PENDAHULUAN
1
ammonium asam urat dan kalsium oksalat. Batu kandung kemih sering ditemukan
secara tidak sengaja pada penderita dengan gejala obstruktif dan iritatif saat
berkemih. Tidak jarang penderita datang dengan keluhan disuria, nyeri
suprapubik, hematuria dan buang air kecil berhenti tiba-tiba.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
kavum abdominalis di belakang peritoneum melekat langsung pada dinding
belakang abdomen.
Setiap ginjal memiliki ureter, yang mengalirkan air kemih dari pelvis
renalis (bagian ginjal yang merupakan pusat pengumpulan air kemih) ke dalam
kandung kemih.
b. Ureter
Ureter merupakan saluran kecil yang menghubungkan antara ginjal dengan
kandung kemih (vesica urinaria), dengan panjang ± 25-30 cm, dengan
penampang ± 0,5 cm. Saluran ini menyempit di tiga tempat yaitu di titik asal
ureter pada pelvis ginjal, di titik saat melewati pinggiran pelvis, dan di titik
pertemuannya dengan kendung kemih. Lapisan dinding ureter terdiri dari dinding
luar berupa jaringan ikat (jaringan fibrosa), lapisan tengah terdiri dari lapisan otot
polos, lapisan sebelah dalam merupakan lapisan mukosa. Lapisan dinding ureter
menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan
mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesica urinearia). Setiap
ureter akan masuk ke dalam kandung kemih melalui suatu sfingter. Sfingter
adalah suatu struktur muskuler (berotot) yang dapat membuka dan menutup
sehingga dapat mengatur kapan air kemih bisa lewat menuju ke dalam kandung
4
kemih. Air kemih yang secara teratur tersebut mengalir dari ureter akan di
tampung dan terkumpul di dalam kandung kemih.6
b. Uretra
Saluran kemih (uretra) merupakan saluran sempit yang berpangkal pada
kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki-laki
uretra berjalan berkelok-kelok melalui tengah-tengah prostat kemudian menembus
lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis ke bagian penis panjangnya ± 20 cm.
Uretra pada laki-laki terdiri dari uretra prostatika, uretra membranosa, dan uretra
kavernosa. Uretra prostatika merupakan saluran terlebar dengan panjang 3 cm,
dengan bentuk seperti kumparan yang bagian tengahnya lebih luas dan makin ke
bawah makin dangkal kemudian bergabung dengan uretra membranosa. Uretra
5
membranosa merupakan saluran yang paling pendek dan paling dangkal. Uretra
kavernosa merupakan saluran terpanjang dari uretra dengan panjang kira-kira 15
cm. Pada wanita, uretra terletak di belakang simfisis pubis berjalan miring sedikit
kearah atas, panjangnya ± 3-4 cm. Muara uretra pada wanita terletak di sebelah
atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini hanya sebagai saluran
ekskresi. Uretra wanita jauh lebih pendek daripada uretra laki-laki.6
2.2.2 Epidemiologi
Batu saluran kemih sudah ditemukan pada manusia sejak zaman dahulu.7,9
− Prevalensi batu ginjal di dunia sebesar 1 – 15 %, dan meningkat pada daerah
dengan cuaca panas seperti daerah pegunungan, gurun, dan daerah tropis.
− Perbandingan prevalensi antara pria dan wanita adalah = 2-3 : 1, dan
puncaknya pada usia 40 - 60 tahun
− Batu saluran kemih merupakan penyakit ketiga terbanyak pada saluran
kemih setelah penyakit infeksi saluran kemih dan kelainan pada kelenjat
prostat.
− Berdasarkan ras : Kulit putih lebih sering terkena dibandingkan Asia, dan,
Asia lebih banyak terkena dibandingkan Afrika.
− 25% penderita mempunyai riwayat keluarga dengan batu saluran kemih.
− Risiko pembentukan batu berhubungan dengan berat badan dan indeks
massa tubuh.
6
− Batu kalsium dan batu asam urat lebih sering terjadi pada laki-laki, dan batu
infeksi lebih sering terjadi pada wanita.
− Batu yang sering ditemukan adalah batu kalsium oksalat, asam urat, batu
struvit, dan batu sistein.
2.2.4 Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih berhubungan dengan gangguan aliran
urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan
lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Penyebab terbentuknya batu saluran
kemih adalah sebagai berikut:7
1. Penyebab definitif :
− Metabolik
• Gangguan metabolisme purin
- Hiperoksaluria
7
- Hiperoksaluria primer
- Hiperoksalauria enterik
• Hiperkalsiuria
- Hiperparatiroidisme primer
- Hipertiroidisme
- Kelebihan vitamin D
- Keganasan
- Sarkoidosis
- Renal tubular acidosis
• Diare kronis, dehidrasi
• Sisteinuria
− Infeksi : Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme penghasil
urease
− Kelainan Anatomi: (stenosis uretero-pelvis), divertikel,
obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat
benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik
− Kelainan Fungsional
2. Idiopatik
2.2.5 Klasifikasi 7
Definisi
Batu Non Kalsium Infection stones:
• Magnesium ammonium
Phosphate (struvit/ batu tripe)
• Carbonate apatite
• Ammonium uratea
Uric acid
Ammonium uratea
Sodium uratea
Sistein
Batu Kalsium
8
2.2.6 Komposisi Batu7
Komposisi Batu Persentase
Calcium-Containing Stones
Calcium oxalate 60
Hydroxyapatite 20
Brushite 2
Non–Calcium-Containing Stones
Uric acid 7
Struvite 7
Cystine 1–3
Triamterene <1
Silica <1
2,8-Dihyroxyadenine <1
9
saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian
akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi
kristal yang lebih besar.7,8
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum
cukup mampu menyumbat saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel
pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan
lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar
untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh pH urin,
laju aliran urine di dalam saluran kemih, kekuatan ionik, atau adanya korpus
alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.8,9
Teori pembentukan batu saluran kemih:
1. Teori supersaturasi: peningkatan kejenuhan substansi pembentuk batu
dalam urin seperti sistin, xantin, asam urat, kalsium, oksalat, akan
mempernudah terbentuknya batu.
2. Teori pembentukan inti: pembentukan batu saluran kemih membutuhkan
adanya substansi organik sebagai pembentuk inti. Substansi organik ini
terutama mukoprotein mukopolisakarida yang akan mempermudah
kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu.
3. Teori presipitasi-kristalisasi: perubahan pH urin akan mempengaruhi
solubilitas substansi urin. Di dalam urin yang asam akan mengendap
sisitin, xantin, dan asam urat, sedangkan di dalam urin yang basa akan
mengendap garam-garam fosfat.
4. Teori berkurangnya faktor penghambat: berkurangnya substansi
penghambat pembentukan batu seperti fosfopeptida, pirofosfat, polifosfat,
asam mukoolisakarida dalam urin, akan mempermudah pembentukan batu.
5. Teori lain: kekurangan cairan akan menyebabkan peningkatan konsentrasi
zat terlarut, sehingga mempermudah pembentukan kristal di urin.
2.2.8 Patofisiologi
Batu dapat terbentuk di sepanjang saluran kemih terutama pada tempat-
tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin, yaitu pada sistem kanaliks
ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises divertikel,
10
obstruksi, infravesika kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura,
dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan
terjadinya pembentukan batu. Batu terdiri dari atas kristal-kristal yang tersusun
oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-
kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine
jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi
kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti baru
(nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan
lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar,
agregat Kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih.
Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih, dan dari sini
bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang
cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Penyumbatan saluran kemih oleh
batu ini menyebabkan aliran urin terhambat sehingga peningkatan berlebihan dari
tekanan intra luminal saluran kemih oleh stasisnya urin, overdistensi ini direfer ke
area untuk persepsi nyeri di sistem kolektiva dan menyebabkan nyeri kolik.
Nyeri kolik yang berat sering membuat pasien memposisikan tubuhnya dalam
posisi yang tidak biasa untuk mengurangi rasa nyeri. Obstruksi ini juga
menyebabkan refluks aliran urin ke saluran kemih atas menyebabkan
hidronefrosis. Hidronefrosis dapat mengganggu fungsi ginjal. Batu juga
mengiritasi saluran kemih sehingga menyebabkan adanya hematuria.7
11
seringkali bergerak konstan dalam posisi yang tidak umum untuk mengurangi
nyeri.7
Mayoritas dari batu saluran kemih memberikan gambaran onset nyeri akut
karena obstruksi dan distensi akut dari saluran kemih bagian atas. Intensitas dan
lokasi nyeri dapat bervariasi dari pasien ke pasien tergantung ukuran batu, lokasi
batu, derajat obstruksi,akuiti obstruksi dan variasi anatomi individu.7,9
Batu di Kaliks Ginjal
Batu di kaliks ginjal memberikan gambaran nyeri dalam, rasa nyeri tumpul
pada pinggang atau punggung dengan intensitas berat sampai ringan. Nyeri
mungkin diawali setelah mengkonsumsi cairan dalam jumlah banyak. Batu di
kaliks ginjal umumnya kecil dan banyak serta dapat keluar secara spontan.7,9
Batu di Pelvis Ginjal
Batu pielum didapatkan dalam bentuk sederhana sehingga hanya
menempati bagian pelvis. Batu dapat tumbuh mengikuti susunan pelvikalises
sehingga bercabang menyerupai tanduk rusa. Batu dapat bermanifestasi tanpa
gejala sampai dengan gejala yang berat. Batu dengan diameter > 1 cm umumnya
mengobstruksi ureteropelvic junction yang menyebabkan nyeri hebat pada sudut
kostovertebra, lateral terhadap sakrospinalis dan dibawah iga 12. Nyeri bervariasi
dari nyeri tumpul sampai nyeri tajam dan biasanya konstan dan sulit diabaikan.7,9
12
Gejala dan Tanda Pielolitiasis
• Tidak ada tanda dan Gejala
• Nyeri pinggang sisi atau sudut kostovertebra
• Hematuria makroskopik dan Mikroskopik
• Pielonefritis dan atau Sistisis
• Pernah mengeluarkan batu ketika kencing
• Nyeri tekan kostovertebra
• Batu tanpak pada pencitraan
• Gangguan fungsi ginjal
Batu di Ureter Atas dan Tengah
Batu di ureter atas dan tengah menyebabkan nyeri punggung atau
pinggang yang berat dimana intensitasnya diperburuk bila batu bergerak turun ke
ureter dan menyebabkan obstruksi intermiten. Bila batu hanya mengobstruksi
sebagian lumen maka nyeri akan berkurang sedikit. Batu di ureter tengah
menyebabkan nyeri yang radiasinya ke anterior arah abdomen tengah dan
bawah.7,9
Batu di Ureter Distal
Batu di ureter distal menyebabkan nyeri yang radiasinya ke lipatan paha
atau testis pada pria dan labia mayora pada wanita. Karena peristaltis akan terjadi
gejala kolik, yakni nyeri hilang timbul disertai perasaan mual dengan atau tanpa
muntah dengan myeri alih yang khas. Selama batu masih menyumbat, serangan
kolik akan berulang sampai batu bergeser dan member kesempatan urin lewat.7,9
Diagnosis dapat disalahartikan dengan torsi testis atau epididimitis. Batu di ureter
intramural dapat meningkatkan terjadinya sistitis, uretritis atau prostatitis dengan
menyebabkan nyeri suprapubik, frekuensi dan unrgensi berkemih, disuria,
stranguria serta gross hematuria. Pada wanita nyerinya dapat disangka nyeri
menstuasi, penyakit inflamasi pelvis dan ruptur atau terputarnya kista ovarium.7,9
13
• Kolik
o Serangan nyeri
o Mual Muntah
o Kegelisahan
• Nyeri alih ke region inguinal
• Perut kembung / ileus paralitik
• Hematuria
• Batu tampak pada pencitraan7,9
2. Hematuria
Pasien sering mengalami gross hematuria intermiten atau biasanya urin
berwana teh.7
3. Infeksi
Batu ammonium fosfat (struvit) sering berkaitan dengan infeksi proteus,
pseudomonas, providencia, klebsiella dan stafilokokus. Meskipun demikian,
seluruh batu dapat menyebabkan infeksi sehubungan dengan obstruksi dan stasis
proksimal. Infeksi juga dapat menyebabkan persepsi nyeri. Bakteri uropatogenik
14
dapat mempengaruhi peristaltic ureter dengan memproduksi eksotoksin dan
endotoksin. Inflamasi lokal karena infeksi dapat mengaktivasi kemoreseptor dan
persepsi nyeri local dengan pola referrl. Infeksi dapat berupa pionefrosis dan
xanthogranulomatous pyelonephrosis.7,9
4. Demam
Demam terkait batu saluran kemih harus diawasi untuk tanda-tandak
sepsis. Terutama bila teraba masa di pinggang oleh adanya hidronefrosis ginjal.7
5. Mual Muntah
Obstruksi saluran kemih atas sering berhubungan dengan mual dan muntah
sehingga diperlukan untuk menganti cairan agar kembali ke kondisi euvolemik.
Namun, cairan jangan dpakai untuk dieresis agar batu keluar.7
2.2.10 Diagnosis
a. Anamnesis
Evaluasi harus dilakukan terhadap gejala nyeri, termasuk onset terjadinya,
karakternya, lokasi radiasi nyeri, aktivitas yang mengurangi atau malah
memperburuk nyeri, adanya mual muntah terkait dan gross hematuria7
b. Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan kolik ginjal akut biasanya mengalami nyeri hebat dan
seringkali mengurangi rasa nyerinya dengan memposisikan tubuhnya dalam posisi
yang tidak biasa. Hal ini membedakannnya dari pasien peritonitis, dimana pasien
peritonitis takut bergerak karena nyeri.7,9
Komponen sistemik dari kolik renal semakin jelas dengan adanya
takikardia, berkeringat, dan muntah. Nyeri di sudut kostovertebra terasa jelas dan
teraba masa di abdomen karena hidronefrosis. Demam. Hipotensi dan
vasodilatasi kutan terlihat jelas pada urospsis. Diperlukan perawatan intensif bila
terdapat tanda-tanda urosepsis.7,9
c. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah Rutin
Melihat adanya leukositosis.
2. Urinalisa
15
Untuk mendeteksi adanya gross hematuria baik secara makroskopik
maupun mikroskopis dan pyuria. Orang dewasa dengan batu asam urat
biasanya memiliki pH urin yang asam. Kristal yang terlihat secara
mikroskopik juga dapat menggambarkan komposisi batu. Kultur urin
dengan tes sensitivitas juga dilakukan untuk mendeteksi infeksi terkait
sekaligus terapinya.10
3. Fungsi Ginjal
Kreatinin mungkin meningkat pada obstruksi yang mengganggu fungsi
ginjal.10
d. Pemeriksaan Radiologis
1. BNO/IVP
Secara radiologis batu dapat radiopak atau radiolusen. Sifat radiopak ini
berbeda untuk tiap jenis batu sehingga dapat diduga jenisnya. Batu
radiolusen umumnya adalah dari jenis asam urat murni. Pada batu
radiolusen, foto dengan bantuan kontras akan menyebabkan defek pada
pengisian tempat batu sehingga memberi gambaran pada daerah batu yang
kosong.9
2. Ultrasonografi
Dapat melihat semua jenis batu, radiopak atau radiolusen, dapat juga
ditentukan ruang dan lumen saluran kemih. Pada USG terlihat objek
hiperekoik dengan posterior shadowing.10
3. CT- Scan
Mendeteksi batu di traktus urinarius lebih sensitif dan spesifik.10
4. Sistoskopi
Tes yang paling sering dilakukan untuk batu buli. Pemeriksaan ini
memungkinkan pemeriksa melihat batu baik ukuran, jumlah dan posisi.10
16
- Kolesistitis
- Kehamilan Ektopik Terganggu
- Penyakit inflamasi pelvis
- Kista ovarium ruptur atau terpelintir
- Torsi testis
- Epididimitis
- Emboli arteri renal akut7
2.2.12 Penatalaksanaan9,11,12
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya
harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi
untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu
telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi
sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter
atau hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus
segera dikeluarkan.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti di
atas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang
diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat
menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang
menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih.
Pilihan terapi antara lain :
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti
disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan
untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum,
berupa :
a) Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
b) c.α- blocker
c) d.NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu
syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya
17
infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi
bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengana danya obstruksi, apalagi pada
pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan
fungsi ginjal) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus
segera dilakukan intervensi.
18
ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi, kencing manis,
gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan anak-anak, serta
berat badan berlebih (obesitas). Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal
pada wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada
kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang
valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya
3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke
dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil
pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik,
dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi
laser. Beberapa tindakan endourologi antara lain:
a) PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang
berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke
sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau
dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil. Keuntungan dari
PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat diambil atau dihancurkan;
fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas.
Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui berhasil
19
atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan khusus bagi ahli
urologi.
4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadaiuntuk
tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu
masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain
adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal,
danureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus
menjalanitindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah
tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis,atau
mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yangmenimbulkan obstruksi
atau infeksi yang menahun.
20
5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang
memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu
ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi,
pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang
tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka
kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50%
dalam 10 tahun.
2.2.13 Komplikasi
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi
akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan ginjal,
kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder yangtidak direncanakan.
Data kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi pada tindakan batu
ureter memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang
signifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah
avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis,trauma vaskuler, hidro atau
pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang signifikan
21
perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strass, infeksi luka operasi, ISK
dan migrasi stent.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya
disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari
batu,terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar
dariyang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar
penderitatidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi.
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan
terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis
yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Komplikasi lainnya
dapat terjadi saat penanganan batu dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya
adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka
maupun noninvasif seperti ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah
dilakukannya PNL, atau pada beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat
pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat seperti
lien, hepar, kolon dan paru serta perforasi pelvis renalis juga dapatterjadi saat
dilakukan PNL, visualisasi yang adekuat, penanganan yang hati-hati, irigasi serta
drainase yang cukup dapat menurunkan resiko terjadinya komplikasi ini.
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan
darah,demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih
sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL.
Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang
lebih singkat dibandingkan PNL.
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi keseluruhan.
Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasiterapi sama (<
20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali pada hematom
perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbukamencapai 25-50%.
Mortalitas akibat tindakan jarang, namun dapat dijumpai,khususnya pada pasien
dengan komorbiditas atau mengalami sepsis dankomplikasi akut lainnya. Dari
data yang ada di pusat urologi di Indonesia, risikokematian pada operasi terbuka
kurang dari 1%.
22
Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%),urosepsis
(1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat trauma parietal dan
viseral. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca ESWL, dijumpai adanya
perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara yangkembali normal setelah 15
hari.
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang
memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8% kasus akibat
perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi urin. Padasatu kasus
dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi operasi terbuka meliputi
leakage urin (9%), infeksi luka (6,1%), demam (24,1%), dan perdarahan
pascaoperasi (1,2%).
2.2.14 Prognosis11
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu,
dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk
prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat
mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya
infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan
bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada
sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yangditangani dengan
PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula
oleh pengalaman operator.
23
BAB 3
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Supriadi Kadadiri
RM : 57. 43.98
Tanggal Lahir : 10 April 1997
Alamat : Desa Sitinjo I Kec. Sitinjo
Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri BAK
Telaah : Hal ini dialami os sejak 3 tahun ini, memberat dalam 4
hari ini, nyeri terutama sewaktu ingin BAK, nyeri menghilang setelah os selesai
BAK. Nyeri pinggang (-).BAK tidak lampias (+), BAK sering dan sedikit-sedikit
(+), BAK keruh (+), BAK berpasir (-), BAK berwarna kemerahan (-).
Demam (+) dialami sejak 4 hari ini.. Mual (-), Muntah (-).
24
RPO : Tidak jelas
Pemeriksaan Umum:
- Kesadaran : Compos Mentis - Anemis : (-)
- Nadi : 100 x/menit - Sianosis : (-)
- Suhu : 38oC - Dyspnoe : (-)
- Pernapasan : 26 x/menit - Ikterik : (-)
- BB/PB : 44 Kg/ 141 cm - Oedem : (-)
Pemeriksaan Fisik
Kepala : Mata: RC +/+, pupil isokor, conjungtiva palpebra inferior pucat
-/- ; Telinga/Hidung/Mulut: dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-)
Toraks : Simetris fusiformis, retraksi (-), HR 100 x/menit regular, RR: 26
x/menit regular, ronki -/-
Abdomen : soepel, peristaltik (+) normal, Hepar/Lien tidak teraba.
Ekstremitas : Pols 100 x/menit regular, T/V cukup, akral H/M/K, CRT < 3”,
pitting oedem -/-
Status Urologis:
• Sudut costovertebra: nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)
• Suprasimfisis: Buli kesan kosong, nyeri tekan (-)
• Genitalia Eksterna: Laki-laki, Tidak Sunat, Meatus uretra eksternus: dbn
Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Satuan Hasil
Hemoglobin g% 14.00
Hematokrit % 39.50
Leukosit 103/mm3 11.38
Trombosit 103/mm3 343
25
Kalium mEq/L 4.9
Klorida mEq/L 107
URINALISIS
Urine Lengkap
Warna Kuning keruh
Glukosa Negatif
Bilirubin Negatif
Keton Negatif
Berat Jenis 1.010
pH 7.0
Protein Positif 1
Urobilinogen Negatif
Nitrit Positif
Darah Negatif
Sedimen Urine
Eritrosit LPB Sulit dinilai
Leukosit LPB Penuh
Epitel LPB Sulit dinilai
Casts LPB Negatif
Kristal LPB Negatif
Foto Toraks
26
Kesan : idak ada kelainan pada cord an pulmo
Rencana:
USG Ginjal
Foto Polos Abdomen
Urinalisis Rutin
Kultur Urin
27
Kesan : Vesicolithiasis
USG
Hasil kultur urin dan darah : Tidak dijumpai adanya pertumbuhan bakteri
28
Rencana : Sectio Alba + Cystoscopy.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fuller CE, Threatte GA, Henry JB. 2001. Urinary calculi. In: John Bernard
Henry, editor. Clinical diagnosis and management by laboratory methods.
20nd ed. Philadelphia: WB Saunders Company; p.397-9.
2. Purnomo, B.B., 2011. Dasar-dasar Urologi Edisi ke 3. Jakarta: Sagung Seto
3. Sja’bani M, Bakri S, Rahardjo P. 2001. Batu saluran kemih dalam buku ajar
Ilmu Penyakit Dalam, edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; p.377-85
4. DepKes RI, 2002. Statistik Rumah Sakit di Indonesia Seri 3, Morbiditas dan
Mortalitas Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Available from:
http://yanmedik-depkes.net/statistik_rs_2002 [Di akses pada 4 Oktober 2013]
5. Dewi.D.A., Subawa,A.A. 2007. Profil Analisis Batu Saluran Kencing di
Instalasi Laboratorium Klinik RSUP Sanglah Denpasar. Denpasar: Bagian
Patologi Klinik FK Unud
29
6. Carlos L.J, dkk., 2003. Histologi Dasar. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
7. Tanagho EA. 2008. Smith’s General Urology 17th Edition. USA: Mc Graw
Hill. p 246-262
8. Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; p.378
9. Sjamsuhidayat. De jong, wim. Buku ajar ilmu Bedah. Hlmn 1024-1034.
Jakarta: EGC.
10. Basier, J. 2012. Bladder Stone Workup. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/2120102-workup [diakses pada 4
Oktober 2013]
11. Shires, Schwartz. Intisari prinsip – prinsip ilmu bedah. ed-6. Jakarta: EGC;
p.588-589
12. , Stones in the Urinary Tract. Available from:
http://hospitals.aku.edu/karachi/Documents/Stones-in-the-Urinary-Tract.pdf.
[diakses tanggal 5 Oktober 2013]
30