Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena melalui rahmat dan
hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Anak pada Pasien dengan Down Syndrome” yang dibuat sebagai
tugas mata kuliah Keperawatan Anak.
Dalam penulisan makalah ini, kami tidak terlepas dari bimbingan dan
bantuan dari segala pihak oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada
ibu Ethyca Sari Laua S.Kep, Ns, M.Kes selaku dosen.
Tak lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada staf dan karyawan di
Akademi Keperawatan William Booth Surabaya. Para staf perpustakaan yang
secara tidak langsung telah membantu kami dalam penyediaan sarana yang kami
butuhkan.
Akhirnya, kami mengharapkan kritik dan saran pada makalah ini. Hal itu
tentunya sangat berguna untuk perbaikan dan penyempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat berguna dan bermanfaat.
Penyusun
1
Daftar Isi
Halaman judul........................................................................................................i
Kata pengantar.......................................................................................................1
Daftar isi................................................................................................................2
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar belakang.................................................................................................3
1.2 Rumusan masalah...........................................................................................4
1.3 Tujuan.............................................................................................................4
Bab 2 Tinjauan Teori
2.1 Pengertian down syndrome…………….......………………………….........5
2.2 Penyebab down syndrome …………………………………………………6
2.3 Klasifikasi down syndrome…………………………………………...…....6
2.4 Patofisiologi dan WOC down syndrome…………………….…………......7
2.5 Tanda dan gejala down syndrome…………………………………….....…9
2.6 Pemeriksaan diagnostik down syndrome……………………………….....12
2.7 Pengobatan down syndrome……………………………………………....14
2.8 Komplikasi down syndrome…………………………………………....…15
2.9 Pencegahan down syndrome………………………………..…………......15
2.10 Asuhan keperawatan secara teori...............................................................16
Bab 3 Tinjauan Kasus
3.1 Pengkajian…………………………………………………………...…....32
3.2 Diagnosa keperawatan…………………………………………………….34
3.3 Rencana asuhan keperawatan………………………………………….….35
3.4 Tindakan keperawatan………………………………………………….....37
3.5 Evaluasi…………………………………………………………………...38
Bab 4 Penutup
4.1 Kesimpulan………………………………………………………………..39
Daftar pustaka....................................................................................................40
2
BAB 1
PENDAHULUAN
3
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Bagaimana karakteristik pada pasien dengan down syndrome?
1.2.2 Diagnosa keperawatan apa saja yang ditemukan pada pasien dengan down
syndrome?
1.2.3 Intervensi apa saja yang dapat dilakukan pada pasien dengan down
syndrome?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui karakteristik pada pasien dengan down syndrome
1.3.2 Mengetahui diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien dengan
down syndrome
1.3.3 Mengetahui intervensi yang dapat dilakukan pada pasien dengan down
syndrome
4
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Down syndrome adalah abnormalitas kromosom yang ditandai dengan
berbagai derajat retardasi mental dan efek fisik yang berhubungan; dikenal juga
sebagai trisomi 21 (Donna L. Wong : 654).
Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik
dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom.
Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling
memisahkan diri saat terjadi pembelahan (Wikipedia indonesia).
Sindrom down (bahasa inggris: Down Syndrome) adalah suatu kumpulan
gejala akibat dari abnormalitas kromosom, biasanya kromosom 21, yang tidak
berhasil memisahkan diri selama meiosis sehingga terjadi individu dengan 47
kromosom.
Down syndrome dinamai sesuai nama dokter berkebangsaan Inggris
bernama Langdon Down, yang pertama kali menemukan tanda-tanda klinisnya
pada tahun 1866. Pada tahun 1959 seorang ahli genetika Perancis Jerome Lejeune
dan para koleganya, mengidentifikasi basis genetiknya. Manusia secara normal
memiliki 46 kromosom, sejumlah 23 diturunkan oleh ayah dan 23 lainnya
diturunkan oleh ibu. Para individu yang mengalami down syndrome hampir selalu
memiliki 47 kromosom, bukan 46 kromosom.
Sindrom Down (Trisomi 21, Mongolisme) adalah suatu kelainan kromosom
yang menyebabkan keterbelakangan mental (retardasi mental) dan kelainan fisik
(medicastore). Anak dengan sindrom down adalah individu yang dapat dikenali dari
fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya
kromosom 21 yang berlebihan (Soetjiningsih).
2.2 Penyebab
Selama satu abad sebelumnya, banyak hipotesis penyebab sindrom down,
tetapi sejak ditemukan pada tahu 1959, perhatian lebih dipusatkan pada kelainan
kromosom. Kelainan kromoson tersebut kemungkinan disebabkan oleh:
5
2.2.1 Non discjunction (pembentukan gametosit)
a. Genetik
Pada translokasi, 25% bersifat familial. Hasil penelitian epidemiologi
menyatakan bahwa ada peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat
anak dengan sindrom down. Bila terdapat translokasi pada kedua orangtua,
sebaiknya dilakukan studi familial tambahan dan konseling untuk menentukan
adanya karier atau tidak. Kalau orangtuanya adalah karier, maka anggota keluarga
lainnya juga harus diperiksa untuk mengetahui resiko sindrom down. Tipe
nondisjunction juga diperkirakan berhubungan dengan genetik.
b. Umur ibu
Setelah umur ibu lebih dari 30 tahun, resiko sindrom down lebih meningkat,
dari 1:800 menjadi 1:32 pada umur 45 tahun, terutama pada tipe nondisjunction.
Peningkatan insiden ini berhubungan dengan perubahan hormon terutama hormon
seks, antara lain meningkatnya hormon androgen, menurunnya kadar
hiroepiandosteron, menurunnya konsentrasi estradiol sistemik, perubahan
konsentrasi reseptor hormon, dan peningkatan secara tajam kadar LH (Luteinizing
Hormone) dan FSH (Follicle Stimulating Hormone) secara tiba-tiba sebelum dan
setelah menopause.
c. Umur ayah
Penelitian sitogenetik pada orangtua anak dengan sindrom down mendapatkan
bahwa 20-30 % kasus ekstra-kromosom 21 bersumber dari ayahnya tetapi
korelasinya tidak setinggi dengan ibu.
d. Radiasi
Pengaruh radiasi masih kontroversial. Suatu literatur menyebutkan bahwa
radiasi meningkatkan predisposisi nondisjunction pada sindrom down ini. Sekitar
30% ibu yang melahirkan anak sindrom down, pernah mengalami radiasi di daerah
perut sebelum terjadinya konsepsi, tetapi peneliti lain tidak menemukan hubungan
tersebut.
e. Infeksi
Virus diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya sindrom down, tetapi
sampai saat ini belum dapat dibuktikan bagaimana virus dapat menyebabkan
terjadinya nondisjunction pada kromosom 21.
6
f. Autoimun
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid diduga
berhubungan dengan sindrom down. Falkow, 1996, secara konsisten mendapatkan
adanya perbedaan autoantibodi tiroid pada ibu yang melahirkan anak dengan
sindrom down dengan ibu kontrol yang umurnya sama.
2.2.2 Gangguan intragametik yaitu gangguan pada gamet, kemungkinan terjadi
translokasi kromosom 21 dan 15.
2.2.3 Organisasi nukleus yaitu sintesis protein yang abnormal sehingga
menyebabkan kesalahan DNA menuju ke RNA.
2.2.4 Bahan kimia juga dapat menyebabkan mutasi gen janin pada saat dalam
kandungan.
2.2.5 Frekuensi koitus akan merangsang kontraksi uterus, sehingga dapat
berdampak pada janin.
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi dari segi sitologi, down syndrome dapat dibedakan menjadi 3 tipe yaitu:
a. Trisomi 21
Insiden : 4%. Gambaran kromosom : memiliki tambahan sebuah kromosom 21
utuh di dalam setiap sel. Merupakan bentuk yang paling umum dari sinrom down
pada anak-anak yang lahir dari ibu-ibu dari berbagai usia. Hal ini terjadi karena
salah satu orang tua memberikan dua kromosom nomor 21 melalui sel telur/sel
sperma, bukan 1 seperti biasanya. Penderita memiliki 47 kromosom. Penderita laki-
laki= 47,xy,+21, sedangkan perempuan= 47,xx,+21. Kira-kira 92,5% dari semua
kasus syndrome down tergolong dalam tipe ini.
b. Translokasi
Insiden : 4%. Peristiwa terjadinya perubahan struktur kromosom, disebabkan
karena suatu potongan kromosom bersambungan dengan potongan kromosom
lainnya yang bukan homolog-nya.Gambaran kromosom : memiliki tambahan
bagian kromosom yang melekat pada kromosom lain di dalam sel. Hanya
kromosom – kromosom tertentu yang terlibat dalam jenis translokasi dengan
kromosom 21. Kromosom tersebut adalah kromosom 13, 14, 15, 22 / kromosom 21
7
lainnya (14 adalah yang tersering). Kromosom- kromosom tersebut memiliki
ujung-ujung kecil yang secara genetic tidak aktif, yang dapat putus dan hilang tanpa
menimbulkan efek buruk.
c. Mosaic
Insiden : 1% Gambaran umum : campuran sel-sel sebagian dengan kromosom 21
ekstra dan sebagian lagi normal.. Gambaran mosaic biasanya lebih ringan, karena
efek netralisasi dari sel-sel normal. Cirri-ciri fisik mosaic kurang menonjol dan
berkembang serta berfungsi lebih mendekati normal yaitu dapat memiliki
intelektualitas yang normal.
8
WOC Down Syndrome
9
2.5 Tanda dan gejala
Berat pada bayi yang baru lahir dengan penyakit sindrom down pada umumnya
kurang dari normal, diperkirakan 20% kasus dengan sindrom down ini lahir dengan
berat badan kurang dari 2500 gram. Anak-anak yang menderita sindroma down
memiliki penampilan yang khas:
1. Bentuk tulang tengkoraknya asimetris atau ganjil dengan bagian belakang
kepalanya mendatar (sutura sagitalis terpisah).
2. Lesi pada iris mata (bintik Brushfield), matanya sipit ke atas dan kelopak mata
berlipat-lipat (lipatanepikantus) serta jarak pupil yang lebar.
3. Kepalanya lebih kecil daripada normal (mikrosefalus) dan bentuknya abnormal
serta leher pendek dan besar.
4. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa Congenital Heart Failure (kelainan
jantung bawaan), kelainan ini yang biasanya berakibat fatal di mana bayi dapat
meninggal dengan cepat.
5. Hidungnya datar (hidung kemek/hipoplastik), lidahnya menonjol, tebal dan
kerap terjulur serta mulut yang selalu terbuka.
6. Tangannya pendek dan lebar dengan jari-jari tangan yang pendek dan seringkali
hanya memiliki satu garis tangan pada telapak tangannya.
7. Jarak ibu jari kaki dengan jari kedua lebar.
8. Jari kelingking hanya terdiri dari dua buku dan melengkung ke dalam (Plantar
Crease).
9. Telinganya kecil dan terletak lebih rendah
10. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan (hampir semua penderita Sindrom
Down tidak pernah mencapai tinggi rata-rata orang dewasa)
11. Keterbelakangan mental.
12. Hiperfleksibilitas
13. Bentuk palatum yang tidak normal
14. Kelemahan otot
10
2.6 Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi akibat down syndrome:
1. Penyakit Alzheimer’s (penyakit kemunduran susunan syaraf pusat)
2. Leukimia (penyakit dimana sel darah putih melipat ganda tanpa terkendalikan)
11
Echocardiogram untuk mengetahui ada tidaknya kelainan jantung bawaan
mungkin terdapat ASD atau VSD.
5. Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)
Pemeriksaan darah (percutaneus umbilical blood sampling) salah satunya
adalah dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan
terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian
terapi pencegah infeksi yang adekuat.
6. Penentuan aspek keturunan
Dapat ditegakkan melalui pemeriksaan cairan amnion atau korion pada
kehamilan minimal 3 bulan, terutama kehamilan diusia diatas 35 tahun keatas
7. Pemeriksaan dermatoglifik yaitu lapisan kulit biasanya tampak keriput.
2.8 Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif
untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down
syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistem penglihatan, pendengaran
maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan
demikian penderita harus mendapatkan dukungan maupun informasi yang cukup
serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai.
1) Penanganan Secara Medis
a. Pendengarannya : sekitar 70-80 % anak syndrom down terdapat gangguan
pendengaran dilakukan tes pendengaran oleh THT sejak dini.
b. Penyakit jantung bawaan
c. Penglihatan : Perlu evaluasi sejak dini.
d. Nutrisi : Akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi / prasekolah.
e. Kelainan tulang : Dislokasi patela, subluksasio pangkal paha / ketidakstabilan
atlantoaksial. Bila keadaan terakhir ini sampai menimbulkan medula spinalis
atau bila anak memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolit, maka perlu
pemeriksaan radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan
konsultasi neurologis.
12
2) Pendidikan
a. Intervensi Dini
Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberi
lingkungan yang memadai bagi anak dengan syndrom down, yang bertujuan untuk
latihan motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa. Selain
itu agar anak mampu mandiri seperti berpakaian, makan, belajar, BAB/BAK,
mandi.
b. Taman Bermain
Misalnya dengan peningkatan ketrampilan motorik kasar dan halus melalui
bermain dengan temannya, karena anak dapat melakukan interaksi sosial dengan
temannya.
c. Pendidikan Khusus (SLB-C)
Anak akan mendapat perasaan tentang identitas personal, harga diri dan
kesenangan. Selain itu mengasah perkembangan fisik, akademis dan kemampuan
sosial, bekerja dengan baik dan menjali hubungan baik.
13
E. Berikan motivasi pada orang tua agar memberi lingkungan yang memadai pada
anak
1) Dorong partisipasi orang tua dalam memberi latihan motorik kasar dan
halus serta pentunjuk agar anak mampu berbahasa
2) Beri motivasi pada orang tua dalam memberi latihan pada anak dalam
aktivitas sehari-hari.
Penatalaksanaan lainnya yang dapat dilakukan pada down syndrome antara lain :
1. Stimulasi dini.
Stimulasi sedini mungkin kepada bayi yang Down Syndrome, terapi bicara,
olah tubuh, karena otot-ototnya cenderung lemah. Memberikan rangsangan-
rangsangan dengan permainan-permainan layaknya pada anak balita normal,
walaupun respons dan daya tangkap tidak sama, bahkan mungkin sangat minim
karena keterbatasan intelektualnya.
2. Pembedahan
Biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada
jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia
akibat adanya kelainan pada jantung tersebut.
3. Fisioterapi.
Penanganan fisioterapi menggunakan tahap perkembangan motorik kasar
untuk mencapai manfaat yang maksimal dan menguntungkan untuk tahap
perkembangan yang berkelanjutan. Tujuan dari fisioterapi disini adalah
membantu anak mencapai perkembangan terpenting secara maksimal bagi
sang anak, yang berarti bukan untuk menyembuhkan penyakit down syndrome-
nya.
4. Terapi Wicara.
Suatu terapi yang diperlukan untuk anak Down Syndrome yang mengalami
keterlambatan bicara dan pemahaman kosakata. Saat ini sudah banyak sekali
jenis-jenis terapi selain di atas yang bisa dimanfaatkan untuk tumbuh kembang
anak Down Syndrome misalnya terapi okupasi. Terapi ini diberikan untuk
melatih anak dalam hal kemandirian, kognitif/pemahaman, kemampuan
sensorik dan motoriknya.
14
5. Terapi Remedial.
Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kemampuan
akademis dan yang dijadikan acuan terapi ini adalah bahan-bahan pelajaran
dari sekolah biasa
6. Terapi Sensori Integrasi.
Sensori Integrasi adalah ketidakmampuan mengolah rangsangan / sensori
yang diterima. Terapi ini diberikan bagi anak Down Syndrome yang
mengalami gangguan integrasi sensori misalnya pengendalian sikap tubuh,
motorik kasar, motorik halus dan lain-lain. Dengan terapi ini anak diajarkan
melakukan aktivitas dengan terarah sehingga kemampuan otak akan
meningkat.
7. Terapi Tingkah Laku (Behaviour Theraphy)
Mengajarkan anak Down Syndrome yang sudah berusia lebih besar agar
memahami tingkah laku yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan norma-
norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.
8. Terapi alternatif.
Penanganan yang dilakukan oleh orangtua tidak hanya penanganan medis
tetapi juga dilakukan penanganan alternatif. Hanya saja terapi jenis ini masih
belum pasti manfaatnya secara akurat karena belum banyak penelitian yang
membuktikan manfaatnya, meskipun banyak pihak mengatakan dapat
menyembuhkan Down Syndrome. Orang tua harus bijaksana memilih terapi
alternatif ini, jangan terjebak dengan janji bahwa Down Syndrome pada sang
anak akan bisa hilang karena pada kenyataannya tidaklah mungkin Down
Syndrome bisa hilang. Terapi alternatif tersebut di antaranya adalah : Terapi
Akupuntur, Terapi Musik, Terapi Lumba-Lumba, Terapi Craniosacral.
2.9 Pencegahan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit sindrom down antara
lain:
1. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom
melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal
kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom
15
down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati
memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak
dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena
sindrom down merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah
kromosom. Jumlah kromosom 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya
masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin
tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya Down Syndrom. Diagnosis dalam
kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara
pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan
10-12 minggu atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16
minggu. (Wikipedia Indonesia).
2. Konseling genetik juga menjadi alternatif yang sangat baik, karena dapat
menurunkan angka kejadian sindrom down. Dengan Gene targeting atau
Homologous recombination gene dapat dinon-aktifkan. Sehingga suatu saat gen 21
yang bertanggung jawab terhadap munculnya fenotif sindrom down dapat dinon-
aktifkan. (aningadeputri, 2012).
16
c) hidung kecil dengan batang hidung tertekan ke bawah ( hidung sadel )
d) lidah menjulur ( kadang berfisura )
e) mandibula hipoplastik ( membuat lidah tampak besar )
f) palatum berlengkung tinggi
g) leher pendek tebal
h) muskulatur hipotonik ( abdomen buncit, hernia umbilicus )
i) sendi hiperfleksibel dan lemas
j) garis simian ( puncak transversal pada sisi telapak tangan )
k) tangan dan kaki lebar, pendek dan tumpul
2) Intelegensia
a) bervariasi dari retardasi hebat sampai intelegensia normal rendah
b) umumnya dalam rentang ringan sampai sedang
c) kelambatan bahasa lebih berat daripada kelambatan kognitif
3) Anomali kongenital (peningkatan insidens)
a) penyakit jantung kongenital (paling umum)
b) defek lain meliputi: agenesis renal, atresia duodenum, penyakit Hirscprung,
fistula trakeoesofagus, subluksasi pinggul, ketidakstabilan vertebra servikal
pertama dan kedua (ketidakstabilan atlantoaksial)
4) Masalah sensori (seringkali berhubungan) dapat mencakup hal-hal berikut:
a) kehilangan pendengaran konduktif (sangat umum)
b) strabismus
c) myopia
d) nistagmus
e) katarak
f) konjungtivitis
5) Pertumbuhan dan perkembangan seksual
a) pertumbuhan tinggi dan berat badan menurun; umumnya obesitas
b) perkembangan seksual terlambat, tidak lengkap atau keduanya
c) infertile pada pria, wanita dapat fertile
d) penuaan premature umum terjadi; harapan hidup rendah
17
6) Bantu dengan test diagnostic ( pemeriksaan penunjang ) misalnya:
a. Neuroradiologi
b. Ekoensefalografi
c. Biopsy otak
d. Penelitian biokimiawi
e. Analisis kromosom
f. Rontgent dada dan saluran pencernaan
g. Ekokardiogram
h. EKG
i. Dermatogiflik
B. Diagnosa keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas didapat tidak adekuat.
2. Kerusakan menelan berhubungan dengan kurangnya gerakan lidah untuk
membentuk bolus.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan dalam memasukkan makanan karena factor biologis.
4. Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan kecacatan fisik.
5. Resiko konstipasi berhubungan dengan kelemahan fisik.
6. Resiko cedera berhubungan dengan kelemahan fisik.
7. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang
menderita sindrom Down.
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
C. Intervensi keperawatan
Diagnosa 1: Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas didapat tidak
adekuat.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu
mengontrol factor yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi.
NOC : Pengendalian resiko infeksi
Kriteria hasil :
1. Klien terbebas dari tanda dan gejala infeksi.
18
2. Klien menunjukkan hygiene pribadi yang adekuat.
3. Klien dan keluarga mengetahui factor resiko yang dapat menyebabkan infeksi.
4. Klien dan keluarga mampu memonitor lingkungan yang menjadi factor resiko
infeksi.
Skala :
1 : tidak pernah menunjukkan
2 : jarang menunjukkan
3 : kadang menunjukkan
4 : sering menunjukkan
5 : selalu menunjukkan
19
2 : kompromi
3 : kompromi sedang
4 : sedikit kompromi
5 : tidak kompromi
20
NIC : Pengelolaan Nutrisi
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji apakah klien memiliki alergi terhadap makanan tertentu.
2. Tentukan makanan yang disukai klien.
3. Tingkatkan pemasukan kalori.
4. Kaji kemampuan klien untuk mengkonsumsi berbagai jenis makanan.
5. Monitor jumlah pemasukan nutrisi dan kalori.
21
Diagnosa 5: Resiko konstipasi berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien terhindar dari
konstipasi.
NOC : Pengeluaran Isi Perut
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan adanya konstipasi.
2. Tidak menunjukkan adanya nyeri.
3. Bising usus normal.
4. Frekuensi BAB minimal 1 kali dalam sehari.
Skala :
1 : sangat kompromi
2 : kompromi
3 : kompromi sedang
4 : sedikit kompromi
5 : tidak kompromi
22
2. Klien dan keluarga mampu memonitor perubahan status kesehatan yang
dialami.
3. Klien dan keluarga menggunakan sopport system yang ada untuk mengontrol
factor resiko.
4. Keluarga mampu menyediakan imunisasi.
Skala :
1 : tidak pernah menunjukkan
2 : jarang menunjukkan
3 : kadang menunjukkan
4 : sering menunjukkan
5 : selalu menunjukkan
23
Skala :
1 : tidak pernah menunjukkan
2 : jarang menunjukkan
3 : kadang menunjukkan
4 : sering menunjukkan
5 : selalu menunjukkan
24
NIC : Pembelajaran proses penyakit
Intervensi Keperawatan :
1. Jelaskan tanda dan gejala penyakit.
2. Jelaskan proses penyakit
3. Identifikasi penyebab penyakit
4. Beri informasi mengenai kondisi pasien
5. Beri informasi tentang hasil pemeriksaan diagnostic
D. Evaluasi
Diagnosa 1: Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas didapat tidak
adekuat.
1. Klien terbebas dari tanda dan gejala infeksi. 5
2. Klien menunjukkan hygiene pribadi yang adekuat. 5
3. Klien dan keluarga mengetahui factor resiko yang dapat menyebabkan infeksi.
5
4. Klien dan keluarga mampu memonitor lingkungan yang menjadi factor resiko
infeksi. 5
25
4. Massa tubuh bertambah. 5
26
2. Deskripsi proses penyakit 5
3. Deskripsi factor penyebab 5
4. Deskripsi tanda dan gejala 5
5. Deskripsi cara meminimalkan perkembangan penyakit 5
27
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
a. Anak
Nama : AG
Anak ke :2
Tanggal lahir : 2 September 2009
Jenis kelamin : perempuan
Agama : hindu
b. Orang tua
1) Ayah
Nama : AA
Umur : 46 tahun
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : S1
Agama : Hindu
Alamat : Banjar Roban Tulikup
2) Ibu
Nama : AM
Umur : 44 Tahun
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : S1
Agama : Hindu
Alamat : Banjar Roban Tulikup
c. Sumber biaya : BPJS Kesehatan
d. No reka medic : 305023
e. Diagnose : Down Syndrome
28
2. Genogram
Keterangan:
= laki-laki
= perempuan
= pasien
= tinggal serumah
29
5. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a. Bernafas
Sebelum sakit :
Ayah pasien mengatakan tidak mengalami sesak
Saat sakit:
Pasien tidak mengalami gangguan dalam pola nafas
b. Makan dan Minum
Sebelum dan saat sakit
Ayah pasien mengatakan makan sebanyak 3x sehari dengan porsi sedang.
Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan. Untuk minum pasien minum
sebanyak 1 gelas sehabis makan.
c. Eliminasi
Sebelum MRS
Saat sakit
BAB : saat pengkajian pasien mengatakan belum BAB
BAK : Saat pengkajian pasien mengatakan sudah BAK
d. Gerak dan Aktifitas
Sebelum dan saat sakit
Pasien beraktivitas sebagaimana anak-anak. Pasien tergolong anak yang aktif
dan tidak bisa diam
Makan / minum *
Mandi *
Toileting *
Berpakaian *
Mobilitas di tempat tidur *
Berpindah *
Keterangan
0 : mandiri
1 : dibantu alat
2: dibantu orang lain
3 : dibantu orang lain dan alat
4 : tergantung total 30
e. Istirahat tidur
Sebelum dan saat sakit
Saat malam hari pasien tidur nyenyak karena aktivitasnya yang banyak di siang hari
f. Pengaturan suhu tubuh
Saat sakit
Saat pengkajian suhu tubuh pasien 36,5oC
g. Kebersihan Diri
Saat sakit
Pasien tampak bersih dan rapi. Kebersihan diri pasien tampak dibantu oleh
ayah pasien.
h. Rasa nyaman
Saat sakit
Saat pengkajian ayah pasien mangatakan pasien tidak mengalami nyeri ataupun
mual muntah.
i. Rasa Aman
Saat sakit
Ayah pasien mengatakan penyakit putrinya ketika ditanya keluhan. Keluarga
tampak akrab dengan lingkungan poli anak.
j. Sosialisasi komunikasi
Pasien menggunakan bahasa Indonesia. Pasien sulit diajak berkomunikasi
karena asik dengan buku gambar yang dibelinya di rumah sakit.
k. Belajar
Ayah pasien mengatakn mengetahui tentang penyakit anaknya.
l. Prestasi
Ayah pasien mengatakan pasien anak yang pandai minum obat. Anaknya juga
suka menggambar.
m. Rekreasi
Saat menunggu di poli anak gemar menggambar
n. Ibadah
Tidak terobservasi
31
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1) Kesan umum : baik
2) Kesadaran : compos mentis
3) Postur tubuh : tegap
4) Warna kulit : sawo matang
5) Turgor kulit : baik
b. Antripometri
1) BB : 22 kg
2) TB : 112 cm
c. Gejala cardinal
1) Suhu : 38oC
2) Nadi : 100x/menit
3) Pernafasan : 36 x/menit
4) Tekanan darah : 150/100 mmhg
d. Keadaan fisik
1) Kepala
a) Inspeksi :
1. bentuk simetris
2. rambut panjang
3. warna rambut hitam
b) Palpasi :
1. Tidak ada massa
2. Tidak ada pembengkakan
3. Tidak ada bejolan
4. Tidak ada nyeri tekan
32
2) Mata
a) Inspeksi :
1. Mata nampak tidak fokus
2. lapang pandang baik
3. konjungtiva merah muda
3) Hidung
a) Inspeksi :
1. bentuk simetris pendek dan terdorong kedalam
2. tidak ada sekret
3. tidak ada nafas cuping hidung
b) Palpasi :
1. Tidak ada pembengkakan
4) Telinga
a) Inspeksi :
1. bentuk simetris
2. tidak ada sekret
3. pendengaran baik
4. tidak ada lesi
6) Leher
a) Inspeksi :
1. bentuk simetris leher agak pendek
2. tidak ada nyeri tekan
3. tidak ada pembesaran kelejar tiroid
b) Palpasi :
33
1. Tidak ada nyeri tekan
2. arteri karotis teraba
3. tidak ada massa
7) Thoraks
a) Inspeksi :
1. bentuk simetris
2. pergerakan dada simetris
b) Palpasi :
1. Tidak ada nyeri tekan
2. Tidak ada massa
3. pernafasan torakal ves+/+, wh -/- , rh -/-
4. vibrasi / getaran bicara terasa.
8) Abdomen
a) Palpasi :
1. ada masa
2. ada nyeri tekan pada bagian abdomen
9) Ekstremitas
a) atas : bentuk tidak normal. Jari-jari pendek. Jari-jari lengkap,
Tidak ada lesi.
b) bawah : bentuk normal, jari kaki lengkap,
7. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 1 Juli 2015
Parameter Hasil Satuan Nilai Keterangan
Rujukan
FT4 1.55 ng/dL 0.930-1.700
TSHS 1.304 IU/ml 0.270-4.700
34
Analisa Data
Tangga No Pengelompokan Data Kemungkinan Masalah
l Penyebab
02 juli 1 DS: Perbedaan Perubahan
2015 Keluarga mengatakan kondisi keluarga proses
anaknya menderita down keluarga
syndrome.
DO:
Keluarga tampak ragu
mengatakan anaknya
menderita down syndrome.
Keluarga tampak
memperhatikan ekspresi
perawat
35
Diagnosa Keperawatan
Tanggal No Diagnosa Keperawatan Sesuai Prioritas Tanda Tangan
02 juli 1 Perubahan proses keluarga berhubungan
2015 dengan perbedaan kondisi keluarga
ditandai dengan keluarga tampak ragu
mengatakan anaknya menderita down
syndrome, keluarga tampak
memperhatikan ekspresi perawat.
36
Tindakan Keperawatan
Tanggal No Tindakan Keperawatan Dan Respon Tanda
Tangan
02 juli 2015 1 Menunjukkan penerimaan terhadap
pasien melalui perilaku perawat
R:/ pasien mulai akrab dengan perawat
2 Membangun BHSP
R:/ pasie dan keluarga merespon
dengan baik dan mau menceritakan
keluhannya kepada perawat.
37
Evaluasi
Tanggal Jam Evaluasi Tanda Tangan
02 juli 2015 S: keluarga mengatakan tentang
down syndrome yang diderita
anaknya.
O: Keluarga tidak tammpak
ragu menyatakan status
kesehatan anaknya setelah
melihat ekspresi perawat
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan Hubungan Bina
saling percaya pasien dengan
petugas kesehatan
S: keluarga mengatakan
anaknya suka menggambar.
O: Keluarga tampak memberi
anak kesempatan untuk
berinteraksi dengan lingkungan.
Saat di timbang dan diukur
suhunya pasien dibiarkan
sendiri bersama petugas
kesehatan
A : Masalah teratasi
P: Pertahankan kesiapan
Keluarga untuk meningkatkan
ststus mental anaknya.
38
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Down syndrome adalah abnormalitas kromosom yang ditandai dengan
berbagai derajat retardasi mental dan efek fisik yang berhubungan; dikenal juga
sebagai trisomi 21 (Donna L. Wong : 654). Banyak hipotesis penyebab sindrom
down, tetapi sejak ditemukan pada tahu 1959, perhatian lebih dipusatkan pada
kelainan kromosom. Kelainan kromoson tersebut kemungkinan disebabkan oleh:
non discjunction (pembentukan gametosit) meliputi genetik, umur ibu, umur ayah,
radiasi, infeksi, autoimun. Gangguan intragametik yaitu gangguan pada gamet,
kemungkinan terjadi translokasi kromosom 21 dan 15.
Down Syndrome disebabkan adanya kelainan pada perkembangan
kromosom. Kromosom merupakan serat khusus yang terdapat pada setiap sel tubuh
manusia dan mengandung bahan genetik yang menentukan sifat-sifat seseorang.
Pada bayi normal terdapat 46 kromosom (23 pasang) dimana kromosom nomor 21
berjumlah 2 buah (sepasang). Bayi dengan penyakit down syndrome memiliki 47
kromosom karena kromosom nomor 21 berjumlah 3 buah. Kelebihan 1 kromosom
(nomor 21) atau dalam bahasa medisnya disebut trisomi-21 ini terjadi akibat
kegagalan sepasang kromosom 21 untuk saling memisahkan diri saat terjadi
pembelahan.
Penatalaksaanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan down syndrome
adalah penanganan secara medis, pendidikan, penyuluhan pada orang tua, stimulasi
dini, pembedahan, fisioterapi, terapi wicara, terapi remedial, terapi sensori
integrasi.
39
DAFTAR PUSTAKA
Soetjiningsih, IG. N . Gde Ranuh. 2013. Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Jakarta:
EGC.
http://www.academia.edu/down-syndrome-askep-nic-noc/oi34jnfi
http://www.scribd.com/down-syndrome-pada-anak/wuei7987
40