Anda di halaman 1dari 38

SKENARIO BENGKAK PADA WAJAH DAN PERUT Seorang anak laki-laki, 12 tahun, dibawa oleh ibunya datang ke Puskesmas

dengan wajah dan perut bengkak. Pembengkakan dialami sejak 3 minggu yang lalu yang makin lama semakin bertambah. Tidak ada demam dan tanda-tanda infeksi lain.

KATA SULIT Edema (bengkak) yaitu adanya cairan dalam jumlah besar yang abnormal di ruangan jaringan interseluler tubuh; biasanya menunjukkan jumlah yang nyata dalam jaringan subkutis. Edema dapat terbatas, disebabkan oleh obstruksi vena atau jaringan limfatik atau oleh peningkatan permeabilitas vaskuler , atau bersifat sitemik akibat dekompesasio kordis atau penyakit ginjal.

KATA/KALIMAT KUNCI Anak laki-laki, 12 tahun Bengkak pada wajah dan perut Dialami sejak 3 minggu yang lalu Semakin bertambah/berat Tidak ada demam dan tanda-tanda infeksi lain

PERTANYAAN 1. Jelaskan anatomi, histologi, fisiologi, dan biokimia sistem urinaria ! 2. Jelaskan patomekanisme bengkak pada wajah dan perut ! 3. Mengapa bengkaknya hanya di wajah dan di perut ? 4. Bagaimana penanganan awal jika pasien datang dengan bengkak pada wajah dan perut sesuai dengan skenario ? 5. Bagaimana langkah-langkah diagnosis pada skenario ? 6. Bagaimana differential diagnosis sesuai dengan skenario ?

SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2

JAWABAN PERTANYAAN 1. ANATOMI Sistem urinaria merupakan sistem kemih yang terdiri atas ginjal, ureter, vesica urinaria, uretra. Ginjal adalah sepasang organ yang berbentuk seperti kacang yang terletak retroperitonium, satu di setiap sisi kolumna vertebralis yang letaknya sedikit di atas garis pinggang. Ginjal diperdarahi oleh arteri renalis. Ramus primer

mempercabangkan arteri interlobaris yang berada di antara piramid lalu berjalan pada basis piramid membentuk arcus yaitu arteri arcuata yang kemudian mempercabangkan arteri interlobularis. Arteri interlobularis berakhir sebagai arteriola glomerularis afferens (vasa afferens) membentuk glomerulus. Pembuluh darah yang meninggalkan glomerulus adalah arteriola glomerulus efferen (vasa effferens) yang selanjutnya membentuk pleksus arterious dan dari pleksus tersebut dipercabangkan arteriola rekta (vasa rekta) yang berjalan menuju pelvis renalis. Gambar organ-organ uropoetica

SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2

Bagian-bagian sistem kemih di luar ginjal memiliki fungsi hanya sebagai saluran untuk memindahkan urin ke luar tubuh. Jadi setelah terbentuk di ginjal, komposisi dan volume urin tidak berubah sampai keluar dari tubuh.

HISTOLOGI Unit fungsional ginjal disebut tubulus uriniferus, jumlahnya lebih dari satu juta pada tiap ginjal, tubulus uriniferus menyusun parenkim ginjal dan tersusun padat, hanya dipisahkan oleh jaringan ikat intertisiel (mengandung serat kolagen) yang berisis pembuluh darah, pembuluh limfe dab serat saraf. Tiap tubulus uruniferus terdiri dari nefron dan duktus koligentes. Darah yang berada dalam glomeruli dipisahkan dari ruang kapsul (barrier filtrasi) oleh sel endotel kapiler, lamina basalais glomeruli, dan sel podosit. Molekul dapat lewat sel endotel yang berfungsi sebagai penyaring ksar sedangkan pada lamina basalis juga merupakan filter yang agak kasar, sehingga belum jelas bagaimana cara barrier filtrasi glomeruli dapat menahan hampir semua protein plasma. Tenaga aktif dalam pembentukan filtrat glomeruli adalah tekanan darah dalam kapiler glomeruli besarnya sekitar 60 mmHg dikurangi tekanan hidrostatik dalam ruang kapsul besarnya sekitar 32 mmHg, jadi besar tekanan filtrasi efektif adalah sekitar 10 mmHg, kecepatan filtrasi glomeruli seluruhnya dari kedua SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2 3

ginjal adalah 125 ml per menit, dari sini 124 ml diserap kembali dalam tubulus, jadi urine per menit diproduksi hanya 1ml atau sekitar1500 ml/ hari. Daerah mesangial = Jaringan Mesangium adalah jaringan yang berfungsi seperti mesenterium usus terdapat antara pedikel podosit dan kapiler glomeruli, mengandung sel mesangial yang terbenam dalam matriks ekstraselular mesangium. Sel mesangial mirip dengan sel endotel hanya mempunyai inti lebih gelap dan mempunyai tonjolan sitoplasma yang meluas di antara lengkungan kapiler oleh karna adanya tonjolan-tonjolan sitoplasma ini maka sel ini terlihat seperti bintang sehingga disebut juga sel stellata. Fungsi sel adalah sebagai penyokong lengkungan kapiler dan berfungsi sebagai rangka dari glomeruli, dan mempunyai sifat fagositik. Tubulus proksimal dibentuk oleh dua jenis epitel, yaitu epitel selapis kubis rendah dan epitel selapis kubis tinggi. Kedua jenis sel ini berkaitan dengan fungsi tubulus proksimal dalam filtrasi glomerulus. Sistem sebelumnya telah membahas fungsi epitel selapis, yaitu untuk absorpsi, transport ion dan cairan. Ansa Henle, dan tubulus distalis juga tersusun dari jenis epitel yang sama sesuai dengan fungsinya.

SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2

FISIOLOGI Fungsi ginjal adalah untuk: Menyaring limbah metabolik Menyaring kelebihan natrium dan air dari darah Membantu membuang limbah metabolik serta natrium dan air yang berlebihan dari tubuh Membantu mengatur tekanan darah Membantu mengatur pembentukan sel darah. Setiap ginjal terdiri dari sekitar 1 juta unit penyaring ( nefron).

Sebuah nefron merupakan suatu struktur yang menyerupai mangkuk dengan dinding yang berlubang (kapsula Bowman), yang mengandung seberkas pembuluh darah (glomerulus). Kapsula Bowman dan glomerulus membentuk korpuskulum renalis. Darah yang masuk ke dalam glomerulus memiliki tekanan yang tinggi. Sebagian besar bagian darah yang berupa cairan disaring melalui lubang-lubang kecil pada dinding pembuluh darah di dalam glomerulus dan pada lapisan dalam kapsula Bowman; sehingga yang tersisa hanya sel-sel darah dan molekul-molekul yang besar (misalnya protein). Cairan yang telah disaring (filtrat) masuk ke dalam rongga Bowman (daerah yang terletak diantara lapisan dalam dan lapisan luar kapsula Bowman) dan mengalir ke dalam tubulus kontortus proksimal (tabung/saluran di bagian hulu yang berasal dari kapsula Bowman); natrium, air, glukosa dan bahan lainnya yang ikut tersaring diserap kembali dan dikembalikan ke darah. Ginjal juga menggunakan energi yang secara selektif menggerakkan molekulmolekul yang besar (termasuk obat-obatan, misalnya penicillin) ke dalam tubulus. Molekul tersebut dibuang ke dalam air kemih meskipun ukurannya cukup besar untuk dapat melewati lubang-lubang pada penyaring glomerulus. Bagian berikutnya dari nefron adalah ansa Henle. Ketika cairan melewati ansa Henle, natrium dan beberapa elektrolit lainnya dipompa keluar sehingga cairan yang tersisa menjadi semakin pekat. Cairan yang pekat ini akan mengalir ke dalam tubulus kontortus distal. Di dalam tubulus distal, semakin banyak jumlah natrium yang dipompa keluar.

SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2

Cairan dari beberapa nefron mengalir ke dalam suatu saluran pengumpul (duktus kolektivus). Di dalam duktus kolektivus, cairan terus melewati ginjal sebagai cairan yang pekat, atau jika masih encer, maka air akan diserap dari air kemih dan dikembalikan ke dalam darah, sehingga air kemih menjadi lebih pekat. Tubuh mengendalikan konsentrasi air kemih berdasarkan kebutuhannya terhadap air melalui hormon-hormon yang kerjanya mempengaruhi fungsi ginjal. Air kemih yang terbentuk di ginjal mengalir ke bawah melalui ureter menuju ke kandung kemih; aliran tersebut bukan merupakan aliran yang pasif. Ureter adalah pipa/tabung berotot yang mendorong sejumlah air kemih dalam gerakan bergelombang (kontraksi). Setiap ureter akan masuk ke dalam kandung kemih melalui suatu sfingter. Sfingter adalah suatu struktur muskuler (berotot) yang bisa membuka (sehingga air kemih bisa lewat) dan menutup. Air kemih yang secara teratur mengalir dari ureter akan terkumpul di dalam kandung kemih. Kandung kemih ini bisa mengembang, dimana ukurannya secara bertahap membesar untuk menampung jumlah air kemih yang semakin bertambah. Jika kandung kemih telah penuh, maka akan dikirim sinyal saraf ke otak, yang menyampaikan pesan untuk berkemih. Selama berkemih, sfingter lainnya yang terletak diantara kandung kemih dan uretra akan membuka sehingga air kemih mengalir keluar. Secara bersamaan, dinding kandung kemih berkontraksi sehingga terjadi tekanan yang mendorong air kemih menuju ke uretra. Tekanan ini dapat diperbesar dengan cara mengencangkan otot-otot perut. Sfinger pada pintu masuk kandung kemih tetap menutup rapat untuk mencegah aliran balik air kemih ke ureter.

SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2

Hubungan sistem renin angiotensin dan sel-sel Jukstaglomerulus (JGA) Juxtra Glomerular Apparatus (JGA) JGA terdiri dari tiga komponen, yaitu Sel-sel makula densa Sel-sel mesangial extraglomerular (sel agranular / sel Lacis) Sel-sel granular (sel juxtraglomerulus / JG) yang mempunyai granula-granula yang mengandung renin. Makula densa adalah sel-sel epitel kuboid yang membatasi tubulus pada daerah kutub vaskular. Sel-sel makula densa berfungsi memonitori fungsi tubulus distalis. Bila kadar Natrium dalam tubulus menurun maka makula densa akan mengirimkan informasi pada sel juxtraglomerular yang kemudian akan melepaskan renin ke dalam lumen arteriole.

SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2

Angiotensinogen Renin Angiotensin I ACE Angiotensin II (vasokonstriktor) : - konstriksi arteriole & vena - merangsang sekresi aldosteron angiotensinase Angiotensin III

BIOKIMIA

Zat-zat yang normal pada urin a. Komponen organik : Urea, asam urat, kreatinin, derivat asam amino, konjugat dengan asam belerang asam glukuronat, glisin. Metabolit dari banyak hormon, koriogonadotropin, dan urokrom. b. Komponen anorganik : didalam urin terdapat kation Na+, K+, Ca2+, Mg2+, dan NH4+, demikian juga anion Cl, SO42-, dan HPO42-. Zat zat patologik yang terdapat dalam urin glukosa, zat- zat keton, protein, darah, bilirubin. Kompensasi ginjal : 1. sekresi ion hidrogen 2. reabsorpsi ion bikarbonat SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2 8

3. produksi ion bikarbonat baru

Asidosis Metabolik :

Ekskresi ion hidrogen, kstraseluler

Alkalosis Metabolik :

Sekresi ion hidrogen di tubulus, Cairan bikarbonat ekstraseluler

2. Patomekanisme bengkak pada wajah dan perut Ada 2 tipe edema, yaitu : Edema inflamasi, yaitu edema sebagai akibat terjadi peningkatan

permeabilitas vaskuler. Edema noninflamasi, yaitu edema yang disebabkan oleh perubahan tekanan hemodinamik pada dinding kapiler (disebut juga edema hemodinamik). Pada skenario dikatakan bahwa tidak terdapat tanda-tanda infeksi. Hal itu berarti bahwa edema yang dimaksudkan dalam skenario ini adalah edema noninflamasi. Edema diakibatkan oleh peningkatan tekanan intravaskuler yang cenderung mendorong cairan ke dalam jaringan interstitial. Edema noninflamasi tergantung pada keadaan : Peningkatan tekanan hidrostatik intravaskuler Penurunan tekanan osmotik koloid plasma Gangguan pada aliran limfatik Retensi garam dan air, yang merupakan gangguan utama pada penyakit ginjal. Pada plasma di pembuluh darah dan ECF di jaringan interstitial, terdapat 2 tekanan yang meregulasi pergerakan cairan yaitu tekanan hidrostatik dan tekanan koloidosmotik. Tekanan hidrostatik plasma dan tekanan koloid-osmotik ECF menyebabkan pergerakan air keluar dari pembuluh darah ke jaringan interstitial, manakala tekanan hidrostatik ECF dan tekanan koloid-osmotik plasma menyebabkan pergerakan cairan keluar dari jaringan interstitial ke pembuluh darah. Apabila tekanan hidrostatik plasma menjadi lebih tinggi dari normal, atau apabila tekanan koloid-osmotik plasma menjadi lebih rendah dari mormal, cairan SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2 9

ekstraselluler darah akan bergerak dari pembuluh darah ke jaringan interstitial melebihi kadar yang normal. Ini akan menyebabkan pengumpulan cairan ECF yang berlebihan di jaringan interstitial lalu mengakibatkan edema. Edema ini bisa berlaku di mana saja seperti di wajah dan perut dalam kasus ini. Adanya reaksi antigen dan antibody pada glomerulus

Hiperkolestorelemia

Permeabilitas MBG Meningkat

Hiperlipidemia

Proteinuria

Sintesa B Lipoprotein Menigkat di Hepar

Hipoproteinemia

Tekanan Koloid Osmotik Plasma Menurun

GFR menurun Interstitial

Difusi air dan cairan ke Jaringan

Volume Plasma dan CO Menurun

Kelenjar Suprarenalis

Mineralokortikoid Meningkat Aldosteron Meningkat

Retensi Na dan Air EDEMA

ADH Meningkat

SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2

10

3. Bengkak terjadi pada wajah dan perut : Edema didefinisikan sebagai penumpukan cairan intertisial yang berlebihan. Edema dapat disebabkan oleh tekanan hidrostatik kapiler yang meningkat, tekanan osmotik koloid yang menurun, permeabilitas kapiler yang meningkat, atau obstruksi aliran limfatik. Penyebaran edema genralisata terutama diatur oleh gaya gravitasi yang memengaruhi tekanan hidrostatik kapiler. Dengan demikian, edema biasanya terjadi pada tempat dengan tekanan hidrostatik kapiler yang paling tinggi (daerah yang rendah, misalnya daerah tungkai atau sakral pada pasien yang berbaring), atau pada tempat dengan tekanan intertisial paling rendah (daerah periorbital, muka, skrotal). Apabila daerah edema ditekan dengan jari, timbul lekukan yang akan menetap dalam beberapa saat karena cairan terdorong ke daerah lain, hal ini disebut sebagai pitting edema. Untuk rongga abdomen yang merupakan rongga potensial mempunyai permukaan rongga tidak mempunyai resistensi yang cukup bermakna bagi jalannya cairan, elektrolit, atau bahkan protein yang dengan mudah keluar masuk antara rongga dan cairan intertisial dijaringan sekitarnya. Akibatnya cairan dalam kapiler yang berdekatan dengan rongga potensial akan berdifusi tidak hanya ke dalam cairan intertisial tetapi juga ke dalam rongga potensial. Rongga abdomen merupakan tempat yang terutama cairan. sangat rentan untuk terjadinya pengumpulan

4. Penanganan awal jika pasien datang dengan bengkak pada wajah dan perut : a. Penanganan penyakit yang mendasari b. Mengurangi asupan natrium dan air baik diet maupun intravena c. Meningkatkan pengeluaran natrium dan air: Diuretik: Hanya sebagai terapi paliatif Tirah baring

d. Hindari faktor yang memperburuk penyakit dasar:diuresis yang berlebihan menyebabkan pengurangan volume plasma, hipotensi, perfusi yang inadekuat sehingga diuretik harus diberikan dengan hati-hati.

SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2

11

5. Langkah-langkah diagnosis pada skenario Anamnesis

Edema dikarenakan adanya pembengkakan akibat akumulasi cairna. Edema perifer biasanya dipengaruhi hal lain, umumnya mengenai tungkai dan area sacral, jika sangat berat, bisa terjadi edema yang lebih meluas. Tanyakan Keluhan utamanya, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, riwayat social dan riwayat mengkonsumsi obat. Pemeriksaan Fisis Inspeksi : apakah pasien tampak sakit ringan atau berat ? apakah pasisen nyaman/distress/kesakitan/cemas. Apakah pasien tampak pucat, sianosis. Auskultasi : bunyi usus dapat memberikan informasi megenai gerakan udara dan cairna di dalam saluran cerna. Palpasi : Palpasi abdomen bias any dibagi menjadi palpasi ringan, palpasi dalam, palpasi hati, palpasi limpa, dan palpasi ginjal. Selama palpasi pasien berbaring terlentang. Selalu mulai palpasi pada daerah yang paling jauh dari lokasi nyeri. Perkusi : dipakai untuk memperlihatkan adanya distensi gas, cairan, atau massa padat. Pada pemeriksaan normal, biasanya hanya ukuran dan lokasi hati dan limpa yang dapat ditentukan. Tes tambahan untuk asites adanya gelombang cairan (fluid wave). Pemeriksaan Laboratorium Tes Protein Urin : +/- (protein < 0,01 gr%) + (protein 0,01-0,05 gr%) ++ (protein 0,05-0,2 gr%) +++ (protein 0,2-0,5 gr%) ++++ (protein >0,5 gr%) Bakteriologis : pemeriksaan hapusan tenggorol (throat swab) atau kulit (skin swab).

SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2

12

Pemeriksaan Penunjang Foto toraks BNO

6. Differential diagnosis SINDROM NEFROTIK Definisi Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia. Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik Idiopatik (SNI). Kelainan histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas atau sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal Change Nephrotic Syndrome atau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM). Sarjana lain menyebut NIL (Nothing In Light Microscopy).INSIDENSI Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar ( 74% ) dijumpai pada usia 2-7 tahun dengan perbandingan wanita dan pria 1:2. Pada remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1.

Etiologi Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom

SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2

13

nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun. Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer

dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).

Patogenesis Yang dimaksud dengan SN ialah SN yang idiopatik dengan kelainan histologik berupa SNKM. Terdapat beberapa teori mengenai terjadinya SN pada anak yaitu Soluble Antigen Antibody Complex (SAAC) Antigen yang masuk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga terjadi reaksi antigen dan antibody yang larut (soluble) dalam darah. SAAC ini kemudian menyebabkan system komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga komplemen C3 akan bersatu dengan SAAC membentuk deposit yang kemudian terperangkap di bawah epitel kapsula Bowman yang secara imunofloresensi terlihat berupa benjolan yang disebut HUMPS sepanjang membrane basalis glomerulus (mbg) berbentuk granuler atau noduler. Komplemen C3 yang ada dalam HUMPS ini lah yang menyebabkan permeabilitas mbg terganggu sehingga eritrosit, protein dan lain-lain dapat melewati mbg sehingga dapat dijumpai dalam urine. Perubahan Elektrokemis Selain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat juga mneimbulkan proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa kelainan terpenting pada glomerulus berupa gangguan fungsi elektrostatik ( sebagai sawar glomerulus terhadap filtrasi protein ) yaitu hilangnya fixed negative ion yang terdapat pada lapisan sialo-protein glomeruli. Akibat hilangnya muatan listrik ini

SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2

14

maka permeabilitas mbg terhadap protein berat molekul rendah seperti albumin meningkat sehingga albumin dapat keluar bersama urine.

Patofisiologi Proteinuria Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Edema muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial. Pada SN, proteinuria umumnya bersifat masif yang berarti eksresi protein > 50 mg/kgBB/hari atau >40 mg/m2/jam atau secara kualitatif proteinuria +++ sampai ++++. Oleh karena proteinuria paralel dengan kerusakan mbg , maka proteinuria dapat dipakai sebagai petunjuk sederhana untuk menentukan derajat kerusakan glomerulus. Jadi yang diukur adalah Index Selectivity of Proteinuria (ISP). Bila ISP < 0,2 berarti ISP meninggi (Highly Selective Proteinuria) yang secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus ringan dan respons terhadap

kortikosteroid baik. Bila ISP >

0,2 berarti ISP menurun (Poorly Selective

Proteinuria) yang secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus berat dan tidak adanya respons terhadap kortikosteroid.

Hiperlipidemia Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal. Dikatakan hiperlipidemia karena bukan hanya kolesterol saja yang SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2 15

meninggi ( kolesterol > 250 mg/100 ml ) tetapi juga beberapa konstituen lemak meninggi dalam darah. Konstituen lemak itu adalah kolesterol, Low Density Lipoprotein(LDL), Very Low Density Lipoprotein(VLDL), dan trigliserida (baru meningkat bila plasma albumin < 1gr/100 mL. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel sel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi LDL pleh lipoprotein lipase. Tetapi, pada SN aktivitas enzim ini terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping itu menurunnya aktivitas lipoprotein lipase ini disebabkan pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya protein ke dalam urine. Jadi, hiperkolesteronemia ini tidak hanya disebabkan oleh produksi yang berlebihan , tetapi juga akibat gangguan katabolisme fosfolipid. Hipoalbuminemia Hipoalbuminemia terjadi apabila kadar albumin dalam darah < 2,5 gr/100 ml. Hipoalbuminemia pada SN dapat disebabkan oleh proteinuria, katabolisme protein yang berlebihan dan nutrional deficiency. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial. Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2 16

tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.

Edema Pembentukan edema pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu. Edema mula-mula nampak pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur. Edema yang hebat / anasarca sering disertai edema genitalia eksterna. Edema anasarca terjadi bila kadar albumin darah < 2 gr/ 100 ml. Selain itu, edema anasarca ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena edema mukosa usus. Akibat anoreksia dan proteinuria masif, anak dapat menderita PEM. Hernia umbilikalis, dilatasi vena, prolaps rekstum dan sesak nafas dapat pula terjadi akibat edema anasarca ini. Pada umumnya tipe SNKM mempunyai gejala-gejala klinik yang disebut diatas tanpa gejala-gejala lain. Oleh karena itu, secara klinik SNKM ini dapat dibedakan dari SN dengan kelainan histologis tipe lain yaitu pada SNKM dijumpai hal-hal sebagai berikut pada umunya : Anak berumur 1-6 tahun Tidak ada hipertensi Tidak ada hematuria makroskopis atau mikroskopis Fungsi ginjal normal Titer komplemen C3 normal SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2 17

Respons terhadap kortikosteroid baik sekali. Oleh karena itulah, bila dijumpai kasus SN dengan gejala-gejala diatas dan mengingat bahwa SNKM terdapat pada 70-80% kasus, maka pada beberapa penelitian tidak dilakukan biopsi ginjal.

Gejala Klinis Adapun manifesitasi klinik dari sindrom nefrotik adalah : Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali edema timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal edema sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misalnya daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya edema menjadi menyeluruh dan masif (anasarka). Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan edema hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Edema biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM. Edema paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM). Bila ringan, edema biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia. Edema bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat edema kulit, anak tampak lebih pucat. Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan edema mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi

SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2

18

pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena edema dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resistensteroid. Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani. Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik. Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu. Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur. Tanda sindrom nefrotik yaitu : Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain. Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria. Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik. SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2 19

Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM. Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal.

Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Anamnesis Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata,perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan. Pemeriksaan Fisis Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan hipertensi. Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan : Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan albumin secara kualitatif +2 sampai +4. Secara kuantitatif > 50 mg/kgBB/hari ( diperiksa memakai reagen ESBACH ). Pada sedimen ditemukan oval fat bodies yakni epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, toraks hialin dan toraks eritrosit. Pada pemeriksaan darah didapatkan protein total menurun (N:6,2-8,1 gm/100ml), albumin menurun (N: 4-5,8 gm/100ml), 1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), 2 globulin meninggi (N:0,4-1 gm/100ml), globulin normal (N: 0,5-09 gm/100ml), globulin normal (N:0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin <1 SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2 20

(N:3/2), komplemen C3 normal/rendah (N:80-120 mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal, hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat. Foto Thorax PA dan LDK dilakukan bila ada sindrom gangguan nafas untuk mencari penyebabnya apakah pneumonia atau edema paru akut. Pemeriksaan histologik yaitu biopsy ginjal. Namun biopsy ginjal secara perkutan atau pembedahan bersifat invasive, maka biopsy ginjal hanya dilakukan atas indikasi tertentu dan bila orang tua dan anak setuju.

Penatalaksanaan Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesagesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari. Protokol Pengobatan International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan. CD =4 minggu AD/ID =4 minggu Tapp.off(remisi)

Stop Mg 1 2 3 4 5 6 7 8

Remisi

Remisi

SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2

21

Gambar protocol pengobatan sindrom nefrotik (serangan 1) CD = Continuous day : prednisone 60mg/m2/hari atau 2 mg/kgBB/hari ID = Intermittent day : prednisone 40mg/m2/hari atau 2/3 dosis CD,diberikan 3 hari berturut turut dalam 1 minggu AD = Pemberian prednisone berselang-seling sehari

Sindrom nefrotik serangan pertama 1. Perbaiki keadaan umum penderita : Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Protein 1-2 gr/kgBB/hari, bila ureum dan kreatinin meningkat diberi protein 0,5-1 gr. Kalori rata-rata 100 kalori/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema hebat. Bila tanpa edema, diberi 1-2 mg/hari. Pembatasan cairan bila terdapat gejala-gejala gagal ginjal. Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal. Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin konsentrat. Berantas infeksi. Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi. Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Metode yang lebih efektif dan fisiologik untuk mengurangi edema ialah merangsang diuresis dengan pemberian albumin (salt poor albumin) 0,5-1 mg/kgBB selama 1 jam disusul kemudian oleh furosemid IV 1-2 mg/kbBB/hari. Pengobatan ini dapat diulang setiap 6 jam kalau perlu. Diuretik yang biasa dipakai ialah diutetik jangka pendek seperti furosemid atau asam etakrinat. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi. 2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang

SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2

22

terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.

Sindrom nefrotik kambuh (relapse) Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan. Perbaiki keadaan umum penderita. Cara pemberian pada relapse seperti pada serangan I, hanya CD diberikan sampai remisi (tidak perlu menunggu sampai 4 minggu) CD AD/ID Tapp.Off

Stop Mg1 Remisi 2 3 4 Remisi

Sindrom Nefrotik Nonresponder : Tidak ada respons sesudah 8 minggu pengobatan prednisone

CD pred (40mg/m2/hr) ID pred

CD

imunosupresan

ID

pred

Remisi (-) Setelah 8 minggu pengobatan prednisone tidak berhasil, pengobatan selanjutnya dengan gabungan imunosupresan lain ( endoxan secara CD dan prednisone 40 mg/m2/hr secara ID) Sindrom Nefrotik Frequent Relapser : initial responder yang relaps >= 2 kali dalam waktu 6 bulan pertama. CD imunosupresan + CD prednisone 0,2 mg/kg/hr SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2 23

Diberikan kombinasi pengobatan imunosupresan lain dan prednisone 0,2 mg/kgBB/hr, keduanya secara CD.

Sindrom nefrotik kambuh tidak sering Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali dalam masa 12 bulan.2,3,4,5 Induksi Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu. Rumatan Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison dihentikan.

Sindrom nefrotik kambuh sering adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali dalam masa 12 bulan. Induksi Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu. Rumatan Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.

SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2

24

Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid atau untuk biopsi ginjal.

Komplikasi - Infeksi sekunder : mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia - Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1 gm/100 ml) yang menyebabkan hipovolemi berat sehingga terjadi syok. - Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan system koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma atau factor V,VII,VIII dan X. Trombus lebih sering terjadi di system vena apalagi bila disertai pengobatan kortikosteroid. - Komplikasi lain yang bisa timbul ialah malnutrisi atau kegagalan ginjal.

Prognosis Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut : 1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun. 2. Disertai oleh hipertensi. 3. Disertai hematuria. 4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder. 5.Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal. Misalnya pada focal glomerulosklerosis, membranoproliferative glomerulonephritis mempunyai

prognosis yang kurang baik karena sering mengalami kegagalan ginjal. Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid

SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2

25

GLOMERULONEPHRITIS AKUT Definisi Glomerulonephritis merupakan suatu reaksi peradangan pada glomerulus. Glomerulonephritis dapat bersifat akut, yang berarti gejala klinis muncul tiba-tiba; ataupun bersifat kronis, yang berarti gejala klinisnya berkembang atau bertambah parah dalam waktu yang cukup lama.

Etiologi Timbulnya glomerulonefritis biasanya didahului oleh infeksi ekstrarenal, terutamadi traktus respiratorius. Glomerulonephritis dapat jiga disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : Pada anak, yang paling sering menyebabkan glomerulonephritis akut adalah pasca infeksi streptokokus. Namun sebenanya bukan streptokok yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga, terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap antigen khusus yang merupakan unsur membrana plasma spesifik streptokok. Glomerulonephritis jenis ini biasanya dinamakan

Glomerulonphritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS) Systemic immune disease seperti SLE atau lupus Penyakit immune lainnya, seperti : - Polyarteritis nodosa group; yaitu peradangan pada arteri - Wegener vasculitis; yaitu penyakit progresif yang dapat menyebabkan penyebaran radangnya ke seluruh tubuh - Henoch Schnlein purpura penyakit yang umumnya menyerang anak-anak yang berkaitan dengan purpura dan melibatkan banyak sistem organ.

Glomerulonephritis dapat juga disebabkan oleh pengaruh gen X yang diturunkan oleh ibu yang carrier ke anak laki-laki

Prevalensi Glomerulonephritis umumnya menyerang anak-anak pada usia 2 sampai 12 tahun, terutama pada laki-laki, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 2 : 1. SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2 26

Patogenesis Glomerulonephritis akut merupakan immune complex disease. Saat antigen masuk, terbentuk kompleks antigen-antibodi dalam darah yang bersirkulasi ke dalam glomerulus di mana kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membrana basalis. Selanjutnya komplemen akan terfiksasi menyebabkan lesi dan peradangan yang menyebabkan penarikan leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju ke tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membrana basalis glomerulus. Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selsel epitel. Akibat semakin besarnya kebocoran glomerulus, maka protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam kemih yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Glomerular Flow Rate (GFR) biasanya biasanya menurun, sehinga mengakibatkan eksresi air, natrium, dan zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga timbul edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron juga berperan dalam retensi natrium dan air. Derajat edema tergantung pada seberapa berat kerusakan pada glomerulus.

Gejala Klinis Gambaran klinisnya dapat bermacam-macam. Gejala yang dapat ditemukan pada glomerulonephritis akut antara lain : Edema. Merupakan gejala yang paling sering dan umumnya paling pertamam timbul dan menghilang pada akhir minggu pertama. Paling sering terjadi di wajah, terutama di daerah periorbital (palpebra), disusul oleh tungkai. Jika terjadi retensi cairan yang hebat, dapat timbul asites dan edema genitalia eksterna menyerupai sindrom nefrotik. Distribusi edema tergantung pada 2 faktor, yaitu gravitasi dan tahanan jaringan lokal. Itu sebabnya edema pada wajah dan palpebra sangat menonjol waktu bangun pagi oleh karena adanya jaringan longgar pada daerah tersebut dan menghilang atau berkurang setelah melakukan kegiatan fisik. Hal ini terjadi karena faktor gravitasi. Kadang-kadang juga terjadi edema laten, yaitu edema yang tidak tampak dari luar dan baru diketahui setelah SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2 27

terjadi diuresis dan penurunan berat badan. Umumnya edema yang berat terjadi jika ada oligouria dan gagal jantung. Hematuria. Urin berwarna seperti coklat kemerah-merahan atau seperti air teh tua, air cucian daging atau seperti coca-cola. Hematuria makroskopis biasanya timbul dalam minggu pertama dan berlangsung beberapa hari, tetapi bisa juga berlangsung lebih lama, umumnya menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadangkadang masih dijumpai hematuria makroskopis dan proteinuria, walaupun secara klinis sudah sembuh. Bahkan, hematuria mikroskopis dapat menetap lebih dari satu tahun, sedangkan proteinuria sudah menghilang. Keadaan ini disebut hematuria persisten dan merupakan indikasi unntuk dilakukan biopsi ginjal mengingat kemungkinan adanya glomerulonephritis kronik. Proteinuria. Namun hilangnya protein dalam urin biasanya tidak cukup banyak untuk menyebabkan hipoalbuminemia. Hipertensi. Merupakan gejala yang penting dan timbul pada seagian besar penderita. Umumnya hipertensi yang terjadi tidak berat. Timbul terutama dalam minggu pertama dan umumnya menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik yang lain. Hipertensi ringan tidak perlu diobati, sebab dengan istirahat yang cukup dan diet yang teratur, tekanan darah akan normal kembali. Adakalanya hipertensi berat menyebabkan hypertensive encephalopathy, yaitu hipertensi yang disertai gejala serebral seperti sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun, dan kejang-kejang. Sampai sekarang, terjadinya hipertensi belum jelas, diduga karena hipervolemia akibat ekspansi cairan ekstraseluler. Oliguria. Tidak sering dijumpai. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul kegagalan ginjal akut. Oliguria umumnya timbul dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu pertama. Oliguria dapat pula menjadi anuria yang menunjukkan adanya kerusakan glomerulus yang berat dan prognosisnya jelek. Dapat juga dijumpai gejala-gejala kardiovaskuler seperti edema pulmonum yang mengakibatkan batuk-batuk, sesak napas, sianosis; juga bisa dijumpai edema pulmonum. Fatique dan anemia 28

SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2

Gejala gasrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang juga muncul pada penderita.

Kelainan Laboratorium Urin Proteinuria : secara kualitatis, proteinuria berkisar antara negatif sampai ++, jarang terjadi sampai +++. Bila terdapat proteinuria sampai +++ harus dipertimbangkan adanya gejala sindrom nefrotik. Hilangnya proteinuria tidak selalu bersamaan dengan hilangnya gejala-gejala klinik, karena lamanya proteinuria bervariasi antara beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah gejala klinik menghilang. Bila lebih dari 6 bulan masih terdapat proteinuria, disebut proteinuria persisten, yang menunjukkan kemingkinan suatu

glomerulonephritis kronik yang dengan sendirinya memerlukan biopsi ginjal untuk membuktikannya. Sedimen : hematuria makroskopis merupakan kelainan yang hampir selalu ada, oleh karena itu, adanya eritrosit dalam urin merupakan suatu tanda yang paling penting untuk melacak lebih lanjut kemungkinan suatu glomerulonephritis. Darah Reaksi serologis : Titer ASTO jelas meningkat pada GNAPS setelah infeksi saluran pernapasan oleh streptokokus. Sedangkan pada infesi kulit, titer ASTO umumnya normal. Hal ini disebabkan oleh adanya jaringan lemak subkutan yang menghalangi pembentukan antibodi terhadap streptokokus. Aktivitas Komplemen : komplemen serum hampir selalu menurun pada GNAPS oleh karena turut serta berperan dalam proses antigen-antibodi sesudah terjadi infeksi streptokokus yang nefritogenik. Laju Endap Darah : LED umumnya meninggi pada fase akut dan menurun setelah gejala-gejala klinik menghilang. Walaupun demikian, LED tidak dapat dipakai sebagai parameter sembuhnya glomerulonephritis akut. Bakteriologis Seperti telah disebutkan sebelumnya, penyebab tersering GNAPS adalah streptokokus B hemolitikus grup A. penyebaran penyakit ini dapat melalui SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2 29

saluran napas atas ataupun kulit, baik secara sporadik maupun epidemiologik. Walaupun begitu, tidak semua streptokokus B hemolitikus grup A dapat menyebabkan glomerulonephritis akut.

Diagnosis Petunjuk awal adanya glomerul;onephritis ialah dengan melihat tanda dan gejala klinis yang timbul. Namun, pemeriksaan urinalisis juga dapat membantu penegakan diagnosis. Pemeriksaan urinalisis dapat menunjukakan adannya eritrosit yang merupakan indikator adanya kerusakan pada glomerulus; white blood cells (WBC) sebagai indikator adanya infeksi; atau peningkatan protein yang merupakan indikator adanya kerusakan nefron. Indikator lain seperti peningkatan kreatinin dan urea urin dapat juga digunakan sebagai petunjuk. Cara penegakan diagnosis yang lain, antara lain : Kultur tenggorokan; jika dicurigai glomerulonephritis akut ini disebabkan oleh streptokokus B hemolitikus grup A. Pemeriksaan urin; pemeriksaan ini dapat memberikan kita informasi bagaimana kerja filtrasi ginjal dengan mengukur kadar zat-zat sisa metabolisme dalam urin. Normalnya memang banyak zat-zat sisa metabolisme dalam urin, namun ada batas kadar maksimunnya. Pemeriksaan darah; pemeriksaan ini dapat memberikan kita informasi bagaiman kerja filtrasi ginjal dengan mengukur kadar zat-zat sisa metabolisme, seperti kreatinin dan urea nitrogen darah. Elektrocardiogram; dapat merekam aktivitas listrik jantung, menunjukkan adanya aritmia, dan juga dapat mengidentifikasi adanya kerusakan pada otot jantung Renal ultrasound (sonography); dengan pemeriksaan ini kita dapat melihat ukuran ginjal, adanya massa abnormal seperti kista, batu ginjal ataupun adanya obstruksi. Chest X-ray Renal biopsi; merupakan suatu pemeriksaan dengan mengambil sampel jaringan ginjal dengan menggunakan jarum suntik. Sampel jaringan kemudian diperiksa

SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2

30

untuk melihat ada tidaknya penyakit tertentu. Biopsi ginjal penting untuk penegakan diagnosis glomerulonephritis.

Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi, antara lain : Gagal ginjal akut Gagal ginjal kronik Enselopati hipertensi Sindrom Nefrotik

Pengobatan a. Istirahat Istirahat di tempat tidur, terutama bila terdapat komplikasi sangat dianjurkan pada minggu pertama. Sesudah fase akut, tidak duanjurkan lagi istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan untuk melakukan kegiatan seperti sebelum sakit. Lamanya perawatan tergantung seberapa berat penyakitnya.dulu dianjurkan prolonged bedrest sampai berbulan-bulan dengan alasan proteinuria dan hematuria mikroskopis belum hilang. Sekarang penderita dapat dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada komplikasi dan kelainan yang masih ada dilalukan pengamatan lanjut pada waktu berobat jalan. Istirahat yang terlalu lama di tempat tidurmenyebabkan anak tidak bisa bermain dan jauh dari teman-temannya sehingga dapat memberi beban psikologik. b. Diet Pemberian garam perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan makanan tanpa garam, sedangkan edema ringan pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 gram/hari. Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak 0,5-1 gram/kgBB/hari. Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik, terutama pada penderita dengan oliguria atau anuria, yaitu jumalah cairan yang masuk seimbang dengan jumlah cairan yang keluar.

SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2

31

c. Antibiotik Antibiotik diberikan pada glomerulonephritis akut akibat infeksi streptokokus. Namun ada pertentangan dalam pemberian antibiotik. Pihak satu hanya memberikan antibiotik bila biakan hapusan tenggorok atau kulit positif untuk streptokokus, sedangkan pihak lain memberikannya secara rutin dengan alasan biakan negatif belum dapat menyingkirkan infeksi streptokokus. Biakan negatif dapat terjadi oleh karena telah mendapat antibiotik sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode laten yang terlalu lama. d. Simptomatis 1. Bendungan sirkulasi.Yang paling penting ialah pembatasan cairan, dengan kata lain input harus sesuai dengan output. Bila terjadi edema berat atau tandatanda edema paru akut, harus diberikan diuretik. Kalau tidak berhasil, dilakukan dialisa peritonial. 2. Hipertensi. Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Istirahat yang cukup dan pembatasan cairan yang baik dapat menormalkan tekanan darah pada hipertensi ringan. Sedangkan hipertensi berat atau hipertensi dengan gejala-gejala serebral dapat diberikan klonidin yang dapat diulangi sampai 3 kali atau diazoxide 5 mg/kgBB/hari secara intravena. Hipertensi berat tanpa gejala-gejala serebral dapat diberikan kaptopril atau furosemida atau kombinasi keduanya. Pada keadaan intake oral yang baik, dapat juga diberikan nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgBB/hari yang dapat diulangi setiap 30-60 menit bila diperlukan. 3. Gagal ginjal akut. Yang terutama harus diperhatikan adalah pembatasan cairan, pemberian kalori yang cukup dalam bentuk karbihidrat. Bila terjadi asidosis harus diberikan Na Bikarbonat dan bila terdapat hiperkalemi diberikan Ca glukonas atau kayexalate untuk mengikat kalium.

Prognosis Sebagian besar penderita mengalami penyembuhan yang sempurna.

Jika pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya sejumlah besar protein dalam air kemih atau terjadi kemunduran fungsi ginjal yang sangat cepat, maka SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2 32

kemungkinan

akan

terjadi

gagal

ginjal

dan

kerusakan

ginjal.

Pada 1% penderita anak-anak dan 10% penderita dewasa, sindroma nefritik akut berkembang menjadi sindroma nefritik yang berkembang dengan cepat.

Sekitar 85-95% anak-anak kembali mendapatkan fungsi ginjalnya yang normal, tetapi memiliki resiko tinggi menderita tekanan darah tinggi di kemudian hari. Sekitar 40% dewasa mengalami penyembuhan yang tidak sempurna dan tetap memiliki kelainan fungsi ginjal.

KWASHIORKOR Definisi Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein berat yang disebabkan oleh intake protein yang inadekuat dengan intake karbohidrat yang normal atau tinggi. Gejala mungkin termasuk lekas marah dan kelelahan diikuti oleh pertumbuhan melambat, penurunan berat badan, pengecilan otot, pembengkakan umum, perubahan kulit, pembesaran hati dan perut, dan melemahnya sistem kekebalan tubuh, sehingga dapat menyebabkan infeksi sering. Setelah kwashiorkor berkembang, beberapa efek, seperti perawakan pendek dan cacat intelektual, tidak dapat dikoreksi. Etiologi Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang berlansung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersbut diatas antara lain : 1. Pola makan Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein adri sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2 33

pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI. 2. Faktor sosial Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlansung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor. 3. Faktor ekonomi Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya. 4. Faktor infeksi dan penyakit lain Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi. Patofisiologi Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya. Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang disebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet akan terjadi kekurangan berbagai asam amino dalam serum yang jumlahnya yang sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot, makin kurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian berakibat timbulnya edema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta liprotein, sehingga transport lemak dari hati ke depot terganggu dengan akibat terjadinya penimbunan lemak dalam hati. 13

SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2

34

Peningkatan

asupan

karbohidrat

dengan

penurunan

asupan

protein

menyebabkan penurunan sintesis protein visceral. Hipoalbuminemia yang terjadi menyebabkan edema dependen, dan gangguan sintesis lipoprotein menyebabkan perlemakan hati. Insulin distimulasi dan epinefrin seerta kortisol menurun. Mobilisasi lemak dan pelepasan asam amino dari otot menuru. Albumin bergeser dari kompartmen ekstravaskuler ke dalam intravaskuler dan akhirnya kadar plasma menurun yang menyebabkan penurunan tekanan onkontik dan edema. Pertumbuhan, respon imun, reparasi, dan produksi enzim dan hormone semuanya terganggu pada defisiensi protein yang parah akibat kadar protein yang menurun. Gejala Klinis Pertumbuhan dan mental mundur, perkembangan mental apatis Edema Otot menyusut (hipotrofi) Depigmentasi rambut dan kulit Karakteristik di kulit : timbul sisik, gejala kulit itu disebut dengan flaky paint dermatosis Hipoalbuminemia, infiltrasi lemak dalam hati yang reversible Atropi dari kelenjar Acini dari pancreas sehingga produksi enzim untuk merangsang aktivitas enzim untuk mengeluarkan juice duodenum terhambat, diare. Anemia moderat(selalu normokrom, tetapi seringkali makrositik) Masalah diare dan infeksi menjadi komponen gejla klinis Menderita kekurangan vitamin A, dihasilkan karena ketidakcukupan sintesis plasma protein pengikat retinol sehingga seringkali timbul gejala kebutaan yang tetap/permanen. Diagnosa Diagnosis ditegakkan dengan anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2 35

1. Anamnesis Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan anak yang kurang, seperti berat badan yang kurang dibandingkan anak lain (yang sehat). Bisa juga didapatkan keluhan anak yang tidak mau makan (anoreksia), anak tampak lemas serta menjadi lebih pendiam, dan sering menderita sakit yang berulang. 2. Pemeriksaan Fisik Yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik antara lain: * Perubahan mental sampai apatis * Edema (terutama pada muka, punggung kaki dan perut) * Atrofi otot * Ganguan sistem gastrointestinal * Perubahan rambut (warna menjadi kemerahan dan mudah dicabut) * Perubahan kulit (perubahan pigmentasi kulit) * Pembesaran hati * Tanda-tanda anemia

3. Pemeriksaan penunjang Darah lengkap, urin lengkap, feses lengkap, protein serum (albumin,globulin), elektrolit serum, transferin, feritin, profil lemak. Foto thorak, dan EKG. Biasanya pada pemeriksaan lab di dapatkan perubahan yang paling khas adalah penurunan konsentrasi albumin dalam serum. Penatalaksanaan Pengobatan tergantung pada beratnya kwashiorkor. Ketidakseimbangan

cairan dan elektrolit mungkin perlu dikoreksi dengan cairan intravena, dan infeksi mungkin memerlukan pengobatan antibiotic, meskipun tujuannya adalah untuk meningkatkan protein, namun peningkatan pesat protein bisa berbahaya. Seringkali, kalori yang perlahan-lahan meningkat oleh karbohidrat menambahkan, gula, dan lemak untuk diet. Selanjutnya, protein secara bertahap ditambahkan. SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2 36

Pengobatan umum untuk kwashiorkor meliputi: Antibiotik untuk mengobati infeksi Peningkatan kalori makanan dari karbohidrat, gula dan lemak secara bertahap Cairan intravena untuk memperbaiki ketidakseimbangan cairan dan elektrolit Laktase untuk membantu dalam pencernaan produk susu Pemberian suplemen, vitamin dan mineral

Komplikasi Pada beberapa orang, terutama bayi dan anak-anak, komplikasi yang tidak diobati atau kwashiorkor kurang terkontrol bisa berakibat serius, bahkan mengancam nyawa dalam beberapa kasus. Anda dapat membantu meminimalkan risiko komplikasi serius dengan mengikuti rencana pengobatan Anda dan kesehatan Anda desain profesional khusus untuk Anda. Komplikasi kwashiorkor meliputi: Anemia (rendah jumlah sel darah merah) Coma Infeksi yang berulang Cacat intelektual Cacat fisik Syok hipovolemik Perawakan pendek Perubahan pigmentasi kulit Steatohepatitis (hati berlemak) Prognosis Penanganan dini pada kasus-kasus kwashiorkor umumnya memberikan hasil yang baik.. Kasus-kasus kwashiorkor yang tidak dilakukan penanganan atau penanganannya yang terlambat, akanmemberikan akibta yang fatal.

SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2

37

DAFTAR PUSTAKA 1. Dorland,Newman. 2002. Kamus kedokteran DORLAND edisi 29. Jakarta: EGC 2. Sherwood Luralee. 2009. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC;Jakarta. 3. Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi kelima. Jakarta Pusat: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Interna Pulishing

4. Guyton, Arthur C., M.D. and Hall, John E., Ph.D. 1997. Buku Ajar Fisiologi 5. Dr. Dr. Syarifuddin Rauf, SpA(K). Nefrologi Anak, 2002. Bagian ilmu Kesehatan Anak Fk-UNHAS 6. Price, SA. Patofisiologi Volume II Edisi 6. Jakarta : EGC ; 2003 7. Datu AR. Buku Catatan Kuliah Anatomi Urogenitalia. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran UNHAS; 2008

SISTEM URONEFROLOGI MODUL 1 KELOMPOK 2

38

Anda mungkin juga menyukai