Anda di halaman 1dari 23

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah utama pada pasien dengan degloving yang luas adalah area sobek yang luas
membutuhkan penutup kulit. Perubahan metabolik akibat luasnya permukaan yang hilang
juga terjadi sebagai komplikasi degloving seperti kehilangan albumin, peningkatan
metabolisme dan resiko infeksi. Degloving injuries pada area scalp, ektremitas atas,
tungkai dapat menyebabkan kehilangan darah yang signifikan dan isntabilitas
hemodinamik (Prayuda & Wulan, 2018).
Degloving injuri atau yang dikenal dengan tersobeknya kulit jaringan adalah suatu
bentul avulsi jaringan dimana sebagian besar kulit dan jaringan subkutan terlepas dari
fascia dan otot yang mendasarinya. Degloving injuri terjadi akibat kekuatan berintesitas
tinggi yang memberikan kompresi, peregangan dan gsekan jaringan, menyebabkan avulsi
kulit dan jaringan subkutan dari fasia otot, dengan kerusakan pada pembuluh darah
muskulokutaneus dan fasiokutaneus. Degloving injuri paling sering disebabkan oleh
kecelakaan industri dan lalu lintas. Cedera dapat terjadi pada seluruh bagian ekstremitas
bawah, bahkan dapat meluas hingga ke bagian bawah rangka tubuh (torso) . cedera
tersebut sering disertai fraktur atau cedera lain yang dapat menyebabkan berbagai macam
komplikasi mulai dari infeksi hingga kematian. Apalagi jika pasien berusia lanjut, risiko
terjadinya komplikasi semakin meningkat (Prayuda & Wulan, 2018).
Cedera degloving terjadi akibat gaya tangensial yang mengenai permukaan kulit
dengan permukaan yang ireguler yang mencengkram kulit sehingga tidak licin. Ketika
gaya ini dilawan dengan gerakan yang berlawanan, kulit tertarik dan terlepas dari jaringan
di bawahnya. Gaya deformasi kompresi, torsi dan abrasif terjadi selama trauma energi
tinggi. Tulang panjang dapat mengalami fraktur dalam banyak pola dengan berbagai
tingkat fragmentasi dan kominusi, tetapi jaringan lunak menyerap gaya tersebut dengan
cara yang dapat diprediksi ka lukanya bersifat terbuka, setelah terjadi cedera harus segera
dilakukan tindakan menutup area yang mengalami degloving. Tindakan ini dimaksudkan
untuk mengurangi risiko terjadinya infeksi (Prayuda & Wulan, 2018).
Prinsip penatalaksanaan degloving injuri secara umum termasuk peeliharaan sebanyak
mungkin, struktur yang mungkin, penutup kulit primer definitif awal, penutup kulit
berkualitas baik, fungsi kembali segera dan kebutuhan prosedur sekunder. Ketika kulit
degloved dibuang secara keseluruhan dari tubuh pasien, kulit tersebut dapat diletakkan
kembali dengan prosedur bedah yang disebut replantasi (Prayuda & Wulan, 2018).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi fisiologi, definisi, etiologi, patofisiologi, pathway, manifestasi
klinis, klasifikasi, komplikasi, penatalaksanaan, pemeriksaan penunjang, dan diagnosa
yang muncul pada penyakiy degloving injury ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan degloving injury?
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui tentang penyakit degloving injury dan konsep asuhan keperawatan pada
pasien dengan degloving injury.
b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui antomi fisiologi, definisi, etiologi, patofisiologi, pathway, manifestasi
klinis, klasifikasi, komplikasi, penatalaksanaan, pemeriksaan penunjang, dan
diagnosa yang muncul pada penyakiy degloving injury
2) Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien degloving injury meliputi
pengkjaian, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosa keperawatan,
dan intervensi yang sesuai dengan SDKI, SIKI, SLKI.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit
1. Anatomi fisiologi

Kulit merupakan bagian yang sering mengalami degloving, karena merupakan bagian
dari organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dengan lingkungan
hidup manusia. Kulit juga sangat kompleks, elastis, dan sensitif, bervariasi pada
keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Uas kulit
orang dewasa 1,5-2m2, dengan berat kira-kira 15% berat badan. Tebalnya antara 1,5-5
mm, bergantung pada letak kulit, umur, jenis kelamin, suhu, dan keadaan gizi. Kulit
paling tipis di kelopak mata, penis, labium minor, dan bagian medial lengan atas.
Sedangkan kulit yang tebal terdapat di telapak tangan dankaki, punggungm bahu, dan
bokong. Kulit terdiri dari tiga lapisan utama yaitu (Handayani, 2021):
a) Lapisan epidermis
Lapisan epidermis merupakan epitel berlapis gepeng yang sel-selnya menjadi
pipih bila matang dan naik ke permukaan, yang terdiri dari stratum korneum,
stratum granulosum, stratum spinosum, stratum balase dengan menosit, juga tidak
terdapat pembuluh darah. Pada telapak tangan dan kaki, epidermis sangat tebal
untuk menahan robekan dan kerusakan yang terjadi pada daerah ini. Pada bagian
tubuh yang lainnya, misalnya padda bagian medial lengan atas dan kelopak mata,
kulit sangat tipis (Handayani, 2021).
b) Lapisan dermis
Lapisan dermis ini lebih tebal dari pada epidermis. Lapisan ini terdiri atas jaringan
ikat padat yang terdiri dari stratum papilare dan staratum retikulare. Tebalnya
demis berbada-beda [ada berbagai tubuh dan cenderung menjadi lebih tipis pada
permukaan anterior dibanding dengan permukaan posterior. Dermis pada
perempuan lebih tipis dibandingankan dnegan laki-laki (Handayani, 2021).
c) Lapisan subkutis
Lapisan ini merupakan kelanjutan dari dermis, terdiri atas jaringan ikat loggar
yang berisi sel-sel lemak. Berfungsi sebagai pengatur suhu dan pelindung dari
lapisan kulit yang lebih superficial terhadap tonjolan-tonjolan tulang. (Handayani,
2021).
Adapun struktur lain pada kulit adalah kuku, folikel rambut, kelenjar sebasea dan
kelenjar keringat (Handayani, 2021).

2. Definisi
Deglofing atau yang dapat disebut dengan avulsion adalah cedera parah yang terjadi
ketika lapisan dan jaringan atas kulit robek dari otot, jaringan ikat, atau tulang
dibawahnya. Degloving ini dapat mempengaruhi bagian tubuh mana pun, tetapi lebih
sering terjadi pada area kaki. Cedera degloving sering kali mengancam jiwa karena
cedera ini melibatkan sejumlah besar kehilangan darah dan kematian jaringan
(nekrosis) atau degloving injury ini mengakibatkan penurunan suplai darah ke kulit
yang pada akhirnya dapat terjadi kerusakan kulit (Nickerson dkk, 2014).

3. Etiologi
Degloving injury dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain tabrakan
(kecelakaan lalu lintas), kecelakaan sepeda gunung, skate board, acrobat. Cedera
tersebut bisa terjadi dibagian tubuh mana saja. Namun, paling sering terjadi pada area
ektremitas bawah. degloving injury minimal biasa terjadi pada pasien yang sudah
berusia lanjut, misalnya benturan terhadap meja,. Selain pada extremitas, degloving
juga biasa terjadi pada mucusa mandibula yang diakibatkan oleh high jump pada
acrobat biking atau kecelakaan lalu lintas (Vanhegan dkk, 2012).
4. Patofisiologi
Anatomi kulit dan muskuloskeletal normal meliputi lapisan umum dari superficial
hingga dalam kulit, lemak subkutan, fasia superfisial, lemak dalam, fasia dalam, otot,
tulang. Ketika mekanisme (tragedi) terjadi yang kemudian menyeybabkan gesernya
tangensial lapisan ini, maka terjadilah degloving internal. Pada dasarnya tulang, otot,
dan fasia profunda bergeser satu arah, dan lapisan yang lebih superfisial meluncur ke
arah yang berlawanan. Peristiwa ini melintasi arteri perforasi dan limfatik yang
melintasi lapisan fasia dan mengarah ke kumpulan darah, cairan limfatik, dan lemak
nekritik diruang potensial yang baru dibuat. Selain itu, peradangan lokal dan
peningkatan permeabilitas seluler dari sel-sel yang hidup didekatnya dapat menampak
ekspansi. Seiring waktu, tubuh mencoba untuk mengasingkan lesi yang mengarahkan
ke resorpsi cairan oleh sel-sel didekatnya atau pembentukan pseudokapsul dan
pematangan kumpulan cairan, seperti halnya pengumpulan cairan subderml, terutama
dengan adanya jaringan nekrotik, ada kemungkinan infeksi. Kekhawatiran lain adalah
kelangsungan hidup kulit diatas zona cedera. Dua mekanisme diangkap salah untuk
cedera kulit. Pertama, penghancuran kulit dan lapisan subcutan langsung dari trauma
yang mengarah ke nekrosis. Kedua, aliran darah dari pleksus kaya vaskular didermis
terganggu, yang memungkinkan kulit menjadi iskemik dan akhirnya mati (Muneer
dkk, 2019).
5. Pathway
Degloving injury
Defisit Pengetahuan
Kurangnya
Pengetahuan Degloving terbuka dan degloving tertutup

Kurangnya informasi Pre operasi Post operasi Stressor meningkat Defisit nutrisi

Akibat hospitalisasi Anoreksia


Rusaknya jaringan
Terdapat luka insisi
Gangguan citra tubuh sekitar kulit, otot,
tulang dan organ Nafsu makan menurun
sekitar ansietas

Neurotrasmiter Port de entry


Intoleransi
terganggu Ditangkap reseptor Mual, muntah Nausea aktivitas
nyeri
Resiko infeksi
Kelemahan
Pengeluaran serotonin
dan kortisol tidak Nyeri akut Perdarahan Resiko Perdarahan
stabil Hb menurun Anemia

Gangguan integritas Syok hipovelemik O2- , CO2+


SAR menurun Perfusi perfifer tidak efektif
kulit/jaringan

Kekurangan O2 dalam Hipo perfusi Pola nafas tidak


REM menurun Nafas cepat
Gangguan mobilitas darah alveoli efektif
fisik
Gangguan pola tidur Hipovolemi Penurunan Cardiac Gangguan TTV
Output

Perfusi Cerebral
6. Manifestasi klinis
tanda-tanda umum yang dapat terjadi adalah sindrom remuk dan tanda-tanda lokal
yang sering terjadi adalah nyeri dan perdarahan akibat kegagalan sirkulasi perifer
ditandai dengan tekanan darah menurun hingga tidak teraba, keringat dingin. Syok
dapat terjadi akibat adanya daerah yang hancur misalnya otot-otot pada daerah yang
luka sehingga hemoglobin turut hancur dan menumpuk diginjal yang menyebabkan
kelainan yang disbeut lower nefron atau nefrpsis urin berwarna merah. Kerusakan
pada tulang, otot, dan organ tubuh tertentu ini dapat menimbulkan gejala berupa (Sean
dkk, 2021) :
a. Nyeri
b. Mati rasa dibagian tubuh yang mengalami cidera
c. Luka terbuka yang menyebabkan rusaknya permukaan kulit danperdarahan hebat
d. Perubahan bentuk tubuh akibat patah tulang, hingga tlang yang mencuat keluar
menembus permukaan kulit
e. Kulit pucat, serta bibi dan jari membiru
f. Penurunan kesadaran
g. Tekanan darah menurun
h. Sesak nafas dan denyut nadi melemah
7. Klasifikasi
Degloving injury dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu degloving terbuka dan
degloving tertutup (Hakim dkk, 2019) :
1) Degloving terbuka, adalah ketika kulit dan jaringan robek memperlihatkan otot,
tulang atau jaringan ikat. Dalam beberapa kasus, sebagian kulit masih menempel
sebagai penutup didekat luka. Degloving injury terbuka biasanya disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan dengan peralatan indutri atau pertanian, jatung
dari ketinggian, cedera olahraga, gigitan binatang. Area yang paling sering terjadi
di degloving terbuka adalah kaki, torso, scalp, dan wajah. Degloving terbuka
membutuhkan perawatan darurat untuk mengurangi kehilangan darah dan
mencegah infeksi.
2) Degloving tertutup, adalah cedera yang terjadi didalam kulit dan tidak selalu
terlihat. Dalam beberapa kasus, tanda gejala yang terlihat adalah memar diarea
kulit. Kebanyakan degloving tertutup melibatkan kekuatan yang misahkan lapisan
kulit atas dan jaringan dari jaringan yang lebih dalam di ruang bawah kulit. Ruang
ini dikenal sebagai morel-lavalle lessions. Lesi ini dapat diisi dengan cairang
getah bening, darah, dan lemak. Penyebab degloving tertutup sama dengan
degloving terbuka. Degloving tertutup paling sering terjadi dibagian atas tulang
pinggul diarea yang disebut greater trochanter. Area lain yang sering terjadi pada
kejadian ini adalah torso, pantat, tulang belakang bagian bawah, tulang belikat,
lutut.
8. Penatalaksanaan medis
Penatalaksaan untuk degloving injury tergantung pada jenis, tingkat keparahan, dan
lokasi cedera. Mereka yang mengalami degloving injury biasanya sering disertai
dengan cedera serius lainnya seperti patah tulang,dan lainnnya yang memerlukan
perawatan darurat. Adapun penatalaksanaan medis untuk degloving injuri adalah
sebagai berikut (Latifi dkk, 2014) :
1) Degloving terbuka ;
a. Menempelkan kembali kulit
b. Cangkok kulit menggunakan kulit dari bagian tubuh lain
c. Pemasangan kembali jari tangan atau kaki
d. Amputasi
Semua opsi tersebut dilakukan dnegan operasi, namun dalam beberapa kasus, luka
kecil degloving hanya membutuhkan pemberisihan menyeluruh dan beberpaa
perban untuk membantu dalam proses penyembuhan.
2) Degloving tertutup;
Pengobatan degloving tertutup tergantung pada luasnya cedera. Untuk kasus yang
lebih kecil hanya memerlukan kombinasi kompresi perban, terapi fisik, dan
istirahat. Sedangkan untuk kasus yang lebih parah, pilihan pengobatan meliputi :
a. Mengalirkan cairan yang menumpuk dari lesi
b. Menghilangkan jaringan mati
c. Skleroterapi, yang melibatkan penyuntikan pembuluh darah dengan obat-
obatan untuk membuatnya menyusut

9. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan degloving injuri dilaksanakan berdasarkan jenis cedera yang dialami
pasien. Adapun jenis pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah :
a. Foto rontgen : untuk mendeteksi retakan atau patahan pada tulang
b. CT scan : untuk memeriksa kondisi cidera dari berbagai sudut secara lebih detail
c. MRI : untuk memeriksa dan mendeteksi dampak cidera terhadap organ tubuh
bagian dalam
10. Diagnosa yang muncul sesuai pathway
Defisit Pengetahuan Gangguan Mobilitas Fisik
Gangguan Citra Tubuh Resiko Infeksi
Gangguan Pola Tidur Resiko perdarahan
Nyeri akut Ansietas
Gangguan integritas kulit/Jaringan Defisit Nutrisi
Nausea Perfusi perifer Tidak Efektif
Intoleransi Aktivitas Pola nafas tidak efektif

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
1) Identitas pasien
Identitas pasien meliputi nama pasien, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
nomor registrasi, dan diagnose medis
2) Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan
c. Riwayat kesehatan terdahulu
- Riwayat penyakit terdahulu
- Alergi
- Imunisasi
- Kebiasaan/pola hidup/lifestyle
- Obat-obatan
- Riwayat kesehatan keluarga
3) Pengkajian pola gordon
a. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Mengkaji terkait pentingnya pengetahuan tentang kesehatan pasien, apakah
terdapat koping ang tidak sesuai dalam pemeliharaan kesehatan.
b. Pola nutrisi/metabolic (ABCD)
Mengkaji terkait pola nutrisi pasien yang berhubungan dengan pola makan dan
pola minum saat sebelum dan sesudah di rumah sakit.
c. Pola eliminasi
Mengkaji terkait pola eliminasi pasien apakah terdapat perubahan atau
gangguan pada kebiasaan buang air kecil dan besar saat sebelum dan sesudah
di rumah sakit
d. Pola aktivias dan latihan
Mengakaji terkait activity daily living pasien, bagaimana pasien dalam
memenuhi kebutuhan sehari-harinya sebelum dan setelah di rumah sakit,
apakah memerlukan bantuan alat dan orang lain atau tidak
e. Pola tidur dan istirahat
Mengkaji pola tidur pasien sebelum dan sesudah di rumah sakit,
mengidentifikasi hal-hal yangn dapat mengganggu pola tidur pasien.
f. Pola kognitif dan perceptual
Mengkaji fungsi panca indera pasien apakah masih dapat berfungsi dengan
baik atau terdapat gangguan.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Mengkaji bagaimana pasien menerima keadaannya yang sekarang
h. Pola peran dan hubungan dengan sesama
terdapat perubahan saat sebelum dan setelah masuk rumah sakit atau tidak.
Selain itu cara pasien berkomunikasi dengan orang lain juga dikaji di sini
i. Pola reproduksi dan seksualitas
Mengkaji bagaimana pola reproduksi dan seksualitas pasien saat sebelum dan
sesudah masuk rumah sakit, berapa jumlah anak pasien juga disebutkan.
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Mengkaji respon atau sikap pasien terhadap penyakit yang dideritanya
sekarang, meliputi emosi, ketakutan, kecemasan yang dirasakan pasien selama
menjalani pengobatan.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Mengkaji perubahan ibadah saat sebelum dan sesudah masuk rumah sakit.

2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Mengkaji keadaan umum pasien, menghitung GCS pasien
b. Tanda-tanda vital
Mengukur suhu badan, tekanan darah, nadi, dan pernapasan pasien.
c. Pemeriksaan fisik head to toe
1) Kepala
Inspeksi :
- Rambut hitam
- Bentuk kepala simetris
- Tidak ada benjolan
- Tidak ada lesi
Palpasi :
- Tidak ada nyeri tekan
- Tidak ada massa
2) Mata
Inspeksi :
- Mata simetris
- Pupil isokor
- Reaksi pupil terhadap cahaya baik
- Konjungtiva merah muda
- Sklera putih
Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan
- Tidak ada massa
3) Hidung
Inspeksi :
- Hidung anemis
- Tidak ada secret pada hidung
- Tidak ada jejas
Palpasi :
- Tidak ada nyeri tekan pada hidunh
- Tidak teraba masssa
4) Mulut
Inspeksi :
- Mukosa bibir pucat
- Tidak ada stomatis
- Gigi lengkap
- Tidak ada karies
5) Telinga
Inspeksi :
- Daun telinga simetris kiri dan kanan
- Tidak ada serumen dalam telinga
- Tidak ada jejas
- Tidak terjadi penurunan fungsi pendengaran
Palpasi :
- Tidak terdapat nyeri tekan
6) Leher
Inspeksi :
- Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
- Tidak ada gangguan menelan
7) Dada
Inspeksi :
- Tidak menggunakan otot bantu pernafasan
- Pengembangan dada simetris kanan dan kiri
Palpasi :
- Tidak terdapat nyeri tekan
- Tidak teraba massa
Perkusi :
- Suara sonor
Auskultasi :
- Suara nafas vesikuler
- Tidak terdapat suara nafas tambahan
8) Jantung
Inspeksi :
- Ictus cordis tidak tampak
- Bentuk simetris
Palpasi :
- Tidak ada nyeri tekan
- Tidak teraba massa
- Ictus cordis tidak tampak
Perkusi :
- Suara pekak pada ICS 4
Auskultasi :
- S1 S2 tunggal
- Tidak ada suara jantung tambahan
9) Abdomen
Inspeksi :
- Bentuk perut : datar/buncit/cekung
- Tidak ada massa
Aukultasi :
- Bising usus terdengar
Palpasi :
- Tidak ada nyeri tekan
- Tidak teraba massa
Perkusi :
- Suara timpani
10) Ektremitas
Atas
Inspeksi :
- Tidak terpasang infus
- Tidak terjadi gangguan fungsi gerak
- Tidak ada kelainan bentuk
Bawah
Inspeksi :
- Bentuk simetris kanan dan kiri
- Tidak terdapat jejas dan lesi
11) Kulit dan kuku
Inspeksi :
- Warna kulit merata
- Tidak ada jejas ataupun lesi
- Kuku bersih dan pendek
Palpasi :
- CRT <2 detik
- Tidak terdapat nyeri tekan
- Tidak teraba massa
3. Pemeriksaan penunjang
a. Foto rontgen : untuk mendeteksi retakan atau patahan pada tulang
b. CT scan : untuk memeriksa kondisi cidera dari berbagai sudut secara lebih detail
c. MRI : untuk memeriksa dan mendeteksi dampak cidera terhadap organ tubuh
bagian dalam
4. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut (D.0077) b.d agen pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri, tampak
meringis, bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah,
frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola napas
berubah, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis
b. Gangguan integritas kulit/jaringan (D.0129) b.d perubahan sirkulasi d.d
kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit, nyeri, perdarahan, kemerahan,
hematoma
c. Gangguan mobilitas fisik (D.0054) b.d kerusakan integritas struktur tulang d.d
mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot menurun, rentang gerak
(ROM) menurun.
d. Resiko infeksi (D.0142) b.d kerusakan integritas kulit
e. Intoleransi aktivitas (D.0056) b.d kelemahan d.d mengeluh lelah, frekuensi
jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat, dispnea saat/setelah aktivitas,
merasa tidak nyaman setelah beraktivitas, merasa lemah, tekanan darah berubah
>20% dari kondisi istirahat, sianosis
f. Defisit pengetahuan (D.0111) b.d kurang terpapar informasi d.d menanyakan
masalah yang dihadapi, menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran, menunjukkan
persepsi yang keliru terhadap masalah, menjalani pemeriksaan yang tidak tepat,
menunjukkan perilaku berlebihan
g. Ansietas (D.0088) b.d kurang terpapar informasi d.d merasa bingung, merasa
khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadap, sulit berkonsentrasi, tampak
gelisah, tampak tegang, mengeluh pusing, palpitasi, frekuensi napas meningkat,
frekuensi nadi meningkat, diaphoresis, tremor, muka tampak pucat, suara bergetar,
kontak mata buruk
5. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hail Intervensi
Nyeri akut (D.0077) b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam Manajemen Nyeri (.08238)
agen pencedera fisiologis diharapkan nyeri yang dirasakan klien dapat 1. Ippdentifikasi skala nyeri
d.d mengeluh nyeri, tampak teratasi dengan kriteria hasil: 2. Berikan teknik nonfarmakologi untuk
meringis, bersikap protektif Tingkat Nyeri (L.08066) mengurangi nyeri (mis. TENS, hipnosis,
(mis. waspada, posisi 1. Keluhan nyeri menurun dari skala 2 (cukup akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
menghindari nyeri), gelisah, meningkat) ke skala 5 (menurun) pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
frekuensi nadi meningkat, 2. Meringis menurun dari skala 2 (cukup kompres hangat/ dingin, terapi bermain)
sulit tidur, tekanan darah meningkat) ke skala 5 ( menurun) 3. Jelaskan strategi meredakan nyeri
meningkat, pola napas 3. Gelisah menurun dari skala 2 (cukup 4. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
1
berubah, menarik diri, meningkat) ke skala 4 (cukup menurun Pemberian Analgesik (1.08243)
berfokus pada diri sendiri, 1. identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus,
diaforesis pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi,
durasi)
2. Tetapkan target efektifitas analgesik untuk
mengoptimalkan respons pasien
3. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
4. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik, jika perlu
2 Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Perawatan Integritas Kulit (1.11353)
kulit/jaringan (D.0129) b.d 3x24 jam, gangguan integritas kulit/jaringan dapat Observasi
perubahan sirkulasi d.d teratasi dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
kerusakan jaringan dan/atau Integritas kulit dan jaringan (L.14125) (mis. perubahan sirkulasi, perubahan status
lapisan kulit, nyeri, 1. Perfusi jaringan ditingkatkan dari skala 2 nutrisi, penurunan kelembaban, suhu
perdarahan, kemerahan, (cukup menurun) ke skala 4 (cukup lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
hematoma meningkat) Terapeutik
2. Kerusakan jaringan diturunkan dari skala 1 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
(meningkat) ke skala 4 (cukup meningkat) 2. Bersihkan perineal dengan air hangat terutama
3. Kerusakan lapisan kulit diturunkan dari skala selama periode diare
1 (meningkat) ke skala 4 (cukup meningkat) 3. Gunakan produk berbahan ringan atau alami
dan hipoalergik pada kulit sensitif
4. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada
kulit kering
Edukasi
1. Anjurkan minum air yang cukup
2. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
3. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan
sayur
4. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
5. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
minimal 30 saat berada di luar rumah
6. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya
3 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Dukungan Mobilisasi (1.05173)
(D.0054) b.d kerusakan 3x24 jam, gangguan mobilitas fisik dapat teratasi Observasi
dengan kriteria hasil: 1. pencatatan adanya kejadian nyeri ataupun
integritas struktur tulang d.d
Mobilitas Fisik (L.05042) keluan fisik lainnya
mengeluh sulit 1. Pergerakan ektremitas ditingkatkan dari skala 2. pencatatan toleransi secara fisik saat melaukan
menggerakkan ekstremitas, 2 (cukup menurun) ke skala 4 (cukup pergerakan
meningkat) 3. kontrol gelombang jantung dan tekanan darah
kekuatan otot menurun,
2. Kekuatan otot ditingkatkan dari skala 2 sebelum mealkukan pergerakan
rentang gerak (ROM) (cukup menurun) ke skala 4 (cukup 4. kontrol keadaan umum klien selama treatmen.
menurun. meningkat) Terapeutik
3. Rentang ROM ditingkatkan dari skala 2 1. pemberian layanan menggunakan alat bantuan
(cukup menurun) ke skala 4 (cukup untuk pergerakan klien
meningkat) 2. Masukkan keluarga untuk pembinaan dan
pengaturan terhadap pergerakan klien.
Edukasi
1. Jelaskan kepada klien terkait tujuan dan
prosedur terapi mobilisasi
2. Bimbingan melaukan mobilisasi secara dini
atau lebih awal
3. Bimbingan pergerakan secara sederhana
seperti duduk, mika-miki
Resiko infeksi (D.0142) b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 Perawatan area insisi (L.14558)
kerusakan integritas kulit x 24 jam diharapkan tingkat infeksi menurun Observasi :
dengan kriteria hasil : 1. Periksa lokasi insisi adanyanya kemerahan,
Tingkat infeksi (L.14137) bengkak
1. Kemerahan ditingkatkan dari skala 2 (cukup 2. Monitor tanda dan gejala infeksi
memburuk) ke skala 5 (membaik) Terapeutik
2. Nyeri ditingkatkan dari skala 2 (cukup 1. Bersihkan area insisi dengan pembersih yang
memburuk) ke skala 5 (membaik) tepat
3. Bengkak ditingkatkan dari skala 2 (cukup 2. Usap area insusu dari area yang bersih menuju
4 memburuk) ke skala 5 (membaik) area kurang bersih
4. Drainase purulen ditingkatkan dari skala 2 3. Bersihkan area disekitar tempat pembunganan
(cukup memburuk) ke skala 5 (membaik) atau tabung drainase
5. Kadar sel darah putih ditingkatkan dari skala 4. Pertahankan posisi tabung drainase
2 (cukup memburuk) ke skala 5 (membaik) 5. Berikan salep antiseptik
6. Ganti balutan luka sesuai jadwal
Edukasi:
1. Ajarkan cara merawat area insisi
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen energi (1.05178)
(D.0056) b.d kelemahan d.d 3x24 jam, intoleran aktivitas dapat teratasi dengan Observasi
mengeluh lelah, frekuensi kriteria hasil: 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
jantung meningkat >20% Toleransi Aktivitas (L.05047) mengakibatkan kelelahan
dari kondisi istirahat, 1. Frekuensi nadi ditingkatkan dari skala 3 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
dispnea saat/setelah (sedang) ke skala 5 (meningkat) 3. Monitor pola dan jam tidur
aktivitas, merasa tidak 2. Kemudahan dalam melakukan aktivitas Terapeutik
nyaman setelah beraktivitas, sehari-hari ditingkatkan dari skala 3 (sedang) 1. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah
merasa lemah, tekanan ke skala 5 (meningkat) stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan) .
5 darah berubah >20% dari 3. Keluhan lelah diturunkan dari skala 2 (cukup 2. Lakukan rentang gerak pasif dan/aktif
kondisi istirahat, sianosis meningkat) ke skala 5 (menurun) 3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
4. Perasaan lemah diturunkan dari skala 2 Edukasi
(cukup meningkat) ke skala 5 (menurun) 1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan strategi koping untuk mengurangi
tanda kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
6 Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Edukasi Kesehatan (1.12383)
(D.0111) b.d kurang 3x24 jam defisit pengetahuan pasien dapat Observasi
terpapar informasi d.d membaik dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menanyakan masalah yang Tingkat Pengetahuan (L.12111) menerima informasi
dihadapi, menunjukkan 1. Perilaku sesuai anjuran meningkat dari skala 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
perilaku tidak sesuai 2 (cukup menurun) ke skala 5 (meningkat) meningkatkan dan menurunkan motivasi
anjuran, menunjukkan 2. Verbalisasi minat dalam belajar meningkat perilaku hidup bersih dan sehat
persepsi yang keliru dari skala 2 (cukup menurun) ke skala 5 Terapeutik
terhadap masalah, menjalani (meningkat) 1. Sediakan materi dan media pendidikan
pemeriksaan yang tidak 3. Perilaku sesuai dengan pengetahuan kesehatan
tepat, menunjukkan perilaku meningkat dari skala 2 (cukup menurun) ke 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
berlebihan skala 5 (meningkat) kesepakatan
3. Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
1. Jelaskan faktor resiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
2. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
3. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
7 Ansietas (D.0088) b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam Eduksi Ansietas (1.09314)
kurang terpapar informasi diharapkan ansietas yang dirasakan klien dapat Observasi
d.d merasa bingung, merasa teratasi dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi saat ansietas berubah
khawatir dengan akibat dari Tingkat Ansietas (L.09093) 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
kondisi yang dihadap, sulit 1. Verbalisasi akibat kondisi yang dialami 3. Monitor tanda-tanda ansietas
berkonsentrasi, tampak menurun dari skala 2 (cukup meningkat) ke Terapeutik
gelisah, tampak tegang, skala 4 (cukup menurun) 1. Ciptakan suasana terapeutik
mengeluh pusing, palpitasi, 2. Perilaku gelisah menurun dari skala 2 (cukup 2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
frekuensi napas meningkat, meningkat) ke skala 4 (cukup menurun) 3. Gunakan penedekatan yang tenang dan
frekuensi nadi meningkat, 3. Perilaku tegang menurun dari skala 2 (cukup meyakinkan
diaphoresis, tremor, muka meningkat) ke skala 4 (cukup menurun) 4. Diskusikan perencanaan yang realistis tentang
tampak pucat, suara peristiwa yang akan datang
bergetar, kontak mata buruk Edukasi
1. Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang akan
dialami
2. Informasikan secara aktual tenatng penyakit
yang dialami
3. Latih kegaiatan pengalihan
4. Latih teknik relaksasi
5. Latih penguatan diri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas bila
perlu.
BAB III. PENUTUP

1. Kesimpulan
Kulit merupakan bagian yang sering mengalami degloving, karena merupakan bagian
dari organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dengan lingkungan hidup
manusia. Kulit juga sangat kompleks, elastis, dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim,
umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Degloving injuri atau yang
dikenal dengan tersobeknya kulit jaringan adalah suatu bentul avulsi jaringan dimana
sebagian besar kulit dan jaringan subkutan terlepas dari fascia dan otot yang
mendasarinya. Degloving injuri terjadi akibat kekuatan berintesitas tinggi yang
memberikan kompresi, peregangan dan gsekan jaringan, menyebabkan avulsi kulit dan
jaringan subkutan dari fasia otot, dengan kerusakan pada pembuluh darah
muskulokutaneus dan fasiokutaneus. Degloving injuri paling sering disebabkan oleh
kecelakaan industri dan lalu lintas. Cedera dapat terjadi pada seluruh bagian ekstremitas
bawah, bahkan dapat meluas hingga ke bagian bawah rangka tubuh (torso) . cedera
tersebut sering disertai fraktur atau cedera lain yang dapat menyebabkan berbagai macam
komplikasi mulai dari infeksi hingga kematian.

2. Saran
Berdasarkan manfaat penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, penulis memberikan
beberapa saran terkait laporan pendahuluan asuhan keperawatan pada pasien dengan
degloving injury:
a) Bagi Rumah Sakit
Di harapkan dari pihak Rumah Sakit memberikan pendidikan dan pelatihan secara
berkala, khususnya mengenai metode pelayanan terkini pada pasien dengan kasus-
kasus keperawatan gawat darurat, untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
dari tenaga keperawatan.
b) Bagi Bidang Akademik
Penyediaan kualitas tenaga dosen yang professional serta fasilitas belajar mengajar
perlu untuk ditingkatkan agar menghasilkan lulusan yang berkualitas.
c) Pasien dan keluarga
Pasien dan keluarga dapat bersikap lebih kooperatif dan mampu bekerjasama dengan
tim kesehatan dalam penanganan dan proses.
d) Bagi penulis selanjutnya
Diharapkan dimasa yang akan datang dapat digunakan sebagai salah satu sumber data
untuk penulisan laporan pendahuluan tentang degloving injury dan permasalahan
cedera lain.
DAFTAR PUSTAKA

Hakim S., Ahmed K., El-Menyar A., Jabbour G., Peralta R., Nabir S., Mekkodathil A.,
Abdelrahman H., Al-Hassani A., Al-Thani H. 2016. Patterns and management of
degloving injuries: a single national level 1 trauma center experience. World Journal
Emerg Surg. 11:35.

Handayani, S. 2021. Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta:Media Sains Indonesia

Latifi R., El-Hennawy H., El-Menyar A., Peralta R., Asim M., Consunji R., Al-Thani H.
2014. The therapeutic challenges of degloving soft-tissue injuries. Emerg Trauma
Shock.7(3):228-32

Muneer M., El-Menyar A., Abdelrahman H., Murad MA., Al Harami SM., Mokhtar A.,
Khawar M., Awad A., Asim M., Latifi R., Al-Thani H. 2019. Clinical Presentation and
Management of Pelvic Morel-Lavallee Injury in Obese Patients. Emerg Trauma Shock.
12(1):40-47.

Nickerson TP., Zielinski MD., Jenkins DH., Schiller HJ. 2014. The Mayo Clinic experience
with Morel-Lavallée lesions: establishment of a practice management guideline.
Trauma Acute Care Surg. 76(2):493-7.

Prayuda, M.R., A. J. Wulan. 2018. Peran Split Thicness Skin Graft (STSG) pada Open
Degloving. Agromedicine Unila. 5(2):632-637.

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik. Edisi I. Jakarta DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Edisi I. Jakarta DPP PPNI.

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi I. Jakarta DPP PPNI

Sean P., McGowan., Amir Kianoosh., M.Fallahi. 2021. Degloving Injuries. Treasure
Island:StantPearls Publishing.

Vanhegan IS., Dala-Ali B., Verhelst L., Mallucci P., Haddad FS. 2012. The morel-lavallée
lesion as a rare differential diagnosis for recalcitrant bursitis of the knee: case report
and literature review. Case Rep Orthop. 2012:593193.

Anda mungkin juga menyukai