Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Urolithiasis adalah terbentuknya batu di dalam saluran kemih. Penyakit ini

diduga sudah ada sejak peradaban manusia yang tua karena ditemukan batu

diantara tulang panggul kerangka mumi dari seseorang yang berumur 16 tahun (1).

Penyakit ini menyerang sekitar 4% dari seluruh populasi, dengan rasio

pria-wanita 4:1 dan penyakit ini disertai morbiditas yang besar karena rasa nyeri.

Di dunia rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih.

Di Indonesia, penyakit ini merupakan masalah yang cukup bermakna dengan

prevalensi 13% pada laki-laki dewasa dan 7% pada perempuan dewasa. Empat

dari lima pasien adalah laki-laki, sedangkan usia puncak adalah dekade tiga

sampai keempat. Di NTT, penyakit ini mempunyai prevalensi sebesar 0,7% (2,3).

Tergantung lokasi batu, urolithiasis dibagi atas 4 lokasi yaitu nefrolithiasis,

ureterolithiasis, vesicolithiasis, dan urethrolithiasis. Pemeriksaan radiologis yang

diperlukan adalah foto polos abdomen, pielografi intravena, USG dan CT-Scan.

Jenis-jenis batu yang ditemukan pada umumnya adalah kalsium, asam urat, dan

struvit (4).

Terapi pada urolithiasis dapat dilakukan tanpa pembedahan maupun

dengan pembedahan. Hal ini tergantung oleh beberapa faktor seperti ukuran batu,

lokasi batu dan jika tidak membaik dengan terapi konservatif (2).

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Saluran Kemih

2.1.1 Anatomi Ginjal (5)

Gambar 2.1. Sistem urinarius tampak depan dan


belakang.
Ginjal merupakan organ berpasangan yang terletak pada retroperitoneal

yang masing-masing berada di dekat korpus vertebra. Posisi ginjal bagian atas

berada sejajar dengan tulang vertebra torakalis ke 12 dan bagian bawah ginjal

berada di tulang vertebra lumbalis ke 3. Umumnya ginjal bagian kanan berada

lebih kaudal dibandingkan dengan ginjal kiri. Ginjal berbentuk kacang dengan

berat 150 gram. Pada medial dari ginjal terdapat bagian yang berbentuk cekung

yang dinamakan hilus. Pada bagian ini terdapat arteri renalis, vena renalis, duktus

limpatikus, dan plexus saraf yang melewati sinus. Pada bagian terluar dari ginjal

dikelilingi oleh 3 lapisan jaringan ikat yaitu: 1) capsul fibrous renal fascia, bagian

terluar yang merekatkan ginjal dengan organ yang berdekatan pada dinding

abdomen 2) perirenal fat capsule, lapisan adiposa yang menjadi bantalan ginjal

2
dan menjaga ginjal pada tempatnya 3) fibrous capsule, lapisan terdekat pada ginjal

yang mencegah terjadinya infeksi maupun trauma.

Pada parenkim ginjal, dibagi menjadi 2 zona yaitu: korteks dan medulla.

Pada bagian korteks terdapat kolumna ginjal yang langsung menuju sinus dan

membagi medulla menjadi 6-10 piramid renalis. Tiap piramid berbentuk konus

dengan bagian yang lebar menghadap korteks sementara berujung tumpul

menghadap sinus, bernama papilla ginjal. Satu piramid dan korteks yang

berdekatan disebut sebagai satu lobus ginjal. Pada tiap papilla dari piramid renalis

terdapat kaliks minor yang berguna mengumpulkan urin. Dari 2-3 kaliks minor

akan bergabung menjadi kaliks mayor, dan 2-3 kaliks mayor akan bergabung pada

sinus membentuk saluran yang bernama pelvis renalis yang nantinya akan

menyalurkan menuju ureter dan kandung kemih.

Gambar 2.2. Gambaran ginjal secara fotografi dan


animasi.

3
Vaskularisasi ginjal (5)

Pada manusia, tiap ginjal disuplai dengan satu arteri renalis yang berasal

dari aorta. Pada saat di hilus, arteri renalis bercabang menjadi beberapa arteri

segmental dan nantinya kembali menjadi arteri interlobaris. Arteri interlobaris

menembus kolumna renal dan berjalan diantara piramid ginjal menuju cortico

medullary junction, batas antara korteks dan medulla. Pada area ini arteri kembali

bercabang menjadi arteri arkuata dimana arteri ini berbelok 90° mengikuti basis

piramid. Tiap arteri arkuata akan menjalar dan bercabang menjadi arteri kortikalis

radiata menuju pada korteks ginjal. Nantinya tiap arteri kortikalis radiata ini akan

menjadi arteriol afferent yang akan masuk dan membentuk kapiler-kapiler

melingkar menjadi glomerulus. Glomerulus berdrainase menjadi arteriol efferent

dan nantinya arteriol efferent akan bercabang menjadi kapiler-kapiler plexus

peritubulus. Dari kapiler-kapiler plexus peritubulus darah mengalir menuju vena

kortikalis radiata, vena arkuata, vena interlobaris, vena renalis, melewati hilus dan

menuju vena cava inferior. Pada bagian medulla ginjal hanya menerima 1%-2%

dari total darah yang mengalir, dibantu dengan pembuluh darah vasa recta. Vasa

recta adalah cabang dari arteriol efferent yang langsung turun menuju medulla

tanpa berubah menjadi kapiler-kapiler peritubulus. Vasa recta selanjutnya

bermuara pada vena kortikalis radiata.

4
Gambar 2.3. Vaskularisasi ginjal.

Persarafan ginjal (5)

Mengikuti jalur arteri renalis, plexus renalis merupakan persarafan dan

ganglion. Plexus renalis mengikuti cabang-cabang arteri renalis menuju ginjal dan

menjadi serabut saraf pada pembuluh darah dan tubulus kontortus pada nefron.

Plexus renalis berisi serabut aferen, serabut simpatis dan serabut parasimpatis.

Nefron (6)

Nefron terbentuk dari 2 bagian yaitu : korpuskulum ginjal dan tubulus

renal. Korpuskulum renal terdiri dari glomerulus dan kapsula Bowman. Pada

korpuskulum renal terdapat 2 kutub yaitu vascular pole dimana arteri masuk dan

keluar dari korpuskulum renal dan urinary pole dimana hasil filtrasi glomerulus

akan masuk ke tubulus renal. Fungsi dari korpuskulum renal ini adalah sebagai

filtrasi darah.

5
Tubulus ginjal dibagi menjadi 4 bagian yaitu 1) tubulus kontortus proksimalis

yang berguna untuk reabsorbsi dan sekresi 2) ansa henle yang berguna untuk

menjaga gradien osmolaritas pada medulla renal dengan cara melakukan pompa

Na-K dan Cl dari bagian ascending ansa henle 3) tubulus kontortus distalis

berfungsi untuk mereabsorbsi zat yang diatur oleh hormon seperti aldosterone-

mengatur sodium dan ekskresi potassium, paratiroid hormon yang berguna untuk

regulasi kalsium dan ekskresi fosfat 4) tubulus koligentes berfungsi untuk

keseimbangan asam basa dengan mensekresi hidrogen atau ion bikarbonat menuju

urin dan mengabsorbsi air dan Na+ dan sekresi K+.

3 tahap pembentukan urin

1. Filtrasi glomerular

Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada

glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glomerulus secara

relatif bersifat impermeabel terhadap protein plasma yang besar dan

cukup permeabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti

elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal

(RBF= Renal Blood Flow) adalah sekitar 22% dari curah jantung atau

sekitar 1100 ml/menit. Sekitar 1/5 dari plasma atau sekitar 125

ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsul Bowman. Ini dikenal

dengan laju filtrasi glomerulus (GFR= Glomerular Filtration Rate).

Gerakan masuk ke kapsula Bowman disebut filtrat. Tekanan filtrasi

berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus

dan kapsula Bowman, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler

6
glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh

tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula Bowman serta tekanan

osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh

tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding

kapiler.

2. Reabsropsi

Zat-zat yang difiltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu: non

elektrolit, elektrolit, dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah

reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah

difiltrasi. Hasil sisa metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat

sedikit di reabsorpsi pada tubulus ginjal. Sebaliknya elektrolit seperti

natrium, klorida, dan bikarbonat terreabsorpsi dalam jumlah banyak,

hingga kadar elektrolit dalam urin akan rendah. Beberapa zat hasil

filtrasi akan direabsorpsi sepenuhnya, seperti asam amino dan glukosa.

Reabsorpsi terjadi dalam tubulus kontortus proksimal, lengkung henle,

dan tubulus kontortus distal.

3. Sekresi

Sekresi adalah perpindahan molekul dari CES (cairan

ekstratubular) ke lumen tubulus nefron. Sekresi tubular melibatkan

transport aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus

kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara

alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara

alamiah terjadi dalam tubuh adalah asam urat dan kalium serta ion-ion

7
hidrogen. Proses sekresi adalah difusi zat dari kapiler peritubulus ke

interstisium dengan cara zat menuju lumen tubulus dengan

menyebrangi tight junction antar sel (jalur paraseluler) atau melewati

membran basolateral dan membran apikal (jalur transelular).

2.1.2 Anatomi Ureter (5)

Gambar 2.4. Gambaran Ureter.


Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm dan mempunyai lebar

hingga 1,7 cm yang membawa hasil penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi,

sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter yang

terletak retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal. Terdapat beberapa

tempat di mana ureter mengalami penyempitan yaitu pada saat keluar dari pelvis,

saat menyilang dengan A. Illiaca Communis dan saat menembus dinding dari

vesica urinaria. Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk batu. Ureter

diperdarahi oleh cabang a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca communis,

a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter

melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, pleksus

hipogastricus superior dan inferior.

2.1.3 Anatomi Vesica Urinaria (5)

8
Vesica urinaria merupakan kantung muscular yang terdapat pada rongga

pelvis, bagian inferior dari peritoneum dan dibelakang simfisis pubis. Dalam

keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri dari 3 bagian

yaitu corpus, apex, dan fundus. Vesica urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis

superior dan inferior. Namun pada perempuan a.vesicalis inferior digantikan oleh

a.vaginalis. Sedangkan persarafan vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis

dan parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor,

n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Persarafan parasimpatis

melalui n. splanchnicus pelvicus S2-S4 yang berperan sebagai sensorik dan

motorik.

Gambar 2.5. Gambaran Vesica Urinaria.

2.1.4 Anatomi Urethra (5)

Terdapat beberapa perbedaan urethra pria dan wanita. Urethra pada pria

memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual

9
(berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan urethra wanita panjangnya

sekitar 4 cm. Urethra memiliki 2 otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot

polos terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di

urethra pars membranosa, bersifat volunter).

Pada pria, urethra dapat dibagi atas 4 yaitu:

 Pars prostatika, merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar

prostat.

 Pars membranosa, merupakan bagian yang terpendek dan tersempit.

Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi

diafragma urogenital.

 Pars bulbosa, merupakan bagian yang terlapisi otot bulbocavernosus dan

menempel pada tubuh karena tergantung oleh ligamentum suspensorium

penis.

 Pars pendulosa, merupakan bagian yang tidak terlapisi otot

Gambar 2.6. Uretra pada laki-laki

10
Sedangkan urethra pada wanita berukuran lebih pendek dibanding urethra pada

pria, setelah melewati diafragma urogenital, urethra akan bermuara pada

orifisiumnya diantara klitoris dan vagina.

Gambar 2.7. Vesica urinaria dan Uretra pada


wanita

2.2 Urolithiasis

2.2.1 Definisi

Urolithiasis adalah terbentuknya batu di dalam saluran kemih (1).

2.2.2 Epidemiologi

Terdapat sekitar 120 dan 140 per 1.000.000 pasien akan terbentuk batu

pertahunnya dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 3:1 (7).

2.2.3 Etiologi (2)

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan

gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan

11
keadaankeadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara

epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu

saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu

keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh

yang berasal dari lingkungan sekitarnya.

Faktor intrinsik adalah :

1. Herediter (keturunan)

Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.

2. Umur

Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.

3. Jenis kelamin

Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien

perempuan.

Faktor ekstrinsik adalah :

1. Geografi

Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih

yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah

stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir

tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.

2. Iklim dan temperatur

3. Asupan air

Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang

dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.

12
4. Diet

Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit

batu saluran kemih.

5. Pekerjaan

Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk

atau kurang aktivitas atau sedentary life.

2.2.4 Patogenesis (8,9)

Batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada

tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (statis urin) seperti

pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada

pelvikalises, divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hiperplasia

prostat benigna merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya

pembentukan urin.

Terdapat 2 mekanisme pembentukan batu yaitu supersaturasi dan infeksi.

Batu yang dihasilkan dapat berbeda, pada supersaturasi (free stone formation)

batu yang terbentuk biasanya adalah batu asam urat dan sistein. Pada infeksi, batu

yang terbentuk adalah hasil dari metabolisme bakteri. Sedangkan formasi batu

yang frekuensinya paling banyak, kalkulus yang mengandung kalsium, lebih

kompleks masih belum jelas dimengerti.

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik

maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal-kristal tetap berada dalam

keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaan-keadaan

tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal yang saling

13
mengadakan presipitasi membentuk inti batu yang kemudian akan mengadakan

agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.

Meskipun ukurannya cukup besar kristal tersebut bersifat rapuh dan belum cukup

membuntukan saluran kemih. Maka dari itu agregat kristal menempel pada epitel

saluran kemih dan membentuk retensi kristal, dengan mekanisme inilah bahan-

bahan lain diendapkan pada agregat tersebut hingga membentuk batu yang cukup

besar untuk menyumbat saluran kemih.

Kondisi metastable dapat dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya

koloid di dalam urin, konsentrasi solute di dalam urin, laju aliran urin di dalam

saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang

bertindak sebagai inti batu.

Ada beberapa zat yang dapat bertindak sebagai inhibitor pembentukan

batu. Ion magnesium dapat menghambat pembentukan batu kalsium oksalat

dengan cara berikatan dengan oksalat. Demikian pula sitrat jika berikatan dengan

ion kalsium akan membentuk garam kalsium sitrat sehingga dapat mengurangi

formasi batu yang berkomponen kalsium beberapa protein juga dapat bertindak

sebagai inhibitor dengan cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat

agregasi kristal maupun menghambat retensi kristal, senyawa itu adalah:

glikosaminoglikan, protein Tam Horsfall, nefrokalsin, dan osteopontin.

2.2.5 Klasifikasi Batu (8)

a. Batu Kalsium

Batu jenis ini paling banyak dijumpai (±80%) dari seluruh batu

saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium

14
oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur itu. Faktor

yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kalkulus kalsium antara

lain:

1. Hiperkalsuri : kadar kalsium lebih dari 250-300

mg/24 jam. Hiperkalsuri dapat terjadi karena peningkatan

absorbsi kalsium dari usus, gangguan reabsrobsi kalsium melalui

tubulus ginjal dan peningkatan resorpsi kalsium tulang yang

banyak terjadi pada hiperparatiroidisme primer atau pada tumor

paratiroid.

2. Hiperoksaluri : kadar oksalat yang melebihi 45 gram per

hari. Oksalat dapat ditemukan pada teh, kopi instan, minuman soft

drink, kokoa, arbei, jeruk, sitrun, dan sayuran berwarna hijau

terutama bayam.

3. Hiperurikosuri : kadar asam urat yang tinggi (850 mg/24

jam) dalam urin. Asam urat yang berlebihan dalam urin dapat

bertindak sebagai inti batu dari batu kalsium oksalat.

4. Hipositraturi : di dalam urin, sitrat bereaksi dengan

kalsium membentuk kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan

kalsium dengan oksalat atau fosfat. Hal ini dimungkinkan karena

ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut daripada kalsium oksalat.

Oleh karena itu sitrat dapat bertindak sebagai penghambat

pembentukan batu kalsium. Hipositraturi dapat terjadi pada

penyakit asidosis tubuli ginjal atau renal tubular acidosis, sindrom

15
malabsrobsi, atau pemakaian diuretic golongan tiazid jangka

panjang.

5. Hipomagnesiuri : mekanisme yang sama dengan sitrat,

magnesium dapat mengikat kalsium sehingga menghambat

pengikatan oksalat. Hipomagnesiuri dapat disebabkan oleh

inflammatory bowel disease yang diikuti dengan gangguan

malabsorbsi.

b. Batu Asam Urat

Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih.

Diantara 75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan

sisanya merupakan campuran kalsium oksalat. Batu ini banyak

diderita oleh pasien-pasien penderita gout, penyakit

mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker,

kegemukan, peminum alkohol, diet tinggi protein dan yang banyak

menggunakan obat urikosurik diantaranya adalah sulfinpirazone,

thiazide, dan salisilat.

c. Batu Struvit

Batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman

penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau

urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urea dan merubah

urin menjadi suasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amonia.

Suasana ini yang memudahkan garam-garam magnesium,

amonium, fosfat, karbonat membentuk batu magnesium amonium

16
fosfat (MAP) dan karbonat apatit karena terdiri atas 3 kation (Ca++,

Mg++, dan NH4+) batu ini dikenal sebagai triple phosphate.

Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea adalah: proteus spp,

klebsiella, enterobacter, pseudomonas, seratia, dan

staphylococcus.

d. Batu jenis lain

Batu sistin, batu xantin, batu triamteren, dan batu silikat sangat

jarang di jumpai di Indonesia. Batu sistin didapatkan karena

kelainan metabolisme sistin, yaitu kelainan dalam absorbsi sistin di

mukosa usus. Demikian batu xanthin terbentuk karena penyakit

bawaan berupa defisiensi enzim xanthin oksidase yang

mengkatalisis perubahan hipoxanthin menjadi xanthin dan xanthin

menjadi asam urat. Pemakaian antasida yang mengandung silikat

(magnesium silikat atau alumino-metilsalisilat) yang berlebihan

dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan timbulnya batu

silikat.

2.2.6 Gambaran Klinis (2)

Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada: posisi, atau letak

batu, besar batu, dan penyulit yang terjadi. Keluhan yang paling dirasakan pasien

adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri kolik ataupun

bukan kolik. Nyeri kolik karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises

ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran

kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya

17
meningkat sehingga terjadi perengangan dari terminal saraf yang memberikan

sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena

terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.

Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai

nyeri pada saat kencing atau sering kencing. Batu dengan ukuran kecil mungkin

dapat keluar spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan uretero-pelvik,

saat ureter menyilang vasa iliaka, dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli.

Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran

kemih yang disebabkan oleh batu. Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu

urosepsis dan ini merupakan kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus

secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik pada saluran kemih yang

mendasari timbulnya urosepsis dan segera di lakukan terapi berupa drainase dan

pemberian antibiotika.

2.2.7 Diagnosis (10,11,12)

a. Anamnesis

Pasien dengan batu saluran kemih mempunyai keluhan yang

bervariasi mulai dari tanpa keluhan, sakit pinggang ringan sampai dengan

kolik, disuria, hematuria, retensi urine, anuria. Keluhan ini dapat disertai

dengan penyulit seperti demam, dan tanda-tanda gagal ginjal. Setalah itu,

menggali penyakit terdahulu yang dapat menjadi faktor pencetus

terbentuknya batu seperti riwayat ISK dengan batu saluran kemih.

b. Pemeriksaan Fisik

18
Pemeriksaan fisik pasien dengan batu saluran kemih dapat

bervariasi mulai

tanpa kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak

batu dan penyulit yang ditimbulkan.

 Pemeriksaan fisik umum: febris, anemia.

 Pemeriksaan fisik urologi:

- Sudut kosto vertebra: nyeri tekan, nyeri ketok dan pembesaran

ginjal

- Supra simfisis: nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh

- Genitalia eksterna: teraba batu di uretra

- Colok dubur: teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)

c. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang penting ada 2 jenis yaitu:

pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi.

 Pemeriksaan laboratorium

1. Urinalisis

Dikenal pemeriksaan urin rutin dan lengkap.

Pemeriksaan urin rutin adalah pemeriksaan

makroskopik, mikroskopik, dan kimia urin yang

meliputi pemeriksaan protein dan glukosa. Sedangkan

pemeriksaan urin lengkap adalah pemeriksaan urin rutin

yang dilengkapi dengan pemeriksaan benda keton,

bilirubin, urobilinogen, darah samar, dan nitrit.

19
2. Pemeriksaan darah

o Darah lengkap: hemoglobin, leukosit, LED

o Faal ginjal: BUN dan kreatinin serum. Bertujuan

untuk mencari kemungkinan penurunan fungsi

ginjal dan untuk mempersiapkan pasien

menjalani pemeriksaan foto IVP.

o Kadar elektrolit

 Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan radiologi yang dilakukan bisa foto polos

abdomen, IVP, USG, dan CT-Scan.

1. Foto Polos Abdomen (13,14)

Secara umum, yang harus diperhatikan pada foto polos abdomen

adalah bayangan, besar (ukuran), dan posisi kedua ginjal. Dapat pula

dilihat kalsifikasi dalam kista dan tumor, batu radioopak, dan perkapuran

dalam ginjal dan harus diperhatikan batas muskuli Psoas kiri dan kanan.

Gambar 2.8. Gambaran batu Gambar 2.9. Gambaran batu


pada ginjal kiri staghorn
20
2. Pielografi Intravena (IVP) (14,15)

IVP merupakan suatu tipe X-ray yang memvisualisasi ginjal dan

ureter setelah injeksi intravena bahan kontras. Setelah injeksi, kontras

bergerak menuju ginjal, ureter, dan vesica urinaria. Foto diambil dalam

beberapa interval waktu untuk melihat pergerakan ini. IVP dapat

memperlihatkan ukuran, bentuk, dan struktur ginjal, ureter, dan vesica

urinaria. Juga untuk mengevaluasi fungsi ginjal, deteksi penyakit ginjal,

batu ureter dan vesica, trauma dan tumor.

Gambar 2.10. Gambaran normal Gambar 2.11. Gambaran


sistem pelviokaliseal batu staghorn

Gambar 2.12. Gambaran normal Gambar 2.13. Gambaran batu


(14)
3. Ultrasonografi
vesica(USG)
urinaria pada vesica urinaria

21
3. USG (Ultra Sonography)

Pemeriksaan ini cukup efektif dan akurat dalam mendeteksi adanya

abses renal, pyohidronefrosis, atau adanya batu saluran kemih. Pada kasus

urolithiasis, USG dapat menunjukkan ukuran, bentuk, dan posisi batu.

Biasanya pemeriksaan ini dikombinasikan dengan foto polos abdomen

untuk menentukan hidronefrosis atau pelebaran ureter yang berhubungan

dengan kecurigaan adanya batu saluran kemih yang ditemukan pada foto

polos. Pada USG terlihat gambaran acoustic shadow. Selain itu, USG

dapat mendeteksi adanya pionefrosis atau pengkerutan ginjal.

Gambar 2.14. Gambaran batu pada ginjal


dengan acoustic shadow

Gambar 2.15. A: Gambaran batu seperti pasir pada buli-


22
buli B: gambaran batu seperti pasir pada pelvis ginjal
kanan
4. Computed Tomography Scan (CT-Scan) (14)

Pada pemeriksaan dengan CT-Scan, kontras dapat diberikan maupun tidak.

Pemeriksaan dengan CT-Scan ini umumnya dilakukan untuk mengetahui

batu yang ada di ginjal. Dapat bersifat informatif tentang morfologi dan

kelainan ginjal, beserta morfologi batu. CT-Scan juga memegang peranan

penting dalam mengevaluasi hidronefrosis dan hidroureter.

Gambar 2.16. Gambaran batu pada Gambar 2.17. Gambaran batu pada
proksimal ureter kedua ginjal
2.2.8 Penatalaksanaan (1,2,7)

Penatalaksanaan batu saluran kemih harus tuntas sehingga bukan hanya

mengeluarkan batu saja, tetapi juga harus disertai terapi penyembuhan penyakit

batu atau paling sedikit disertai dengan terapi pencegahan.

a. Terapi Medikamentosa

Terapi ini bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin

dengan pemberian diuretikum, berupa:

 Minum sehingga diuresis 2 liter/hari

 α – blocker (Tamsulosin)

23
 Analgetik

- NSAID (Sodium Diclophenac, Indomethacin)

- Tramadol, Pentazocine (Lini ke 2)

- Spasmolytics (metamizole sodium) (lini ke 3)

Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu

syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya

infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi

bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pasien-

pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal transplan, dan penurunan fungsi

ginjal) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera

dilakukan intervensi.

b. Tatalaksana Non Medikamentosa

1. Terapi aktif non pembedahan

 ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

o Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter

proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan

invasif atau pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-

fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui

saluran kemih.

o Indikasi ESWL:

- Ukuran batu antara 1-3 cm atau 5-10 mm dengan

gejala yang mengganggu

- Fungsi ginjal masih baik

24
- Batu terletak di ginjal dan ureter

- Kondisi kesehatan pasien memenuhi syarat

o Kontraindikasi :

- Pasien dengan hipertensi yang tidak dikontrol

- Pasien dengan gangguan pembekuan darah

- Pasien dengan gangguan fungsi ginjal berat

- Wanita hamil dan anak-anak

 PNL (Percutaneous Nephrolitholapaxy)

o Mengeluarkan batu yang berada di saluran ginjal

dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem

kaliks melalui insisi kulit. Batu kemudian dikeluarkan

atau dipecah terlebih dahulu.

o Indikasi PNL:

- Bila batu berukuran sangat besar (lebih dari 2 cm

- Lokasi batu yang tidak memungkinkan dilakukan

ESWL atau ureteroskopi.

o Kontraindikasi :

- Tidak dapat dilakukannya anastesi umum

- Terdapat tumor yang pada akses traktus

- Kehamilan

 Uteroskopi atau Uretero-Renoskopi (URS)

Memasukkan alat uteroskopi per uretram guna melihat keadaan

ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi

25
tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem

pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi atau

uretero-renoskopi ini.

2. Terapi aktif pembedahan

 Laparoscopy

 Open surgery

o Nefrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk

mengambil batu yang berada di dalam ginjal

o Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk

mengambil batu yang berada di ureter

o Vesikolitomi merupakan operasi terbuka untuk

mengambil batu yang berada di vesica urinaria

o Uretrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk

mengambil batu yang berada di uretra.

2.2.9 Komplikasi (7)

Batu yang menyumbat pada saluran kemih dapat menyebabkan komplikasi

terhadap penyumbatan organ superior. Beberapa komplikasi urolithiasis adalah

obstruksi ureter yang dapat menyebabkan hidroureter hingga hidronefrosis. Urin

yang statis karena penyumbatan ginjalpun dapat menjadi media yang baik untuk

berkembangnya bakteri hingga dapat menyebabkan infeksi hingga urosepsis. Pada

keadaan tertentu pyonefrosis juga dapat terjadi pada batu saluran kemih bagian

atas. Perjalanan pengeluaran batu juga dapat menimbulkan trauma pada ureter

hingga dapat membentuk striktur ureter. Dalam jangka waktu yang lama batu

26
dapat mengiritasi mukosa vesika urinaria secara kronis, hingga dapat

menyebabkan komplikasi karsinoma sel skuamosa.

2.2.10 Prognosis (2)

Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor yaitu ukuran batu, letak

batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin

buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat

mempermudah terjadinya infeksi.

Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan

bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada

sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan

PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula

oleh pengalaman operator.

2.2.11 Pencegahan (2)

1. Minum banyak air (8-10 gelas sehari), dengan demikian urin menjadi

lebih encer sehingga mengurangi kemungkinan zat-zat pembentuk batu untuk

saling menyatu. Dengan minum banyak, urin biasanya berwarna bening, tidak

kuning lagi.

2. Minum air putih ketika bangun tidur di subuh hari. Hal ini akan segera

merangsang kita untuk berkemih, sehingga urin yang telah mengendap semalam

tergantikan dengan yang baru.

3. Jangan menahan kencing; kencing yang tertahan dapat menyebabkan

urin menjadi lebih pekat, atau infeksi saluran kemih. Urin yang pekat dan infeksi

saluran kemih merupakan faktor pendukung terbentuknya batu.

27
4. Pola makan seimbang, berolahraga, dan menjaga berat badan tetap

ideal.

BAB III

KESIMPULAN

Urolithiasis adalah terbentuknya batu di dalam saluran kemih dimana

menurut data epidemiologi perbandingan antara laki-laki dan perempuan 3:1.

Etiologinya terdiri dari faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Ada beberapa jenis

batu yang dapat terakumulasi pada saluran kemih yaitu batu kalsium, batu asam

urat, dan batu struvit. Gejala yang ditimbulkan pada penyakit ini bergantung pada

posisi, atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang terjadi. Pemeriksaan

penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium dan radiologi

berupa foto polos abdomen, IVP, USG, dan CT-Scan. Penatalaksanaan urolithiasis

antara lain dengan terapi konservatif dan terapi non medikamentosa berupa terapi

aktif non pembedahan atau terapi aktif pembedahan. Komplikasi yang sering

terjadi adalah obstruksi. Prognosis dari penyakit ini tergantung dari faktor ukuran

batu, letak batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Pencegahan yang dapat

dilakukan antara lain adalah banyak minum air putih, jangan menahan kencing,

dan pola makan seimbang, berolahraga dan menjaga berat badan tetap ideal.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC.


2. Purnomo BB. Dasar-dasar Urologi Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto. 2014.
3. Riset Kesehatan Dasar. 2013.
4. Budjang N. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Badan Penerbit FK UI.
2013.
5. Saladin KS. Human Anatomy 4th Edition. Amerika: McGrawHill. 2014.
6. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology, 5th ed.
US: FA Davis Company; 2007.
7. European Association of Urology. April 2014.
8. Wein, Kavoussi, Novick, Partin, Peters. Campbell-Walsh Urology.
Tenth Edition. Philadelphia; 2012.
9. Knoll T. Epidemiology, Pathogenesis and Pathophysiology of
Urolithiasis. European Urology Supplements 9 (2010). Department of
Urology, Sindelfingen-Boeblingen Medical Center, Germany.
10. Shires, Schwartz. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. EGC:
Jakarta.
11. Peale, S. Margaret . Urolithiasis Medical and Surgical Management.
USA: Informa healthcare.
12. Ahuja T.A et al, 2006. Renal Calculus. In: Case Studies in Medical
Imaging.By; Cambridger University Press.
13. Rasyad, Syahriar, dkk. Radiologi Diagnostik Edisi 4. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta. 1998.
14. Smith J.K. 2011. Urinary Calculi Imaging. Available from:
http://www.emedicine.medscape.com/overview/381993.htm [Accessed
25 Maret 2018].

29
15. Maleuka R.G. Urogenital. In: Radiologi Diagnostik. Pustaka Cendekia

Press. Yogyakarta. 2008.

30

Anda mungkin juga menyukai