Anda di halaman 1dari 9

A.

DEFINISI

Degloving merupakan gangguan pada kulit sedikit sampai luas dengan variasi
kedalaman jaringan yang disebabkan trauma di tandai dengan rusaknya struktur yang
menghubungan kulit dengan jaringan di bawahnya, kadang masih ada kulit yang
melekat dan ada juga bagian yang terpisah dari jaringan bawahnya. Degloving dapat
berhubungan dengan permukaan pada jaringan lunak, tulang, persyarafan ataupun
vaskuler. Jika trauma menyebabkan kehilangan aliran darah pada kulit, maka dapat
terjadi nekrosis. Trauma degloving ini seringkali membutuhkan debridement untuk
menghilangkan jaringan yang nekrosis. Trauma degloving dalam jumlah besar disertai
dengan jaringan yang lebih profunda menyebabkan jaringan terkelupas atau berupa
sayatan.

Degloving paling sering terjadi pada daerah lengan maupun tungkai. Hal ini
biasanya disebabkan oleh trauma mekanis, biasanya oleh karena trauma pada
kendaraan bermotor, trauma akibat kipas angin. Namun akibatnya juga bisa dari
trauma tumpul.

B. ETIOLOGI

Trauma degloving dapat disebabkan beberapa faktor, antara lain karena


kecelakaan lalu lintas seperti terlindas dari kendaraan atau kecelakaan akibat
olahraga seperti roller blade, sepeda gunung, acrobat dan skateboard. Trauma
degloving ini mengakibatkan penurunan supplai darah ke kulit, yang pada akhirnya
dapat terjadi kerusakan kulit. Degloving yang luas dan berat biasanya diakibatkan oleh
ikat pinggang dan ketika tungkai masuk ke roda kendaraan. Adapun penyebab lainnya
bisa berpa kecelakaan pada escalator atau bisa juga di sebabkan oleh trauma tumpul.
Degloving minimal biasa terjadi pada pasien yang sudah tua, misalnya benturan
terhadap meja. Selan pada ekstermitas, degloving juga biasa terjadi pada mucosa
mandibula, yang di akibatkan oleh high jump pada acrobat biking atau kecelakaan lalu
lintas.

C. PATOFISOLOGI
Jenis – jenis luka dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu luka tertutup dan
luka terbuka.
- Luka terbuka yaitu dimana terjadi hubungan dengan dunia luar, misalnya
luka lecet ( vulnus excoratiol ), luka sayat ( vulnuv invissum ), luka robek (
vulnus lecaratum ), luka potong ( vulnus caseum ), luka tusuk ( vulnus iktum
), luka tembak ( vulnus aclepetorum ), luka gigit ( vulnus mossum ), luka
tembus ( vulnus penetrosum ).
- Luka tertutup yaitu luka tidak terjad hubungan dengan dunia luar, misalnya
luka memar.
D. TANDA DAN GEJALA
Tanda – tanda umum adalah syok dan syndroma remak ( cris syndroma
), dan tanda – tanda loka adalah biasanya terjadi nyeri dan pendarahan. Syok
sering terjadi akibat kegagalan sirkulasi perifer ditandai dengan tekanan darah
menurun hingga tidak teraba, keringat dingin dan lemah, kesadaran menurun
hingga tidak sadar. Syok dapat terjadi akibat adanya daerah yang hancur
misalnya otot – otot pada daerah yang luka, sehingga hemoglobin turt hancur
dan menumpuk di ginjal yang mengakibatkan kelainan yang disebt “ lower
nepron / neprosis “, tandanya rine berwarna merah, disuria hingga anria dan
ureum darah meningkat.
E. KLASIFIKASI
Trauma degloving dibagi 2 yaitu :
1. Trauma degloving dengan luka tertutup
Trauma ini jarang terjadi tapi penting diperhatikan karena terjad
pada pasien dengan multiple trauma, dimana jaringan subkutan
terlepas dari jaringan di bawahnya. Klinis awalnya dari jenis ini
seringkali tampak normal pada permukaan kulit, dapat disertai dengan
echimosis. Dan jika tidak dikoreksi, akan menyebabkan peningkatan
dari morbiditas yaitu jaringan yang terkena akan mengalami necrosis.
Untuk itu dlakukan drainase dengan membuat insisi kecil yang
bertujuan untuk kompresi, karena terdapat ruangan yang terisi oleh
hematome dan cairan. Luka degloving yang tertutup terjadi jika ada
kekuatan shear dengan energi yang cukup dalam waktu yang singkat
sehingga kulit tidak terkelupas. Tapi di dalamnya kadang dapat terjadi
pemisahan antara jaringan dengan pembuluh darah, hal ini
menyebabkan bagian yang atas dari jaringan yang terpisah menjad
nekrosis karena tidak mendapat aliran darah. Komplikasi dari traksi
dapat mengakibatkan trauma degloving luka tertutup pada kulit
sehingga dapat menyebabkan terjadinya lesi pada kulit. Hal ini mungkin
disebabkan oleh usia lanjut dan kulit yang lemah. Jadi pada trauma
degloving tertutup jaringan subkutan terlepas dari jaringan di
bawahnya, sedang bagian lar atau permukaan kulit tanpa luka atau ada
luka dengan ukuran yang kecil.
2. Trauma degloving dengan luka terbuka
Trauma degloving ini terjad akibat trauma pada tubuh yang
menyebabkan jaringan terpisah. Gambarannya berupa terangkatnya
kuit dari jaringan di bawahnya disertai dengan luka yang terbuka. Ini
merupakan trauma degloving dengan luka terbuka.
F. KOMPLIKASI
- Nekrosis flap kulit
- Ingeksi
- Graft lisis
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik yang dinilai adalah pemeriksaan Hb, Ht, dan leukosit,
pada pendarahan Hb dan Ht akan menurun disertai leukositosis, sel darah merah yang
banyak dalam sedimen urine menunjukan adanya trauma pada saluran kencing, jika
kadar amilase 100 unit dalam 100 mll, cairan intra abdomen, memungkinkan trauma
pada pankreas besar sekali.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. Risiko infeksi
3. Gangguan mobilitas fisik
4. Kerusakan integritas kulit
I. PENATALAKSANAAN
Jika terjadi kehilangan jaringan yang luas dapat terjadi syok dilakukan
penanganan dari syok. Penanganan dari trauma degloving ini berupa kontrol
perdarahan dengan membungkusnya dengan kassa steril pada luka dan sekitar luka,
debridement luka dan dilakukan amputasi bila jaringan tersebut nekrosis. Trauma
degloving seharusnya di lakukan pencucian atau debridemen dari benda asing dan
jaringan nekrotik juga dilakukan penutupan dari luka. Bila lukanya kotor maka
dilakukan perawatan secara terbuka sehingga terjadi penyembuhan secara sekunder,
lukanya bersih dilakukan penutupan luka primer Pada trauma degloving tertutup sering
tidak diketahui, dimana tidak terdapat luka pada kulit, yang mana jaringan subkutan
terlepas dari jaringan dibawahnya, menimbulkan suatu rongga yang berisi hematoma
dan cairan. Pada degloving tertutup ini dapat dilakukan aspirasi dari hematome atau
insisi kecil selanjutnya dilakukan perban kompresi. Insisi dan aspirasi untuk
mengeluarkan darah dan lemak nekrosis, volume yang dievakuasi antara 15 -800 ml
( rata-rata 120 ml ). Sedangkan pada trauma degloving dengan luka terbuka, yang
mana terdapat avulsi dari kulit, dilakukan pencucian dari jaringan tersebut yaitu
debridement dari benda asing dan jaringan nekrotik. Pada luka yang kotor atau infeksi
dilakukan rawat terbuka sehingga terjadi penyembuhan secara sekunder. Kulit dari
degloving luka yang terbuka dapat dikembalikan pada tempatnya seperti skin graft dan
dinilai tiap hari ,keadaan dari kulit tersebut. Jika kulit menjadi nekrotik, maka dilakukan
debridemen dan luka ditutup secara split thickness skin graft. Terapi degloving yang
sekarang dipakai adalah Dermal Regeneration Template (DRT), yaitu pembentukan
neodermis dengan cara Graft Epidermal. Adapun tekniknya berupa Full Thickness
Skin Graft (FTSG), Split Thickness Skin Graft (STSG) , Pedical Flap atau
Mikrovascular Free Flap. Penggunaan DRT merupakan terapi terbaik untuk trauma
degloving dan juga dapat dipertimbangkan sebagai terapi, jika terdapat kehilangan
jaringan sekunder yang bisa menyebabkan avulsi
J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan.
Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap
ini terbagi atas :
1. Pengumpulan data
a. Anamnesa
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, no. register, tanggal masuk
rumah sakit, diagnosa medis.
2) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung
dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian
yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi
faktor memperberat dan faktor yang memperingan/
mengurangi nyeri b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri
yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti
terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana
rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan
sebab dari skin degloving, yang nantinya membantu dalam
membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya
bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh
mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain.
4) Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab skin
degloving dan memberi petunjuk berapa lama tulang
tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang yang menyebabkan fraktur patologis
yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit
diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang.
5) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit
tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
skin degloving, seperti diabetes, osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik.
6) Riwayat psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
b. Pola – pola fungsi kesehatan
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat Pada kasus
skin degloving akan timbul ketidakadekuatan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan kulitnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan
obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada klien skin degloving harus
mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti
kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan kulit dan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien
bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal
dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat
terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang
kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
3) Pola Eliminasi Untuk kasus multiple ftaktur dan skin
degloving, misalnya fraktur humerus dan fraktur tibia tidak ada
gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga
dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak.
4) Pola Tidur dan Istirahat Semua klien skin degloving timbul
rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu
pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan
tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
5) Pola Aktivitas Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak,
maka semua bentuk kegiatan klien, seperti memenuhi kebutuhan
sehari hari menjadi berkurang. Misalnya makan, mandi, berjalan
sehingga kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.
6) Pola Hubungan dan Peran Klien akan kehilangan peran
dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus
menjalani rawat inap, klien biasanya merasa rendah diri terhadap
perubahan dalam penampilan, klien mengalami emosi yang tidak
stabil.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri Dampak yang timbul pada
klien skin degloving yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat
kerusakan kulitnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan gangguan citra diri.
8) Pola Sensori dan Kognitif Pada klien skin degloving daya
rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang
pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat skin degloving.
9) Pola Reproduksi Seksual Dampak pada klien skin degloving
yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus
menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien.
10) Pola Penanggulangan Stress Pada klien skin degloving
timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul
kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang
ditempuh klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan Untuk klien skin degloving
tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena
nyeri dan keterbatasan gerak klien.
2. Pemeriksaan fisik
a. Penampilan (kesesuaian usia, perkembangan seksual,
mengingatkan dan berorientasi, fitur wajah)
b. Struktur tubuh dan mobilitas (BB, susunan tubuh, berdiri tegak,
duduk nyaman, koordinasi gerak jalan).
c. Perilaku (kontak mata, mood vs affeksi, nyaman dan kooperatif,
tampak bersih dan rapi)
d. Keadaan umum (suhu, nadi, tekanan darah, respiration rate)
e. Pemeriksaan Head to toe
- Integumen: terdapat luka, turgor kulit menurun
- Kepala: dikaji secara keseluruhan mulai dari bentuk kepala, mata,
hidung dan sinus, telinga, mulut dan faring serta leher
- Thoraks: Suara naafs vesikuler, tidak ada suara tambahan, dada
simetris, S1 dan S2 tunggal
- Abdomen: normal, tidak ada benjolan, tampak datar
- Inguinal-Genetalia-Anus: pada umunya normal , tidak ada abses
- Ekstremitas: tonus otot lemah, terdapat luka akibat degloving ,
kekuatan otot menurun
- Tulang Belakang: pada umumnya normal
3. Analisa data
Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status
kesehatan pasien, kemampuan pasien mengelola kesehatan terhadap
dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan
lainnya. Data fokus adalah data tentang perubahan-perubahan atau
respon pasien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya serta
hal hal yang mencakup tindakan yang dilaksanakan terhadap klien.
4. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah pernyataan mengenai masalah
kesehatan klien yang aktual atau potensial yang dapat dikelola melalui
intervensi keperawatan mandiri. Diagnosis keperawatan adalah
pernyaataan yang ringkas, jelas, berpusat pada klien dan spesifik pada
klien.
5. Intervensi keperawatan
Rencana keperawatan adalah pedoman formal untuk mengarahkan
staf keperawatan untuk memberi asuhan klien. Biasanya berdasarkan
prioritas, hasil yang diharapkan (sasaran jangka pendek atau panjang)
dan progam keperawatan.
6. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah
rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu
rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.
7. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian terakhir didasarkan pada tujuan
keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan
keperawatan didasarkan pada kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu
terjadinya adaptasi pada individu.
DAFTAR PUSTAKA

Prayuda, M. R., & Wulan, A. J. (2018). Peran Split Thickness Skin Graft (STSG) pada Open
Degloving. J Agromedicine Unila, 5(2), 632-637.

Hidayati, A. N. (2020). Gawat Darurat Medis dan Bedah. Airlangga University Press.

Ristanto, R. (2019). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Metode Simulasi Terhadap


Pengetahuan dan Ketrampilan Dokter Kecil Pada Penanganan Luka Terbuka. Jurnal
Kesehatan Mesencephalon, 5(2).

Deskriptif, R., Mayo, F., & Sungkar, A. Evaluasi Penatalaksanaan Open Degloving Injury Di
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA (JANUARI 2011–DESEMBER 2012).

Noor, M. S., & Sungkar, A. PAIRED ABDOMINAL FLAPS AS A RECONSTRUCTION


TECHNIQUE AOFT TISSUE COVERAGE FOR SKIN LOSS OF 3rd AND 4th RIGHT
FINGERS DUE TO DEGLOVING TRAUMA (CASE REPORT).

Anda mungkin juga menyukai