telah menunjukkan bahwa pasien

dengan batu ureter yang diobati dengan α-blocker atau nifedipine melewati

9
episode kolik yang lebih sedikit daripada mereka yang tidak menerima terapi

tersebut.
Obat tamsulosin adalah salah satu dari a-blocker yang paling umum

digunakan. Namun, satu penelitian kecil telah menyarankan bahwa

tamsulosin, terazosin dan doxazosin sama-sama efektif.


Pemberian tamsulosin dan nifedipine aman dan efektif pada pasien dengan

batu ureter distal dengan kolik ginjal. Namun, tamsulosin secara signifikan

lebih baik daripada nifedipine dalam menghilangkan kolik ginjal dan

memfasilitasi dan mempercepat pengeluaran batu ureter. Tidak ada

rekomendasi untuk penggunaan kortikosteroid dalam kombinasi dengan α-

blocker di MET. Durasi perawatan MET pada sebagian besar studi

menyatakan durasi 1 bulan. Efek samping yang mungkin terjadi adalah

retrograd ejakulasi dan hipotensi.


Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan MET adalah
 Ukuran batu, karena kemungkinan tinggi pengeluaran batu secara

spontan dengan ukuran batu hingga 5 mm.


 Lokasi batu, sebagian besar percobaan telah menyelidiki batu

ureter distal. Dua penelitian menilai efek tamsulosin pada kalkulus ureter

proksimal <10 mm yang menunjukkan migrasi batu ke bagian yang lebih jauh

dari ureter dan tingkat pengeluaran batu yang secara signifikan lebih tinggi

dan waktu pengeluaran yang lebih pendek untuk batu <6 mm.
3. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)1
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh

Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter

proksimal atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa

pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah

10
dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan batu yang sedang

keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan menyebabkan hematuria.


4. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk

mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan

kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan

langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau

melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat

dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi

gelombang suara, atau dengan energi laser. Beberapa tindakan endourologi itu

adalah1:
a. Ureteroskopi (URS)3
URS dapat digunakan untuk seluruh ureter. Kontraindikasinya dapat

berupa misalnya, dengan general anestesi atau ISK yang tidak diobati.

URS dapat dilakukan pada semua pasien tanpa kontraindikasi spesifik.

Sebagian besar intervensi dilakukan dengan general anestesi, walaupun

anestesi lokal atau spinal dimungkinkan. Sedasi intravena cocok untuk

pasien wanita dengan batu ureter distal. Antegrade URS adalah opsi untuk

kalkulus ureter proksimal yang besar dan terimpaksi. Tujuan dari URS

adalah menghilangkan batu secara tuntas.


Peralatan fluoroskopik harus tersedia di ruang operasi.

Direkomendasikan penempatan kawat pengaman, meskipun beberapa

kelompok telah menunjukkan bahwa URS dapat dilakukan tanpa itu

Balon dan dilator plastik tersedia jika perlu. Jika akses ureter tidak

memungkinkan, pemasangan stent JJ diikuti oleh URS setelah 7-14 hari

sebagai prosedur alternatif.

11
Selubung akses ureter berlapis hidrofilik, yang tersedia dalam berbagai

kaliber (diameter dalam dari 9 F ke atas), dapat dimasukkan melalui kawat

penuntun, dengan ujungnya ditempatkan pada ureter proksimal. Selubung

akses ureter memungkinkan akses multipel yang mudah ke saluran kemih

bagian atas dan karenanya secara signifikan memfasilitasi URS.

Penggunaan selubung akses ureter meningkatkan penglihatan dengan

membentuk aliran keluar yang kontinyu, mengurangi tekanan intrarenal,

dan berpotensi mengurangi waktu operasi.


b. Litotripsi1
Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan

memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan

batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik.


c. PNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy)1
PNL adalah usaha mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran

ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises

melalui insisi kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih

dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.

d. Laparoskopi3
Beberapa penelitian telah melaporkan pengeluaran batu dengan

laparoskopi. Prosedur ini biasanya dicadangkan untuk kasus-kasus khusus.

Indikasi untuk pengangkatan batu ureter secara aktif adalah: 1) Batu

dengan kemungkinan jalan spontan yang rendah, 2) Nyeri terus-menerus

meskipun diberi obat analgesik yang memadai, 3) Obstruksi persisten, 4)

Insufisiensi ginjal (gagal ginjal, obstruksi bilateral, atau ginjal tunggal).


e. Bedah terbuka1

12
Di klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk

tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan

batu masih dilakukan tindakan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka

itu antara lain adalah: pieololitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil

batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak

jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan

ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah

(pielonefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami

pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi dan

infeksi yang menahun.

2.7. Pencegahan1
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang

tidak kalah pentingny adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka

kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50%

dalam 10 tahun.

13
Pencegahan yang dilakukan berdasarkan atas kandungan unsur yang

menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya

pencegahan itu berupa: 1) menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan

diusahakan produksi urine sebanyak 2-3 liter per hari, 2) diet untuk mengurangi

kadar zar komponen pembentuk batu, 3) aktivitas harian yang cukup, dan 4)

pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah 1)

rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan

menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam, 2) rendah oksalat, 3) rendah

garam karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsuri, dan 4) rendah

purin. Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita

hiperkalsuri absorbtif tipe II.

BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas

14
Nama : Tn. F. P

Umur : 55 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : PNS

Alamat : Namosain

3.2 Anamnesis

 Keluhan utama : nyeri pinggang kiri sejak ± 1 minggu SMRS

 Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang dengan keluhan nyeri pinggang

kiri yang memberat sejak ± 1 minggu SMRS dan nyeri yang dirasakan

seperti tertusuk-tusuk yang terjadi secara terus menerus. Pasien mengaku

sudah mengalami nyeri pinggang kiri sejak 1 tahun yang lalu, dimana

awalnya nyeri terjadi hilang timbul. Pasien berobat ke dokter dan telah

diberi obat minum namun gejala yang dirasakan tidak berkurang dan tetap

terasa sakit. Pasien juga mengatakan saat kencing terasa sakit namun

hanya terjadi sesekali saja. Pasien juga mengeluh mual dan pusing.
 Riwayat penyakit dahulu : Pada tahun 2010, pasien pernah mengalami hal

yang sama dan terdiagnosis batu ureter dan telah dioperasi di Denpasar.

Pasien juga menderita Diabetes Mellitus dan mengkonsumsi obat

Metformin 1x500 mg secara rutin.


 Riwayat penyakit keluarga : Kakak kandung pasien pernah menderita batu

ginjal.
 Riwayat pengobatan : Pasien mengkonsumsi obat natrium diklofenak dan

renalof.

1.3. Pemeriksaan fisik

15
 Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

 Kesadaran : Compos mentis, GCS : E4V5M6

 Tanda-tanda vital :

– Tekanan darah : 120/70 mmHg

– Nadi : 65x/menit, reguler

– RR : 20x/menit

– Suhu : 36,5 C

 Kepala : tidak ada kelainan


 Leher : pembesaran getah bening (-)
 Dada :

Inspeksi : Nafas spontan, simetris

Palpasi : Vocal fremitus kiri = kanan

Perkusi : Sonor +/+

Auskultasi : Vesikuler +/+, jantung dalam batas normal

Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)

 Abdomen
Inspeksi : dalam batas normal
Auskultasi : Bising usus (+), kesan normal
Palpasi : Hepar lien tidak teraba, masa (-)
Perkusi : Timpani seluruh lapang pandang abdomen
Ekstremitas : Edem (-), akral hangat
1.4. Pemeriksaan Urologi
 Regio Kostovertebra Angle
Inspeksi : Dalam batas normal
Palpasi : Massa tidak teraba
Perkusi : Nyeri ketok CVA (-/+)
1.5. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai

16
Rujukan
WBC 7,8 10^3/uL 4,0 – 10,0
RBC 5,12 10^6/uL 3,5 – 5,0
HCT 46,8% 37,0 – 50,0
PLT 281 10^3/uL 100 – 300
Clothing Time 8,30 menit 5 – 15 menit
Bleeding Time 1,30 menit 1 – 3 menit
Ureum 22,4 mg/dl 10 - 50
Kreatinin 0,8 mg/dl 0,5 – 1,1
GDS 177,0 mg/dl 70 - 140
Kalium 3,6 mmol/l 3,5 – 5,6
Natrium 139,9 mmol/l 135 - 155
Makroskopis urine
Warna Kuning Kuning Muda -
Kuning
Kejernihan Agak keruh Jernih
Berat jenis urin 1.010 1.000-1.030
pH urin 6,0 7,0
Protein urin Negatif Negatif
Glukosa Urin (+) 1 Negatif
Keton urin Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif 0,2 mg/dl urnie
Nitrit Negatif Negatif
Eritrosit urin Negatif Negatif
Leukosit urin (+++) 3 Negatif
Leukosit sedimen urin > 80 sel/LPB 0-5 sel/LPB
Eritrosit sedimen urin 1-3 sel/LPB 0-3 sel/ LPB
Epitel sedimen urin 2-5 sel/LPB 0-3 sel/LPB
Bakteri sedimen urin Negatif Negatif
Silinder sedimen urin Hialin (+) Negatif
Kristal sedimen urin Negatif Negatif
Parasit sedimen urin Negatif Negatif

1.6. Pemeriksaan Radiologi – USG

17
Hasil USG abdomen bawah
Ginjal kanan : terdapat kalsifikasi
Ginjal kiri : terdapat pelebaran ringan sistem pelviocalyceal
Buli : normal
Kesimpulan : - kalsifikasi ginjal kanan
-hydronephrosis sinistra ringan

1.7. Pemeriksaan Radiologi – BOF (Pre-Op)

1.8. Pemeriksaan Radiologi – BOF (Post Op)

18
Hasil BNO : - Tidak tampak bayangan batu opaque
- Tampak gambaran stent pada traktus urinarius sinistra

1.9. Assesment

Ureterolithiasis sinistra

1.10. Terapi
- Pro URS sinistra
- IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
- Obat pre operasi (antibiotik profilaksis) Ceftriaxone inj 1x1 gram
1.11. Laporan Operasi (08 – 01 – 2019)
 Sistoskopi : - Muara ureter sinistra cone
 URS sinistra : - Batu ureter proximal sinistra
-Lithotripsi  batu hancur sebagian retropulsi ke

ginjal
-Pasang DJ stent sinistra
3.10 Follow Up

Post Operasi URS sinistra

 IVFD RL 20 tpm

 Inj. Ceftriaxone 2x1 gr/iv

 Inj. Ketorolac 3x1 amp/iv

19
 Inj. Ranitidin 2x1 amp/iv

BAB 4

DISKUSI

Ureter adalah organ berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan

urine dari pielum (pelvis) ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang dewasa

panjangnya lebih kurang 25-30 cm, dan diameternya 3-4 mm. Dindingya terdiri

atas 1) mukosa yang dilapisi oleh sel transisional, 2) otot polos sirkuler, dan 3)

otot polos longitudinal. Anatomi ureter memiliki tiga tempat penyempitan, yaitu

1) pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvi-ureter junction, 2)

tempat pada saat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis, dan 3) pada saat

ureter masuk ke buli-buli. Jika ada batu di lumen ureter sehingga menyumbat

aliran urine, otot polos ureter akan berkontraksi secara berlebihan, yang bertujuan

untuk mendorong/mengeluarkan sumbatan itu dari saluran kemih. Kontraksi itu

dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara berkala, sesuai dengan irama

peristaltik ureter

Pada pasien kasus, pasien datang dengan keluhan nyeri pinggang kiri yang

memberat sejak ± 1 minggu SMRS dan nyeri yang dirasakan seperti tertusuk-

tusuk yang terjadi secara terus menerus disertai saat kencing terasa sakit namun

hanya terjadi sesekali saja. Gejala ini dirasakan sejak 1 tahun dan sudah berobat

20
ke dokter, nyeri makin memberat terutama ± 1 minggu. Keluhan yang dialami

yaitu gejala Ureterolithiasis. Pemeriksaan yang dilakukan berupa anamnesis,

pemeriksaan fisik (didapat nyeri ketok CVA kiri), pemeriksaan laboratorium,

pemeriksaan USG (susp. batu ureter sinistra) dan pemeriksaan radiologi BOF

(batu ureter proximal sinistra).

Sebelum URS, dilakukan sitoskopi dan didapatkan muara ureter sinistra

cone. Pada saat di URS didapatkan batu terletak di ureter proxima sinistra dan

setelah itu batu hancur namun sebagian retropulsi ke ginjal. Setelah URS

dilakukan pemasangan DJ stent sinistra.

21
BAB 5

KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien Tn. F. P, usia 55 tahun dengan keluhan

Ureterolithiasis berupa nyeri pinggang kiri yang memberat sejak ± 1 minggu

SMRS dan nyeri yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk yang terjadi secara terus

menerus disertai sakit saat kencing yang terjadi hanya sesekali saja. Gejala ini

dirasakan sejak 1 tahun dan sudah berobat ke dokter, nyeri makin memberat

terutama ± 1 minggu. Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri ketok CVA pada

pinggang kiri. Pemeriksaan penunjang radiologi BOF didapatkan batu ureter

proximal sinistra dan USG didapatkan susp. batu ureter sinistra. Pada Sitoskopi

didapatkan muara ureter cone. Dilakukan prosedur URS dan didapatkan batu

ureter proximal sinistra dan setelah URS dilakukan pemasangan DJ stent sinistra.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo B. B. Dasar-dasar Urologi. Edisi 3. Sagung Seto. Malang. 2012


2. Suryanto F, Subawa A A N. Gambaran Analisis Batu Saluran Kemih Lab. PK

RSUP Sanglah Denpasar Periode November 2013-Okrober 2014. E-Jurnal

Medika. 2017
3. Turk, C. et al. Guidelines on Urolithiasis. European Association of Urology.

2015

23

Anda mungkin juga menyukai