I.
IDENTITAS
Nama
: Ny. S
Umur
: 42 tahun
Jenis Kelamin
: Perepuan
Suku
: Bugis
Kewarganegaraan
: Indonesia
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Petani padi
Alamat
: Maros
Tgl pemeriksaan
: 5 Mei 2015
No. RM
:17 77 08
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama
B. Anamnesis terpimpin
Dialami sejak seminggu yang lalu, setelah benda asing berupa gaba masuk
ke dalam mata kiri pasien. Mata merah, gatal, berair, dan silau. Selain itu,
pasien merasa penglihatannya kabur dan mata terasa ada yang mengganjal
sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman di mata kirinya. Sekret mata
berlebih tidak ada,rasa pusing pada kepala tidak ada. Riwayat terapi tidak ada.
Riwayat trauma tidak ada. Riwayat keluargadengan gejala yang sama tidak
ada.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
1.
Riwayat hipertensi
: Tidak ada
2.
: Tidak ada
3.
4.
: Tidak ada
5.
: Tidak ada
Visus
OS
5/9
1/300
Tidak dilakukan
Koreksi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Visus dekat
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Koreksi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
OD
Pemeriksaan
OS
Edema (-)
Palpebra
Edema (-)
Sekret (-)
Silia
Sekret (-)
Hiperlakrimasi (-)
Apparatus lakrimalis
Hiperlakrimasi (+)
Hiperemis (-)
Konjungtiva
Hiperemis (+)
Bercak infiltrat
Jernih
berbentuk satelit
tersebar di permukaan
bawah kornea
BMD
Sulit Dinilai
Iris
Sulit Dinilai
Pupil
Sulit Dinilai
(-)
Defect (RAPD)
Jernih
Lensa
Sulit Dinilai
(-)
Sulit Dinilai
OS (Sulit dinilai)
F.
Tekanan intraokuler
OD
Metode Pemeriksaan
Tekanan Intraokuler
OS
Normal
Palpasi
Normal
Tidak diperiksa
Indentasi Schiotz
Tidak diperiksa
G. Palpasi
OD
Palpasi
OS
Tidak ada
Nyeri tekan
Tidak ada
Tidak ada
Massa tumor
Tidak ada
Glandula preaurikuler
Tidak ada
Edema
Tidak ada
: (-)
FOS
: (-)
VII. TERAPI
Non Medikamentosa
o Mengenakan pelindung mata
o Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
Medikamentosa
o Topikal:
Natacen ED 6x1 gtt OS (Natamicyn)
Polygran 4x1 gtt OS (Polymyxin, Neomycin,Gramicidin)
o Oral:
Ketoconazole 200 mg / 8jam / oral
Na. Diklofenak 50 mg / 12 jam/ oral (pc)
Ranitidin 150 mg / 8jam / oral (ac)
VIII. PROGNOSIS
Qua ad visam
: bonam
Qua ad sanam
: bonam
Qua ad cosmeticam
: bonam
Qua ad vitam
: bonam
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran
11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37.
Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari
total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Kornea juga merupakan sumber
astigmatisme pada sistem optik. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi
glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata.
Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea
adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak
dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva. Kornea
dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus yang berjalan suprakoroid, masuk
ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepas selubung
Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan.
Sensasi dingin oleh Bulbus Krause ditemukan pada daerah limbus.1,2
Kornea dalam bahasa latin cornum artinya seperti tanduk, merupakan selaput
bening mata, bagian dari mata yang bersifat tembus cahaya, merupakan lapis dari
jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas :2
1
Epitel
Terdiri dari sel epitel squamos yang bertingkat, terdiri atas 5 lapis sel epitel
tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; sel poligonal dan sel gepeng. Tebal
lapisan epitel kira-kira 5 % (0,05 mm) dari total seluruh lapisan kornea. Epitel dan
film air mata merupakan lapisan permukaan dari media penglihatan. Pada sel
basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis
sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat
dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui
desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit
dan glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat
6
Membran bowman
Membran yang jernih dan aselular, Terletak di bawah membran basal dari
epitel. Merupakan lapisan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan
berasal dari epitel bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya
generasi.
3
Stroma
Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Merupakan lapisan
tengah pada kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibril-fibril kolagen dengan lebar
sekitar 1 m yang saling menjalin yang hampir mencakup seluruh diameter
kornea, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer
serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu
lama, dan kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma.
4
Membran Descemet
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
yang dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastis dan jernih yang tampak
amorf pada pemeriksaan mikroskop elektron, membran ini berkembang terus
seumur hidup dan mempunyai tebal + 40 mm. Lebih kompak dan elastis daripada
membran Bowman. Juga lebih resisten terhadap trauma dan proses patologik
lainnya dibandingkan dengan bagian-bagian kornea yang lain.
5
Endotel
Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal, tebal
antara 20-40 mm melekat erat pada membran descemet melalui taut. Endotel dari
kornea ini dibasahi oleh aqueous humor. Lapisan endotel berbeda dengan lapisan
epitel
karena
tidak
mempunyai
daya
regenerasi,
sebaliknya
endotel
dan memberikan dampak pada regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat
menjaga keseimbangan cairan yang tepat akibat gangguan sistem pompa endotel,
stroma bengkak karena kelebihan cairan (edema kornea) dan kemudian hilangnya
transparansi (kekeruhan) akan terjadi. Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh
epitel dan endotel yang merupakan membrane semipermeabel, kedua lapisan ini
mempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada lapisan
ini maka akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea.
B. HISTOLOGI
Kornea adalah struktur mata yang tebal, transparan, dan nonvaskuler.
Permukaan anterior kornea dilapisi oleh epitel kornea berlapis gepeng yang tidak
berkeratin dan terdiri dari lima atau lebih lapisan sel. Lapisan sel basal adalah
kolumnar dan terletak di atas membran basalis tipis yang ditunjang oleh lamina
limitans anterior (Bowman) homogen yang tebal. Stroma kornea (substantia
propria) di bawahnya membentuk badan kornea. Bagian ini terdiri dari berkas
berkas sejajar serat kolagen dan lapisan fibroblas gepeng.4
dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel
jauh lebih penting daripada epitel, dan kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel
berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel
endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya,
kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang
akan menghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan
air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan lapisan air mata tersebut,
yang mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea
superfisial dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi.6
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat
melalui epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh.
Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air
sekaligus. Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme
kedalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan
membran bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam organisme, seperti
bakteri, virus, amuba, dan jamur.6
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan
seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di
permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea,
segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya
kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan
yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil.6
D. DEFINISI
Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut
lapisan kornea yang terkena yaitu keratitis superfisialis apabila mengenal lapisan
epitel atau bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga
keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma.2
E. EPIDEMIOLOGI
Frekuensi keratitis di Amerika Serikat sebesar 5% di antara seluruh kasus
kelainan mata. Dinegara negaraberkembang insidensi keratitis berkisar antara
9
5,9-20,7 per 100.000 orang tiap tahun. Insidensi keratitis pada tahun 1993 adalah
5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia. Perbandingan laki-laki dan perempuan
tidak begitu bermakna pada angka kejadian keratitis. Sedangkan predisposisi
terjadinya keratitis antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak dan
perawatan lensa
kontak
yang
buruk, penggunaan
lensa
kontak
yang
berlebihan, Herpes genital atau infeksi virus lain, kekebalan tubuh yang menurun
karena penyakit lain, serta higienis dan nutrisi yang tidak baik,dan kadang-kadang
tidak diketahui penyebabnya.2
F. ETIOLOGI
Penyebab keratitis bermacam-macam yaitu bakteri, virus dan jamur. Selain itu
penyebab lain yang merupakan faktor predisposisi adalah kekeringan pada mata,
pajanan terhadap cahaya yang sangat terang, benda asing yang masuk ke mata,
reaksi alergi atau mata yang terlalu sensitif terhadap kosmetik mata, debu, polusi
atau bahan iritatif lain, trauma dan penggunaan lensa kontak yang kurang baik.5
10
Berupa bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang dapat disebabkan oleh
sindrom dry eye, blefaritis, keratopati logaftalmus, keracunan obat topical,
2
Keratitis nummularis
Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya multiple dan
1
2
a. Keratitis Pneumococcus
Ulkus kornea pneumokokus biasanya muncul 24-48 jam setelah inokulasi
11
pada kornea yang lecet. Infeksi ini secara khas menimbulkan sebuah ulkus
berbatas tegas warna kelabu yang cenderung menyebar secara tak teratur dari
tempat infeksi ke sentral kornea. Batas yang maju menampakkan ulserasi aktif dan
infiltrasi sementara batas yang ditinggalkan mulai sembuh. (Efek merambat ini
menimbulkan istilah "ulkus serpiginosa akut".) Lapis superfisial kornea adalah
yang pertama terlibat, kemudian parenkim bagian dalam. Kornea sekitar ulkus
sering bening. Biasanya ada hipopion. Kerokan dari tepian depan ulkus kornea
pneumokokus mengandung diplokokus berbentuk-lancet gram-positif. 6
b. Keratitis Pseudomonas
Ulkus kornea pseudomonas berawal sebagai infiltrat kelabu atau kuning di
tempat epitel kornea yang retak. Nyeri yang sangat biasanya menyertainya. Lesi
ini cenderung cepat menyebar ke segala arah karena pengaruh enzim protcolitik
yang dihasilkan organisme ini. Meskipun pada awalnya superfisial, ulkus ini
dapat mengenai seluruh kornea. Umumnya terdapat hipopion besar yang
cenderung membesar dengan berkembangnya ulkus. Infiltrat dan eksudat mungkin
berwarna hijaukebiruan. Ini akibat pigmen yang dihasilkan organisme dan
patognomonik untuk infeksi P aeruginosa.6
Pseudomonas adalah penyebab umum ulkus kornea bakteri. Kasus ulkus
kornea Pseudomonas dapat terjadi pada abrasi kornea minor atau penggunaan lensa
kontak lunak, terutama yang dipakai agak lama. Ulkus kornea yang disebabkan
organisme ini bervariasi dari yang sangat jinak sampai yang menghancurkan.
Organisme itu ditemukan melekat pada permukaan lensa kontak lunak. Beberapa
kasus dilaporkan setelah penggunaan larutan florescein atau obat tetes mata yang
terkontaminasi. 6
c. Keratitis Streptokokus
Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea
(serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram dengan tepi
ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan
perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.6
12
Keratitis jamur
Keratitis jamur merupakan peradangan kornea akibat jamur. Keratitis jamur
yang pernah banyak dijumpai pada pekerjaan pertanian, kini makin banyak
dijumpai di antara penduduk perkotaan sejak mulai dipakainya obat kortikosteroid
dalam pengobatan mata. Sebelum era kortikosteroid, keratitis jamur hanya timbul
bila stroma kornea kemasukan organisme dalam jumlah yang sangat banyak, suatu
peristiwa yang masih mungkin terjadi bila di daerah pertanian atau berhubungan
dengan pemakaian lensa kontak lunak. Kornea yang belum berkompromi
tampaknya masih dapat mengatasi organisme yang masuk dalam jumlah sedikit,
seperti yang lazim terjadi pada penduduk perkotaan.6
Keratitis virus
Keratitis herpes simpleks merupakan salah satu infeksi kornea yang paling
sering ditemukan dalam praktek. Disebabkan oleh virus herpes simpleks, ditandai
dengan adanya infiltrasi sel radang & edema pada lapisan kornea manapun. Pada
mata, virus herpes simplek dapat diisolasi dari kerokan epitel kornea penderita
keratitis herpes simpleks. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan
dan jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung virus.2
13
keratitis
disciformis
dan
mirip
keratitis
disciformis
HSV.
H. MANIFESTASI KLINIK
Tanda patognomik dari keratitis ialah terdapatnya infiltrat di kornea. Infiltrat
dapat ada di seluruh lapisan kornea, dan menetapkan diagnosis dan pengobatan
14
hipopion, peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi lesi
satelit (umumnya menginfiltrasi tempat tempat yang jauh dari daerah ulserasi
utama). Di bawah lesi utama dan juga lesi lesi satelit sering terdapat plak
endotel disertai reaksi bilik mata depan yang hebat. Abses kornea sering
dijumpai.6
I. PATOFISIOLOGI
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.
Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma
kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.
Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak
sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbulah
ulkus kornea.6
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea
baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia.
Rasa sakit juga diperberat dengan adanya gesekan palpebra (terutama palbebra
superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif,
regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang
terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan
15
dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. Fotofobia, yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestesi terjadi
pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun
berair mata dan fotofobia umumnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak
ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen.6
Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas
cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan, terutama kalau
letaknya di pusat.6
Awal dari keratitis bakteri adalah adanya gangguan dari epitel kornea yang
intak dan atau masuknya mikroorganisme abnormal ke stroma kornea, dimana
akan terjadi proliferasi dan menyebabkan ulkus. Faktor virulensi dapat
menyebabkan invasi mikroba atau molekul efektor sekunder yang membantu
proses infeksi. Beberapa bakteri memperlihatkan sifat adhesi pada struktur
fimbriasi dan struktur non fimbriasi yang membantu penempelan ke sel kornea.
Selama stadium inisiasi, epitel dan stroma pada area yang terluka dan infeksi
dapat terjadi nekrosis. Sel inflamasi akut (terutama neutrofil) mengelilingi ulkus
awal dan menyebabkan nekrosis lamella stroma.8,9
Difusi produk-produk inflamasi (meliputi cytokines) di bilik posterior,
menyalurkan sel-sel inflamasi ke bilik anterior dan menyebabkan adanya
hypopyon. Toksin bakteri yang lain dan enzim (meliputi elastase dan alkalin
protease) dapat diproduksi selama infeksi kornea yang nantinya dapat
menyebabkan destruksi substansi kornea.8
Keratitis herpes simplek dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stromal
Kerusakan terjadi pada pembiakan virus intraepitelial, mengakibatkan kerusakan
sel epitelial dan membentuk tukak kornea superfisial. Pada yang stromal terjadi
reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang yaitu reaksi antigen
antibodi yang menarik sel radang kedalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan
bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak jaringan stroma
disekitarnya. Hal ini penting diketahui karena manajemen pengobatan pada yang
epitelial ditujukan terhadap virusnya sedang pada yang stromal ditujukan untuk
menyerang virus dan reaksi radangnya.Perjalanan klinik keratitis dapat
16
17
vitreous tidak perlu dilakukan kecuali ada kecurigaan yang tinggi oleh mikroba
endophthalmitis. 8
Kultur adalah cara untuk mengidentifikasi organisme kausatif dan satusatunya cara untuk menentukan kepekaan terhadap antibiotik. Kultur sangat
membantu sebagai panduan modifikasi terapi pada pasien dengan respon klinis
yang tidak bagus dan untuk mengurangi toksisitas dengan mengelakkan obatobatan yang tidak perlu. Dalam perawatan mata secara empiris tanpa kultur
dimana respon klinisnya tidak bagus, kultur dapat membantu meskipun
keterlambatan dalam pemulihan patogen dapat terjadi.8
Sampel kornea diperoleh dengan memakai agen anestesi topikal dan
menggunakan instrumen steril untuk mendapatkan atau mengorek sampel dari
daerah yang terinfeksi pada kornea. Kapas steril juga dapat digunakan untuk
mendapatkan sampel. Ini paling mudah dilakukan dengan perbesaran Slit Lamp.8
Biopsi kornea dapat diindikasikan jika terjadi respon yang minimal terhadap
pengobatan atau jika kultur telah negatif lebih dari satu kali dengan gambaran
klinis yang sangat mendukung suatu proses infeksi. Hal ini juga dapat
diindikasikan jika infiltrat terletak di pertengahan atau dalam stroma dengan
jaringan atasnya tidak terlibat.8
Pada pasien kooperatif, biopsi kornea dapat dilakukan dengan bantuan Slit
Lamp atau mikroskop operasi. Setelah anestesi topikal, gunakan sebuah pisau
untuk mengambil sepotong kecil jaringan stroma, yang cukup besar untuk
memungkinkan pembelahan sehingga satu porsi dapat dikirim untuk kultur dan
yang lainnya untuk histopatologi. Spesimen biopsi harus disampaikan ke
laboratorium secara tepat waktu.8
Kerokan dari ulkus kornea jamur, kecuali yang disebabkan oleh candida,
mengandung unsur unsur hifa; kerokan dari ulkus candida, umumnya
mengandung pseudohifa atau bentuk ragi, yang menampakkan kuncup khas.6
K. PENATALAKSANAAN
18
Debridement
Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epitelial, karena
19
Terapi obat
Agen anti virus topikal yang di pakai pada keratitis herpes adalah idoxuridine,
trifluridine, vidarabine, dan acyclovir. Trifluridine dan acyclovir jauh lebih efektif
untuk penyakit stroma dari pada yang lain. Idoxuridine dan trifluridine sering kali
menimbulkan reaksi toxik. Acyclovir oral ada manfaatnya untuk pengobatan
penyakit herpes mata berat, khususnya pada orang atopik yang rentan terhadap
penyakit herpes mata dan kulit agresif (eczema herpeticum). Study multicenter
terhadap efektivitas acyclovir untuk pengobatan kerato uveitis herpes simpleks
dan pencegahan penyakit rekurens kini sedang dilaksanakan ( herpes eye disease
study).5,6,11
Replikasi virus dalam pasien imunokompeten, khususnya bila terbatas pada
epitel kornea, umumnya sembuh sendiri dan pembentukan parut minimal. Dalam
hal ini penggunaan kortikosteroid topikal tidak perlu, bahkan berpotensi sangat
merusak. Kortikosteroid topikal dapat juga mempermudah perlunakan kornea,
yang meningkatkan risiko perforasi kornea. Jika memang perlu memakai
kortikosteroid topikal karena hebatnya respon peradangan, penting sekali
ditambahkan obat anti virus secukupnya untuk mengendalikan replikasi virus.5,6
3. Bedah
Keratoplasti penetrans mungkin diindentifikasi untuk rehabilitasi penglihatan
pasien yang mempunyai parut kornea berat, namun hendaknya dilakukan
beberapa bulan setelah penyakit herpes non aktif. Pasca bedah, infeksi herpes
rekurens dapat timbul karena trauma bedah dan kortikosteroid topikal yang
diperlukan untuk mencegah penolakan transplantasi kornea. Juga sulit dibedakan
penolakan transplantasi kornea dari penyakit stroma rekurens.5,8
Perforasi kornea akibat penyakit herpes stroma atau superinfeksi bakteri atau
fungi mungkin memerlukan keratoplasti penetrans darurat. Pelekat jaringan
sianokrilat dapat dipakai secara efektif untuk menutup perfosi kecil dan graft
20
petak lamelar berhasil baik pada kasus tertentu. Keratoplasi lamelar memiliki
keuntungan dibanding keratoplasti penetrans karena lebih kecil kemungkinan
terjadi penolakan transparant. Lensa kontak lunak untuk terapi atau tarsorafi
mungkin diperlukan untuk pemulihan defek epitel yang terdapat padakeratitis
herpes simplek.5,8
4. Pengendalian mekanisme pemicu yang mengaktifkan kembali infeksi HSV
Infeksi HSV rekurens pada mata banyak dijumpai kira kira sepertiga kasus
dalam 2 tahun serangan pertama. Sering dapat ditemukan mekanisme pemicunya.
Setelah denga teliti mewawancarai pasien. Begitu ditemukan, pemicu itu dapat
dihindari. Aspirin dapat dipakai untuk mencegah demam, pajanan berlebihan
terhadap sinar matahari atau sinar UV dapat dihindari. Keadaan keadaan yang
dapat menimbulkan strea psikis dapat dikurangi. Dan aspirin dapat diminum
sebelum menstruasi.5,6
Acyclovir intravena dan oral telah dipakai dengan hasil baik untuk mengobati
herpes zoster ophthalmic, khususnya pada pasien yang kekebalannya terganggu.
Dosis oralnya adalah 800mg, 5 kali sehari untuk 10-14 hari. Terapi hendaknya
dimulai 72 jam setelah timbulnya kemerahan. Peranan antivirus topikal kurang
meyakinkan. Kortikosteroid topikal mungkin diperlukan untuk mengobati keratitis
berat, uveitis, dan glaukoma sekunder. Penggunaan kortikosteroid sistemik masih
kontroversial. Terapi ini mungkin diindikasikan untuk mengurangi insidensi dan
hebatnya neuralgia paska herpes. Namun demikian keadaan ini sembuh sendiri.6
L. KOMPLIKASI
Komplikasi keratitis dengan pengobatan yang paling sering adalah sikatriks
yang dapat dibagi menjadi 3 yaitu nebula , macula dan leukoma.2
1
Nebula di epitel, dengan slit lamp atau dengan lup bisa dilihat.
Sedangkan pasien keratitis tanpa pengobatan komplikasi yang paling
ditakutkan adalah ulkus kornea.2
M. PROGNOSIS
21
Prognosis
akhirnya
baik
karena
tidak
terjadi
parut
atau
Progonosis ulkus kornea sembuh dengan bekas luka. Jika dalam pusat sumbu
visual, pembiasan cahaya dipengaruhi. Jika ulkus kecil dan terletak di pinggiran
kornea akan membawa prognosis yang baik. Hindari luka pada mata Kenakan
kacamata pelindung saat bekerja.1
Pada sikatriks lekoma kornea adalah yang
22
DAFTAR PUSTAKA
1
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ;
2010. h. 5-6, 149-168
Reinhard Purtz. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Jilid 1, edisi 22. Jakarta:
2007. p. 153.
Pavan-Langston D. Cornea and External Desease. In: Pavan-Langston D.
Manual of Ocular Diagnosis and Theraphy. 5 th edition. Philadelphia;
23
24