Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY K DENGAN LUKA LASERASI


DI RSUD MARDI WALUYO BLITAR

Oleh :
Dyah Tri Apriliasari
1601470081

KEMENTRIAN KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG
FEBUARI 2020
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA LUKA
LASERASI

A. Definisi
Luka laserasi adalah luka terbuka yang disebabkan oleh rusaknya lapisan kulit.
Lapisan superfisial melibatkan epidermis dan dermis. Sedangkan luka yang lebih parah
melibatkan lapisan yang lebih dalam termasuk jaringan subkutan dan jaringan otot
(ENA,2010).
Menurut Jacob(2016) luka laserasi merupakan luka yang dihasilkan oleh robeknya
jaringan tubuh. Donna Naycluch (2014) mendifinisikan luka laserasi adalah luka terbuka
melalui permukaan kulit yang disebabkan oleh benturan benda tumpul padakulit, terutama
pada tonjolan tulang saat kulit terenggang dapat meluas atau menembus lapisan otot vena-
vena yang menjembatani dapat dilihat pada laserasi yang dalam.
B. Etiologi
Luka laserasi dapat disebabkan oleh benda tumpul atau tajam yang merobek dan
mengenai kulit. Luka ini lebih umum terjadi di bagian jari tangan, lutut, kaki , juga dapat
terjadi di bagian tubuh lainnya (Healtwiase, Staff 2010). Luka laserasi juga dapat terjadi
karena jaringan teriris dengan benda tajam seperti pisau dapur, ujung logam dan peralatan
kaca atau trauma tumpul akan menyebabkan jaringan robek sehingga menembus lapisan
atas kulit atau dapat meluas sampai struktur kulit yang paling dalam (ENA, 2013).
Sedangkan menurut Donna Naycluch (2014) luka laserasidisebabkan oleh benturan benda
tumpul pada kulit yang dapat meluas atau menembus lapisan otot dan tepi luka tidak ada.
Luka juga bisa terjadi ketika terkena benda tajam.
C. Patofisiologi
Luka Laserasi terjadi akibat dari robekan oleh benda tajam maupun benda tumpul
sehingga mengenai jaringan kulit. Rusaknya jaringan kulit dapat merusak saraf nyeri
sehingga menimbulkan masalah nyeri aku. Luka laserasi dapat menyebabkan kerusakan
integritas jaringan. Luka laserasi dapat menjadi tempat masuknya bekteri ketubuh
sehingga menyebabkan Resiko Infeksi. Luka yang mengalami perdarahan dapat
menimbulkan Resiko Syok dan Kekurangan Volume Cairan (ENA, 2000).
D. Klasifikasi
a. Berdasarkan derajat kontaminasi
 Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang merupakan
luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak
ada kontak dengan orofaring, traktus respiratorius maupun traktus genitourinarius. Dengan
demikian kondisi luka tersebut tetap dalam keadaan bersih. Kemungkinan terjadinya
infeksi luka sekitar 1%-5%.
 Luka bersih terkontaminasi
Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran pernafasan,
saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi terkontrol. Proses
penyembuhan luka akan lebih lama namun luka tidak menunjukkan tanda infeksi.
Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar 3% - 11%.
 Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka menunjukan tanda infeksi. Luka
ini dapat ditemukan pada luka terbuka karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi),
fraktur terbuka maupun luka penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
 Luka kotor
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati dan luka
dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa sebagai akibat pembedahan yang
sangat terkontaminasi. Bentuk luka seperti perforasi visera, abses dan trauma lama
(Saman, 2011; Ismail, 20011)

b. Berdasarkan kedalaman dan luas luka

1. Stadium I (luka superfisial/ non blancing erythema) Yaitu luka yang terjadi pada
lapisan epidermis kulit
2. Stadium II (partial thicknes) Yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan
bagian atas dari dermis. Merupakan luka superfisial dan adanya tanda tanda klinis
seperti abrasi, blister, atau lubang yag dangkal
3. Stadium III (full thicknes) Yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau
nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati
jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia
tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam
dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya
4. Stadium IV (full thickness) Yaitu luka full thicknes yang telah mencapai lapisan otot,
tendon, dan tulang dengan adanya destruksi/ keusakan yang luas (Baroroh, 2011)

c. Berdasarkan penyebab
1. Luka akibat kekerasan benda tumpul
 Vulnus kontusio/ hematom
adalah luka memar yaitu suatu pendarahan dalam jaringan bawah kulit akibat
pecahnya kapiler dan vena yang disebabkan oleh kekerasan tumpul
 Vulnus eksoriasi (luka lecet atau abrasi)
adalah cedera pada permukaan epidermis akibat bersentuhan dengan benda
berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini banyak dijumpai pada kejadian traumatik
seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh maupun benturan benda tajam ataupun tumpul.
Walaupun kerusakannya minimal tetapi luka lecet dapat memberikan petunjuk
kemungkinan adanya kerusakan hebat pada alat-alat dalam tubuh. Sesuai mekanisme
terjadinya luka lecet dibedakan dalam jenis:
1. Luka lecet gores Diakibatkan oleh benda runcing yang menggeser lapisan permukaan
kulit
2. Luka lecet serut (grzse)/geser (friction abrasion) Adalah luka lecet yang terjadi akibat
persentuhan kulit dengan permukaan badan yang kasar dengan arah kekerasan sejajar/
miring terhadap kulit
3. Luka lecet tekan (impression, impact abrasion) Luka lecet yang disebabkan oleh
penekanan benda tumpul secara tegak lurus terhadap permukaan kulit.
 Vulnus laseratum (luka robek) luka dengan tepi yang tidak beraturan atau compang
camping biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini dapat kita jumpai
pada kejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak beraturan dan kotor,
kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa hingga lapisan otot.
2. Luka akibat kekerasan setengah tajam
 Vulnus Morsum
Adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki bentuk permukaan
luka yang mengikuti gigi hewan yang menggigit. Dengan kedalaman luka juga
menyesuaikan gigitan hewan tersebut

3.Luka akibat kekerasan tajam/ benda tajam

 Vulnus scisum (luka sayat atau iris) Luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka
berupa garis lurus dan beraturan.Vulnus scissum biasanya dijumpai pada aktifitas
sehari-hari seperti terkena pisau dapur, sayatan benda tajam ( seng, kaca ), dimana
bentuk luka teratur
 Vulnus punctum (luka tusuk) Luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing
yang biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya. Misalnya tusukan pisau yang
menembus lapisan otot, tusukan paku dan benda-benda tajam lainnya. Kesemuanya
menimbulkan efek tusukan yang dalam dengan permukaan luka tidak begitu lebar.
4. Vulnus scloperotum (luka tembak)
Adalah luka yang disebabkan karena tembakan senjata api (Mansjoer, 2001). Luka tembak
menyebabkan kerusakan pada jaringan dan organ yang berada dibawahnya (Kartikawati,
2011).
5. Luka akibat trauma fisika dan kimia
 Vulnus combutio Adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas maupun
sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka yang tidak beraturan
dengan permukaan luka yang lebar dan warna kulit yang menghitam. Biasanya juga
disertai bula karena kerusakan epitel kulit dan mukosa (Mansjoer, 2000)

E. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada pasien menurut ENA (2000)
1. Perdarahan
2. Integritas jaringan terganggu, jaringan rusak atau robek
3. Kontaminasi luka
4. Luasnya jaringan neuritik
5. Risiko ingeksi
6. Nyeri
Tanda dan gejala dari luka laserasi tergantung dari kedalaman luka dan tingkat
perdarahan, pada luka laserasi ringan akan mengalami perdarahan singkat dan disertai
nyeri ringan. Sedangkan laserasi yang lebih dalam akan mengalami perdarahan yang lebih
banyak dan rasa sakit yang akan lebih intens.
F. Penatalaksanaan
pada pasien Menurut ENA (2000) meliputi
1. Pertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)
2. Kontrol perdarahan lokal - Tekanan langsung - Tinggikan bagian yang mengalami
cedera
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Berikan posisi yang nyaman
5. Berikan IV kateter dengan kristaloid jika kehilangan banyak darah
6. Cukur area kulit yang luka
7. Bersihkan area kulit dengan antiseptik
8. Bantu dengan pemberian bius lokal
9. Berikan obat penenang sebagai tambahan untuk anastesi lokal
10. Bersihkan luka dengan sabun antiseptik
11. Irgasi kulit dan luka sesuai indikasi, bantu dengan debridemant
12. Pastikan ketepatan balutan
13. Berikan antibiotik secara standar
14. Komunikasikan secara langsung kepada pasien atau keluarga terdekat meliputi :
 Menjaga luka dan balutan bersih dan kering
 Konsumsi obat sesuai anjuran
 Menepati jadwal kontrol
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan diagnostik yang perlu di lakukan terutama jenis darah lengkap.tujuanya
untuk mengetahui tentang infeksi yang terjadi.pemeriksaannya melalui laboratorium.
2. Sel-sel darah putih.leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan kehilangan sel pada
lesi luka dan respon terhadap proses infeksi.
3. Hitung darah lengkap.hematokrit mungkin tinggi atau lengkap.
4. Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi.
5. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus melitus

H. Komplikasi
1. Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada
yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan
2. Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan
parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah.
3. Infeksi: System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
4. Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Asuhan keperawatan merupakan aspek legal bagi seorang perawat dalam melakukan
pendokumentasian asuhan keperawatan kepada klien, memberikan informasi secara
benar dengan memperhatikan aspek legal etik yang berlaku. Pengkajian adalah langkah
awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh. Pengkajian pasien
menurut Marilynn E. Doenges, (1999) meliputi:
1. Pengkajian Primer
A. Data Subjektif
Pasien mengeluh nyeri P (Paliatif) : kaji penyebab cedera Q (Quality): kaji seberapa
berat keluhan nyeri R (Regio) : kaji lokasi cedera atau nyeri S (Skala) : kaji skala nyeri
yang dirasakan pasien T (Time) : kaji selang waktu saat cedera B. B. Data Objektif
Airway : Kaji kepatenan jalan nafas, adanya obstruksi jalan nafas dan adanya suara nafas
tambahan
Breathing: kaji napas, pergerakan dada, irama nafas, pola nafas, adanya sesakatau tidak
Circulation : Kaji perdarahan pada bagian luka , hasil tanda-tanda vital, ada atau tidaknya
sianosis, CRT, an akral
Disabelity: Kaji respon klien, reaksi pupil, kesadaran klien
Exposure : Kaji adanya luka laserasi, luas luka, keadaan luka

2. Pengkajian Subjektif
A. Data subjektif
- Keluhan utama: Terdapat keluhan utama nyeri pada tempat atau tubuh yang terluka
- Mekanisme cedera Penting diketahui karena dapat mempengaruhi tinkat keparahan luka,
tindakan penanganannya, pemeriksaan fisik terfokus, dan penegakan diagnose.
- Sample S (sign and symptom): terjadinya perdarahan, integritas kulit atau jaringan
terganggu kontaminasi luka, risiko nfeksi dan nyeri.
A (allergi): kaji adanya riwayat alergi obat, makanan dan hewan.
M (medicine): kaji obat-obatan yang dikonsumsi sebelumnya.
P (past medical history): kaji riwayat penyakit sebelumnya.
L (last oral intake): kaji makan dan minum terakhir yang dikonsumsi.
E (event leading injury): kaji penyebab terjadinya masalah atau keluhan pasien.

B. Data objektif
- Pemeriksaan fisik terfokus Memeriksa cedera, panjang luka, struktur yang terlibat,
luasnya jaringan neuritik, kejelasan kontaminasi luka, fungsi bagian yang terlibat, cedera
yang terkait.
- Aktifitas atau istirahat Gejala : merasa lemah, lelah. Tanda : perubahan kesadaran,
penurunan kekuatan tahanan keterbatasaan rentang gerak, perubahan aktifitas.
- Sirkulasi Gejala : perubahan tekanan darah atau normal. Tanda : perubahan frekwensi
jantung takikardi atau bradikardi.
- Integritas ego Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian. Tanda : ketakutan,
cemas, gelisah.
- Eliminasi Gejala : konstipasi, retensi urin. Tanda : belum buang air besar selama 2 hari.
- Neurosensori Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri. Tanda :
sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada daerah cidera , kemerah-
merahan.
- Nyeri / kenyamanan Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan. Tanda :
wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa tidur.
- Kulit Gejala : nyeri, panas. Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema. -
Pemeriksaan penunjang
- Wbc ( sel darah putih ) dilakukan pengecekan bila luka terkontaminasi dengan
lingkungan luar lebih dari 8-12 jam.
- Pemeriksaan radiologi dilakukan bila terkait cedera tulang.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan indikasi nyeri yang
dapat diamati dan nyeri palpasi.

2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan factor mekanik ditandai dengan


kerusakan lapisan kulit.

3. Risiko infeksi berhubungan kontaminasi luka ditandai dengan kerusakan integritas kulit
dan trauma jaringan.

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai dengan
perdarahan.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No DX Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional


hasil
1. DX 1. Setelah diberikan tindakan keperawatan 1. Mengidentifikasi
tindakan keperawatan selama1 x 3 jam diharapkan terjadinya komplikasi
selama1 x 3 jam nyeri berkurang dengan atau perbaikan fungsi
diharapkan nyeri kriteria hasil: saraf sensori.
berkurang dengan 1. Indikasi nyeri berkurang 2. Membantu
kriteria hasil: 2. Tidak ada nyeri palpasi memberikan
1. Indikasi nyeri 3. Skala nyeri 2-4 4. Pasien kesempatan otot untuk
berkurang 2. Tidak ada
tampak tenang berelaksasi.
nyeri palpasi
1. Kaji keluhan nyeri 3. Untuk mengurangi
3. Skala nyeri 2-4
4. Pasien tampak tenang 2. Berikan posisi nyaman rasa nyeri.
3. Ajarka teknik non 4. Untuk mengurangi
farmakologi (nafas dalam) rasa nyeri.
4. Kolaborasi pemberian
analgetic
2. DX 2. Setelah diberikan askep 1. Lakukan cuci tangan. 1. Mencegah
selama 1 x 3 jam menit 2. Bersihkan luka dengan Nacl kontraminasi dan
diharapkan kerusakan 3. Lakukan heacting menurunkan resiko
integritas jaringan dapat 4. Bantu dengan debridement infeksi
diperbaiki dengan 2. Menghilangkan
kriteria hasil: bakteri dan kuman yang
ada pada luka
3. Menyatukan jaringan
kulit yang terbuka
4. Membantu
menghilangkan jaringan
mati
3. DX 3 Setelah diberikan 1. Lakukan cuci tangan 1. balutan Mencegah
asuhan keperawatan 2. Observasi keadaan luka kontaminasi
selama 1 x 3 jam 3. Berikan balutan antimikroba 2. Untuk
diharapkan resiko 4. Kolaborasi pemberian mengidentifikasi adanya
infeksi tidak terjadi antibiotik tanda infensi
dengan KH : 3. Balutan mikroba
1. Luka bersih, bebas dapat mencegah infeksi
dari kuman 4. Mencegah infeksi
2. Kulit sekitar tidak
teraba panas
4. DX 4 Setelah diberikan 1. Pertahankan ABC 1. Memastikan
asuhan keperawatan 2. Tinggikan bagian tubuh keperawatan ABC
selama 1 x 3 jam yang mengalami perdarahan 3. 2. Mengurangi pasokan
diharapkan volume Berikan iv kateter kristoloid 4. darah kebagian tubuh
cairan sesuai dengan Monitor TTV yang terluka sehingga
kebutuhan tubuh dengan perdarahan berkurang
KH : 1. Perdarahan 3. Nutrisi cairan supaya
terkontrol 2. Tidak tidak terjadi dehidrasi
terjadi dehidrasi 4. Memantau keadaan
umum pasien

DAFTAR PUSTAKA

Baroroh, Dewi B. 2011. Konsep luka. (Online), http://s1- keperawatan.umm.

ac.id/files/file/konsep%20luka.pdf Dongoes, Marlyn E. 2008.


Nursing Diagnosis Manual; Planing, Individualizing, and Documenting Client Care:

Davis Plus Kartikawati, Dewi. 2011.

Dasar-dasar keperawatan gawat darurat. Jakarta: Salemba Medika Ismail. 2011. Luka

dan Perawatannya. (Online), http://blog.umy.ac.id/topik/ files/2011/12/Merawat-

luka.pdf Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media

Aesculapius NANDA. 2010.

Diagnosis Keperawatan; Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC Potter & Parry.

Fundamental Keperawatan; Konsep, Proses, dan Praktik: Jakarta: EGC Saman. 2011.

Konsep Luka dan Perawatan Luka, (Online) http://akpertolitoli.

com/files/upload/rawat-luka.pdf

Ayos.2008.Asuhan Keperawatan Luka. http://ayosz.wordpress.com/.Akses :14

September 2014

Carpenito, Lynda Juall.  (1995). Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinik.

Edisi 6. Jakarta:EGC

Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC

Ganong F. William. (1998). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17.Jakarta:EGC.

Marison Moya,(2004). Manajemen Luka. Jakarta: EGC

Nuliana. 2013. Asuhan Keperawatan Luka.

Potter And Perry. (1999). Fundamental Keperawatan. Edisi 4 . Jakarta : EGC

Rahma. 2011.Askep Perawatan Luka. Supriyono.2010. Askep Perawatan Luka.

Anda mungkin juga menyukai